wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk
selanjutnya di investasikan dalam perotofolio efek oleh manejer investasi.
Ditinjau dari aktiva yang diinvestasikan, reksadana dapat dikelasifisikan menjadi
beberapa macam sebagai berikut ini.
1. Reksadana pasar uang (money market mutual fund)
Raksadana ini membentuk porotofolionya dengan aktiva-aktiva surat berharga
utang jangka pendek yang jatuh temponya kurang dari satu tahun.
2. Raksadana pendapatan tetap (fixed income mutual fund).
Raksadana ini berisi dengan paling tidak 80% aktiva obligasi dan sisanya dapat
berupa aktiva lain, minsalnya saham. Tujuannya untuk membentuk portofolio
yang lebih aman.
3. Reksadana saham atau reksadana ekuitas (eqiity mutual fund).
Reksadana ini berisi dengan paling tidak 80% aktiva saham dan sisianya dapat
berupa aktiva lain,minsalnya obligasi. Tujuannya untuk menghasilkan tutran yang
tinggi.
4. Rasadana campuran (mixed mutual fund).
Raksadana ini berisi dengan aktiva campuran dalam bentuk obligasi,saham dan
aktiva lainnya.
5. Rakadana terpoteksi (protected mutual fund).
Reksadana terpoteksi memproteksi investor dari kerugian penurunan nilai
investasinya.
1.2 PERANAN PASAR MODAL
Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan tempat bertemu
antara pembeli dan penjual dengan risiko untung dan rugi. Kebutuhan dana jangka
pendek umumnya diperoleh di pasar uang (minsalnya bank komersial). Pasar modal
merupakan sarana perusahan untuk dari obligasi. Untuk menarik pembeli dan penjual
untukberpartisipasi, pasar modal harus bersifat likuid dan efisien. Suatu pasar modal
dikatakan likuid dan efisien.suatu pasar modal di katakan likuid jika penjual dapat
menjual dan pembeli dapat membeli surat-surat berharga dengan cepat.Pasar modal
dikatakan efisien jika harga dari surat-surat berharga mencerminkan nilai dari perusahan
secara akurat. Jika pasar modal sifatnya efisien, harga dari surat berharga juga
Perubahan kultur bisnis terjadi di periode ini, yaitu dari kultur bisnis keluarga
tertutup ke kultur bisnis profesional yang terbuka dan memungkinkan
profesional dari luar keluarga untuk duduk di kursi kepemimpinan perusahaan.
Pergeseran ini terjadi karena perrubahan dari generasi tua ke generasu muda.
Generasi muda umumnya mendapat pendidikan dari barat yang mengakibatkan
mereka mempunyai pandangan berbeda dengan generasi tua. Periode ini juga
dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa
Efek Surabaya dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada awalnya,
BES hanya mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES
hanya membutuhkan waktu 3 bulan untuk meningkatkan indeks gabunga dari
100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340 dan pada tanggal 19 September
1996 BES 55 merubah nilai dasar indeks gabungan menjadi nilai dasar 500.
Sampai dengan kuartal ketiga 1990 jumlah sekuritas yang tercatat meningkat
menjadi 116 saham jumlahnya meningkat sampai tahun 1996 tercatat 208
emiten saham. Semua sekuritas yang tercatat pada Bursa Efek Jakarta (BEJ)
juga secara otomatis diperdagangkan di Bursa Efek Surabaya (BES).
e. Periode kelima (Mulai Mei 1995): Periode Otomatisasi
Karena meningkatnya kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi
kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomasisasikan kegiatan
transaksi di bursa. Jika sebelumnya terlihat dua deret antrian yang cukup
panjang dan semua transaksi dicatat di papan tulis, maka sekarang setelah
otomatisasi, sekarang yang terlihat pada lantai bursa adalah jaringan komputer-
komputer yang digunakan broker. Jakarta Automated Trading System (JATS).
Sistem otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta di beri nama Jakarta
Automated Trading System dan dimulai dioperasikan pada hari senin tanggal 22
Mei 1995. Sistem manual hanya mampu menangani sebanyak 3800 transaksi
tiap hari. Dengan JATS, sistem ini mampu menangani sebanyak 50000 transaksi
tiap hari. JATS sebagai suatu sistem terdiri dari perangkat dari perangkat keras
dan lunak.Komponen-kopmponen utama dalam JARS adalah:
1) Pusat komputer pengolah data yang disebut juga dengan istilah trading engine
yang mempunyai tugas untuk menerima, memproses order dari komputer
modalnya pada pasar modal, karena total return yang diterima lebih kecil.
dibandingkan darin bunga deposito. Akibat lebih lanjut, harga-harga saham di
pasar modal mengalami penurunan yang drastis. Untuk mengurangi lesunya
permintaan sekuritas di pasar modal Indonesia, pemerintah berusaha
meningkatkan aktifitas perdagangannya lewat transaksi investor asing. Pada
tanggal 3 September 1997 pemerintah tidak memberlakukan lagi pembatasan
49% pemilikan asing. Untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang
bergejolak ini pemerintah pada hari Sabtu 1 November 1997 mengumumkan
melikuidasi 16 bank swasta nasional. Pengumuman yang cukup mencegangkan
ini tidak banyak membantu memperbaiki lesunya pasar modal.
g. Periode ketujuh (Mulai Juli 2000): Tanpa Warkat
Perdagangan tanpa warkat sudah dianggap tidak efisien lagi belum lagi banyak
warkat yang hilang sewaktu disimpan, atau sudah banyak juga warkat yang
dipalsukan, secara administratif, penerbitan warkat juga akan menghambat
proses penyelesaian transaksi. Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka pada
bulan Juli 2000 BEJ mulai menerapkan perdaganganperdagangan tanpa waktu
( scripless trading).
h. Periode kedelapan ( Mulai Oktober 1998 – Desember 2002): Penyembuhan
Setelah mengalami penurunan drastis sampai akhir bulan September 1998
sampai menembus 300 poin, IHSG di bulan Oktober 1998 mulai mengalami
peningkatan menembus kembali diatas 300 poin. Pada tanggal 5 Oktober 1998
IHSG benilao 311.96 poin. Periode penyembuhan ini ditandai dengan naik
turunnya IHSG berkisar 400 poin sampai dengan 700 poin. Seperti halnya
proses penyembuhan dari penyakit yang berat, pernah naik tertinggi sejak
Oktober 1998 pada tanggal 14 Juni 1999 dengan nilai 707,88 poin, IHSG
mengalami penurunan sampai 365,82 poin pada tanggal 16 April 2001 dan
setelah mengalami naik turun pada akhir tahun sebelum natal 23 Desember 2002
IHSG bernilai 420,90.
i. Periode kesembilan (Mulai Januari 2003 – Januari 2008): Kebangkitan Kembali.
Tahun 2003 dimasuki dengan optimisme. IHSG dibuka pada awal tahun pada
tanggal 1 Januari 2003 dengan nilai 4005,44. Tahun 2004 IHSG sudah
menembus level 1000 dan diakhir tahun 2004 pada tanggal 30 Desember 2004
IHSG ditutup pada nilai 1000,23. Di tahun 2005, tanggal 3 Januari 2005 IHSG
dibuka pada nilai 1038,82 poin dan pada akhir tahun pada tanggal 29 Desember
2005 IHSG ditutup pada nilai 1162,63 poin. Pada tahun 2007 IHSG menembus
nilai diatas 2000 poin pada tanggal 26 April 2007 sebesar 2016,033 dan pada
tanggal 22 Oktober 2007 sudah mencapai nilai 2446,76. Kenaikan IHSG terjadi
terus menerus sejak tahun 2003. Sampai tahun 2007 IHSG sudah meningkat
lebih dari 470%. Pada periode ini pasar modal Indonesia mengalami kondisi
yang baik dan merupakan salah satu pasar modal yang paling berkembang
didunia. Walaupun demikian pasar modal Indonesia pernah mengalami
kejatuhan yang cukup signifikan pada pertengahan Agustus 2007 turun menjadi
1863,365 karena mulai terdegarnya kasus Subprime Mortgage di Amerika
Serikat. Hanya beberapa hari saja IHSG mengalami mengalami kenaikan
menenbus kembali ke level 2000.
j. Periode kesepuluh (Mulai Oktober 2007): Bursa Efek Indonesia
Efektif mulai bulan Novenber 2007, setelah diadakan RUPSLB (Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa) yang diadakan pada 30 Oktober 2007 BEJ dan
BES bergabung menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia).
k. Periode Kesebelas (Mulai Akhir Januari 2008): Krisis Global.
Periode kesebelas dari pasar modal Indonesia dimulai bulan Januari 2008. Pada
akhir Januari 2008 pasar modal dikejutkan dengan kerugian City Bank sekitar
30% akibat dari kasus Suprime Mortgage di Amerika Serikat. Isu Suprime
Mortgage yang sempat mencuat bulan Agustus tahun 2007 sebelumnya yang
diperkirakan hanya mempunyai dampak jangka pendek dan tidak
berkepanjangan, ternyata merupakan bom waktu yang menunggu untuk meledak
dan penyulutnya adalah pengungkapan kerugian dari beberapa bank dan
lembaga keuangan lainnya. Kasus dari Suprime Mortgage ternyata berbuntut
panjang, beberapa lembaga keuangan tidak hanya mengumumkan kerugiannya
tetapi juga ada yang mengumunkan kebangkrutan termasuk perusahaan
keuangan terbesar dunia Lehman Brother. Dampak krisis seluruh pasar modal
dunia mengalami penurunan indeksnya. Dapat dibayangkan betapa hebatnya
krisis global ini sampai mengkikis habis nilai indeks dari nilai tertinggi
2838,476 pada bulan Januari menjadi 1089,34 dengan penurunan nilai indeks
sebanyak 1749.136 poin atau penurunan 67,62%. Memasuki tahun 2009, titik
cerah tampaknya mulai muncul di pasar modal Indonesia. Pada tanggal 3 April
2009 nilai IHSG menembus titik psikologi 1500, yaitu sebesar 1511,335. Pelaku
pasar yakin nilai 1500 merupakan nilai psikologis untuk IHSG. Jika IHSG
menembus nilai ini, pelaku pasar optimis IHSG akan pulih kembali.
3. MARKET BASED ACCOUNTING RESEARCH
3.1 PENGERTIAN
Seperti dikemukakan di pendahuluan (yang bersumber dari Bernard: 1989) bahwa
riset akuntansi yang berkaitan dengan pasar modal ini dianggap didasari oleh hasil
program risetnya Ball and Brown, dan Beaver di tahun 1968. Setelah itu banyak riset
akuntansi yang berkaitan dengan data pasar modal dilakukan. Karena riset-riset ini
berkaitan dengan data pasar modal maka disebutlah riset ini sebagai riset yang berbasis
pasar modal (Market Based Accounting Research/MBAR). Keterkaitan ini antara lain
tercermin dalam hubungan (terutama asosiasi) antara informasi akuntansi dengan harga
dan atau volume perdagangan sekuritas di pasar modal.
Informasi akuntansi yang paling umum terkait dengan riset-riset akuntansi yang
berbasis pasar modal adalah informasi tentang earnings. Riset Ball and Brown (1968)
menguji sebuah sampel yakni 261 perusahaan yang terdaftar pada NYSE untuk periode
tahun 1957 hingga tahun 1965. Mereka lebih mengkonsentrasikan pada isi informasi
dari earning daripada likuiditas dan struktur modal. Dengan demikian ukuran ini diakui
memang relatif masih kasar (coarse). Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa
ukurannya adalah apakah earning yang dilaporkan (reported earnings) lebih besar atau
lebih kecil daripada apa yang diharapkan oleh pasar (expected). Keadaan ini diistilahkan
dengan Good News (GN) dan Bad News (BN), yang dapat menjadi suatu “signal”
tentang pros-pek dari suatu perusahaan. Proxy yang digunakan ada dua yakni accoun-
ting beta, dan asumsi bahwa harapan pasar akan earning tahun ini sama dengan earning
sesungguhnya tahun lalu. Selanjutnya mereka mengevaluasi return pasar atas saham-
saham perusahaan yang menjadi sampel disekitar setiap pengumuman earnings. Selisih
antara return yang diharapkan dari suatu saham (j) dengan yang sesungguhnya pada
suatu periode (t) mereka sebut dengan abnormal return. Dari sampel yang ada ternyata
terbentuk suatu pola hubungan yang positif atau antara rata-rata abnormal returns yang
dihasilkan dari adanya pengumuman earnings yang GN pada bulan yang sama, dan
sebaliknya untuk yang hubungan yang negatif. Aspek menarik dan yang penting yang
diperoleh dari studi Ball and Brown adalah mereka mengulangi perhitungan “abnormal
secu-rity returns” untuk sebuah “window” yang lebar yakni 11 bulan sebelum dan 6
bulan sesudah bulan pengumuman earning (bulan ke 0). Jadi mereka menghitung rata-
rata “abnormal return” untuk setiap bulan dari 18 bulan “wide window” tersebut.
Sementara itu, studi klasik dari Beaver (1968) menguji dari aspek reaksi volume
perdagangan saham-saham perusahaan disekitar tanggal pengumuman earning. Secara
khusus Beaver menguji 506 pengumuman earning dari 143 perusahaan yang terdaftar di
NYSE untuk periode tahun 1961 hingga tahun 1965 (261 minggu). Untuk setiap
pengumuman earning, Beaver menghitung rata-rata volume perda-gangan harian dari
perusahaan yang mengumum-kan earning tersebut. “Window”yang digunakan adalah
17 minggu disekitar tanggal pengu-muman. Jadi “window”-nya adalah 8 minggu
sebelum dan sesudah tanggal pengumuman. Dalam studi tersebut, Beaver menemukan
bahwa terjadi kenaikan yang dramatis pada volume perdagangan selama minggu
diumumkannya earning. Dari kedua penelitian di tahun 1968 tersebut, hasil (outcome)
yang terpenting adalah bahwa hal di atas telah membuka kesempatan pada riset-riset
akuntansi selanjutnya untuk memberi bukti tambahan yang sangat berarti atas konsep
“usefulness” dari akuntansi. Kesempatan tersebut terbuka karena masih kasarnya
ukuran-ukuran yang digunakan oleh kedua penelitian tersebut. Sejak tahun 1968 itulah
para periset akuntansi telah mempelajari dan meneliti reaksi pasar (modal) terhadap “net
income” atau earnings pada pasar-pasar modal yang lain, dan bahkan pasar modal di
lain negara, serta pada laporan kuartalan (tidak sekedar laporan tahunan). Pendekatan
tersebut digunakan pula untuk meneliti reaksi pasar atas isi informasi dari standar
akuntansi (regulation) yang baru, peng-gantian auditor, dan lain sebagainya (Scotts:
1997, p.111, dan lihat juga Lev and Ohlson: 1982).
Dari ulasan singkat di atas maka dapat dipahami bahwa MBAR meliputi
penelitian-penelitian yang menggunakan data akuntansi yang memproduksi jasa
informasi keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan (dalam bentuk
financial reporting) yang terdaftar di pasar modal, dan bagaimana para investor dan
kreditur yang ada maupun yang potensial mereaksinya. Reaksi tersebut terutama
berkaitan dengan kandungan informasi dari earnings yang diuji dengan
membandingkan beberapa ukuran Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia April 216
atas “unexpected earnings” dan “abnormal returns” serta “prices.” Oleh sebab
itulah riset-riset empiris yang memfokuskan pada isu-isu tersebut diklasifikasikan
sebagai “capital market (market-based) accounting research” (Suwar-djono: 1997).
Brown (1993) seperti dikutip Suwardjono (1997) menyebut riset empiris ini dengan
sebutan “association studies.” Dalam kondisi tertentu, seperti jika suatu reaksi pasar
sekuritas terhadap informasi akuntansi diob-servasi dengan “window” yang “narrow”
(misal-nya harian) pada saat disekitar tanggal pengu-muman earnings, dapat saja
dikemukakan argumentasi bahwa informasi akuntansi adalah penyebab reaksi pasar.
Jadi, risetnya tidak lagi bersifat “association” tetapi sudah bersifat “causation” (lihat
Scotts: 1997, p.107).
3.2 PERKEMBANGAN MBAR DARI 1970-AN HINGGA 1990-AN
Terlepas dari apakah sifatnya “association” ataukah “causation,” Bernard (1989)
mengemukakan kronologi perkembangan MBAR selama tahun 1970-an hingga tahun
1980-an. Di awal 1970-an diakui adanya “euphoria” atas MBAR yang oleh Lev dan
Ohlson (1982) disebut sebagai “euphoric expectations.” Mereka, seperti yang dikutip
oleh Machfoedz (1995), mengklasifikasikan MBAR di tahun 1970-an ini ke dalam
empat kelompok yakni riset tentang isi informasi, perbedaaan pada kebijakan tehnik
akuntansi, konsekuensi ekonomi atas regulasi, dan pengaruh pada disiplin yang terkait
dengan akuntansi.
Khusus untuk kelompok pertama dibagi lagi ke dalam dua sub kelompok yakni
riset yang berkaitan dengan pengumuman earnings, dan riset isi informasi selain data
keuangan (nonear- nings financial data). Beberapa contoh riset di awal 1970-an ini
dapat disebutkan antara lain yang dilakukan oleh Brown and Kennely (1972), Beaver
(1972), dan Beaver and Dukes (1973).
Pada pertengahan 1970-an mulai muncul pesimisme pada MBAR. Menurut
Bernard (1989) periset akuntansi seperti Gonedes and Dopuch (1974), dan Bob Kaplan
(1975) meman- dang riset-riset di MBAR tidak mempunyai fondasi konseptual untuk
menunjukkan hu- bungan antara riset-riset yang ada dengan “the social desirability of
given accounting standard (regulation).”
Pada akhir tahun 1970-an hingga awal 1980- an pesimisme yang muncul tersebut
mulai berkurang dengan adanya konsep “positive accounting theory” yang
dikemukakan oleh Watts and Zimmerman. Konsep mereka dikenal dengan sebutan
konsep “economic consequen- ces” (konsekuensi ekonomi).
Para periset MBAR, dengan adanya “positive accounting theory” mengakui bahwa
walaupun mereka tidak dapat mengevaluasi “the desira- bility of accounting
regulations,” tetapi mereka dapat secara potensial mengukur beberapa kon- sekuensi
ekonominya dalam bentuk reaksi-reaksi harga sekuritas pada perubahan yang tidak
diharapkan dalam “accounting regulation.” Beberapa riset dapat dikemukakan berkaitan
dengan konsekuensi ekonomi ini yakni antara lain Lev (1979), Leftwich (1981), dan
Thompson (1983).
Pada tahun 1989 lagi-lagi Dopuch menyam- paikan pesimisme dengan
mengemukakan bahwa riset tentang konsekuensi ekonomi ini tidak membumi, dan riset-
riset yang berkaitan dengan konsekuensi ekonomi tersebut telah mereda sejak tahun
1985. Alasan kemungkinan meredanya riset konsekuensi ekonomi ini adalah perubahan-
perubahan dalam kebijakan akuntansi yang dimandatkan pengaruhnya terhadap harga
sekuritas hanya berupa “the second order.” Selain itu, dikemukakan bahwa mungkin
saja kebijakan akuntansi mempengaruhi harga seku- ritas. Namun problem
metodologinya
sulit untuk menjelaskan pengaruh tersebut.
Setelah minat riset pada konsekuensi ekonomi memudar maka MBAR kembali ke
isu- isu tradisional yakni tentang penilaian (valua- tion) dengan penekanan pada
hubungan antara earnings dan harga sekuritas, dan kandungan informasi pada data
earnings dan data non earnings. Dengan demikian, MBAR selanjutnya lebih terfokus
pada earnings. Selain fokus pada earnings tersebut, perhatian para periset MBAR mulai
pula memasuki fokus yang beraspek sistem akuntansi dan analisis fundamental terhadap
laporan keuangan. Disinilah munculnya peran riset yang dihasilkan oleh Ou and
Penman, Ohlson, dan yang lainnya di tahun 1989 yang berkaitan dengan analisis
laporan keuangan, serta bagaimana struktur dari sistem akuntansi menghasilkannya
untuk mendorong analisis tersebut. Kedua fokus secara sederhana dapat dicontohkan
dengan adanya riset-riset MBAR yang berkaitan dengan Price Earning (P/E) Ratio. Jadi
disamping fokus pada earnings, fokus lainnya adalah pada analisis rasio laporan
Integrasi ini mencakup pada pasar modal negara yang sudah maju, dan pasar
modal di negara yang tergolong ke dalam ECMs. Wilcox (1992) mengemukakan bahwa
“emerging mar- kets” menarik para investor untuk masuk ke tingkat global antara lain
karena “the investment appeal of emerging markets in term of risk and return is already
quite high, and the gobal investor experiences only a small part of the often significant
volatility confronting the purely local investor.” Integrasi pasar modal ke tingkat global
tersebut didorong pula oleh tiga factor yang meliputi pertama, adanya peningkatan
aturan-aturan pengungkapan, kedua pengakuan dari pemodal atas keuntungan atas
diversifikasi sumber pendanaan, dan ketiga spektrum yang lebih luas dari para pemodal
internasional dalam mengambil keuntungan atas oportunitas yang ada pada tingkat
global (Philip: 1993).
Keadaan ini memungkinkan para investor melakukan portofolio internasional
karena dapat menurunkan risiko dengan lebih banyak mela- kukan diversifikasi. Dengan
demikian diversi- fikasi pada banyak sekuritas, pada banyak industri, pada banyak
negara akan lebih baik daripada terbatas pada suatu negara (Husnan dan
Pujiastuti:1995). Lebih-lebih lagi dengan ber- munculannya blok-blok kerjasama seperti
NAFTA, APEC, AFTA, dan sebagainya men- dorong pentingnya MBAR yang
aspeknya tidak lagi sebatas di sebuah pasar modal di suatu negara, tapi sudah
menjangkau aspek regional dan global (lihat Hegarty:1997). Pada saat yang sama,
perubahan dalam teknologi telah mengu- rangi hambatan waktu dan jarak dengan
adanya kemajuan telekomunikasi dan komputer dapat menghubungkan pelaku pasar
modal di seluruh dunia (Sutton:1997). Dengan kemajuan tersebut oleh Beaver (1996)
diakui sebagai salah satu faktor “exogenous” penentu arah riset-riset akun- tansi di masa
mendatang, terutama MBAR.
Dengan globalisasi MBAR tersebut maka paling tidak dapat dilihat tiga aspek
riset yakni aspek riset di negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan
Jepang, aspek MBAR di ECMs, dan aspek riset perbandingan diantara baik sesama
negara maju, maupun sesama ECMs. Aspek riset perbandingan meru- pakan hal yang
mulai banyak mendapat perhatian para periset di tahun 1990-an. Beberapa contoh riset
MBAR yang beraspek perbandingan di antara negara maju adalah seperti Cho (1994)
yang menulis “Properties of Market Expecta- tions of Accounting Earnings by
Hal ini sesuai dengan kerangka konseptual Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(FASB) bahwa laporan keuangan harus membantu investor dan kreditur dalam "menilai
jumlah, waktu, dan ketidakpastian" arus kas masa depan (FASB, 1978). hubungan
antara kinerja keuangan saat ini dan arus kas masa depan, serta hubungan kontemporer
antara kinerja keuangan dan harga sekuritas atau perubahan harga diharapkan. Tujuan
penting dari penelitian pasar modal adalah untuk memberikan bukti tentang hubungan
ini.
Fokus utama dari analisis fundamental adalah pada penilaian yang bertujuan
untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga. Ini telah populer setidaknya sejak
Graham dan Dodd menerbitkan buku mereka Analisis Keamanan pada tahun 1934.2
Sebagian besar dari hampir $5 triliun yang saat ini diinvestasikan dalam reksa dana AS
dikelola secara aktif, dengan analisis fundamental sebagai prinsip panduan sebagian
besar manajer reksa dana. Analisis fundamental memerlukan penggunaan informasi
dalam laporan keuangan saat ini dan masa lalu, dalam hubungannya dengan data
industri dan ekonomi makro untuk sampai pada nilai intrinsik perusahaan. Perbedaan
antara harga saat ini dan nilai intrinsik merupakan indikasi imbalan yang diharapkan
untuk berinvestasi dalam keamanan.Penelitian pasar modal tentang analisis fundamental
telah menjadi sangat populer dalam beberapa tahun terakhir sebagian karena banyaknya
bukti dalam literatur ekonomi keuangan yang menentang hipotesis pasar yang efisien.
Keyakinan bahwa ''konvergensi harga terhadap nilai adalah proses yang jauh lebih
lambat daripada yang ditunjukkan oleh bukti sebelumnya'' (Frankel dan Lee, 1998,
hal.315) telah memperoleh mata uang di kalangan akademisi terkemuka, memacu
penelitian tentang analisis fundamental. Penelitian pasar modal tentang analisis
fundamental mengkaji apakah berhasil mengidentifikasi sekuritas yang salah harga.
Dengan demikian penelitian analisis fundamental tidak dapat dipisahkan dari penelitian
pasar modal tentang pengujian efisiensi pasar.
Penelitian tentang valuasi dan analisis fundamental yang saya ulas mencakup
model valuasi, seperti yang disajikan dalam Fama dan Miller (1972, Bab 2), Beaver et
al. (1980), Christie (1987), Kormendi dan Lipe (1987), Kothari dan Zimmerman (1995),
Ohlson (1995), dan Feltham dan Ohlson (1995). Saya kemudian memeriksa aplikasi
empiris terbaru dari model penilaian seperti Dechow et al. (1999) dan Frankel dan Lee
(1998). Terakhir, saya membahas studi yang menggunakan analisis fundamental untuk
meramalkan pendapatan dan pengembalian saham masa depan (yaitu, tes efisiensi
pasar). Contohnya termasuk Ou dan Penman (1989a, b), Stober (1992), Lev dan
Thiagarajan (1993), Abarbanell dan Bushee ( 1997, 1998), dan Piotroski (2000).
4.2 TEST OF MARKET EFFICIENCY
Tes efisiensi pasar Fama (1970, 1991) mendefinisikan pasar yang efisien sebagai
pasar di mana ''harga sekuritas sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang
tersedia''. Apakah pasar sekuritas efisien secara informasi merupakan hal yang menarik
bagi investor, manajer, pembuat standar, dan pelaku pasar lainnya. Bunga berasal dari
fakta bahwa harga sekuritas menentukan alokasi kekayaan di antara perusahaan dan
individu. Harga sekuritas itu sendiri dipengaruhi oleh informasi keuangan, yang
menjelaskan minat akademisi dan praktisi akuntan dan pembuat standar dalam riset
efisiensi pasar. Efisiensi pasar memiliki implikasi penting bagi profesi akuntansi.
Misalnya, imbalan dari analisis fundamental akan berkurang di pasar yang efisien.
Peralihan dari satu metode akuntansi ke yang lain tanpa efek arus kas langsung, efek
sinyal, atau konsekuensi insentif tidak mempengaruhi harga sekuritas di pasar yang
efisien. Pilihan antara pengungkapan dalam catatan kaki dan pengakuan dalam laporan
keuangan (misalnya, akuntansi untuk saham karyawan options) kurang diperdebatkan
dari perspektif pengaruhnya terhadap harga sekuritas di pasar yang efisien. Secara
alami, kebalikannya akan terjadi pada semua contoh di atas jika pasar tidak efisien.
Oleh karena itu, ada permintaan untuk penelitian empiris tentang efisiensi pasar.
Ada banyak literatur yang menguji efisiensi pasar di bidang keuangan, ekonomi,
dan akuntansi. Saya berkonsentrasi pada literatur akuntansi. Literatur akuntansi menarik
kesimpulan tentang efisiensi pasar dari dua jenis tes: studi peristiwa cakrawala pendek
dan panjang dan cross-sectional tes prediktabilitas pengembalian atau literatur anomali.
Studi kejadian, yang merupakan sebagian besar literatur, termasuk literatur drift pasca-
pengumuman (misalnya, Ball dan Brown, 1968; Foster et al., 1984; Bernard dan
Thomas, 1989, 1990; Ball dan Bartov, 1996; Kraft, 1999); efisiensi pasar sehubungan
dengan metode akuntansi dan perubahan metode dan penelitian tentang fiksasi
fungsional (misalnya, Ball, 1972; Kaplan and Roll, 1972; Dharan dan Lev, 1993; Hand,
1990; Ball dan Kothari, 1991);
respon laba (misalnya, Kormendi dan Lipe, 1987; Easton dan Zmijewski, 1989; Collins
dan Kothari, 1989); penelitian tentang sifat-sifat deret waktu, manajemen, dan perkiraan
analis pendapatan (misalnya, Ball dan Watts, 1972; Foster, 1977; Brown dan Rozeff,
1978; Patell, 1976; Penman, 1980; Waymire, 1984); penelitian tentang masalah dalam
menggambar kesimpulan statistik (misalnya, Collins dan Dent, 1984; Bernard, 1987);
dan model akrual diskresioner (misalnya, Healy, 1985; Jones, 1991; Dechow et al.,
1995; Guay et al., 1996).
4.4 DISCLOUSRE REGULATION
Regulasi penggunaan, di AS, FASB, dengan otoritas yang didelegasikan oleh
Securities and Exchange Commission (SEC), dibebankan dengan mengeluarkan standar
yang mengatur informasi keuangan oleh perusahaan publik. Riset pasar modal dapat
membantu memastikan apakah tujuan yang dinyatakan FASB dilayani oleh standar
yang telah dikeluarkannya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Misalnya,
apakah angka-angka laporan keuangan yang disusun menurut standar baru
menyampaikan informasi baru ke pasar modal? Apakah laporan keuangan yang disusun
menurut standar baru lebih terkait dengan dan harga saham kontemporer? apa itu?
ekonomi dari penerbitan standar penggunaan baru? Sifat dan tingkat penetapan standar
juga kemungkinan dipengaruhi oleh persepsi pembuat standar tentang apakah pasar
sekuritas efisien secara informasi.
Secara internasional, pembuat standar mungkin mencari bukti dari penelitian
pasar modal. Globalisasi yang cepat dari pasar modal, produk, dan tenaga kerja telah
menciptakan permintaan yang kuat untuk standar akuntansi internasional dalam
beberapa tahun terakhir. Mungkin masalah terpenting yang dihadapi praktisi, dan
pembuat standar adalah apakah harus ada seperangkat standar akuntansi yang seragam
atau apakah harus ada keragaman. Jika standar harus seragam, haruskah prinsip
akuntansi yang diterima secara umum AS (GAAP) menjadi standar? Atau haruskah
standar dikembangkan secara internasional? Atau haruskah standar berbeda antar
negara, tergantung pada perbedaan lingkungan hukum, politik, dan ekonomi? Apakah
pasar modal di negara lain seefisien di AS, yang dapat mempengaruhi sifat standar
akuntansi internasional? Ketertarikan pada isu-isu ini dan terkait telah memicu
permintaan untuk penelitian pasar modal menggunakan akuntansi internasional dan data
pasar modal.
Holthausen dan Watts (2001) meninjau dan menganalisis penelitian pasar modal
tentang isu-isu seputar regulasi, jadi saya menahan diri untuk tidak meninjau area
penelitian pasar modal ini secara rinci.
5. ARAH RISET DI MASA DEPAN
Beaver (1996) sebagai salah satu tokoh utama fundamental riset MBAR
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi arah riset akuntansi meliputi
faktor exogenous, dan endogenous. Faktor-faktor exogenous mencakup: pertama,
aplikasi dari disiplin ilmu lain seperti “finance,” dan “behavioral science.” Kedua,
ketersediaan data yang lebih besar pada biaya yang lebih murah akibat bantuan
perkembangan teknologi komputer. Contoh ketersediaan data di tigkat global adalah
adanya basis data dari GLOBAL VANTAGE dan COMPUSTAT.
Faktor exogenous ketiga adalah adanya perubahan-perubahan lingkungan
pelaporan keuangan, seperti adanya masalah penjabaranmata uang asing, dana
pensiun, stock option compensation, dan lain sebagainya.
Faktor endogenous adalah faktor yang ba- nyak terletak pada komunitas
akademisi bidang akuntansi sendiri. Penerbitan jurnal-jurnal ilmiah seperti JAR dan AR
merupakan contoh faktor ini. Bahkan diakui bahwa munculnya riset-riset empiris
akuntansi positif didorong oleh adanya JAR tersebut. Selain itu adanya seminar-seminar
atau konperensi banyak mendorong riset-riset dimaksud. Dengan demikian arah riset
akuntansi MBAR sebenarnya adalah hasil proses krea- tivitas dari “talented” perorangan
yang oleh Beaver (1996) disebut sebagai mungkin meru- pakan “the single most
important factor.”
Dari faktor exogenous dan endogenous terse- but akhirnya oleh Beaver (1996)
dianggap faktor yang membimbing arah riset MBAR di masa mendatang yang
mencakup faktor-faktor, perta- ma, kombinasi (campuran) antara teori, analisis empiris,
dan “institutional knowledge.” Kedua, penekanan pada riset-riset yang bersifat kon-
tekstual daripada bersifat “generic.” Yang ter- akhir, adalah faktor yang disebut sebagai
“wild card.” Faktor pertama dan kedua tampaknya tidak mengarahkan perubahan yang
dramatis pada riset akuntansi MBAR. Tetapi, faktor ketiga adalah sebuah kekuatan yang
dapat mempengaruhi riset akuntansi MBAR di masa mendatang secara dramatis dan
“unexpected way.” Dari faktor “wild card” inilah diharapkan muncul kreativitas periset-
periset akuntansi yang mungkin akan memasukkan beberapa disiplin ilmu lain yang
pada gilirannya akan meng- hasilkan berkembangnya “a new theory of accounting”
yang tentu saja termasuk pula “a new theory” untuk mendasari MBAR.
DAFTAR PUSTAKA