Anda di halaman 1dari 130

MODUL PEMBELAJARAN

KOMUNIKASI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

DISUSUN OLEH:
Endah Puji Astuti, SSiT., M.Kes

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (D-3)


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2021/2022

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 1


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan Karunia-
Nya kepada kita sehingga sampai hari ini masih diberi Rahmat dan kemudahan untuk selalu
terbuka akal pikiran, mata, dan hati dalam rangka mencari ilmu sehingga dapat menyusun Modul
Pembelajaran mata kuliah Komunikasi dalam Praktik Kebidanan ini.
Mata Kuliah Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan ini adalah mata kuliah 3 sks yang akan
ditempuh selama 3 minggu. Pembelajaran dilaksanakan melalui daring, yaitu sinkronized (zoom
dan video call via whatshap) dan ansinkrinized (elerning) diskusi, dengan metode interactive
learning, tutorial (SGD/Small group discussion), seminar serta praktikum degan pembuatan
video. Setiap pembelajaran tersebut akan disertai dengan evaluasi ketercapaian kompetensi
mahasiswa. Evaluasi dilakukan dengan penilain sumatif pada proses dan ujian dengan Computer-
Based Test (CBT) pada Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS) sebagai
penilaian formatif.
Modul ini kami susun sebagai penunjang belajar mahasiswa dan dosen melakukan aktivitas
pembelajaran di semester satu Kebidanan (D-3), yang dibuat berdasarkan Kurikulum Perguruan
Tinggi (KPT) 2018 dengan mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan
standar nasional pendidikan tinggi (SN-Dikti). Materi yang disusun dalam bahan ajar ini
memperhatikan kejelasan dan kesantunan berbahasa sehingga tujuan dari pembelajaran tercapai.
Materi yang disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, kegiatan pembelajaran
merangsang keaktifan mahasiswa melalui diskusi tanya jawab, tugas-tugas dan praktik
komunikasi yang membentuk karakter percaya diri serta kemampuan bekomunikasi dalam ruang
lingkup pelayanan kebidanan. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal
dalam pencapaian hard skill dan soft skill pada mahasiswa.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
penyusunan modul ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat dalam pembelajaran pendidikan
kebidanan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan modul ini.
Yogyakarta, September 2021
Koordinator Mata Kuliah
ttd
Endah Puji Astuti, SSiT., M.Kes

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 2


DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................ 1


Kata Pengantar ................................................................................................................ 2
Daftar Isi ......................................................................................................................... 3
Pendahuluan .................................................................................................................... 4
Kegiatan Belajar I ........................................................................................................... 6
Kegiatan Belajar II .......................................................................................................... 16
Kegiatan Belajar III......................................................................................................... 41
Kegiatan Belajar IV ........................................................................................................ 63
Kegiatan Belajar V .......................................................................................................... 81
Kegiatan Belajar VI ........................................................................................................ 84
Kegiatan Belajar VII ....................................................................................................... 92
Kegiatan Belajar VIII ...................................................................................................... 99
Kegiatan Belajar IX ........................................................................................................ 104
Kegiatan Belajar X .......................................................................................................... 109
Kegiatan Belajar XI ........................................................................................................ 119
Kegiatan Belajar XII ....................................................................................................... 123
Kegiatan Belajar XIII ...................................................................................................... 125
Contoh Format SAP ........................................................................................................ 128

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 3


PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat Mata Kuliah


Mata kuliah BI. 118104 Komunikasi dalam Praktik Kebidanan adalah mata kuliah dasar
program studi yang setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa akan mampu
menjelaskan tentang komunikasi efektif dalam praktek kebidanan. Bahan kajian dalam mata
kuliah ini adalah tentang konsep umum dan prinsip komunikasi, teknik komunikasi efektif
dan terapeutik. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode kuliah, tutorial, praktikum
laboratorium, dan penugasan mandiri. Penguasaan mahasiswa di evaluasi dengan penilaian
sumatif, formatif serta nilai tugas.

B. Subcapaian Pembelajaran (Sub-CPL)


Subcapaian pembelajaran mata kuliah ini meliputi:
1. Mahasiswa mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian
terhadap masyarakat dan lingkungan (S-6).
2. Mahasiswa mampu menghargai martabat perempuan sebagai individu yang memiliki
hak-hak, potensi, dan privasi (S-12).
3. Mahasiswa mampu mampu bekerja sama, berkomunikasi dan berinovatif dalam
pekerjaannya (KU-5).
4. Mahasiswa mampu menguasai konsep teoritis ilmu komunikasi dalam asuhan
kebidanan (P-12).
5. Mahasiswa mampu mampu melaksanakan promosi dan KIE yang terkait dengan
kesehatan ibu, anak, dan KB dengan menggunakan media yang sudah dirancang oleh
institusi (KK-7).

C. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


Capaian pembelajaran mata kuliah ini meliputi:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep umum komunikasi (S-6, S-12, KU-5, P-12,
KK-7).
2. Mahasiswa mampu menerangkan dan mengaplikasikan komunikasi efektif (S-6, S-12,
KU-5, P-12, KK-7).
3. Mahasiswa mampu menerangkan dan melakukan keterampilan komunikasi informasi
dan edukasi (KIE) (S-6, S-12, KU-5, P-12, KK-7).
4. Mahasiswa mampu menguraikan dan mempraktikkan komunikasi terapeutik (S-6, S-12,
KU-5, P-12, KK-7).
5. Mahasiswa mampu menjelaskan dan melakukan komunikasi publik (massa) (S-6, S-12,
KU-5, P-12, KK-7).
6. Mahasiswa mampu mengimplementasikan komunikasi dalam asuhan kebidanan (S-6, S-
12, KU-5, KK-7)

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 4


D. Subcapaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK)
Subcapaian pembelajaran mata kuliah ini meliputi:
1. Mahasiswa mampu memahami konsep umum komunikasi, sehingga dapat menjelaskan
definisi komunikasi, unsur-unsur komunikasi, komponen komunikasi, tujuan
komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, dan jenis-jenis komunikasi (S-6, S-12, KU-5,
P-12, KK-7).
2. Mahasiswa mampu menerangkan komunikasi efektif meliputi pengertian komunikasi
efektif, ciri-ciri komunikasi efektif, pola komunikasi efektif, dinamika komunikasi
efektif dan hubungan antar manusia serta dapat mengaplikasikan komunikasi efektif (S-
6, S-12, KU-5, P-12, KK-7).
3. Mahasiswa mampu menerangkan keterampilan komunikasi informasi dan edukasi
(KIE), meliputi konsep dasar konseling, keterampilan dasar konseling dan skema proses
konseling serta datat melakukan KIE dengan benar (S-6, S-12, KU-5, P-12, KK-7).
4. Mahasiswa mampu menguraikan komunikasi terapeutik, termasuk didalamnya konsep
dasar komunikasi terapeutik, keterampilan observasi dan strategi mengambil keputusan
serta mampu mempraktikkan komunikasi terapeutik dengan benar (S-6, S-12, KU-5, P-
12, KK-7).
5. Mahasiswa mampu menjelaskan komunikasi publik (massa) meliputi pengertian
komunikasi publik, tujuan komunikasi publik, hambatan-hambatan komunikasi publik,
strategi-strategi komunikasi publik serta dapat melakukan praktik komunikasi publik (S-
6, S-12, KU-5, P-12, KK-7).
6. Mahasiswa mampu mengimplementasikan komunikasi dalam asuhan kebidanan (S-6, S-
12, KU-5, KK-7)

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 5


KEGIATAN BELAJAR I
KONSEP DASAR KOMUNIKASI

A. Alokasi waktu
100 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu:
1. Memahami konsep dasar komunikasi
2. Memahami bentuk-bentuk komunikasi
3. Memahami jenis-jenis komunikasi

C. Uraian Materi
1. Konsep dasar komunikasi
a. Definisi Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu communication atau communicare
yang berarti membuat sama (to make cammon). Secara etimologi komunikasi berasal
dari bahasa Latin communicatus dan bersumber dari kata communis yang berarti
berbagi atau milik bersama, yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau sama maknanya. Definisi komunikasi menurut para ahli sebagi
berikut:
1) Menurut Uchjana (2003), komunikasi mencakup ekspresi wajah, sikap dan gerak-
gerik, suara, kata-kata tertulis, percetakan, telegraf, telepon, dan lain-lain.
2) Komunikasi merupakan berlalunya informasi dan pengertian seseorang ke orang
lain (Davis, 2003).
3) Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi antara individu-
kelompok, baik secara verbal maupun non verbalyang dapat menimnulkan respons
timbal balikantara pengirim dan penerima informasi (Priyanto, 2009).
b. Tujuan Komunikasi
Secara umum tujuan dari komunikasi adalah untuk menghasilkan pengetahuan,
sikap, dan perubahan perilaku. Sementara itu, secara terperinci tujuan dari
komunikasi diantaranya adalah:
1) Menyampaikan atau mengajarkan sesuatu kepada orang lain
2) Eksplorasi atau pengungkapan perasaan
3) Melakukan hubungan dengan orang lain atau bersosialisasi
4) Menyelesaikan permasalahan atau konflik
5) Mengubah perilaku baik komunikator ataupun komunikan
6) Relaksasi atau mengurangi ketegangan
7) Menimbulkan minat

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 6


c. Unsur/ Komponen Komunikasi
1) Komunikator
Komunikator adalah orang yang mau berkomunikasi dengan orang lain, disebut
pembawa berita/pengirim pesan/sumber berita. Seorang komunikator dapat
menjadi komunikan dan sebaliknya komunikan dapat berperan sebagai
komunkator. Keberhasilan komunkator dipengaruhi oleh penampilan, penguasaan
pesan atau informasi dan penguasaan bahasa pesan. Dalam proses komunikasi,
pengirim berita menggunakan gagasan yang diwujudkan dalam lambang yang
berbentuk kata-kata yang disampaikan menggunakan media yang berbentuk
ucapan, gerak tangan, dan telepon.
2) Komunikan
Komunikan adalah pihak lain yang diajak komunikasi, yang merupakan sasaran
dalam kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau lambang.
Komunikan adalah individu, sekelompok orang, komunitas, organisasi, publik,
masyarakat yang menjadi sasaran komunikasi. Seseorang atau kelompok yang
menerima pesan, yang dapat disebut dengan khalayak atau sasaran.
3) Pesan
Pesan atau amanat adalah berita yang disampaikan komunikator melalui lambing
atau gerakkan atau gagasan yang dinyatakan oleh pengirim kepada orang lain.
Sedangkan berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peistiwa
yang hangat dan akurat. Pesan merupakan hasil pemikiran atau pendapat
komukator yang ingin disampaikan kepada orang lain. Penyampaian isi pesan
dapat berupa kata-kata, ide atau perasaan. Pesan akan mejadi efektif apabila
komunikator dengan tepat mengekpresikan dan terorganisir secara positif dan
aktif yang dapat berupa perilaku dan tindakan. Pesan dapat disampaiakan dengan
tatap muka aau melalui media komunikasi. Isinya dapat berupa ilmu pengatahuan,
hiburan, nasehat, iformasi atau propaganda.
4) Saluran Komunikasi atau Media
Saluran komunikasi adalah sarana untuk menangkap lambang yang kemudian
diterjemahkan dalam bentuk persepsi yang memberi makna terhadap suatu
stimulus atau rangsangan. Persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung
dari suatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra.
Media adalah sarana dalam penyampaian pesan. Media dapat berbentuk buku,
surat, brosur, pamfelet, radio, televise, laptop, lembar catatan klien, rekam medik,
dan lain-lain
5) Umpan Balik / feed back
Umpan balik adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya
komunikasi. Umpan balik merupakan hasil atau akibat yang berbalik guna bagi
rangsangan atau dorongan yang bertindak lebih lanjut atau merupakan tanggapan
langsung dari pengamatan sebagai hasil dari kelakuan individu terhadap individu

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 7


lain. Reaksi dari sasaran terhadap pesan yang disampaikan dan dimanfaatkan oleh
sumber untuk memperbaikai ataupun menyempurnakan komunikasi yang
dilakukan. Penerima pesan memberikan informasi/pesan kembali kepada pengirim
pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Dengan proses ini, sumber akan
mengetahui apakah komunikasi berjalan dnegan baik atau tidak. Kegiatan
komunikasi berhasil, apabila seoarng komunikan mampu memberikan suatu
umpan balik yang berbetuk tanggapan atau respon.

Lingkungan

Umpan Balik

Keterampilan Komunikasi

Bunyi

Pengirim Pesan

Penerima Pesan

Pengirim Penerima
Pesan Pesan

Media

Penempatan

Variable Pesan-Verbal dan Nonverbal

Umpan Balik

Gambar 2. Komponen Komunikasi


Sumber: Komunikasi dalam Praktik Kebidanan,
Yulifah dan Yuswanto, 2015

d. Prinsip-Prinsip Dasar Komunikasi


1) Seseorang tidak bisa tida berkomunikasi
Semua perilaku mempunyai sebuah pesan, sama seperti pembawa-pembawa
pesan yang lebih jelas lainnya, misalnya kata-kata atau sikap tubuh, tidak berkata
tau berrtindak apapun, itu juga merupakan sebuahpesan. Seesorang yang tidak

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 8


tersenyum adalah sebuah pesan yang sama kuatnya seperti sebuah senyuman.
Sekali sebuah pesan dikirim, maka pesan tersebut tidak akan dapat ditaik kembali.
2) Setiap Komunikasi Mempunyai Sebuah Isi dan Aspek Hubungan dimana yang
Berikutya Mengklarifikasikan yang Sebelumnya dan Karenanya Adalah Sebuah
Metakomunikasi
Sebuah komunikasi yang berikutnya mempunyai isi pesan dan juga mempunyai
aspek-aspek yang menunjukkan bagaimana pesan pertama telah diterima.
Bagaimana komunikator berhubungan satu sama lain adakalanya dikembalikan
secara sadar, tetapi lebih sering dikendalikan secara tanpa sadar. Sebagai contoh:
Pasien : Saya tidak mau minum obat ini
Bidan : Anda harus meminumnya. Ini perintah dokter.
Kalimat terakhir tersebut adalah suatu komunikasi tentang komunikasi (sebuah
metakomunikasi) dan menandakan dengan jelas seorang bidan melihat
hubungannya dengan klien yaitu hubungan mengendalikan.
3) Sebuah Seri Komunikasi dapat dilihat sebagai Sebuah Seri Pembicaraan yang
Tidak Terputus
Tidak jelas mana awal dan mana akhir dari sebuah pembicaraan. Setiap
komunikasi diantara dua orang mempunyai masa lampau dan masa depan sendiri
yang dipengaruhi oleh totalitas pengalaman masa lampau dari masing-masing
pihak. Pengalaman masa lampau yang menyakitkan dapat membentuk sebuah
pola dimana ia tidak mau memedulikan si penyerang, selanjutnya si penyerang
pun akan bersikap sama sehingga situasi tersebut menjadi reaksi rantai
komunikasi yang tidak sehat. Akan sulit untuk menghadapi pola ini jika pasien
mempunyai kebiasaan menyerang.
4) Sebuah Hubungan Komunikasi Adalah Simetris atau Komplementer Tergantung
pada Apakah Mereka didasarkan pada Kesetaraan atau Ketidaksetaraan
Pada dua orang yang setara, misalnya dua teman baik kemungkinan besar
interaksinya akan berlangsung secara simetris. Dengan adanya perbedaan status
atau kekuasaan di antara dua orang, seperti guru dengan murid atau dokter dengan
bidan, hubungan komplementer (yang satu “superior” dari yang lain) akan
mempengaruhi komunikasi di antara mereka.

e. Proses dan Tahapan Komunikasi


Proses dan tahapan komunikasi adalah sebagai berikut:
1) Proses Komunikasi
Proses komunikasi merupakan cara komunikator (pengirim pesan) menyampaikan
pesan kepada komunikan (penerima pesan), sehingga dapat menghasilkan suatu
persamaan antara komunikan dengan komunikatornya. Tujuan dari proses
komunikasi adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif yaitu komunikasi
yang sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya. Proses komunikasi dapat

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 9


terjadi apabila ada interaksi antarmanusia dan penyampaian pesan untuk
mewujudkan motif komunikasi sebagaimana pada gambar 1.1.

PESAN
K K
UMPAN BALIK
O O
M PESAN M
U U
N UMPAN BALIK N
I I
PESAN
K K
A UMPAN BALIK A
N T
PESAN O
R
UMPAN BALIK

Gambar 1. Proses Komunikasi


Sumber: Komunikasi dan konseling dalam praktik kebianan,
Wulandari, 2009

2) Tahapan Komunikasi
a) Penginterpretasian
Interpreting merupakan proses menerjemahkan motif komunikasi ke dalam
pesan. Penginterpretasian merupakan tahap awal dari proses komunikasi.
Komunikator menginterpretasikan apa yang ada di dalam pikirannya
kemudian merasakan ke dalam pesan. Dalam penginterpretasian pesan yang
akan disampaikan masih dalam bentuk abstrak.
b) Penyandian
Tahap kedua dari proses komunikasi adalah tahap penyandian atau disebut
encoding. Pada tahap ini komunikator sebagai encoder mewujudkan
motif/pesan dari bentuk abstrak ke bentuk yang lebih konkret dalam bentuk
lambang-lambang komunikasi.
c) Pengiriman
Pengiriman pesan atau transmitter merupakan proses komunikator melakukan
tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan menggunkan
alat pengirim pesan (media).
d) Perjalanan
Perjalanan merupakan proses terjadinya interaksi antara komunikator dan
komunikan mulai dari pesan dikirim sampai pesan diterima oleh komunikan.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 10


e) Penerimaan
Dengan menggunakan media, terjadi proses yaitu lambang-lambang/message
komunikasi dari komunikator diterima oleh komunikan.
f) Penyandian Balik
Pada tahap penyandian balik merupakan tahap decoding, komunikasi
menguraikan lambang-lambang komunikasi dari komunikan.
g) Penginterpretasian
Tahap ini merupakan tahap komunikan berhasil menguraikan lambang-
lambang komunikasi ke dalam bentuk pesan.

2. Bentuk-Bentuk Komunikasi
a. Interpersonal Communication (face to face communication)
Komunikasi interpersonal adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling
efektif dan komunikator dapat langsung bertatap muka, sehingga stimulus yakin pesan
atau informasi yang disampaikan komunikan, langsung dapat direspon atau ditangapi
pada saat itu juga. Penyampaian pesan dari sesesorang kepada orang lain, bersifat dua
arah, secara verbal atau nonverbal. Misanya: antar bidan dan klien.
b. Komunikasi Intrapersonal/Intrapersonal Communication
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi dalam individu.
Komunikasi tersebut akan membantu seseorang atau individu agar tetap sadar akan
kejadian disekitarnya. Atau penyampaian pesan seseorang kepada dirinya sendiri.
Misalnya kita sedang melamun, berpikir, berarti kita sedang melakukan komunikasi
intrapribadi, berbicara dalam hati, dan lain-lain.
c. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil (small group communication) adalah komunikasi
yang ditujukan kepada kognisi komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialogis.
Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan pesannya kepada benak
atau pikiran komunikan, Misalnya kuliah, ceramah, diskusi seminar, rapat dan lain-
lain. Ciri yang kedua dari komunikasi kelompok kecil adalah bahwa prosesnya
berlangsung secara dialogis, tidak linear, melainkan sirkular. Komunikasi dapat
menanggapi utraian komunikator, bisa bertanya jika tidak dimengerti, dapat
menyanggah bila tidak setuju, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari begitu
banyak jenis komunikasi kelompok kecil, antara lain seperti rapat, kuliah, cermah,
diskusi panel, forum, symposium, seminar, konfrensi, kongres, briefing, penataran,
lokakarya, dan lain-lain.
d. Komunikasi Kelompok Besar/publik
Komunikasi kelompok besar (large group communication) adalah komunikasi
yang ditujukan kepada afeksi komunikan dan prosesnya berlangsung secara linear.
Proses komunikasi kelompok besar bersifat linear, satu arah dari titik yang satu ke titik
yang lain, dari komunikator kepada komunikan. Komuikasi kelompok besar umumnya

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 11


bersifat heterogen, mereka terdiri dari individu-individu yang beraneka ragam, dalam
jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, agama, dan lain sebagainya.
e. Komunikasi Organisasi
Komunikasi dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan karena tujuan dalam
mempelajari komunikasi organisasi yaitu untuk memperbaiki organisasi. Selain itu
komunikasi sangat penting sekali untuk kemajuan organisasi, suatu organisasi
dikatakan sukses apabila hubungan komunikasi antara internalnya harmonis.
Organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka, dinamis, menciptakan komunikasi
dan saling menukar pesan diantara anggotanya. Karena menciptakan dan tukar-
menukar pesan ini berjalan terus-menerus dan tidak ada hentinya maka dirumuskan
suatu proses yang dapat dirumuskan sebagai suatu kerja sama berdasarkan suatu
pembagian tugas untuk mengarah pada suatu tujuan yang ingin dicapai.
f. Mass Communication (Komunikasi Massa)
Komunikasi massa adalah komunikasi umum bukan komunikasi pribadi, pesan
yang disampaikan tidak ditujukan pada satu orang saja tetapi bagi semua orang atau
anggota khalayak. Komunikasi massa adalah bentuk komunikasi yang menyampaikan
pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan
satu arah pada publik yang tersebar. Komunikasi massa menyampaikan informasi,
gagasan, dan sikap kepada kmunikan yang beragam dalam jumlah banyak dengan
menggunakan media yang meliputi surat kabra, radio, TV, film, dan lain-lain. Sifat
komunikasi massa adalah umuum, heterogen, nonpribadi, yang menimbulkan
ketermpilan dengan menggunkan paham yang sama.
Ciri-ciri komunikasi massa yaitu:
1) Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis
2) Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi
3) Bersifat terbuka, ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan anonim
4) Mempunyai publik yang secara geografis tersebar

3. Jenis-Jenis Komunikasi
a. Komunikasi Berdasarkan Penyampaian
1) Komunikasi lisan
Yang dimaksudkan dengan komunikasi lisan adalah komunikasi yang terjadi
secara langsung dan tidak dibatasi oleh jarak, yang artinya komunikasi bentuk ini
dilakukan antara kedua belah pihak secara bertatap muka.
2) Komunikasi tertulis
Komunikasi tertulis adalah salah satu bentuk komunikasi yang berupa tulisan,
komunikasi ini biasanya berupa:
a) Dibuat dalam bentuk surat dan dipergunakan untuk menyampaikan suatu
berita yang singkat, jelas, dan dipandang perlu untuk ditulis dengan maksud
tertentu.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 12


b) Naskah, naskah biasanya dipergunakan untuk mengirim berita yang sifatnya
komplek.
c) Balngko- blangko, dipergunakan untuk mengirimkan suatu berita dalam
bentuk daftar.
d) Gambar dan foto, komunikasi bentuk ini biasanya karena hal yang ingin
disampaikan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata atau kalimat.
e) Spanduk, spanduk biasanya digunakan untuk menyampaikan sebuah
informasi massa yang sasaranya adalah orang banyak.
b. Komunikasi Berdasarkan Kelangsunganya
Dalam sebuah proses komunikasi yang dilakukan oleh dua orang ataupun lebih, dapat
diketahui interaksi antara kedua belah pihak atau lebih tersebut sebagai mana berikut:
1) Komunikasi langsung
Proses komunikasi langsung maksudnya adalah bahwa komunikasi yang dilakukan
tanpa bantuan, campur tangan, perantara pihak lain ataupun media komunikasi serta
tidak dibatasi oleh jarak.
2) Komunikasi tidak langsung
Komunikasi tidak langsung dilakukan melalui perantara, baik itu pihak ketiga atau
bantuan alat-alat komunikasi lainnya.
c. Komunikasi Berdasarkan Maksudnya
Menurut maksud dilakukanya komuniksi ada beberapa komunikasi yang jika
diperhatikan dilakukan dengan maksud tertentu dari yang menyampaikan informasi,
inisiatif komunikator menjadi suatu penentu diantaranya adalah:
1) Pidato
2) Ceramah
3) Wawancara
4) Memberi tugas atau perintah
d. Komunikasi Berdasarkan Perilaku
1) Formal
Komunikasi yang terjadi diantara anggota organisasi atau perusahaan yang tata
caranya telah diatur dalam sruktur organisasinya.
2) Informal
Komunikasi yang terjadi di dalam suatu organisasi atau perusahaan yang tidak
ditentukan dalam struktur organisasi.
3) Nonformal
Komunikasi yang terjadi antara komunikasi yang bersifat formal dan informal,
yaitu komunikasi yang bertujuan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan organisasi.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 13


e. Komunikasi Berdasarkan Ruang Lingkup
1) Internal
Komunikasi yang berlangsung dalam ruang lingkup atau lingkungan organisasi atau
perusahaan yang terjadi diantara anggota organisasi atau perusahaan tersebut saja.
Komunikasi internal ini dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a) Komunikasi vertikal yang terjadi dalam bentuk komunikasi dari atasan kepada
bawahan.
b) Komunikasi horizontal yang terjadi didalam lingkup organisasi/kantor diantara
orang-orang yang mempunyai kedudukan sejajar.
c) Komunikasi diagonal yang terjadi di dalam ruang lingkup organisasi atau kantor
diantara orang-orang yang mempunyai kedudukan tidak sama pada posisi tidak
sejalur vertical
2) Eksternal
Komunikasi yang berlangsung antara organisasi kepada pihak masyarakat yang
ada di luar organissi atau perusahaan tersebut. Komunikasi eksternal dimaksudkan
untuk mendapatkan pengertian, kepercayaan, bantuan dan kerjasamadengan
masyarakat. Komunikasi dengan pihak luar dapat berbentuk :
a) Eksposisi, pameran, promosi, publikasi, dan sebagainya.
b) Komperensi pers
c) Siaran televise, radio, dan sebagainnya
d) Bakti social, pengabdian pada masyarakat, dan sebagainnya.
f. Komunikasi Berdasarkan Jumlah yang Berkomunikasi
Komunikasi yang selalu terjadi diantara sesama manusia baik perorangan maupun
kelompok. Jumlah yang berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi itu
sendiri, disamping sifat dan tujuan komunikasi itu dilaksanakan. Untuk itu dapat
dibedakan sebagai berikut :
1) Komunikasi perseorangan
Komunikasi yang terjadi secara perseorangan atau individual antara pribadi
dengan pribadi tentang permasalahan yang bersifat pribadi juga.
2) Komunikasi kelompok.
Komunikasi yang berlangsung dalam suatu kelompok atau group tentang
masalah-masalah yang menyangkut kepentingan banyak orang dalam kelompok.
g. Komunikasi Berdasarkan Ajaran Informasi
1) Komunikasi satu arah
Komunikasi yang berlangsung dari satu pihak saja.
2) Komunikasi dua arah
Komunikasi yang bersifat timbale balik, dalam hal ini komunikasi diberi
kesempatan untuk memberikan respons atau feedbeck kepada komunikatornya
3) Komunikasi ke atas
Komunikasi yang terjadi dari bawahan kepada atasan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 14


4) Komunikasi ke bawah
Komunikasi yang terjadi dari atasan kepada bawahan
5) Komunikasi ke samping
Komunikasi yang terjadi diantara orang yang memiliki kedudukan sejajar.
h. Komunikasi Berdasarkan Jaringan Kerja
Di dalam sebuah organisasi atau perusahaan komunikasi akan terlaksananeburut
sistem yang ditetapkanya dalam jaringan kerja.Komunikasi menurut jaringan kerja ini
dapat dibedakan menjadi :
1) Komunikasi jaringan kerja rantai.
Komunikasi trjadi menurut saluran hirarchi organisasi dengan jaringan komando
sehingga mengikuti pola komunikasi formal.
2) b. Komunikasi jaringan kerja lingkaran.
Komunikasi terjadi melalui saluran komunikasi yang berbentuk seperti lingkaran.
3) Komunikasi jaringan bintang.
Komunikasi yang terjadi melalui satu sentral dan saluranya yang dilalui lebih
pendek.

D. Test Formatif
Pada akhir perkuliahan, mahsiswa diberikan pertanyaan-pertanyan terkait dengan materi
yang telah diberikan
1. Jelaskan definisi komunikasi!
2. Jelaskan tujuan komunikasi!
3. Sebutkan unsur-unsur komunikasi!
4. Sebutkan bentu-bentuk komunikasi!

E. Daftar Pustaka
1. Yulifah R, Yuswanto TJA. (2015). Komunikasi dalam Praktik Kebidanan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
2. Wulandari D. (2009). Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 15


KEGIATAN BELAJAR II
KOMUNIKASI EFEKTIF, KETERAMPILAN OBSERVASI DAN STRATEGI
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. Alokasi Waktu
150 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu:
1. Memahami definisi komunikasi efektif, ciri-ciri komunikasi efektif, bentuk komunikasi
efektif, pola komunikasi, dinamika kelompok, hubungan antarmanusia
2. Keterampilan observasi
3. Strategi pengambilan keputusan

C. Uraian Materi
1. Komunikasi Efektif
a. Definisi komunikasi efektif
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia efektif berarti mempunyai pengaruh (efek)
dan membawa hasil. Melihat arti kata dari kamus Bahasa Indonesia tersebut dapat
menyimpulkan beberapa pengertian dari komunikasi efetif sebagai berikut.
1) Komumkasi efektif adalah komunikasi yang dapat menghasilkan perubahan sikap
(attutude change) dan perilaku pada orang-orang yang terlibat dalam komunisi.
2) Komunikasi efektif adalah proses pertukaran ide, kepercayaan, perasaan, dan
sikap di antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari
komunikas.
3) Komunikasi efektif dalam bahasa asing dikatakan sebagai the communication is in
tune yang berarti pihak yang terlibat dalam komunikasi yaitu komunikan dan
komunikator sama-sama mengerti pesan yang disampaikan.
4) Komunikasi efektif adalah proses saling bertukar informasi, ide, kepercayaan,
perasaan, dan sikap antara dua orang atau kelompok yang dapat menimbulkan
saling pengertian, menyenangkan, meningkatkan hubungan sosial sehinggi pada
akhirnya dapat memengaruhi perubahan sikap dari pihak-pihak yang terlibat di
dalam komunikasi.
b. Ciri-ciri komunikasi efektif
Sebuah informasi yang disampaikan efektif maka harus disajikan sedemikian rupa agar
mudah dipahami dan tidak menimbulkan keraguan serta kebingungan. Makna dari
informasi atau pesan harus jelas. Berikut ini ciri-ciri komunikasi yang efektif.
1) Istilah
Penggunaan istilah-istilah yang diartikan sama antara pengirim dan penerima pesan
merupakan aturan dasar untuk mencapai komunikasi yang efektif. Kata-kata yang

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 16


samar artinya mempunyai lebih dari satu makna dapat menimbulkan kebingungan
dan salah pengertian.

2) Spesifik
Pesan yang dipertukarkan harus spesiflk. Misalnya, seorang klien membutuhkan
bantuan, maka pesan yang disampaikan harus menegaskan jenis bantuan yang
dibutuhkan dan digambarkan secara cukup jelas agar penerima dapat mengulangi
dengan benar.
3) Tersusun Baik
Pesan harus berkembang secara logis dan tidak boleh tersusun dari pesan yang
terpotong-potong sehingga penerima terpaksa menyusun lagi sebelum memahami.
4) Objektif, Akurat, dan Aktual
Pengirim informasi atau pesan harus berusaha menyampaikan seobjektif mungkin.
5) Efisien
Pesan disampaikan seringkas dan seoriginal mungkin serta harus berusaha untuk
menghilangkan katakata yang tidak relevan sehingga penerima pesan tidak lagi
mencari artinya
c. Bentuk komunikasi efektif
Komunikasi efektif dibagi menjadi dua bentuk, yaitu sebagai berikut.
1) Komunikasi verbal evektif
Bentuk komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang sering digunakan
dalam pertukaran informasi terutama pertukaran informasi secara tatap muka.
Komunikasi verbal dengan penggunaan kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai
untuk mengekspresikan ingatan, ide, atau perasaan, membangkitkan respons
emosional, menguraikan objek, dan melakukan observasi.
Dalam komunikasi verbal efektif haruslah disertai hal-hal berikut:
a) Berlangsung secara Timbal Balik
Komunikasi yang berlangsung secara timbal balik memungkinkan tiap individu
yang terlibat di dalam komunikasi untuk bertatap muka secara langsung dan
berespons secara langsung.
b) Jelas dan Ringkas
Pesan yang disampaikan dalam komunikasi efektif harus jelas dan ringkas:
maknanya juga harus jelas dan ringkas. Dengan demikian, tujuan dari
penyampaikan informasi dapat diterima dan diterjemahkan sama, baik oleh
pengirim maupun penerima pesan. Pesan disampaikan secara sederhana, tidak
banyak menggunakan kata-kata, mudah dipahami, dan disampaikan secara
langsung. Penyampaian pesan harus jelas, dilakukan dengan berbicara secara
lambat, dan diucapkan dengan artikulasi yang jelas. Misalnya, “Apa yang Ibu
rasakan?”

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 17


2) Komunikasi nonverbal efektif
a) Usahakan Kepala Sama Tinggi
Dalam komunikasi nonverbal posisi antara pengirim dan penerima pesan
hendaknya sama atau sejajar, dengan posisi sejajar komunikasi akan lebih
nyaman. Pembicaraan akan lebih mudah karena memudahkan gerak tubuh untuk
berkomunikasi. Contoh mengusahakan kepala sama tinggi, apabila penerima
pesan dalam posisi berbaring di atas tempat tidur usahakan pengirim pesan
mengambil kursi untuk duduk di samping penerima pesan.
b) Beri Perhatian
Memberi perhatian merupakan poin penting dalam komunikasi nonverbal yang
bermanfaat. Dengan memperhatikan lawan bicara maka lawan bicara akan merasa
diperhatikan dan dihargai sehingga memudahkan untuk memulai pembicaraan.
c) Singkirkan Penghalang
Menyingkirkan penghalang berarti dalam pembicaraan atau melakukan
komunikasi tanpa penghalang. Usahakan dalam pembicaraan pengirim pesan tidak
mencatat, membawa kertas, dan lain-lain yang akan menjadi penghalang dalam
melakukan pembicaraan.
d) Sediakan Waktu
Komunikasi nonverbal akan bermanfaat apabila dilakukan dengan tidak tergesa-
gesa. Menyediakan waktu sangat penting dalam melakukan komunikasi
nonverbal. Komunikasi nonverbal berarti komunikasi yang menunjukkan gerakan
tubuh dan sikap. Melakukan komunikasi nonverbal dengan melakukan sentuhan
menjadi sangat penting. Akan tetapi, dalam hal ini yang dimaksud sentuhan
adalah sentuhan sewajamya yaitu sentuhan yang disesuaikah dengan situasi dan
kondisi. Sentuhan itu diperlukan agar tidak menimbulkan anggapan atau salah
penafsiran
d. Pola komunikasi
Ada empat pola komunikasi, yaitu pola roda, pola rantai, pola lingkann dan pola bintang.
Keempat pola dapat dilihat pada gambar berikut.
1) Pola Roda

Gambar 3. Pola Roda


Sumber : A.M. Wijaya, 2000
Pola roda menggambarkan seseorang (A) berkomunikasi pada banyak orang yaitu,
(B), (C), (D), dan (E).

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 18


2) Pola Rantai

Gambar 4. Pola Rantai


Sumber : A.M. Wijaya, 2000

Pola rantai menggambarkan seseorang (A) berkomunikasi pada orang yang lain (B),
dan seterusnya ke (C), lalu (D), dan terakhir ke (E).
3) Pola Lingkaran

Gambar 5. Pola Lingkaran


Sumber : A.M. Wijaya, 2000

Pola lingkaran menggambarkan pola yang hampir sama dengan pola rantai, namun
orang terakhir (E) berkomunikasi pula dengan orang pertama (A)
4) Pola Bintang

Gambar 6. Pola Bintang


Sumber : A.M. Wijaya, 2000

Pola bintang menggambarkan komunikasi yang terjadi di antara semua anggota,


sehingga, sehingga semua anggota dalam kelompok tersebut saling berkomunikasi
satu sama lain.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 19


e. Dinamika kelompok
Struktur masyarakat merupakan kelompok-kelompok yang terpisah satu sama lain
di mana tiap kelompok memiliki norma atau aturan yang berfungsi sebagai pemersatu dan
memiliki pedoman dalam berinteraksi antar-anggota masing-masing kelompok. Dengan
adanya persatuan dan interaksi sosial yang terjalin diharapkan masing-masing kelompok
dapat mempertahankan kesatuannya dan tidak terpecah-pecah menjadi kelompok yang
lebih kecil lagi. Dalam suatu kelompok kecil seperti keluarga shift kerja, atau regu belajar
akan tercipta suatu kohesi dan ikatan moral yang kuat ketika terdapat suasana saling
menolong. Kelompok dapat diartikan sebagai dua atau lebih orang yang berinteraksi satu
sama lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kelompok juga bisa diartikan sebagai
interaksi dari beberapa orang yang bersifat timbal balik dan disertai kesadaran untuk
saling memengaruhi dan saling membantu. Sedangkan dinamika berarti suatu tingkah
laku anggota yang secara langsung saling memengaruhi secara timbal balik (Agus
Priyanto, 2012)
Dalam kegiatan berkelompok (group work) yang dirancang untuk mendampingi
kelompok-kelompok guna meningkatkan cara-cara berhubungan atau berinteraksi
sehingga mendukung pencapaian tujuan yang ditetapkan. Juga mendukung
pengembangan kepribadian masing-masing anggota yang tergabung dalam suatu
kelompok. Bagi tenaga kesehatan (perawat atau bidan) di sarana pelayanan kesehatan,
bekerja dengan kelompok berarti merencanakan dan mengimplementasikan serta
mengelola serangkaian kegiatan yang memberikan pengalaman kepada sesama tenaga
kesehatan serta klien. Tenaga kesehatan yang ada dalam suatu ruangan perawatan
berinteraksi satu sama lain dalam lingkungan pelayanan perawatan dengan maksud
menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-masing anggota
kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok sehingga mencapai
tujuan yang bernilai bagi para partisipan (Agus Priyanto 2012)
1) Karakteristik Kelompok
Kelompok dapat dikarakteristikan menjadi lima ciri seperti berikut ini:
a) Anggota-anggotanya memiliki hubungan tatap muka.
b) Terdapat lebih dari satu anggota.
c) Anggota-anggotanya memiliki maksud dan tujuan yang sama.
d) Anggota-anggotanya dibeda-bedakan ke dalam struktur.
e) Anggota-anggotanya menganut sekumpulan norma-norma.
f) Kedudukan Individu dalam Kelompok
2) Kedudukan individu dalam kelompok
Kedudukan individu dalam kelompok dapat dibedakan berdasarkan sifat
keanggotaannya. Sifat-sifai keanggotaan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Keanggotaan penuh. Orang senang menjadi anggota kelompok dan diterima baik
oleh anggota-anggota yang lainnya dalam kelompok.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 20


b) Keanggotaan marginal. Situasi ketika kelompok menerima dengan baik
keanggotaan seseorang, tetapi orang tersebut bersikap manjauh atau tidak ingin
terlibat dalam kegiatan kelompoknya.
c) Keanggotaan pemberontak. Orang yang telah diterima oleh kelompok tetapi
bersikap menentang atau tidak bersedia mengikuti norma kelompoknya.
d) Keanggotaan non-psikologis. Secara pribadi orang itu mempunyai minat besar
untuk berpartisipasi dalam kelompok, tetapi orang tersebut diperlukan secara
dingin oleh kelompok.

Perilaku-perilaku anggota yang dapat meningkatkan kohesi dan produktivitas


adalah adanya ketertarikan oleh tujuan kelompok, .ketertarikan oleh anggota yang
terkohesi, adanya pendistribusian bimbingan, dan adanya keterampilan dalam pemecahan
masalah.
Sementara itu, sifat anggota kelompok yang dapat mengurangi kohesi dan
produktivitas adalah terjadinya konflik antaranggota kelompok, kurangnya perhatian
terhadap tujuan dan aktivitas kelompok, kurang kemampuan dalam berkomunikasi dan
memecahkan masalah, kurang keterampilan memimpin, adanya ketidakpuasan terhadap
bentuk kepemimpinan, dan adanya keseganan terhadap anggota-anggota yang lain, serta
terdapat perilaku dan atribut yang kurang dimengerti oleh orang lain.
Sebuah kelompok haruslah mempunyai norma-norma yang mengatur kehidupan
kelompok. Norma merupakan standar yang ada dalam kelompok dan menjadi komponen
standar yang memandu, mengendalikan, dan mengatur kegiatan kelompok. Adapun
fungsi norma dalam kelompok adalah menjamin gerakan sesuai dengan maksud dan
tujuan kelompok, mempertahankan kelompok, dan memengaruhi persepsi serta
interpretasi nyata (Agus Priyanto, 2012)
f. Hubungan antar manusia
1) Pengertian hubungan antar manusia
Hakikat dari hubungan antarmanusia adalah kmnunikasi antarpribadi. Hubungm
antarmanusia sebenarnya dilandaskan pada adamya kepentingan-kepentingm\
individual. Dalam arti sempit, hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara
dua orang atau lebih dalam kondisi/situasi tertentu, misalnya interaksi di dalam
lingkungan kerja (work organization). Sementara secara luas, hubungm antarmanusia
merupakan interaksi antara dua orang atau lebih dalam segala situasi dan dalam
semua bidang kehidupan. Hubungan ini bisa dilakukan di rumah, di jalan, di dalam
kendaraan umum (bus, kereta api). Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan
pengertian dari hubungan antarmanusia yaitu sebagai berikut.
a) Hubungan antarmanusia diartikan sebagai suatu proses interaksi antarindividu
untuk mempertahankan keseimbangan, agar tercipta suatu keserasian. keselarasan,
dan kebahagiaan dalam tatanan kehidupan manusia.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 21


b) Hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara dua orang atau lebih yaitu
pada saat melakukan interaksi perilaku individu yang satu memengaruhi,
mengubah, dan memperbaiki perilaku individu lain atau sebaliknya.
c) Hubungan antarmanusia merupakan suatu sosiologi konkret karena meneliti
situasi kehidupan, khususnya masalah interaksi dengan pengaruh psikologisnya.
2) Tujuan hubungan antar manusia
Hubungan antarmanusia bukanlah merupakan suatu hubungan tanpa arah dan
tujuan. Hubungan yang baik adalah suatu proses yang mempunyai arah dan tujuan
(Yulifah Rita).
Tujuan dari hubungan antarmanusia di antaranya sebagai berikut.
a) Mengurangi kesepian
Melakukan hubungan antarmanusia berarti melakukan interaksi sosial dengan
individu, lingkungan, dan suasana lain sehingga akan mengubah situasi emosional
dalam diri individu. Dengan demikian, individu merasa mempunyai teman untuk
diajak bicara, berbagi, dan lain sebagainya sehingga tidak merasa sendiri atau
kesepian.
b) Mendapatkan rangsangan
Hubungan antarmanusia merupakan stimulus atau rangsangan yang dapat
membantu individu untuk mengetahui dan belajar berbagai macam hal baik
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap atau perilaku.
c) Mendapatkan pengetahuan diri/self-knowledge
Pengetahuan diri dapat diperoleh dan dikembangkan melalui hubungan
antarmanusia. Dengan melakukan hubungan antarmanusia, seseorang akan
melakukan interaksi sosial dengan orang lain dan akan memperkaya pengetahuan
diri.
d) Memaksimalkan kesenangan, meminimalkan penderitaan Dengan melakukan
hubungan antarmanusia, individu akan bertemu banyak individu lain dengan
berbagai perilaku. Dapat berbagi, mengembangkan, atau menyalurkan kesenangan
sehingga dapat meminimalkan penderitaan dan memaksimalkan kesenangan.
e) Memanfaatkan pengetahuan tentang faktor sosio-psikologis dalam penyesuaian
diri manusia.
f) Mengidentiftkasi masalah dan membahasnya (problem solving oriented)
3) Faktor-faktor yang mendasari hubungan antar manusia
Keberhasilan hubungan antarmanusia didasarkan kepada berbagai faktof, di
antaranya adalah sebagai berikut:
a) Kedekatan Geografis (Proksimitas)
Letak geografis yang berdekatan akan memudahkan dalam melakukan hubungan
antarmanusia, dengan letak geografls yang berdekatan intensitas untuk melakukan
dan memengaruhi interaksi sosial akan lebih sering dilakukan.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 22


b) Kemirinan (Similarity)
Kemiripan, kesamaan atau similarity dalam hal usia, pendidikan, latar belakang
etnik, agama, ras, status sosial ekonomi lebih memudahkan seseorang melakukan
interaksi sosial. Dengan kemiripan seseorang akan lebih merasa nyaman dalam
melakukan interaksi sosial sehingga lebih memudahkan untuk keberhasilan dalam
melakukan hubungan antarmanusia.
c) Situasi
Situasi atau kondisi di dalam diri maupun dari luar seseorang akan sangat
memengaruhi dalam melakukan hubungan antarmanusia. Beberapa situasi
tersebut di antaranya sebagai berikut:
(1) Rasa suka membuat seseorang mempersepsikan hubungan antarmanusia
secara timbal balik.
(2) Perubahan dalam penghargaan diri membawa pengaruh peningkatan harga diri
dalam melakukan hubungan antarmanusia.
(3) Kecemasan akan mengubah kriteria seseorang dalam memilih teman dan
melakukan interaksi sosial.
(4) Isolasi menurunkan naluri manusia untuk melakukan interaksi dengan orang
Iain.
(5) Kebutuhan, kebutuhan yang saling melengkapi antarindividu akan
memudahkan di dalam melakukan interaksi sosial.
d) Imitasi
Imitasi merupakan keinginan dari seseorang untuk mengikuti sesuatu di luar
dirinya. Seseorang melakukan imitasi dengan berbagai alasan yaitu sebagai
berikut.
(1) Adanya minat dan perhatian yang cukup besar terhadap orang lain yang ingin
ditiru.
(2) Mengagumi atau menjunjung tinggi terhadap apa yang diimitasi.
(3) Adanya harapan memperoleh penghargaan setelah melakukan imitasi.
e) Sugesti adalah proses seseorang menerima cara pandang atau pedoman tingkah
laku orang lain tanpa kritik atau pertimbangan terlebih dahulu. Sugesti terjadi
pada seseorang yang mengalami hambatan dalam berpikir (klien).
f) Identifikasi
Identifikasi adalah mengikuti dan menerima jejak orang lain yang dianggap ideal
bagi dirinya. Proses identifikasi berlangsung secara sadar berdasarkan perasaan
dan perkembangan bahwa identifikasi berguna untuk melengkapi norma dan cita-
cita.
g) Simpati
Simpati merupakan perasaan seseorang yang akan ikut terhanyut untuk mengikuti
apa yang dirasakan oleh orang laln. Simpati merupakan perasaan tertarik terhadap
orang lain yang timbul atas dasar penilalan perasaan.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 23


4) Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan hubungan antar manusia
a) Rasa percaya
Rasa percaya merupakan sikap untuk mencapai tujuan yang dlharapkan di dalam
melakukan hubungan antarmanuia. Menerima tanpa menilai atau mengkritik dan
empati, adalah dasar untuk menanamkan rasa percaya.
b) Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap mau menerima dan jujur di dalam melakukan
interaksi. Sikap suportif akan mengurangi sikap seseorang untuk melakukan
perlawanan atau perlindungan diri yang terlalu kuat (defensive) dalam melakukan
interaksi sosial.
c) Sikap terbuka
Sikap terbuka merupakan sikap yang mempunyai pengaruh dalam menumbuhkan
hubungan antarmanusia.
5) Tahap-tahap hubungan antarmanusia
Tahap-tahap hubungan antarmanusia adalah sebagai berikut:

6) Memahami Teori dan model kualitas hubungan antar manusia


Kualitas hubungan antarmanusia ditentukan oleh model individu dalam
menerapkannya. Teori (model) dan kualitas hubungan antarmanusia digolongkan
menjadi tiga, yaitu transaksional (pertukaran sosial), model peran, dan permainan.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 24


a) Teori Transaksional
Teori/model transaksional merupakan suatu proses, komponen-komponennya
saling terkait, dan masing-masing personalnya bereaksi sebagai suatu kesatuan
atau keseluruhan. Kaidah dari model transaksional selalu dikaitkan dengan
hubungan antarmanusia yang harus didasarkan pada pertimbangan untung dan
rugi. Dalam teori transaksional terjadi interaksi yang saling memengaruhi dan
dipengaruhi antarindividu. Masing-masing individu dapat sebagai pengirim dan
penerima pada waktu yang sama dan dapat terjadi gangguan/misperception
sehingga dimung kinkan komunikasi menjadi tidak efektif.
b) Teori Peran
Teori/model ini lebih menekankan pada suatu pergaulan sosial dengan skenario
yang sudah disusun di masyarakat. Setiap hubungan antarmanusia diatur oleh
tatanan kehidupan yang ada di masyarakat dan masyarakat tersebut mengatur
bagaimana setiap manusia harus berperan dalam pergaulan sehari-hari. Teori
model peran mempertimbangkan keselarasan (harmonisasi) dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila manusia sebagai individu dapat mematuhi tatanan tersebut,
maka kehidupannya akan menuju pada suatu keadaan yang harmonis. Sebaliknya,
apabila menyalahi atau tidak sesuai, maka akan dicemooh.
c) Teori Permainan
Teori/model permainan memperhatikan fase manusia sepanjang siklus
kehidupannya, dimulai sejak masa kanak-kanak, dewasa, sampai tua. Pada masa
kanak-kanak, hubungan cenderung bersifat manja. Pada masa dewasa, pergaulan
atau hubungan antarmanusia menjadi suatu kesadaran, tanggung jawab, dan lugas.
Di masa ini, manusia akan menyadari akibat dan risiko dari suatu hubungan.
Sementara pada masa tua, manusia akan memaklumi kesalahan orang lain dan
hubungan diartikan sebagai suatu perasaan saling menyayangi.
7) Teori Johari Windows
DIRI BUTA
DIRI TERBUKA
(tidak diketahui diri sendiri tetapi
(diketahui diri sendiri & orang lain)
diketahui orang lain)
DIRI TERSEMBUNYI/ RAHASIA DIRI GELAP
(diketahui diri sendiri tapi tidak (tidak diketahui diri sendiri maupun
diketahui orang lain) orang lain)

2. Keterampilan observasi
a. Pengertian keterampilan observasi
Keterampilan observasi antara lain adalah:
1) Tingkah laku/ komunikasi verbal
Mempunyai karakteristik :
a) Jelas dan ringkas.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 25


Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek dan langsung. Makin
sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil kemungkinan terjadi
kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan bicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan
lebih mudah dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang
disampaikan. Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana,
kapan, siapa dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang
mengekspresikan ide secara sederhana.
b) Perbendaharaan kata.
Pengguna kata yang mudah dimengerti olh klien. Komunikasi tidak akan
berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan.
Banyak istilah teknis yang digunakan oleh bidan, klien jadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan
pesan istilah yang dimengerti oleh lien.
c) Arti denotatif dan konotatif
Dalam berkomunikasi dengan klien dan keluarganya, bidan harus mampu
memilih kata-kata yang tidak banyak disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien. Arti
denotative memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti monotatif merupakan pikiran, perasan atau ide yang terdapat
dalam satu kata. Kata “serius” dipahami oleh klien sebagai suatu kondisi
mendekati kematian, tetapi bidan akan menggunakan kata “krisis” untuk
menjelaskan keadaan yang mendekati kematian.
d) Intonasi.
Suara komunikator mampu mempengaruhi arti pesan. Nada suara pembicara
mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang dikirimkan karena
emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada suaranya. Bidan
harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien karena
maksud untuk menyampaikan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat
terhalang oleh intonasi nada suara bidan.
e) Kecepatan berbicara.
Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh kecepatan bicara dan
tempo bicara yang tepat. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada
pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa bidan
sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Bidan sebaiknya tidak
bebicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan
untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk
mendengarkan dan memahami arti kata.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 26


f) Humor.
Humor meningkatkan keberhasilan bidan dalam memberikan dukungan
emosional kepada klien. Dugan (1988) menyatakan bahwa tertawa membantu
mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress sehigga
meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional
terhadap klien. Namun bidan perlu berhati-hati jangan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya
untuk barkomunikasi dengan klien.
2) Tingkah laku/ komunikasi non verbal
a) Pengertian
Perilaku non verbal adalah mencakup segala ungkapan dalam bentuk cara
menatap mata, bahasa tubuh, kualitas suara, mrupakan indicator penting yang
mengungkapkan apa yang sedang terjadi apa yang sedang terjadi dalam diri
klien. DR Hess (1970) mengartikan bahasa tubuh (body language) sebagai
gerakan refleksif dan non refleksif. Sebagian atau seluruh badan digunakan
seseorang untuk mengkomunikasikan pesan emosional kedunia luar. Dia
menekankan bahwa tubuh yang tidak bicara ini amat tergantung kepada
perbedaan budaya dan lingkungan.
b) Tujuan melakukan observasi perilaku non verbal.
(1) Perilaku non verbal amat diperlukan untuk konselor memahami atau
memperjelas makna bahasa klien yang diucapkan seorang klien.
(2) Dengan membaca bahasa tubuh klien akan timbul sikap empati,
memahami dan menghargai klien (peka terhadap klien). Memahami klien
dan memperoleh informasi yang sesuai dan lengkap tentang perasaan,
kebutuhan dan harapannya.
c) Tingkah laku/ komunikasi non verbal
(1) Pemeriksaan fisik.
Penampilan fisik bidan mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan
kebidanan yang diterima. Penampilan merupakan salah satu hal pertama
yang diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama
timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. 84% dari kesan terhadap
seseorang berdasarkan penampilannya, bentuk fisik, cara berpakaian dan
berhias menunjukkan kepribadiannya, status social,pekerjaan, agama,
budaya dan konsep diri. Bidan yang memperhatikan penampilan dirinya
dapat menimbulkan citra diri dan professional yang positif.
(2) Sikap tubuh dan cara berjalan.
Sikap tubuh dan cara berjalan mencerminkan konsep diri, alam perasaan
(mood) dan kesehatan. Bidan dapat menyimpulkan informasi yang
bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah
dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat atau fraktur.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 27


(3) Ekspresi wajah.
Ekspresi wajah merupakan bagian tubbuh yang paling ekspresif. Hasil
penelitian menunjukkan enam keadaan emosi yang tampak melalui
ekspresi wajah, yaitu terkejut, takut, marah, jijik, bahadian dan sedih.
Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat
dipercaya dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Bidan
sebaiknya tidak memandang kebawah ketika sedang berbicara dengan
klien. Oleh karena itu, ketika berbicara, bidan sebaiknya duduk sehingga
tidak tampak dominan jika montak mata dengan klien dilakukan dalam
keadaan sejajar.
(4) Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional dan perhatian diberikan melalui
sentuhan. Sentuhan merupakan bagian pentung dalam hubungan bidan-
klien, namun harus memperhatikan norma social. Ketuka memberikan
asuhan kebidanan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu
berpakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien
tergantung pada bidan untuk melakukan kontak interpersonal sehingga
sulit untuk menghindari sentuhan.
Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson & Kneisl (1992) menyatakan
bahwa perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat dimengerti
dan diterima oleh klien sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan
hati-hati.
d) Klarifikasi perilaku non verbal
Berdasarkan penelitian, tingkah laku non verbal dapat dikelompokkan
menjadi :
Body motion atau kinesics behavior. Termasuk didalamnya : gestures (gerak
isyarat), gerakan tubuh, pernyataan air muka, perilaku atau gerakan mata.
(1) Physical characteristic (karakteristik fisik) : yang termasuk tanda-tanda
fisik yang tak bergerak seperti bau badan/mulut, berat, tinggi dan
sebagainya.
(2) Touching behavior, yaitu perilaku-perilaku dalam kontak dengan orang
lain seperti usapan, salaman, ucapan selamat tinggal, memukul dan
memegang.
(3) Paralanguage, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
lisan/bahasa/suara, termasuk kualitas bahasa seperti tekanan suara,
ritme/irama, tempo, artikulasi, rasional dan karakteristik vocal.
(4) Proxemics. Penggunaan jarak atau kedekatan
(5) Artifac: penggunaan lipstik, parfum, kacamata, wig, dan lain-lain.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 28


(6) Enviromental factors: penggunaan perabotan, dekorasi interior, lampu-
lampu, harum-harum, wama, temperatur, musik, suar
e) Pengamatan dan penafsiran/ interpretasi
Pengamatan obyektif adalah berbagai tingkah laku yang kita lihat dan kita
dengar. Misalnya : jalan mondar mandir, tangan dikepal, dan sebagainya.
Bidan perlu mengamati tingkah laku klien secara verbal dan non verbal untuk
mengidentifikasi pesan-pesan yang tidak sejalan (sinkron dan campur aduk).
Hal-hal yang telah dilihat, didengar dan dirasakan dari sisi klien. Bidan
menggabungkan informasi ke dalam tiga katergori, hal-hal yang diamati /
diobservasi yaitu
(1) Tingkah laku non verbal klien
(a) Penampilan umum : kerapian
(b) Cara menatap Menatap mata/ tidak : melihat ke bawah/ kearah sudut
ruang
(c) Bahasa tubuh
(d) Postur kaku/ terlalu banyak bergerak/ ada gerakan tertentu/ tidak
bertenaga, tegang, dan sebagainya
(e) Kualitas suara dan gaya bicara
(f) Suara keras/ lemah, intonasi jelas/ datar, gagap/ tegas, dan
sebagainya.
Merupakan indikator penting yang mengungkapkan apa yang sedang
terjadi pada klien
(2) Tingkah laku verbal klien
(a) Kapan klien beralih topic
(b) Apa saja kata-kata kunci
(c) Penjelasan-penjelasan yang disampaikan dan pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan.
(3) Kesenjangan tingkah laku verbal dan non verbal klien
(a) Kesesuaian antara tingkah laku verbal dan non verbal
(b) Kesesuaian antara dua buah pernyataan
(c) Kesesuaian antara apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan
Seorang bidan yang tajam pengamatannya akan memperhatikan
bahwa ada beberapa konflik/ketidaksesuaian antara tingkah laku verbal
dan non verbal, antar 2 buah pernyataan antara apa yang diucapkandan
apa yang dikerjakan.
Penafsiran adalah kesan yang kita berikan terhadap apa yang kita lihat
(amati) dan kita dengar. Misalnya:
(a) Kesal karena terlalu lama menunggu
(b) Marah karena tidak diperhatikan oleh bidan
(c) Sedih karena abortus dan lain-lain

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 29


Pengamatan tingkah laku non verbal merujuk kita untuk melakukan
suatu penafsiran. Kemungkinan penafsiran bisa saja salah. Perlu
dilakukan penelaahan lebih lanjut dengan bertanya atau mendengarkan
secara aktif.
b. Tujuan Keterampilan Observasi
Tujuan keterampilan Observasi adalah sebagai berikut:
1) Menjelaskan tingkah laku verbal dan non verbal sebagai obyek observasi
2) Menjelaskan perbedaan antara pengamatan obyektif dan penafsiran
3) Menerapkan keterampilan observasi
c. Keterampilan membina hubungan baik
Membina hubungan baik adalah dasar dari pemberian konseling pada klien.
Dengan adanya hubungan yang baik akan menciptakan keterbukaan dan klien
terhadap bidan. Ada tiga cara yang membantu klien merasa aman setelah
membuka informasi pribadinya yakni :
1) Mengakhiri pembicaraan secara halus
Konselor perlu mengetahui proses mengakhiri pembicaraan yang buasanya
berlangsung. Ketika mendekati akhir sebuah pembicaraan konseling,
sebaiknya konselor :
a) Memberi tanda bahwa pembicaraan akan berakhir
b) Membuat rangkuman
c) Mengatakan bahwa hasil pembicaraan tidak harus dipraktikkan
d) Memberikan penegasan
e) Mengajak untuk melanjutkan pembicaraan di waktu lain
f) Memberikan pernyataan tertutup
g) Mengubah topik pembicaraan
2) Memperhatikan kelangsungan hubungan di masa mendatang
Ketika mengetahui bahwa anda adalah seorang pendengar yang baik, klien
mungkin akan berbicara lagi dengan anda di waktu lain. Pada umumnya
keinginan itu tidak akan menimbulkan masalah bagi anda jika klien tidak
terlalu sering melakukannya.
3) Menunjuk konselor yang lebih kompeten
Ketika klien datang kepada konselor berulangkali dan menceritakan hal yang
sama, maka konselor harus menyadari bahwa klien membutuhkan bantuan
khusus dari konselor yang lebih kompeten.
d. Faktor-faktor yang membantu untuk menentukan batas teritori percakapan
Hubungan bersifat tidak pasti atau permanen. Hubungan memiliki faktor-faktor
yang membantu untuk menentukan batas teritori percakapan.:
1) Status
Status adalah kedudukan yang anda akui pada orang lain dikaitkan dengan
anda. Anda melihat diri anda sendiri tinggi atau rendah dalam status hubungan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 30


anda dengan orang lain. Orang memberi status pada orang lain. Status adalah
bukti derajat penghargaan, keakraban atau penolakan terhadap orang lain.
Menunjukkan kehangatan dibandingkan dengan volume dan intonasi suara
yang lembut, tidak terlalu keras.
2) Kekuatan
Kekuatan adalah kendali manusia untuk mendesak satu sama lain. Jika anda
dapat mempangaruhi atau mengendalikan sikap seseorang dengan segala cara
maka anda mempunyai kekuatan atas mereka.
3) Peran
Peran adalah perilaku yang diharapkan seseorang terhadap orang lainnya.
Orang cenderung bercakap-cakap dengan orang lain sesuai perannya.
Misalnya jika anda seorang Bidan maka orang akan cenderung bercakap-
cakap dengan anda sesuai peran anda sebai seorang bidan.
4) Kegemaran Percakapan dapat berhasil pada orang yang walau tidak saling
mengenal tetapi memiliki kegemaran yang sama, sehingga dapat terjalin suatu
hubungan.
e. Sikap dan perilaku dasar yang dibutuhkan
Dalam membina hubungan baik terdapat sikap dan perilaku dasar yang
dibutuhkan seorang bidan yaitu dapat menerapkan SOLER dalam melakukan
komunikasi dengan klien. SOLER merupakan akronim dari:
SOLER
S : Face your clients Squarely (menghadap ke klien) dan smile/ nod at client
(senyum/ mengangguk ke klien)
O : Open and non-judgemental facial expressions (ekspresi muka menunjukkkan
sikap terbuka dan tidak menilai)
L : Lean towards client (tubuh condong ke klien)
E : Eye contact in a culturallyaacceptable manner (kontak mata atau tatap mata
sesuai cara dan budaya setempat)
R : Relaxed and friendly manner (santai dan sikap bersahabat)
Intonasi dan volume suara dapat mencerminkan sikap hangat/ tidaknya
seseorang. Suara yang keras, mengebu-gebu, kurang menunjukkan kehangntan
dibandingkan dengan volume dan intonasi suara yang lembut. tidak terlalu keras.
Tiga hal penting lain yang perlu diperhatikan pada waktu melakukan
konseling agar hubungnn baik lebih mantap, yaitu:
Menunjukkan tanda perhatian verbal, yang dimaksud adalah kata-kata pendek
sepertl: hcmm..., ya, lalu, oh ya, terus, begitu, ya. dan pengulangan kata-kata
penting yang diucapkan oleh klien.
1) Menjalin kerjasama, dalam koseling, bidan yang baik adalah bidan yang
mementingkan hubungan baik dengan klien. Hal ini akan terwujud apabila
selama prose konseling bidan selalu berusaha bekerjasama dengan klien.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 31


2) Memberi respon yang positif, pujian dan dukungan. Memberi pujian
maksudnya mengungkapkan persetujuan atau kekaguman sehingga mendorong
tingkah laku yang baik, penghargaan terhadap usaha yang dilakukan klien
dengan baik. Memberi dukungan maksudnya memberi dorongan, kepercayaaan
dan harapan pada klien, agar klien tahu bahwa bidan percaya klien dapat
mengatasi masalah dan membantu klien mengatasi masalahnya.
Contoh perilaku respon positif yang mendukung terciptanya hubungan baik:
(a) Bersalaman dengan ramah
(b) Mempersilahkan duduk
(c) Bersabar
(d) Tidak menginterupsi/ memotong pembicaraan klien
(e) Menjaga rahasia klien
(f) Tidak melakukan penilaian (misal: menyalahkan klien)
(g) Mendengarkan dengan penuh perhatian
(h) Menanyakan alasan kedatangan klien
(i) Menghargai apapun pertanyaan maupun pendapat klien
(j) Pembinaan hubungan baik dimulai sejak awal pertemuan dengan klien dan
perlu dijaga seterusnya
f. Mendengar aktif
1) Keterampilan mendengar
Dalam komunikasi interpersonal dan konseling (KIP/ K) terdapat 4 bentuk
mendengarkan yang bisa kita gunakan sesuai dengan situasi yang dihadapi,
yaitu :
a) Mendengar pasif (diam)
Dilakukan antara lain bila klien sedang menceritakan masalahnya :
berbicara tanpa henti, menggebu-gebu dengan ekspresi perasaan kesal
atau sedih. Selain itu bila berhenti sejenak, konselor dapat mendengar
pasif untuk memberikan kesempatan menenangkan diri.
b) Memberi tanda perhatian verbal dan non verbal
Dilakukan antara lain sewaktu klien berbicara panjang tentang peristiwa
yang terjadi pada dirinya. Selain diam, konselor mendengarkan dengan
memberikan ungkapan kata verbal untuk menyemangati klien
berbicara.Seperti : Hmm..., yaa.., lalu.., oh.. begitu, terus.., atau sesekali
mengangguk.
c) Mengajukan pertanyaan untuk mendalami dan klarifikasi Dilakukan bila
konselor ingin mendalami apa yang diucapkan/ diceritakan klien.
Misalnya : “Bagaiman hubungan ibu dengan saudara saudara suami?”
“Apakah maksud ibu dengan perbuatan yang tidak layak itu?”
d) Mendengar aktif

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 32


Yaitu dengan memberikan umpan balik/ merefleksikan isi ucapan dan
perasaan klien. Melakukan refleksi yang tepat dan menghargai perasaan
klien merupakan hal yanhg perlu dan penting dalam proses konseling.
Sebelum klien siap dan mau mengatakan situasinya, mendengarkan
pilihan-pilihan, dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan
informasi, klien terlebih dahulu harus percaya bahwa konselor
mendengarkan dan mengerti akan perasaanya, kepentingan klien dan
keprihatinannya.
2) Refleksi
a) Manfaat refleksi adalah :
(1) Mendorong seseorang menyadari bahwa anda telah dan sedang
mendengarkannya dan memahami apa yang dikatakannya
(2) Memungkinkan seseorang lebih memahami perasaan emosional dan
isi pembicaraannya
(3) Mendorong seseorang melanjutkan pembicaraannya
b) Macam-macam refleksi
(1) Refleksi isi atau paraphrasing
adaIah menyatakan kembali ucapan klien dengan kata-kata lain,
memberi masukan kepada klien tentang inti ucapan yang baru
dikatakan klien dengan cara meringkas dan memperjelas ucapan klien
Contoh:
Klien : “Tiap hari saya selalu disibukkan dengan pekerjaan rumah,
mengurus anak, dalam keadaan hamil seperti ini saya ingin
minta bantuan suami untuk mengerjakan pekerjaan rumah,
tetapi apakah suami saya mau. Karerena suami saya sering
mengatakan bahwa pekerjaan rumah adalah pekerjaan rumah
adalah pekerjaan perempuan, padahal semestinya tidak begitu
perempuan, padahal semestinya tidak begitu kan, Bu?
Bidan : “ibu minta bantuan suami mengerjakan pekerjaan
rumahtangga yang terasa berat dalam keadaan hamil seperti
sekarang ini, tapi tidak yakin suami mau?”
(2) Refleksi perasaan
Adalah mengungkapkan perasaan klien yang teramati oleh konselor
dari intonasi suara, raut wajah dan bahasa tubuh klien walaupun dari
hal-hal yang bersirat dari kata-kata verbal klien.
Contoh :
Klien : “Tiap hari saya selalu disibukkan dengan pekerjaan rumah,
mengurus anak, dalam keadaan hamil seperti ini saya ingin
minta bantuan suami untuk mengerjakan pekerjaan rumah,
tetapi apakah suami saya mau. Karena suami saya sering

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 33


mengatakan bahwa pekerjaan rumah adalah pekerjaan
perempuan, padahal semestinya tidak begitu kan, Bu?
Namanya berumahtanggakan harus samaasama, apalagi saya
sedang hamil begini, ya kan Bu?”
Bidan : “Ibu merasa kesal dengan sikap suami yang tidak
membantu ibu mengerjakan pekerjaarn rumahtangga dalam
keadaan hamil seperti sekarang ini! ”
Refleksi perasaan mencakup tiga tujuan
(a) Klien berpikir mengenai bagaimana perasaanya.
(b) Konselor mengetahui apakah klien mengetahui kebingungan
(c) Jika mengalami kebingungan, klien dan konselor akan
meluruskannya melalui diskusi
c) Persamaan dan perbedaan merangkum dengan refleksi isi
Merangkum hampir sama dengan refleksi isi, namun berbeda‘
Perbedaanya adalah
(1) Merangkum dilakukan setelah beberapa waktu yang lebih lama dan
mencakup beberapa informasi yang diucapka klien
(2) Merangkum digunakan di awal dan akhir dari percakapan
(3) Untuk transisi (peralihan) antar topik
(4) Memberikan penjelasan panjang terhadap masalah klien yang rumit
d) Hal-hal yang perlu diperhatikan atau tips dalam mendengar aktif meliputi:
(1) Terima klien apa adanya. Hargai klien sebagai individu yang berbeda
dari individu lainnya
(2) Dengarkan apa yang dikatakan klien dan bagaimana ia mengatakan
hal itu. Perhatikan intonasi suara, pemilihan kata, ekspresi wajah, dan
gerakan-gerakan tubuh
(3) Tempatkan diri pada posisi klien selama mendengarkan
(4) Kadang-kadang lakukan mendengar aktif (diam) . Beri waktu pada
klien untuk berpikir, bertanya dan berbicara. Sesuaikan dengan
kecepatan klien
(5) Degarkan klien dengan seksama, jangan berpikir apa yang akan anda
katakan selanjutnya
(6) Lakukan pengulangan (refleksi) apa yang anda dengar, sehingga anda
dan klien tahu bahwa anda telah paham
(7) Duduk menghadap klein dengan nyaman, hindari gerakan yang
mengganggu, tatap dan perhatikan klien ketika berbicara
(8) Tunjukkan tanda perhatian verbal (hmmm, yaaa, lalu, terus, oh begitu)
dan verbal (sesekali menggangguk)

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 34


g. Keterampilan bertanya
1) Tujuan mendengarkan dan bertanya adalah :
a) Mendorong klien untuk berbicara
b) Menunjukkan minat dan perhatian kita terhadap klien
c) Meningkatkan kesadaran kita terhadap perasan klien
d) Memperoleh informasi
e) Memberikan suatu arahan percakapan terhadap klien
f) Jenis pertanyaan
Semua jenis pertanyaan dapat dikelompokkan menjadi pertanyaan tertutup
dan terbuka
2) Pertanyaan tertutup
a) Menghasilkan jawaban “ya” atau “tidak” yang berguna untuk
memgumpulkan informasi yang faktual (biasanya dilakukan pada awal-
awal percakapan)
b) Bila menginginkan jawaban yang pendek dan khusus
c) Kegunaan untuk menanyakan riwayat kesehatan, data diri
Contoh : “Apakah ibu senang dengan kehamilan anak ketiga ini?”
“Apakah suami ibu menerima kehamilan ibu yang ketiga ini?”
“Berapa jumlah anak Ibu?” “Apakah Ibu pemah mengalami
keguguran sebelumnya?”
Kelemahannya pertanyaan tertutup ;
a) Tidak menciptakan suasana yang nyaman dalam berkomunikasi dan
proses pengambilan keputusan
b) Bidan mengontrol jalannya percakapan, klien hanya memberikan
informasi yang bersangkutan dengan pertanyaan saja
c) Tidak mendorong seseorang untuk berbicara bebas
d) Membatasi pilihan-pilihan jawaban seseorang dan mengekangnya untuk
memperluas jawabannya dan berbicara jauh
3) Pertanyaan terbuka
a) Jenis pertanyaan biasanya memakai kata tanya “bagaimana” atau “apa”
b) Kegunaan untuk mempelajari perasaan, kepercayaan, dan pengetahuan
klien
c) Memberi kebebasan atau kesempatan kepada klien dalam menjawab yang
memungkinkan partisipasi aktif dalam percakapan.
d) Merupakan cara yang efektif untuk menggali informasi menggunakan
intonasi suara yang menunjukkan minat dan perhatian
e) Mendorong untuk mengembangkan jawaban, melanjutkan pembicaraan,
dan mengarahkan pada masalah terpenting, sehingga dapat muncul
informasi-informasi yang tidak diduga dari jawaban klien
Contoh : “Bagaimana perasaan ibu dengan kehamilan anak ketiga ini?”

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 35


“Bagaimana perasaan dan pendapat suami dengan kehamilan ibu
yang ketiga ini?”
4) Bertanya efektif
Bertanya yang efektifkepada klien penting karena :
a) Dapat menilai kebutuhan klien
Contoh pertanyaan:
“apa yang dapat saya bantu?”
“apa masalah ibu sehingga ibu datang ke klinik ini?
b) Dapat menilai pemahaman dan pengalaman klien berkaitan dengan
kehamilan dan persalinan
Contoh pertanyaan:
“menurut ibu, apa yang menyebabkan terjadinya masalah tersebut?”
“apa yang ibu lakukan ketika melihat tanda-tanda perdarahan?
“Apakah ada perbedaan yang ibu rasakan antara kehamilan anak pertama
dan kedua?”
c) Dapat menghemat waktu bidan dan klien dengan tidak mengulang
informasi yang sudah diketahui klien.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam bertanya efektif:
a) Gunakan intonasi suara yang menunjukan perhatian, minat dan keakraban
b) Gunakan kata-kata yang dipahami klien
c) Ajukan pertanyaan satu-persatu. Tunggu jawaban dengan penuh minat,
jangan memotong
d) Gunakan kata-kata yang mendorong klien untuk tetap berbicara seperti :
“dan”,"bagaimana”, “lalu?”, “Maksudnya?”
e) Bila menanyakan hal-halyang sifatnya pribadi, jelaskan mengapa hal
tersebut ditanyakan
f) Hindari penggunaan kata tanya “Mengapa”. Karena kemungkinan klien
dapat merasa “disalahkan”
g) Ajukan pertanyaan yang sama dengan berbagai cara bila klien belum
paham
h) Hindari kata tanya yang mengerahkan
i) Gunakan “pertanyaan terbuka” karena lebih efektif dari pada “pertanyaan
tertutup.
3. Strategi Pengambilan Keputusan
a. Pengertian pengambilan keputusan
Keputusan dapat dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu keputusan
juga didasari atas logika dan pertimbangan, penetapan alternatif verbal serta harus
mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Pengambilan keputusan berarti memilih
alternatif yang terbaik (the best alternative). Pengambilan keputusan terletak dalam
perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 36


dan dalam pemilihan alternatif yang tepat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan
setelah evaluasi/penilaian mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang
dikehendaki pengambil keputusan.
Dari penyataan di atas dapat disimpulkan pengertian pengambilan keputusan adalah
proses memilih alternatif terbaik untuk memecahkan suatu masalah dan menentukan
suatu tindakan yang akan dilakukan. Sementara itu, tujuan dari pengambilan
keputusan dapat bersifat tunggal yaitu hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan
masalah lain, serta bersifat ganda yaitu pengambilan keputusan untuk mengatasi
masalah yang saling berkaitan bersifat kontradiktif atau tidak.
b. Tujuan pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan dengan tujuan:
1) Mengidentifikasi apa yang harus dikerjakan
2) Mengembangkan kriteria khusus untuk mencapai tujuan
3) Mengevaluasi alternatif yang tersedia yang berhubungan dengan kriteria
4) Mengidentiiikasi risiko yang melekat pada keputusan.
c. Teori pengambilan keputusan
Banyak teori-teori tentang pengambilan keputusan, tetapi dalam buku ini hanya
mengambil enam teori yang dianggap penulis lebih mudah untuk diterapkan. Teori
tersebut sebagai berikut.
a) Situational approach
Dalam teori ini keputusan diambil dengan didasarkan kepada situasi, untuk
menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang muncul atau terjadi pada saat muncul
suatu permasalahan.
b) Problem analysis
Problem analisis merupakan teori pengambilan keputusan yang didasarkan kepada
analisis persoalan dari pola pikir sebab-akibat.
c) Decision analysis
Pengambilan keputusan menurut teori analisis keputusan merupakan teori
pengambilan keputusan yang didasarkan pada pola pikir mengambil keputusan.
d) Potensial problem analysis
Pada teori analisis potensial problem, pengambilan keputusan didasarkan kepada
potensial yang kemungkinan terjadi dari suatu persoalan/masalah. Dalam teori ini
pengambilan keputusan didasarkan kepada perhatian peristiwa masa depan yang
kemungkinan akan terjadi.
d. Dasar-dasar pengambilan keputusan
Untuk mengambil suatu keputusan harus mempertimbangkan berbagai hal, agar tidak
mengalami kesulitan dalam melaksanakan alternatif dari pemecahan suatu persoalan.
Beberapa hal yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan sebagai
berikut.
1) Intuisi/naluri

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 37


2) Pengalaman
3) Fakta
4) Wewenang
5) Rasional
6) Menetapkan tujuan
7) Mengidentiflkasi masalah
8) Mengembangkan sejumlah alternative
9) Penilaian dan pemilihan alternative
10) Melaksanakan keputusan
11) Evaluasi dan pengendalian
e. Faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan
Proses pengambilun keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai
berikut:
1) Fisik
Faktor fisik merupakan faktor yang didasarkan pada rasa yang alami pada tubuh,
seperti rasa tidak nyaman atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari
tingkah laku yang menimbulkan rasa dan tidak senang, sebaliknya dalam
pengambilan keputusan dianjurkan untuk memilih tingkah laku yang
menyenangkan.
2) Emosional
Emosi merupakan perasaan atau sikap seseorang yang bereaksi pada situasi secara
subjektif. Emosi mempunyai pengaruh besar pada proses pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang dilakukan pada saat marah, sedih, atau tenang akan
berdampak kepada keputusan yang diambil. Sebaiknya pengambilan keputusan
dilakukan dengan tenang.
3) Rasional
Rasional atau akal akan mengiring kepemilikan pengetahuan terhadap diri
seseorang. Pengambilan keputusan yang baik dan tepat adalah pengambilan
keputusan yang didasarkan kepada pengetahuan. Dengan pengetahuan, pengambil
keputusan akan mendapatkan informasi dan memahami situasi serta
dampak/konsekuensinya.
4) Praktis (practical)
Praktis merupakan potensi kemampuan dari seseorang. Kesadaran akan
keterampilan menggunakan potensi yang ada pada diri seseorang akan mengiring
dalam melaksanakan pengambilan keputusan. Oleh karena dengan potensi yang ada
seseorang akan lebih percaya diri dalam menggunakan kemampuannya untuk
bertindak.
5) Interpersonal
Interpersonal merupakan hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya.
Hubungan interpersonal dipengaruhi oleh jaringan sosial yang ada, kemampuan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 38


membina hubungan interpersonal akan memengaruhi tindakan seseorang di dalam
pengambilan keputusan.
6) Struktural
Struktural merupakan jenjang pada lingkup sosial, ekonomi, dan politik. Tatanan
struktural yang ada akan berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan
karena tatanan struktural yang diatur dan mengikuti pola tertentu akan mendukung
ataupun menentang proses pengambilan keputusan.
f. Strategi pengambilan keputusan dalam pelayanan kebidanan
Dalam konseling pengambilan keputusan merupakan hak penuh dari klien, bidan
hanya berperan sebagai fasilitator supaya keputusan yang diambil oleh klien tepat.
Kemampuan klien untuk mengambil keputusan merupakan hal penting dalam
menyelesaikan permasalahan terutama dalam keadaan kegawatdaruratan. Dalam
memfasilitasi pengambilan keputusan sebaiknya bidan melihat situasi dan kondisi
klien dengan mempertimbangkan kondisi yang dihadapi klien, menyusun beberapa
alternatif atau pilihan keputusan, dan membuat daftar konsekuensi terhadap alternatif.
Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk membantu klien dalam mengambil
keputusan, di antaranya sebagai berikut.
1) Membantu klien meninjau kemungkinan pilihannya. Memberi kesempatan klien
untuk melihat lagi beberapa alternatif pilihannya, agar tidak menyesal atau kecewa
terhadap pilihannya.
2) Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan, dengan melihat
kembali keuntungan atau konsekuensi positif, dan kerugian atau konsekuensi
negatif.
3) Membantu klien mengevaluasi pilihan. Setelah klien menetapkan pilihan,
membantu klien mencermati pilihannya.
4) Membantu klien menyusun rencana kerja, untuk menyelesaikan masalahnya.

D. Test Formatif
Pada akhir perkuliahan, mahsiswa diberikan pertanyaan-pertanyan terkait dengan materi
yang telah diberikan
1. Jelaskan pengertian komunikasi efektif!
2. Sebutkan ciri-ciri komunikasi efektif!
3. Sebutkan pola komunikasi!
4. Jelaskan pengertian dinamika kelompok!
5. Sebutkan tujuan keterampilan observasi
6. Sebutkan tujuan mendengarkan dan bertanya
7. Jelaskan teori pengambilan keputusan
8. Sebutkan dasar-dasar pengambilan keputusan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 39


E. Daftar Pustaka
1. Yulifah R, Yuswanto TJA. (2015). Komunikasi dalam Praktik Kebidanan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
2. Priyanto, Agus. 2012. Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika
3. Diah Wulandari.2009.Komunikasi dan Konseling dalam Praktik Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika
4. Yulifa Rita dan Tri Johan Agus Yuswanto.2015. Komuikasi dalam Praktik
Kebidanan.Jakarta: Salemba Medika

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 40


KEGIATAN BELAJAR III
KOMUNIKASI INTERPERSANAL/KONSELING

A. Alokasi waktu
TCL 150 menit
Seminar 100 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu:
1. Memahami konsep dasar komunikasi interpersonal/konseling
2. Memahami keterampilan dasar konseling
3. Memahami skema proses konseling

C. Uraian Materi
1. Konsep dasar konseling
a. Pengertian konseling
Konseling adalah suatu proses yang sistematis guna membantu seseorang untuk
belajar menyelesaikan masalah interpersonal dan emosionalnya, serta dapat
mengetahui kemampuan dan keterampilan seseorang dalam pengambilan keputusan.
Peran konselor adalah membantu dan memberikan dukungan pada klien. Konseling
dapat dilakukan perorangan, pasangan, keluarga atau kelompok.
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu consilium
yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau
“memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari
sellan yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.
American Psychological Association (APA) memberi batasan konseling sebagai
suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan
perkembangan pribadinya dan mencapai perkembangan kemampuan pribadi yang
dimiliki secara optimal. Konseling adalah kegiatan memberikan arahan kepada klien,
termasuk membantu klien dalam menyelesaikan permasalahannya. Konseling
merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dan seorang
klien. Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang. Meskipun sering kita
melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan dirancang untuk membantu klien
memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, belajar mencapai tujun yang
ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah
emosional atau pribadi.
Konseling merupakan suatu proses dengan ciri-ciri sebagai:
1) Interaksi antara dua orang (antara bidan dengan klien).
2) Konseli datang mempunyai masalah.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 41


3) Konseli datang atas kemamuan sendiri atau saran orang lain untuk
menyelesaikan masalah.
4) Konselor adalah seorang yang terlatih (profesional) dalam bidangnya.
5) Tujuan konseling adalah menolong dan memberikan bantuan kepada konseli
agar ia mengerti dan menerima keadaannya serta dapat menemukan jalan keluar
dengan menggunakan potensi yang ada pada dirinya.
Proses konseling menitikberatkan kepada masalah yang jelas, nyata, dan dalam
kesadaran diri.
b. Tujuan konseling
Tujuan konseling dimaksudkan sebagai pemberian layanan untuk membantu masalah
klien, karena masalah klien yang benar-benar telah terjadi akan merugikan diri sendiri
dan orang lain, sehingga harus dicegah dan jangan sampai timbul masalah baru.
Masalah lainnya adalah klien tidak mampu mengerti tentang potensi yang ada pada
dirinya, konseling berusaha membantu potensi yang dimilikinya, sehingga dapat
digunakan secara efektif. Tujuan konseling dapat dijelaskan dengan lima poin sebagai
berikut:
1) Memberikan informasi
2) Memfasilitasi perubahan perilaku klien agar mampu menerima setiap
konsekuensi.
3) Meningkatkan kemampuan klien untuk menciptakan dan mememlihara hubungan.
4) Membentu setiap indivudu untuk berperan sendiri dalam kelangsungan hidupnya
5) Mengembangkan keefektifan dan kemampuan klien untuk memecahkan masalah.
6) Meningkatkan kemampuan klien untuk membuat keputusan keputusan bijak dan
realitis
c. Langkah-langkah konseling
Merupakan suatu cara bagaimana proses konseling itu berjalan, sehingga dapat
mengungkap sekaligus memecahkan masalah klien.
1) Menyatakan Kepedulian
Langkah pertama untuk memulai konseling adalah memberikan kepedulian dan
keprihatinan pada klien terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kepedulian
dan perhatian tersebut, akan tumbuh rasa keinginan dan semangat pada diri klien
untuk menyelesikan masalah, klien juga akan menunjukkan kesungguhan dan
kejujuran terhadap apa yang sedang dihadapinya.
2) Membentuk Hubungan
Merupakan langkah kedua untuk memulai konseling. Untuk membangun sebuah
hubungan yang mencirikan kepercayaan, keyakinan harus didasari dengan
keterbukaan dan kejujuran atas semua pertanyaan klien dan bidan dalam proses
konseling. Pada langkah ini, ada harapan terjalin hubungan ketergantungan klien
pada bidan, yaitu bagaimana bidan menggunakan dirinya sebagai sosok pribadi
yang dapat dicontoh. Dengan ketergantungan klien kepada bidan, klien akan lebih

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 42


banyak memberikan kepercayaan kepada bidan, sehingga bidan lebih mudah
untuk memberikan bantuan.
3) Menentukan Tujuan dan Eksplorasi Perasaan
Langkah ketiga dari proses konseling adalah berdiskusi dengan klien untuk
menentukan tujuan. Apabila tujuan yang disampaikan klien belum jelas, bidan
dapat mengambil tindakan untuk mengeksplorasi masalah dengan cara
menyediakan beberapa pilihan. Klien dapat memilih dari pilihan yang disodorkan
bidan agar proses konseling dapat berjalan dengan lancar. Tujuan yang ditentukan
dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a) Adanya perubahan pada diri klien baik secara fisik maupun psikis (tindakan
atau perasaan).
b) Terbentuk perasaan diterima atau dipercaya.
c) Terciptanya pemahaman dan pengertian klien terhadap masalahnya.
d) Mampu menyelesaikan dan mengatasi masalah sekarang dan yang akan
datang.
4) Menangani Masalah
Pada langkah ini, bidan harus dapat membuat prioritas dalam menentukan
masalah mana yang harus ditangani terlebih dahulu dan mana masalah yang harus
ditinggalkan. Bidan, sebagai seorang konselor, harus dapat menangani dan
mengarahkan klien pada masalah yang sebenarnya atau yang menjadi prioritas.
5) Menumbuhkan Kesadaran
Dalam menumbuhkan kesadaran klien, bidan berusaha mengarahkan klien untuk
mencapai pemahaman (insight/understanding). Melalui kesadaran diri, klien
benar-benar memahami apa yang dialami dan apa yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan masalahnya.
6) Merencanakan Cara Bertindak
Meskipun klien telah mencapai insight, akan tetapi sering kali klien sulit untuk
mengambil keputusan atau tindakan dalam menyelesaikan masalah. Pengambilan
keputusan sangat diperlukan dalam penyelesaian suatu masalah, untuk itu peran
bidan sebagai konselor adalah mengajak klien merencaanakan atau melaksanakan
tindakan dari insight.
7) Melakukan Penilaian Hasil dan Mengakhiri Konseling
Langkah terakhir dari proses konseling adalah melakukan penilaian atau hasil
yang telah dicapai dan mengakhiri konseling. Bidan harus menilai sejauh mana
klien dapat mencapai tujuan konseling yang akan menentukan apakah konseling
dapat diakhiri atau tidak. Akan tetapi, harus diingat bahwa bidan tidak
sepenuhnya bertindak sebagai orang yang menentukan kapan konseling akan
berakhir, konseling diakhiri atas persetujuan klien.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 43


d. Pendekatan-pendekatan Konseling
Konseling sangat bermanfaat untuk membantu klien dalam menghadapi
permasalahan-permasalahan, mulai dari permasalahan yang sepele hingga
permasalahan yang sangat kompleks. Konseling dapat berorientasi pada pendekatan-
pendekatan psikologi konseling. Pendekatan-pendekatan konseling tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Pendekatan Kognitif
Pada pendekatan kognitif, bidan berusaha meningkatkan pada proses berpikir
rasional tentang apa yang dihadapi klien. Pendekatan ini memberikan keyakinan
bahwa klien dalam berpikir akan memengaruhi perasaan dan tindakannya.
Sebagai konselor yang berorientasi kognitif, bidan harus berperan aktif dan
direktif, yaitu aktif untuk mengajak klien berpikir rasional dan membantu klien
untuk meninggalkan pandangan yang tidak rasional. Orientasi kognitif
menimbulkan perubahan tingkah laku yaag tidak rasional menjadi rasional.
Pendekatan kognitif meliputi rasional emotif (rational emotive), analisis
transaksional (transactional analysis), dan trait and factor.
a) Rasional Emotif
Pendekatan rasional emotif lebih menekankan kepada kebersamaan interaksi
antara berpikir dan akal sehat (rational thinking), perasaan (emosi), dan
perilaku atau tindakan (attack). Sebagai konselor bidan harus dapat mengubah
rasa berpikir, bidan memberikan petunjuk bahwa berpikir irasional atas
kejadian atau perasaan klien akan membahayakan dirinya sendiri. Dengan
berpikir rasional, individu dapat menjalankan aktivitas yang lain dan
melupakan permasalahannya.
b) Analisis Transaksional
Penekanan analisis transaksional terletak pada pola interaksi baik verbal
maupun nonverbal antara individu yang satu dengan lainnya. Pendektan ini
sangat digunakan pada kelompok konselor, dengan kelompok konselor dapat
mengamati dan memanipulasi interaksi antara seluruh anggota kelompok
(game people play). Analisis transaksional berpandangan bahwa masing-
masing mempunyai tiga perilaku atau unsur ego states, yaitu unsur anak-anak,
dewasa, dan orang tua.
Analisis transaksional dibedakan menjadi transaksi komplementer
(complementary transaction), transaksi silang (crossed transactional), dan
transaksi tersembunyi (ulterior transaction).
(1) Transaksi Komplementer
Transaksi komplementer disebut juga transaksi sejajar. Transaksi ini
terjadi apabila penerima pesan memberi respon yang sesuai dengan ego
states yang diharapkan oleh pengirim pesan. Misalnya, pada situasi
dimana ibu hamil takut disuntik tetanus toksoid (TT), maka klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 44


berperilaku sebagai anak-anak dan bidan diharapkan berperan sebagai
orang tua.
Klien Bidan

Orang Tua Orang Tua

Dewasa Dewasa

Anak-anak Anak-anak

Gambar 7. Transaksi Komplementer


Sumber: Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan,
Yulifah dan Yuswanto, 2009
(2) Transaksi Silang
Transaksi silang terjadi apabila penerima pesan memberikan pesan di luar
ego states yang diharapkan oleh pengirim pesan. Misalnya pengirim pesan
mengatakan, “Ambilkan KMS (kartu menuju sehat)” tetapi penerima
pesan menerima pesan “Saya mau periksa kencing”.
Klien Bidan

Orang Tua Orang Tua

Dewasa Dewasa

Anak-anak Anak-anak

Gambar 8. Transaksi Silang


Sumber: Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan, Yulifah dan
Yuswanto, 2009
(3) Transaksi Tersembunyi
Apabila pengirim pesan menyampaikan pesan dari ego states tertentu,
tetapi dibalik itu ia menyampaikan pesan dibalik ego states yang lain,
maka transaksi itu disebut transaksi tersembunyi atau terselubung.
Misalnya pengirim pesan menyampaikan, “Besok ujian, kita belajar
bersama ya sore ini”. Sebenarnya ada maksud tersembunyi dari pernyataan
tersebut, yaitu pengirim ingin bertemu dengan penerima pesan.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 45


Klien Bidan

Orang Tua Orang Tua

Dewasa Dewasa

Anak-anak Anak-anak

Gambar 9. Transaksi Tersembunyi


Sumber: Komunikasi dan Konseling dalam Kebidanan,
Yulifah dan Yuswanto, 2009

Dalam proses konseling individu dituntut untuk belajar


mengidentifikasi ke dalam dirinya, melihat keadaan diri sendiri,
menyadari keadaan diri yang dominan, dan menentukan pola interaksi
dengan orang lain.
(4) Trait and Factor
Menekankan pada kemampuan manusia untuk berpikir rasionl dalam
memandang masalah-masalah yang harus dipecahkan dengan
menggunakan kemampuan dirinya sendiri (problem-solving approach).
Pendekatan ini menganjurkan individu untuk memahami dirinya sesuai
kemampuan otak, bakat serta komponen lain, dan mengetahui segala
persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat berhasil atau sukses di
bidang yang dipilih.
Bidan melihat masalah yang dihadapi klien dengan menggunakan satu
proses dengan cara sebagai berikut:
(a) Menganalisis atau mengumpulkan data yang relevan.
(b) Menyintesis data yang telah terorganisasi untuk memperoleh
gambaran selengkapnya tentang klien.
(c) Mendiagnosis atau menyimpulkan semua unsur penting dalam
masalah klien.
(d) Memprediksi atau membuat prognosis tentang perkembangan klien
selanjutnya serta implikasinya.
(e) Memberikan asuhan atau memperlakukan klien sesuai dengan apa
yang didapat dari proses di atas.
(f) Menindaklanjuti dengn memberikan bantuan kepada klien apabila
timbul masalah lagi dan evaluasi terhadap efektivitas proses konseling.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 46


2) Pendekatan Afektif
Pada pendekatan afektif, individu bermasalah karena selalu membawa
perasaannya sehingga selalu bermain dengan perasaannya. Pendekatan afektif
memusatkan perhatian pada perubahan perasaan klien selama proses konseling.
Pendekatan ini meyakinkan klien bahwa perasaan dan lingkungan klien dapat
berubah.
Pendekatan afektif lebih menekankan pada pentingnya kualitas hubungan
konseling yang harmonis. Pendekatan ini mencakup konseling gestal, eksistensial,
dan individu (alderia).
a) Konseling Gestal
Merupakan bentuk konseling yang menekankan pada penghayatan diri sendiri
dalam situasi kehidupan yang sekarang, sehingga disebut juga dengan
ahistoris (tidak memperhatikan masa lampau). Kedudukan bidan dan klien
adalah sama, sebagai suatu hubungan manusiawi. Individu mempunyai
potensi untuk menentukan dirinya sendiri dan mempunyai tanggung jawab
terhadap apa yang terjadi. Individu tidak dianjurkan berbicara tentang
kesulitan yang dihadapinya, individu harus optimis. Bidan membantu klien
membuka jalan buntu dengan meninggalkan harapan dan keinginan untuk
mendapatkan simpati dari orang lain, kemudian klien mulai mengambil peran
aktif dalam mengatur kehidupannya.
b) Konseling Eksistensial
Menekankan pada kemampuan kesadaran diri, kebebasan untuk memilih,
bertanggung jawab atas diri, dan menentukan nasib sendiri pada situasi
kehidupaan alam. Pendekatan ini berusaha membuka pikiran dan perasaan
individu, bagaimana melakukan penghayatan dan meresapi kehidupan,
individu harus sadar atas ketidakmampuannya dalam mengatur serta
menentukan arah hidupnya sendiri secara bebas dan bertanggung jawab.
Sehingga individu akan menjadi dirinya sendiri dan mengalami keberadannya
secara autentik.
c) Konseling Individual
Menekankan pada kebutuhan individu untuk menempatkan diri dalam
kelompok sosial. Pendekatan ini memandang manusia mempunyai rasa rendah
diri (inferiority feeling) dan dengan perasaan rendah diri tersebut individu
berusaha menggapai keunggulan (striving for superiority) dengan
menggunakan gaya hidup individualnya (a person’s lifestyle).
Pada pendekatan ini bidan berusaha membantu klien menghilangkan
ketidakseimbangan dengan cara mencari kompensasi positif, sehingga klien
akan bahagia dan merancang suatu gaya hidup yang lebih konstruktif.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 47


3) Pendekatan Behavioral
Pengambilan keputusan atau pengambilan sikap yang salah dipandang
sebagai suatu permasalahan yang dihdapi oleh individu. Pendekatan behavioral
menekankan pada perilaku spesifik yaitu perilaku yang memang berbenturan
dengan lingkungan dan diri klien.
Dalam pendekatan ini sebagai konselor, bidan menekankan pada teknik dan
prosedur untuk memfasilitasi perubahan perilaku klien dengan cara
memodifikasinya hingga perilaku klien berubah (behavior modification). Bidan
lebih berperan sebagai model bagi klien daripada kualitas hubungan konseling.
Pendekatan behavioral menekankan pada behavioristic, yaitu perilaku dapat
diubah melalui proses belajar; reality, menekankan pada realitas atau kenyataan
yang dihadapi individu; multimodal, menekankan pada beberapa pendekatan yang
sudah ada dan terpusat pada tujuh komponen pola kehidupan dimana klien
diarahkan untuk fokus pada salah satu komponen saja. Komponen tersebut adalah
sebagai berikut:
Tujuh komponen menurut A. Lazarus (BASIC-IB/D)
B : Behavior (perilaku nyata)
A : Affect (alam perasaan)
S : Sensation (proses persepsi melalui alat indra)
I : Imagery (konsep diri dalam berbagai aspek)
C : Cognition (keyakinan dan nilai-nilai dasar dalam berpikir dan
bersikap)
I : Interpersonal relationship (hubungan antarpribadi dengan orang
terdekat)
B/D : Biological functioning/Drug (kesehatan jasmani dan keadaan
fisik atau penggunaan obat-obatan)

Sedangkan menurut ahli lain, tujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut:
H : Health (komponen kesehatan)
E : Emotion (perasaan)
L : Learning (belajar)
P : Personal (bersifat pribadi)
I : Imagination (pandangan dan bayangan mengenai diri sendiri)
N : Need to know (kebutuhan untuk mengetahui)
G : Guidance of behaviors (pendamping serta bimbingan)
e. Perdedaan konseling dan pemberian nasehat
Konseling dan pemberian nasehat adalah dua cara pertolongan yang berbeda.
1) Konseling
a) Memberikan fakta-fakta sehingga klien dapat membuat keputusan sendiri
(pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab klien)

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 48


b) Membuat klien mau bertanya dan mendiskusikan masalah yang sangat pribadi
yang tidak mungkin dibicarakan dengan setiap orang
c) Konseling harus berpijak dengan kuat di dalam kerangka pemikiran klien
2) Pemberian nasehat
a) Memberitahuka klien apa yang sebaiknya dilakukan
b) Menghakimi perilkunya dimasa lalu dan kini
c) Pemberian nasehat berperan seakan ia seorang “ahli” dan memikul tanggung
jawab lebih besar terhadap klien
d) Nasehat diberikan dalam kerangka pemikiran si penolong
e) Pemberian nasehat lebih mengarahkan dan akibatnya mengambil sebagian
dari tanggung jawab klien
Pemberian nasehat adalah konseling dan pemberian nasehat mengandung
unsur pemberian informasi-informasi yang tepat. Dalam konseling, terjadi
langka-langkah komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan untuk
membantu klien mengambil keputusan. Tugas pertama konselor adalah
menciptakan hubungan baik dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan
melalui tingkah laku verbal dan non verbal. Kedua jenis pertolongan ini ada
dalam asuhan kebidanan, sehingga bidan harus memperhatikan dan
mempertimbangkan waktu kapan akan diberikan nasehat dan kapan saatnya
konseling.
2. Keterampilan dasar konseling
a. Keterampilan mendengar
1) Attanding
Attending adalah suatu sikap berupa pemberian perhatian kepada klien.
Keterampilan ini sangat memerlukan pertimbangan kultural (budaya), norma-
norma, dan makna tentang pandangan mata, jarak duduk antara konselor dengan
klien. Setiap daerah mempunyai penilaian yang berbeda-beda mengenai kontak
mata, di tempat tertentu kontak mata diperbolehkan, tetapi di tempat lain dianggap
melanggar norma-norma. Jarak duduk yang dianggap baik dan memenuhi norma
antara konselor dengan klien yaitu satu meter. Attending mempunyai beberapa
komponen yaitu sebagai berikut. Komponen-komponen dalam attending:
a) Kontak melalui mata
Memandang orang lain pada mata mereka adalah suatu cara untuk
menunjukkan perhatian yang sungguh-sungguh, sebab kontak mata adalah alat
pokok untuk berkomunikasi. Namun kontak mata bukanlah kontak yang harus
dilakukan terus-menerus.
Beberapa situasi yang mengharuskan adanya kontak mata lebih banyak, yaitu
pada saat-saat berikut:
(1) Seseorang secara fisik jauh dari orang lain
(2) Topik mudah dan tidak pribadi

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 49


(3) Tidak ada lagi objek yang dilihat
(4) Perhatian individu (klien) tertarik pada orang lain atau objek lain
(5) Klien mempunyai status yang lebih rendah dibandingkan dengan orang
lain
(6) Klien mencoba untuk mendominasi atau memengaruhi orang lain
(7) Menghadapi klien dengan kepribadian terbuka (extrovert)
(8) Hal tersebut (kontak mata) menjadi salah satu bagian dari sebuah
kebudayaan
(9) Seseorang ingin terlibat dalam diskusi
(10) Menghadapi klien yang bersikap menyamakan antara mendengar dan
berbicara
Selain mempunyai efek positif, tatapan mata (kontak mata) juga memiliki
banyak efek negatif, diantaranya adalah sebagai berikut.
(1) Menimbulkan perasaan dalam diri klien bahwa dirinya diragukan
(2) Menimbulkan kemarahan
(3) Menimbulkan perasaan heran
(4) Menimbulkan kebingungan pada diri sendiri
(5) Menimbulkan perasaan terancam
(6) Menimbulkan perasaan curiga
b) Postur tubuh
Konselor dapat bersifat mencondongkan badan ke depan secara rileks.
Memunculkan suasana rileks sangat penting dilakukan dalam konseling sebab
ketegangan cenderung akan memindahkan pusat perhatian klien kepada
konselor dan juga bisa menimbulkan respon ketegangan kepada klien
c) Gerak tubuh atau gesture
Konselor yang banyak berkomunikasi dengan gerakkan tubuh atau sebaliknya
dapat mengomunikasikan pesan tertentu. Diam dengan bersedekap atau
berpangku tangan dapat diartikan sebagai komunikasi yang kurang baik.
d) Tingkah laku verbal konseor
Tingkah laku verbal konselor merupakan respon konselor terhadap kata-kata
klien. Konselor sebaiknya tidak bertanya, tidak mengambil topik yang baru,
atau menentukan suatu ide karena hal tersebut dapat membantu klien dalam
melakukan penjajakan dengan cara klien dan cenderung membentuk rasa
tanggung jawab selama wawancara. Konselor dapat menentukan perhatian
seperti apa yang dapat mengontrol tingkah laku klien begitupun sebaliknya,
klien dapat mengontrol konselor dengan memberikan pendapat atau komentar
tentang hal-hal yang menarik perhatiannya.
Tingkah laku attending merupakan salah satu metode yang efektif atau disebut
juga dengan fail safe untuk membuka suatu wawancara, sebab dengan metode

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 50


ini konselor dapat mengembangkan tujuan klien dalam melakukan penjajakan
diri dan mengurangi intervensi yang bersifat merusak.
Berikut langkah-langkah agar sikap attending yang kita lakukan berlangsung
efektif.
(1) Mempertahankan suatu sikap rileks dan wajar untuk menunjukkan minat
yang dimaksud
(2) Menggunakan gerakkan tubuh atau bahasa tubuh yang wajar
(3) Melakukan kontak mata dengan jalan melihat pada klien saat berbicara
(4) Menggunakan pertanyaan-pertanyaan verbal yang berhubungan dengan
klien tanpa interupsi dan bertanya tanpa disertai dengan kemunculan ide-
ide baru.
2) Parafrase
Parafrase merupakan suatu metode untuk menyatakan kambali pesan klien dengan
kata-kata yang lebih pendek dan benar. Konselor menterjemakan apa yang
disampaikan oleh klien dalam bentuk kata-kata yang lebih tepat tanpa menambah
hal-hal baru. Konselor harus mampu menekankan isi, inti, materi, atau pikiran dan
perasaan yang telah disampaikan oleh klien untuk membentuk parafrase.
Parafrase merupakan suatu bentuk atau perwujudan dari sikap pengertian seorang
konselor. Contoh sebagi berikut:
Klien : “Saya sebenarnya berpendapat bahwa beliau adalah kepala
ruang bersalin yang sangat baik. Beliau begitu bijaksana, peka, dan
baik hati. Ia sangat perhatian kepada stafnya.”
Konselor : “Anda sangat suka kepadanya?”
Klien : “Ya, saya sangat suka, lalu klien melanjutkan. “Saya tidak
mengerti mengapa beliau sangat memerintah saya, sepertinya beliau
tidak puas kalau bukan saya yang mengerjakan.”
Konselor : “Berarti, beliau benar-benar membingungkan anda?”
Klien : “Ya, beliau sangat yakin dengan apa yang dilakukannya,
dan selain itu…..”
Hasil dari parafrase adalah klien akan merasa lebih mengerti dan memahami
pernyataan yang telah disampaikan. Adapun pengaruh akhir dari parafrase ialah
klien merasa terdorong untuk meneruskan contohnya. Hal-hal yang dapat dilakukan
agar parafrase berlangsung efektif yaitu dengarkan pesan pokok klien, nyatakan
kembali kepada klien suatu ringkasan sederhana tentang pesan pokok yang sudah
disampaikan, dan perhatikan suatu petunjuk atau minat respon dari klien yang
menunjukkan bahwa parafrase anda tepat.
3) Menjelaskan
Sikap menjelaskan mempunyai tujuan untuk mempertajam pertanyaan-pertanyaan
yang masih kurang jelas adan semu. Dengan bersikap menjelaskan, konselor telah
membuat suatu terkaan tentang pesan pokok yang disampaikan klien. Konselor juga

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 51


boleh meminta penjelasan kepada klien apabila belum bisa menangkap pesan yang
disampaikan. Kesulitan dalam menangkap pesan bisa terjadi karena banyak faktor,
seperti pesan yang disampaikan klien mungkin saja kurang jelas, banyak kata-kata
yang membingungkan, alasan yang diutarakan berbelit-belit, atau gaya bahasa yang
dipaki cukup kompleks. Dengan demikian seoarang konselor perlu melakukan
parafrase jika menemukan kesulitan seperti yang teah disebutkan. Contoh konselor
mengatkan “Saya kurang jelas bagaimana kondisi keluarga ibu saat ini. Dapatkan
kamu mengulang secara singkat dan memberikan suatu gambaran?” Atau “saya
belum mengerti, bagaimana kalau saudara bercerita lebih banyak lagi?”
Keterampilan memimpin ini bermanfaat dalam membuka hubungan agar klien
bersedia membuka diri dan berbicara. Memimpin memiliki tujuan yang lebih spesifik,
yaitu memberikan kesempatan kepada klien untuk menjajaki perasaan yang sedang
dialaminya secara bebas, memberikan motivasi pada klien untuk tetap aktif dan
bertanggung jawab terhadap proses konseling. Keterampilan memimpin dapat
dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut ini.
a) Memimpin secara Tidak Langsung
Keterampilan ini mempunyai tujuan pokok agar klien memulai pembicaraan dan
tetap bertanggung jawab kelangsungan proses konseling (interviu). Biasanya
teknik ini dimanfaatkan untuk membuka suatu wawancara. Sebagai contoh,
konselor mengatakan, “Apa yang ingin Saudara sampaikan?” atau “Barangkali
kita bisa mulai dengan keadaan Saudara sekarang?” atau “Ceritakanlah mengapa
Saudara datang ke sini?”
Ciri-ciri umum dari teknik keterampilan memimpin tidak langsung telah
memberikan kesempatan pada klien untuk memproyeksikan ide-idenya sendiri
dan mengungkapkannya dalam wawancara. Beberapa kiat yang dapat dilakukan
agar sukses melakukan keterampilan memimpin secara tidak langsung, yaitu
tentukan tujuan pimpinan dengan jelas, pertahankan bentuk kepemimpinan yang
sifatnya umum dan semu, dan gunakan sikap diam yang cukup lama agar klien
dapat merespon maksud konselor.
b) Memimpin Langsung
Keterampilan ini adalah suatu teknik untuk memusatkan perhatian klien pada satu
topik. Teknik ini, mendorong klien untuk mengamati, menjelaskan, atau
memberikan gambran mengenai sesuatu yang sedang mereka katakan. Biasanya
terdapat unsur sugesti. Keterampilan memimpin langsung dapat digambarkan
melalui percakapan berikut ini.
Konselor : “Ceritakan lebih banyak tentang saudaramu itu?”
Konselor : “Marilah kita meneliti lebih jauh konsep Saudara tentang
memberikan perawatan?”
Konselor : “Apa yang anda maksudkan tentang malu?”
Konselor : “Dapatkah Saudara memberikan penjelasan tentang apa

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 52


yang terjadi akhir-akhir ini?”
Biasanya reaksi klien terhadap metode ini adalah bersikap menerima,
terutama jika konselor menunjukkan minat terhadap sesuatu yang disampaikan
klien. Selain itu, juga dapat menambah kesadaran dan pengertian klien. Beberapa
kiat yang dapat dilakukan agar sukses melakukan keterampilan memimpin
langsung, yaitu tentukan tujuan pimpinan dengan jelas, buktikan tujuan dalam
kata-kata yang nyata, dan berikan kebebasan kepada klien (Priyanto, 2012).
c) Memusatkan (focusing)
Memusatkan pembicaran pada suatu topik yang menurut konselor akan
mempelancar pemahaman, dapat digunakan apabila klien menunjukkan
ketidakpastian dalam berbicara. Bila dalam proses konseling klien telah
membicarakan sesuatu di luar topik utama permsalahannya, maka konselor dapat
menghentikan klien dan memintanya untuk memusatkan pikirannya pada topik
tersebut. Hal ini dilakukan karena teknik memusatkan (focusing) bertujuan untuk
menekankan pembicaraan pada satu topik atau ide. Sebagai contoh, seorang
konselor berkata, “Ceritakan secara lebih detail tentang perasaanmu terhadap
kehamilanm?” atau “Kita telah berbicara tentang hal tersebut, tetapi saya tidak
menangkap adanya perasaan bahagia di dalamnya. Dapatkah Saudara menyebut
perasaan yang Saudara rasakan saat ini?” Bisa juga dengan mengatakan, “Marilah
kita hentikan pembicaraan ini sementara waktu, tutuplah matamu dan renungkan
serta hayati apa yang kamu rasakan?”
Teknik focusing ini cenderung dapat mengurangi kebingungan, kekacauan, dan
keragu-raguan. Hasil yang diharapkan ialah pengungkapan klien mengenai hal-hal
yang berarti, bertambahnya pengertian, dan pemahaman klien. Beberapa petunjuk
agar sukses dalam melakukan teknik memusatkan yaitu pergunakanlah kepekaan
Saudara sebagai petunjuk dalam menentukan waktu yang tepat untuk memakai
teknik memusatkan, perhatikan feedback dari klien tentang topik yang
diutamakan, ajari klien untuk memusatkan pada perasaan yang tersembunyi
selama proses konseling (Priyanto, 2012).
d) Bertanya
Teknik bertanya dalam keterampilan memimpin bertujuan untuk mengarahkan
klien dan melakukan eksplorasi lebih jauh. Bertanya bisa dilakukan dua bentuk,
yaitu mengajukan pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan tersebut bukan
pertanyaan yang dipakai untuk memperoleh informasi atau bukan bentuk
pertanyaan yang harus dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Pada pertanyaan
terbuka, konselor memberi kebebasan pada klien untuk mengadakan proses
konseling sesuai dengan keingininan mereka, sedangkan pada pertanyaan tertutup,
konselor tidak membutuhkan penjelasan klien, karena yang dibutuhkan adalah
penegasan atau kepastian berupa jawaban “ya” atau “tidak”dari klien.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 53


Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan teknik bertanya
dalam keterampilan memimpin adalah sebagai berikut:
(1) Tanyakan pertanyaan yang memunculkan perasaan dan bukan bersifat
informatif.
(2) Tanyakan pertanyaan yang bersifat terbuka dan bukan pertanyaan tertutup.
(3) Tanyakan pertanyaan yang mengarah pada penjelasan klien.
Berikut ini contoh penggunaan teknik bertanya:
(4) Pertanyaan terbuka
Konselor : “Bisakah Saudara menjelaskan lebih banyak lagi
tentang hubungan Saudara dengan ibu Saudara?”
(5) Pertanyaan tertutup
Konselor : “Apakah hubungan Saudara dengan ibu Saudara baik-
baik saja?”
e) Keterampilan Memantulkan
Keterampilan memantulkan adalah suatu teknik yang menyatakan kepada klien
bahwa konselor (perawat atau bidan) ada dalam kerangka acuan serta memahami, dan
menghayati permasalahan klien. Pemantulan ada tiga macam yakni memantulkan
perasaan, pengalaman, dan isi. Menurut sudut pandang konselor tujuan teknik
memantulkan adalah untuk memahami permasalahan klien serta mengatakan kepada
klien bahwa konselor mencoba untuk mengamati dunia seperti klien mengamatinya.
(1) Memantulkan Perasan
Memantulkan perasaan adalah menyatakan dengan kata-kata sendiri mengenai
perasaan klien yang bertujuan untuk memperjelas perasaan yang samar-samar
menjadi lebih jelas dan disadari serta untuk membantu klien “memiliki”
perasaannya sendiri.
Kata-kata yang biasa dipakai konselor untuk memantulkan perasaan klien adalah
“Anda merasa sebagai upaya konselor untuk membantu klien memiliki kembali
perasaan-perasaannya dan biasanya klien merespon dengan kata-kata, “Ya,
itulah”. Sebagai contoh konselor mengatakan, “Berarti saudara memberi perhatian
tingkah lakunya”, atau “Saudara ingin selalu menjadi perawat atau bidan.”
(2) Memantulkan Pengalaman
Pemantulan pengalaman merupakan feedback hasil pengamatan yang luas dari
konselor. Pemantulan ini tidak hanya verbalisasi perasaan-perasaan tetapi juga
pengamatan terhadap peranan yang terkandung dalam gerakkan non-verbal klien.
(3) Memantulkan Isi
Memantulkan isi merupakan pengulangan ide-ide penting yang disampaikan
klien dengan kata-kata yang lebih pendek atau suatu keterampilan memberikan
kata-kata kepada klien untuk menyatakan dirinya. Hal ini digunakan untuk
memperjelas ide-ide yang sulit dinyatakan klien. Sebagai contoh, klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 54


mengatakan, “Kata-katanya benar-benar menyinggung dan melukai hati saya,”
lalu konselor menjawab, “Apakah hal itu benar-benar menyakitkan?”.
f) Keterampilan Merangkum
Merangkum ialah menyatukan beberapa ide dan perasaan ke dalam satu
pernyataan, biasanya dilakukan diakhir pembicaraan atau individu. Penggunaan
keterampilan ini mengacu pada pesan yang disampaikan oleh klien (isi), cara klien
menyatakannya (perasaan), tujuan, waktu (timing), dan efek dari pernyataannya
(proses) tersebut. Merangkum merupakan teknik yang lebih luas daripada
parafrase. Misalnya konselor berkata, “Berdasarkan percakapan Saudara tentang
organisasi, sekolah, dan sekarang tentang pekerjaan Saudara yang baru. Saudara
tampaknya gagal dalam semua bidang itu.”
Tujuan pokok dari keterampilan merangkum adalah agar klien merasakan adanya
kemajuan dalam melakukan eksplorasi mengenai ide, perasaan, dan menyadari
adanya perkembangan pembelajaran untuk menyelesaikan masalah. Merangkum
juga dapat dipakai untuk mengakhiri dan memperjelas ide yang baru serta dapat
memberikan keyakinan kepada klien bahwa konselor merespon pesan klien.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh konselor dalam menggunakan teknik
merangkum adalah sebagai berikut:
(1) Apakah merangkum digunakan sebagai pemanasan pada suatu interviu?
(2) Apakah merangkum bertujuan untuk menutup interviu?
(3) Apakah merangkum digunakan untuk mengumpulkan ide dan perasaan yang
telah disampaikan klien?
(4) Apakah merangkum digunakan untuk mendorong klien dalam menjajaki tema
secara lebih lengkap?
(5) Apakah merangkum bertujuan untuk menghentikan hubungan dari suatu
ringkasan kemajuan yang tercapai?
(6) Apakah merangkum bertujuan untuk meyakinkan klien bahwa interviu telah
berjalan dengan proses yang baik?
g) Keterampilan Konfrontasi
(1) Pengertian
Konfrontasi adalah suatu usaha untuk mengenal secara jujur dan
langsung tentang diri klien sebenarnya, apa yang sedang terjadi dengannya,
atau mmeperkirakan apa yang terjadi. Respon dari konfrontasi ialah
tantangan, pengungkapan, atau bisa juga ancaman. Keterampilan konfrontasi
mempunyai resiko yaitu kemungkinan terjadi keengganan membuka diri dari
pihak klien atau sebaliknya yakni keterbukaan dalam komunikasi.
Konfrontasi merupakan suatu metode menceritakan sesuatu apa adanya yang
memungkinkan timbulnya kecemasan pada diri klien. Konfrontasi ini
dilakukan dengan menyesuaikan waktu yang ada , dan kesiapan klien untuk
dikonfrontasi dengan umpan balik secara jujur.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 55


Bagian-bagian dari keterampilan konfrontasi antara lain sebagai
berikut:
(2) Mengenal Perasaan
Kecakapan seseorang atau konselor untuk mengenal dan merespon terhadap
perasaan klien didasarkan pada kemampuan konselor mengenal dirinya
sendiri. Konselor harus menyadari perasaan sendiri yang sering kali adalah
reaksi dari pesan yang disampaikan klien dan sebagai dasar-dasar konselor
dalam bertindak.
(a) Menggambarkan dan Membagi Perasaan
Membagi perasaan pribadi dengan klien merupakan suatu cara
pengungkapan diri yang lebih bernilai dibandingkan dengan respon
menjelaskan. Bagi seorang konselor, menggambarkan perasaan pribadi
dapat dimanfaatkan untuk memperjelas perasaan konselor pada saat itu.
Hal ini dapat dijadikan suatu model atau contoh bagi klien untuk mengenal
dan menyatakan perasaan-perasaannya.
(b) Balikan dan Pendapat
Salah satu keterampilan konfrontasi yang paling bernilai adalah feedback
atau balikan secara jujur kepada klien, tentang sejauh mana klien
memengaruhi konselor. Hubungan konseling hanya merupakan kelanjutan
dari proses ini dalam model lain. Feedback atau balikan yang efektif Dario
rang lain yang dipercaya dan menaruh perhatian terhadap klien dapat
membantu klien untuk menyadari tentang dirinya.
(c) Meditasi
Meditasi merupakan suatu bentuk keterampilan konfrontasi diri (self
confrontation) orang-orang zaman dulu. Makna pokok dari meditasi adalah
menghentikan aliran ide-ide dan tindakan, serta memberikan kesempatan
kepada klien untuk menghayati ide-ide tersebut. Manfaat meditasi adalah
terbukanya jalan-jalan baru untuk perasaan-perasaan klien dan kesadaran
klien dalam hubungannya dengan orang lain dan lingkungan.
(d) Mengulang
Mengulang merupakan salah satu metode konfrontasi dengan cara
meminta klien untuk mengulangi sebuah kata, frase, atau kalimat pendek-
pendek sebanyak satu kali atau lebih. Konselor meminta klien untuk
memusatkan pada satu pernyataan yang dianggap mempunyai makna yang
berarti bagi klien, kemudian klien diminta untuk mengulanginya dalam
bentuk yang lebih banyak disertai dengan perasaan-perasaannya yang
berkaitan dengan kata-kata tersebut.
(e) Melakukan Asosiasi
Keterampilan ini merupakn keterampilan konfrontasi lain yang bisa
digunakan untuk membuat klien merasa lapang dengan mudah. Klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 56


didorong untuk bercerita atau menyampaikan segala sesuatu yang terlintas
dalam pikirannya. Hal ini bertujuan supaya klien terlepas dari pernyataan-
pernyataan yang lebih mendetail dan bersifat perasaan, sebagai contoh
seorang konselor mengatakan, “Anda sngat dipengaruhi kakak Anda. Saya
minta Anda mengatakan kata ‘kakak’ berulang-ulang sebanyak mungkin
dan ikuti semua kata kakak dengan semua hal yang terlintas di pikiran
anda. Apakah anda mengerti?” lalu klien menjawab, “Ya, Kakak saya,
sopan santun, hormat….”
(3) Keterampilan menginterpretasi
Menginterpretasi adalah suatu proses atau kegiatan menjelaskn mengenai
peristiwa-peristiwa kepada klien, sehingga klien mempunyai kemampuan
melihat permasalahannya dengan cara atau metode yang baru.tujuan pokok
dari teknik ini adalah mengajarkan klien untuk menginterpretasikan sendiri
peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya. Interpretasi ini lebih banyak
digunakan pada psikoterapi frmal dibandingkan bentukbentuk bantuan lain.
Konselor merumuskan asumsiny mengenai semua yang sedang terjadi dan
bgiana penafsirannya secara realistis tenang perilaku klien. Namun konselor
tidak harus harus selalu sharing dengan klien mengenai asumsinya ini.
h) Keterampilan Memberikan Informasi
(1) Pedoman Memberikan Informasi
Keterampilan memberikan informasi ini dapat dilakukan dengan melakukan
sharing realita-realita sederhana yang dimiliki konselor, sehingga dapat
membantu klien. Berikut ini adalah pedoman yang dapat digunakan konselor
dalam memberikan informasi.
(a) Jangan menggunakan nasihat kecuali dalam bentuk saran-saran yang
bersifat sementara berdasarkan keilmuan.
(b) Konselor sebaiknya mengetahui tentang berbagai informasi dari bidang
keahliannya.
(c) Jangan menggunakan alat tes psikologi jika tidak mempunyai keahlian.
(2) Nasihat
Memberikan nasihat kepada klien merupakan bentuk kegiatan pemberian
informasi yang sudah biasa dilakukan oleh konselor. Klien selalu
menganggap konselor atau pembimbing sebagai seorang ahli. Para konselor
pemula sering kali menganggap tugas paling pokok adalah memberi nasihat.
Memberi nasihat merupakan suatu kebiasaan lama dalam membantu
seseorang dan hal ini merupakan kejadian yang wajar terjadi di antara orang-
orang yang saling mengenal dan saling percaya.
Memberi nasihat secara tradisional adalah suatu hal yang kontroversial di dalam
referensi-referensi konseling. Banyak penulis menyatakan bahwa pemberian
nasihat hanya akan menimbulkan kesan bagi pembimbing sebagai orang sombong

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 57


yang menganggap dirinya mengetahui semua yang klien perlukan. Selain itu,
nasihat juga tidak efektif, dan memperkuat ketergantungan klien. Namun, nasihat
terkadang diperlukan pada kondisi tertentu karena pada dasarnya nasihat juga
dapat bermanfaat jika diberikan oleh konselor yang mempunyai pengalaman dan
pengetahuan serta dapat dipercaya dengan dasar keahlian yang dimiliki, seperti
hukum, kedokteran, keperawatan, kebidanan, pendidikan, dan lain-lain (Priyanto,
2012).
3. Skema proses konseling
a. Pengambilan Keputusan dalam Proses Konseling

TAHAP AWAL INDENTIFIKASI MASALAH

Isu sentra/ utama didefinisikan klien atas bantuan konselor

isu sentra/ utama didefinisikan klien atas bantuan konselor

Pengembangan alternatif masalah oleh klien dan konselor

Keputusan untuk memilih definisi masalah yang terbaik sebagai hasil diskusi konselor dan klien

Tidak/ kembali keawal Apakah klien menerima definisi masalah Ya, ke tahap selanjutnya

TAHAP KEDUA FASE KERJA

Kerangka berpikir teoritis yang melandasi konselor dalam memahami masalah klien

Pendekatan elektik , Kualitas pribadi konselor, Kualitas teknik konselor

Konselor dan klien memeriksa definisi masalah dan mengembangkan alternaif/cara baru, potencial
answer, solusi, dan mengembangkan isu-isu baru untuk diskusi selanjutnya

BERHASIL GAGAL

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 58


TAHAP KETIGA
KEPUTUSAN UNTUK BERTINDAK

Konselor dan klien berusaha menyusun solusi untuk pemecahan masalah

Menguji solusi

Menguji solusi

Menguji solusi

b. Tahap Proses Konseling

1. Empati
2. Attending
TAHAP 3. Bertanya terbuka DEFINISI
AWAL 4. Refleksi MASALAH
5. Eksplorasi

1. Memimpin
2. Fokus
3. Mengerahkan TAHAP KERJA
4. Menafsir DENGAN
TAHAP 5. Memperjelas DEFINISI
PERTENGAHAN 6. Konfrontasi MASALAH
7. Mendorong
8. Informasi
9. Nasihat
10. Menyimpulkan
sementara
11. Bertanya

1. Menyimpulkan
2. Mendorong TAHAP
TAHAP
3. Merencana TINDAKAN/
AKHIR 4. Menilai (evaluasi) ACTION
5. Mengakiri
prses/sesi konselin

Sumber: Priyanto, 2012

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 59


4. Standar Operasional Prosedur (SOP) Konseling
a. Pengertian
Proses komunikasi antara seorang konselor dengan orang lain (klien) untuk
membantu klien melihat permasalahannya supaya lebih jelas
b. Tujuan
Sebagai acuan dalam proses konseling
c. Referensi
1. Kemenkes RI, 2014, Modul Pelatihan Jabatan Fungsional Bidan Ahli, Jakarta
2. Saraswati I., Tarigan LH., 2002, Komunikasi Efektif: Ibu Selamat, Bayi Sehat,
Keluarga Bahagia, Maternal and Neonatal Health, Jakarta
3. Uripni CL, Sujianto U, Indrawati T, 2002, Komunikasi Kebidanan, EGC, Jakarta
d. Prosedur
1) Langkah Awal
a) Menunjukkan sikap yang baik
b) Memberi salam
c) Menyapa klien penuh sopan dengan nada suara yang baik
d) Menanyakan identitas klien
e) Menanyakan maksud kedatangan klien
2) Penghampiran (Attending Skill)
a) Menampilkan diri dengan postur yang meyakinkan
b) Melakukan gerakan fisik yang disertai dengan perhatian secara menyeluruh
c) Memberi pengakuan, sentuhan, dan kontak fisik yang sederhana, penuh
perhatian, dan penuh makna
d) Memelihara kontak mata secara menyeluruh dan tepat sesuai dengan situasi
dan topic bahasan
e) Mengamati dan menyimak dengan penuh perhatian
3) Proses Pelaksanaan
a) Menerima dan memahami ungkapan klien (gerak mata, anggukan, gerak
tangan, air muka, dsb)
b) Memberikan perhatian yang mendalam terhadap ungkapan klien
c) Memberi pernyataan yang menggambarkan ungkapan suasana perasaan yang
diungkapkan
d) Memberikan dukungan terhadap ungkapan tertentu
e) Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
dengan lengkap
f) Menunjukkan sikap memberikan perhatian dan menyimaknya dengan penuh
perhatian
g) Membuat catatan-catatan seperlunya untuk merangkum pembicaraan
h) Memberikan respon dalam bentuk menyampaikan rangkuman pembicaraan
i) Memperhatikan suasana konseling dan klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 60


j) Menguasai materi konseling yang berkaitan dengan pertanyaan
k) Menggunakan alat/media peraga dalam konseling
l) Mengajukan pertanyaan dengan cara jelas dan terarah, serta tidak keluar dari
topic pembahasan
m) Bertanya dengan menggunakan pertanyaan terbuka, pertanyaan refelksi
klarifikasi sesekali pertanyaan tertutup untuk pertanyaan – pertanyaan tertentu
n) Memberikan respon balik terhadap jawaban pertanyaan yang diajukan dengan
sikap baik dan empatik
o) Melakukan kontak mata yang baik
p) Mengidentifikasi masalah
q) Memahami masalah
r) Membatasi masalah
s) Menjabarkan alternative (brainstorming)
t) Mengevaluasi alternative
u) Memilih alternative terbaik
v) Menyepakati penerapan alternative terbaik
w) Menerapkan strategi diam yang tepat
x) Melakukan rekasi yang baik
y) Mengajuakn pernyataan
z) Mengatakan bahwa waktu telah habis
aa) Merangkkum isi pembicaraan
bb) Berdiri
cc) Menyepakati pertemuan selanjutnya
dd) Memberikan isyarat gerak tangan
ee) Menunjukkan catatan-catatan singkat
ff) Memberikan tugas-tugas tertentu (jika diperlukan)
Catatan:
Konselor memperlihatkan ekspresi muka ceria, penampilan postur baik, ungkapan
perasaan dan kepercayaan secara jujur dan langsung, menyetakan berpihak pada
hak klien yang benar, menyatakanrasa hormat pada klien, mengambil inisiatif
dalam hubungan interpersonal, menawarkan alternative, dan menggunakan suara
yang jelas dan menyenangkan)

D. Test Formatif
Pada akhir perkuliahan, mahsiswa diberikan pertanyaan-pertanyan terkait dengan materi
yang telah diberikan
1. Jelaskan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
2. Jelaskan keterampilan dasar konseling
3. Jelaskan skema proses konseling

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 61


E. Daftar Pustaka
1. Yulifah R, Yuswanto TJA. (2015). Komunikasi dalam Praktik Kebidanan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
2. Priyanto A. (2012). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 62


KEGIATAN BELAJAR IV
KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. Alokasi Waktu
100 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu:
1. Memahami konsep komunikasi terapeutik
2. Memahami strategi komunikasi terapeutik

C. Uraian Materi
1. Konsep Komunikasi terapeutik
a. Pengertian
Komunikasi terapeutik didefisikan sebagai komunikasi yang direncanakan
secara sadar di mana kegiatan dan tujuan dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Uripni dkk, 2003). Keberadaan komunikasi terapeutik memiliki peranan yang
penting dalam membantu seorang klien dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya.
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari
penyembuhan sehingga terapeutik juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
memfasilitasi proses penyembuhan (Damajyanti, 2008).
Jadi, Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan dengan tujuan
terapi. diperlukan kemanpuan dan keteampilan bidan dalam komunikasi untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis, dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
b. Tujuan dan manfaat komunikasi terapeutik
Kualitas asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh
kualitas hubungan antara seorang bidan dengan kliennya. Apabila bidan tidak
memperhatikan hal ini, hubungan antara bidan dan klien bukanlah hubungan yang
memberikan dampak terapeutik yang mempercepat proses kesembuhan seorang klien,
tetapi merupakan hubungan sosial biasa. Dengan memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi terapeutik, bidan diharapkan akan lebih mudah dalam menjalin
hubungan saling percaya dengan klien sehingga akan lebih efektif dalam mencapai
tujuan asuhan kebidanan yang diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan kebidanan, dan akan meningkatkan profesi.
Menurut Purwanto (dalam Damaiyanti, 2008), tujuan komuikasi. terapeutik adalah
scbagai berikut.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 63


1) Membantu pasien untuk memperjelas juga mengurangi bebas perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah semua situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaharui orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
Sedangkm, menurut Stuart Sundeen juga Lindberg, Hunter, dan kruszweski
(dalam Uripni, 2003), tujuan terapeutik yang diarahkan kepada pertumbuhan klien
meliputi haJ-hal sebagai berikut.
a) Realisasi diri, penerimaan diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
b) Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
c) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung,
dan mencintai.
Tujuan terapeutik tersebut akan tercapai apabila dalam melakukan helping
relationship bidan memiliki karakteristik sebagai berikut.
1) Kesadaran diri terhadap nilai yang dianut. Seseorang bidan harus mimiliki
kemampuan menjelaskan tentang dirinya sendiri dan keyakinannya, serta apa
yang menurutnya penting dalam kehidupannya. Setelah itu, barulah ia akan
mampu menolong orang lain menjawab pertanyaan tentang hal-hal tersebut.
2) Kemampuan untuk menganalisis perasaannya sendiri. Bidan secara bertahap
belajar mengenal dan mengatasi berbagai perasaan yang dialaminya, seperti rasa
malu, marah, kecewa dan putus asa.
3) Kemampuan menjadi contoh peran. Bidan sebaiknya mempunyai pola dan gaya
hidup yang sehat, termaksud kemampuan menjaga kesehatan agar dapat dicontoh
oleh orang lain.
4) Altruistic. Bidan merasakan kepuasan karena mampu menolong orang lain dengan
cara yang manusiawi.
5) Rasa tanggung jawab etik dan moral. Setiap keputusan yang dibuat selalu
memperhatikan prinsip-prinsip yang menjungjung tinggi kesehatan/kesejahteraan
manusia.
6) Tanggung jawab. Ada dua dimensi tanggung jawab yang perlu diperhatikan, yaitu
tanggung jawab terhadap tindakan sendiri dan berbagai tanggung jawab dengan
orang lain.
c. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Adapun manfaat dari komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut.
1) Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara tenaga kesehatan, dalam hal ini
bidan dengan kliennya melalui hubungan bidan dan klien.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji, masalah, dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh seorang bidan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 64


d. Prinsip komunikasi
1) Beberapa prinsip-prinsip komukasi terapeutik yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut.
2) Bidan harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri, serta nilai yang dianut.
3) Menjadikan klien sebagai fokus utama dalam komunikasi
4) Komunikasi yang dilakukan harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya, dan saling menghargai.
5) Seorang bidan harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik ftsik maupun
mentalnya.
6) Bidan harus menciptakan suasana yang memungkinkan seorang pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
7) Bidan sebagai tenaga kesehatan harus dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan seorang pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik
sikap atau tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat
memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.
8) Bidan harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan, maupun
frustasi.
9) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
10) Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik, sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.
11) Mempergunakan sikap terbuka diri hanya tujuan terapeutik
12) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
13) Memiliki kemampuan berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Oleh karena itu, seorang bidan perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat baik fisik, mental, spiritual, dan gaya hidup.
14) Bidan disarankan untuk dapat mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
15) Altruisme untuk mendapatkan keputusan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
16) Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin dalam mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
17) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain, dalam hal
ini klien yang mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan.
18) Menerapkan perilaku profesional dalam mengatur hubungan terapeituk
19) Menghindari hubungan sosial dengan klien
20) Harus betul-betul menjaga kerahasisaan klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 65


e. Mengimplementasikan intrvensi berdasarkan teori
1) Mengobservasi respon verbal klien
2) Memelihara hubungan atau interaksi yang tidak menilai dan menghindari
membuat penilaian tentang tingkah laku dan memberi nasihat klien
3) Berikan petunjuk klen untuk menginterprestasi kebali pengalaman serta rasional.
Pemberikan asuhan keperawatan khususnya yang berada di pelayanan kesehatan
sangat diperlukan adanya strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilaksanakan setiap hari. Adapun strategi yang dimaksud adalah strategi komunikasi
terapeutik. Strategi tersebut dapat dilakukan oleh perawat atau bidan. Contohnya
adalah sebagai berikut.
1) Proses keperawatan
a) Klien merupakan klien postpartum (anak pertmna).
b) Diagnosis keperawamn ditegakkan dalam rangku pcrawatan tali pusat.
c) Tujuan khusus adalah klien dapat mengertl dan memahami cara merawat tali
pusat dengaq benar serta dapat melakukmmyn secara mandiri.
d) Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah perawatan tali pusat pada bayi.
2) Strategi komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut:
a) Fase Orientasi
(1) Salam terapeutik (perawat atau bidan).
Salam terapeutik dapat dilakukan dengan memberi salam kepada klien
berupa ucapan Assalamualukum atau selamat pagi disertai dengan
mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dan dengan ekspresi wajah siap
menerima klien. Bila sudah tahu namanya maka sebutkan nama khen
tersebut misalnya, “Selamat pagi, Bu Neni”.
(2) Evaluasi atau validasi.
Menanyakan kembali topik yang diinginkan klien (sesuai penjelasan
sebelumnya yaitu perawatan tali pusat pada bayi).
(3) Kontrak
Topak : Perawatan tali pusat bayi
Hari : Senin Tanggal 09 Januari 2006
Waktu : 09.00-09.30 WIB
Tempat : Ruang Neonatus
(4) Tujuan
Menambah pengetahuan klien tentang perawatan tali pusat bayi.
b) Fase Kerja
Memberi penjelasan tentang isi topik atau materi yang ingin disampaikan
kepada klien, yaitu tentang perawatan tali pusat bayi.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 66


(1) Alat-alat yang dibutuhkan.
Perlengkapan membersihkan tali pusat dlletakkan dalam baki kecil yaitu
kassa steril, alcohol kapas lidi kering (cotton bath), bila perlu sarung
tangan (handscoon) steril.
(2) Langkah-langkah membersihkan tali pusat.
(a) Bersihkan tali pusat dengan menggunakan sabun dan air (saat mandi)
kemudian tali di keringkan bisa dengan menggunakan kasa steril atau
kapas lidi.
(b) Bersihkan tali pusat dari pangkal sampai ujung terlebih dahulu dengan
cotton bath yang sudan diberi alcohol, lalu di sekitar pusat juga
dibersihkan sekelilingnya dengan kapas lidi
(c) Bungkus tali pusat dengan kasa steril kering, cara melingkar dan
jangan terlalu kencang
c) Fase Terminasi
(1) Evaluasi respons klien.
(a) Menanyakan kembali kepada klien apakah sudah mengerti atau belum.
(b) Meminta klien mengulang kembali materi yang telah disampaikan dan
dijelaskan.
(c) Selanjutnya memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya.
(2) Rencana tindak lanjut
Rencana tindak lanjut dilakuknn dengan mendemonstrasikan kepada klien
bagaimana aplikasi dari materi yang telah diberikan (melakukan perawatan
tali pusat dengan benar), setelah itu meminta klien untuk mengulang
kembali atau mendemonstrasikannya kembali.
(3) Kontrak selanjutnya bila diinginkan.
Topik : Cara pemberian ASI yang benar
Hari : Rabu
Tanggal : 11 Januari 2006
Waktu : 12.00 WIB
Tempat : Ruang Rawat Inap Bersalin
d) Analisis Kasus
(1) Situasi
Seorang ibu bernama Neni, 25 tahun, post-partum (anak pertama) ingin
mengetahui tentang perawatan tali pusat pada bayi, di mana bidan Putri
sebelumnya sudah melakukan interaksi dan menjalin hubungan saling
percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini yang digunakan adalah teknik
komunikasi wawancara (tanya jawab).
(2) Fase Orientasi
(a) Bidan Putri: “Assalamualaikum Bu….” (dilanjutkan selamat pagi
sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan).

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 67


Bu Neni: “Waalaikumsalam, pagi juga Bu Bidan Putri,” (sambil
tersenyum dan menjabat tangan).
(b) Bidan Putri: “Bagaimana perasaan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu
yang ingin disampaikan Ibu Neni ketika menemani si kecil selama kita
tidak bertemu, coba Ibu sampaikan?” (Sambil memegang bahu kanan
Ibu Neni).
Bu Neni: “Alhamdulillah, saya sangat senang Bu bidan, setelah
lahirnya si buah hati yang kami tunggu-tunggu. Oh, ya Bu bidan...
Saya masih kurang jelas mengenai perawatan tali pusat, saya agak
khawatir jangan-jangan nanti terjadi infeksi?"
(c) Bidan Putri: “0 ...ya, Ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin, hari
ini saya akan jelaskan apa saja yang belum Ibu pahami dan saya juga
akan jelaskan semua hal yang ingin Ibu tanyakan, yaitu tentang
perawatan tali pusat yang benar, begitukan Bu?”
Bu Neni: “Ya Bu bidan, saya masih bingung!”
(d) Bidan Putri: “Baiklah, saya akan coba jelaskan tentang perawatan tali
pusat pada bayi, tetapi tolong Ibu perhatikan betul! Sekarang apakah
Ibu sudah siap untuk mendengarkannya?
Bu Neni: "Insya Allah saya siap.”
(3) Fase Kerja
(a) Bidan Putri: “Baiklah Bu, perawatan tali pusat pada bayi sangat
panting kita ketahui dan kita pahami agar bayi kita terbebas dari
infeksi tetanus.”
Bu Neni: “lnfeksi tetanus pada bayi bisa terjadi ..., ya Bu Bidan?”
(b) Bidan Putri: “Benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada
bayi. Jadi, perawatan tali pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah
kita memandikan bayi kita dan kita harus benar-benar menjaga
kebersihannya.”
Bu Neni: “Berarti Bu, setelah selesai kita memandikan bayi kita, kita
juga melakukan perawatan tali pusat.”
(c) Bidan Putri: “Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita
melaksanakannya, kita terlebih dahulu mempersiapkan alat-alatnya.”
(Sambil mempraktikkannya).
Bu Neni: “Apa saja persiapan alatnya Bu Bidan?”
(d) Bidan Putri: “Kita harus mempersiapkan alat-alat yang akan dipakai
seperti kapas lidi, trypleday, kassa steril semuanya diletakkan pada
tempatnya masing-masing lalu disusun dalam baki.” (Sambil
memegang dan menunjukkan alat tersebut).
Bu Neni: “Terus caranya bagaimana Bu. . .?” (Klien mengangguk-
anggukkan kepala).

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 68


(e) Bidan Putri: “Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita
ambil kapas lidi lalu kita olesi trypleday kemudian kita mulai
membersihkannya dari sekeliling pangkal tali pusat, setelah itu kita
bersihkan tali pusat sampai bagian ujung. Sampai di sini ada yang mau
ditanyakan Bu Neni?”
Bu Neni: “O. . .ya Bu, apakah kapas lidi tersebut tidak boleh kita
bolak-balik?”
(f) Bidan Putri: “Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan
bagian tali pusat, kita tukar dengan yang baru lagi dan jangan lupa
juga Bu, sebelum kita melakukannya tangan ibu harus bersih atau cuci
tangan sebelum melakukan tindakan tersebut. Pokoknya kebersihan
harus dijaga sebaik-baiknya.”
Bu Neni: “Selanjutnya bagaimana Bu. . .?”
(g) Bidan Putri: “Oh...ya, maaf Bu..., tadi pembicaraan kita sampai di
mana?”
Bu Neni: “Sampai ...membersihkan tali pusat sampai bagian ujung.”
(h) Bidan Putri: “Kemudian dilanjutkan membungkus tali pusat,
bagaimana Bu Neni, tidak sulit bukan?”
Bu Neni: “Sepertinya saya bisa, ya... saya bisa melakukannya, Bu.”
(4) Fase Terminasi
(a) Bidan Putri: “Bagaimana Bu Neni, apakah sudah mengerti dengan
penjelasan saya tadi?”
Bu Neni: “Sudah, Bu Bidan.”
(b) Bidan Putri: “Apakah Bu Neni bisa mengulang kembali apa yang telah
saya jelaskan?”
Bu Neni: “Insya Allah bisa Bu. Saya akan mencobanya Bu Bidan,
Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita ambil kapas lidi
lalu kita olesi trypleday setelah itu kita mulai membersihkan tali pusat
dari pangkal dan sekelilingnya sampai ke ujung, kemudian kita
bungkus dengan kain kassa steril yang kering. Terakhir baru kita
rapikan dan baju bayi kita pasangkan. Bagaimana Bu Bidan?”
(c) Bidan Putri: “Bagus Bu Neni, sepertinya Ibu telah mengerti dengan
apa yang telah saya sampaikan, apakah masih ada yang ingin Ibu
tanyakan?”
Bu Neni : “Tidak Bu, saya pikir sudah cukup
(d) Bidan Putri: “Oke...” (tersenyum).
Bu Neni: “Saya sangat berterima kasih karena Bu Bidan telah
meluangkan waktu untuk saya.”
(e) Bidan Putri: “ Sama-sama Bu Neni, itu semua sudah kewajiban saya.”

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 69


Bu Neni: “Terus saya ingin mengetahui bagaimana cara menyusui
yang baik dan benar.”
(f) Bidan Putri: (tersenyum) “... baiklah Bu Neni. Insya Allah, saya akan
datang lagi ke sini besok untuk menjelaskan bagaimana cara menyusui
yang baik dan benar. Ibu mau saya datang jam berapa?”
Bu Neni: “Sama seperti hari ini saja, Bu.”
(g) Bidan Putri: “Baik Bu, sampai bertemu besok, ya
Bu Neni: “Ya, Bu.” Bidan Putri: “Kalau begitu saya permisi dulu Bu
Neni. Selamat siang... . Assalamualaikum!” (Tersenyum).
Bu Neni : “Siang Bu. .. waalaikumussalam.”
f. Teknik Komunikasi Terapeutik
Setiap klien tidak sama perlakuanya, oleh karena itu diperlakukan penerapan teknik
berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini adalah teknik komunikasi dari
beberapa ahli yang dapat diterapkan dalam komunikasi.
1) Mendengar aktif dengan penuh perhatian.
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan nonverbal bahwa bidan
perhatian terhadap kebutuhan dan masalah yang sedang dialami klien.
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan suatu upaya untuk mengerti
seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan. Keterampilan
mendengarkan penuh perhatian adalah dengan cara sebagai berikut.
a) Pandang klien dan keluarga ketika sedang berbicara.
b) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan.
c) Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian.
d) Tidak menyilangkan kaki dan tangan.
e) Menghindari gerakan yang tidak perlu.
f) Anggukkan kepala apabila klien membicarakan hal yang penting atau
memerlukan umpan balik.
g) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.

Dua macam teknik mendengar adalah sebagai berikut.


a) Mendengar pasif
Kegiatan mendengar dengan pesan nonverbal untuk klien misalnya dengan
kontak mata, menganggukkan kepala, dan juga keikutsertaan secara verbal
misalnya “uh huuuh”, “mmmhhummm”, “yeah, Saya dengar kamu”.
Mendengar pasif akan dapat memberdayakan diri kita saat kita mendengar
dengan pasif karena kita kurang memahami perasaan orang lain.
b) Mendengar aktif
Kegiatan mendengar yang menyediakan pengetahuan bahwa kita tahu
perasaan orang lain dan mengerti mengapa dia merasakan hal tersebut.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 70


Keuntungan yang diperoleh jika mampu mengembangkan keterampilan
mendengar aktif adalah sebagai berikut.
(1) Pasien dan keluarga merasa didengar dan dipahami maksudnya.
(2) Pasien dan keluarga merasa dirinya berharga dan penting.
(3) pasien dan keluarga menjadi mudah untuk mendengarkan apa yang kita
sampaikan.
(4) Pasien dan keluarga merasa nyaman dengan keadaan tersebut.
(5) Pasien dan keluarga mampu berkomunikasi.
2) Menunjukkan Penerimaan
Menerima tidak berarti kita menyetujui hal tersebut. Menerima di Sini diartikan
bahwa kita bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan
atau tidak setuju. Dalam hal ini tentunya sebagai seorang bidan tidak harus
menerima perilaku klien. Seorang bidan sebaiknya menghindari ekspresi wajah
dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening
atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini adalah sikap bidan
yang menyatakan penerimaan.
a) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
b) Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
c) Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi verbal.
d) Menghindari untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk
mengubah pikiran klien. Bidan dapat menganggukkan kepalanya atau berkata
“ya”, “Saya mengikuti apa yang sedang Anda ucapkan.”
Menurut Boyd dan Nihart (dalam Uripni dkk, 2003), penerimaan juga
digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati.
Contoh: _ Klien : “Saya telah melakukan beberapa kesalahan Bu.”
Bidan : “Saya ingin mendengar itu. Tidak apa-apa jika Anda mau
mendiskusikan hal ini dengan saya.”
3) Mengajukan Pertanyaan yang Berkaitan.
Tujuan seorang bidan mengajukan suatu pertanyaan adalah untuk mendapatkan
informasi yang spesiflk mengenai apa yang disampaikan oleh pasien dan
keluarganya. Lebih baik jika pertanyaan tersebut dikaitkan dengan topik Yang
dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
Contoh: Bidan : “Tadi Anda mengatakan bahwa memiliki tiga orang anak, siapa
yang Anda rasakan paling dekat dengan Anda?”
4) Pertanyaan terbuka (Open-Ended-Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “Ya” dan “Mungkin”, tetapi
pertanyaan memerlukan jawaban yang luas sehingga pasien dapat mengemukakan
masalahnya, perasaannya dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan
informasi yang diperlukan.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 71


Contoh: Bidan : “Coba Ibu ceritakan apa yang biasanya dilakukan bila Ibu sakjt
perut?”
5) Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Mengulang kembali pikiran utama yang telah diekspresikan oleh klien dan
keluarga memberitahukan bahwa bidan telah memberikan umpan balik sehingga
klien dan keluarga mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan
komunikasi berlanjut. Namun, bidan perlu berhati-hati ketika menggunakan
metode ini karena pengertian bisa menjadi rancu apabila pengucapan ulang
mempunyai arti yang berbeda.
Contoh: Klien : “Saya tidak dapat tidur dengan nyenyak, sepanjang malam saya
terjaga”. Bidan : “Ibu mengalami kesulitan untuk tidur. . ..”
6) Pertanyaan klariflkasi
Berupaya untuk menjelaskan ide atau pikjran pasien yang tidak jelas atau meminta
pasien menjelaskan artinya. Apabila terjadi kesalahpahaman, bidan perlu
menghentikan pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan
pengertian karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan asuhan
kebidanan yang Optimal. Supaya pesan dapat sampai dengan benar, seorang bidan
perlu memberikan contoh yang konkret dan mudah untuk dimengerti oleh klien.
Contoh: Klien : “Saya tidak jelas terhadap apa yang Anda maksudkan” Bidan :
“Apa yang saya maksudkan tadi adalah . .”
7) Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk membatasi bahan pembicaraan
sehingga lebih spesiflk dan dapat dimengerti. Bidan tidak seharusnya memutus
pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Contoh : “Hal ini nampaknya penting, nanti akan kita bicarakan lebih mendalam
lagi”.
8) Menyampaikan hasil observasi
Seorang bidan perlu memberikan suatu umpan balik kepada klien dan keluarga
dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan
dapat diterima dengan benar. Bidan menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh
syarat nonverbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan bidan sering membuat
klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau
mengklarifikasi pesan.
Contoh: Bidan: “anda tanpak cemas kelihatanya”
“apakah anda merasa cemas tidak tenang apabila anda”..
9) Menawarkan Informasi
Memberikan tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik
bagi klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain itu, hal ini akan menambah rasa percaya

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 72


klien terhadap bidan itu sendiri. Iika terdapat informasi yang ditutupi oleh dokter,
bidan perlu mengklariflkasi alasannya. Bidan tidak boleh memberikan nasihat
kepada klien ketika memberikan suatu informasi, tetapi diharapkan dapat
memfasilitasi klien untuk membuat suatu keputusan untuk dirinya sendiri.
10) Diam
Sikap diam akan memberikan kesempatan kepada bidan dan klien untuk
mengorganisir pikjrannya. Penggunaan metode diam memerlukan keterampilan
dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan dapat menimbulkan perasaan yang
tidak enak. Sikap diam memungkinkan klien untuk dapat berkomunikasi secara
internal dengan dirinya Sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses
informasi yang didapatkannya. Keadaan diam ini juga dapat bermanfaat pada saat
klien dan keluarga harus mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
Boyd dan Nihart (Damaiyanti, 2008) menyebutkan bahwa diam digunakan
pada saat klien perlu mengekspresikan ide, tetapi tidak tahu bagaimana
melakukan/menyampaikan hal tersebut.
Contoh:
Klien : “Saya marah!!!”
Bidan : (diam)
Klien : “Suami saya tidak perhatian lagi terhadap saya.”
11) Meringkas
Adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan yang berikutnya. Meringkas pembicaraan
membantu bidan mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat
melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkajtan.
Contoh: “Selama beberapa jam, Anda dan saya telah membicarakan. . . .”
12) Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya,
menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien
dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang lnempunyai hak dan tanggung
jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
Penghargaan tersebut diupayakan jangan sampai menjadi beban Yang
berat baginya, dalam arti bahwa jangan sampai klien berusaha keras dan
melakukan segalanya demi mendapatkan sugtu pujian atau persetujuan dari
perbuatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal ini juga tidak dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa ini “bagus” dan sebaliknya bahwa ini “buruk”.
Perlu mengatakan “Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka seorang
bidan dapat mengatakan demikian”.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 73


Contoh:
Bidan : “Asalamualaikum Ibu Andi atau Selamat Pagi?” “
Saya perhatikan Ibu sudah menyisir rambut ibu dengan rapi.”
13) Menawarkan diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal
dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.
Tidak dipungkjri lagi bahwa sering kali bidan hanya menawarkan kehadirannya.
Teknik komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih dalam arti tidak
mengharapkan balasan apa-apa terhadap apa yang telah dilakukannya untuk klien
tersebut.
Bidan menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau respons yang diharapkan.
Contoh: Bidan : “Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”
“Saya akan duduk di dekat ibu dan menemani selama 15 menit.”
14) Memberikan kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberikan kesempatan kepada klien untuk memiliki inisiatif dalam memilih
topik atau masalah pembicaraan. Dalam berinteraksi, bidan dapat menstimulasi
klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang perannya untuk mengambil
inisiatif dan merasakan bahWa ia sangat diharapkan untuk membuka
pembicaraan.
Contoh:
Bidan : “Apakah yang sedang Saudara pikjrkan sekarang?” “Adakah sesuatu yang
ingin Anda bicarakan?” “Dari mana Anda ingin memulai pembicaraan ini?”
15) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan
yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang
dibicarakan dan merasa tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
Bidan lebih berusaha untuk menafsirkan daripada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.
Contoh:
Bidan: “….teruskan…?”
“….dan kemudian…?
“ceritakan kepada saya tentang hal itu..”
16) Menenpatkan kejadian secara teratur akan menolong bidan dank lien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif.
Kelajutannya dari suatu kejadian secara teratur akan menolong bidan dank lien
untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Bidan
akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data
tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam memenuhi
kebutuhanya.
Contoh:

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 74


Bidan: “apakah yang terjadi sebelum dan sesudahnya.”
“kapan kejadian tersebut terjadinya.”

17) Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya.


Meminta klien untuk memastikan pengertian bidan tentang apa yang sedang
dipikirkan dan dirasakan oleh klien. Apabila bidan ingin mengerti klien, maka ia
harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien tersebut. Klien harus bebas
untuk menguraikan persepsinya kepada bidan. Ketika menceritakan
pengalamannya, bidan harus waspada akan timbulnya gejala ansietas atau marah.
Contoh:
Bidan: “ceritakan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan
dioperasi?”
“apa yang sedang terjadi”
“anda tersenyum tetapi saya merasa bahwa anda sangat marah kepada saya?”
18) Refleksi
Mengarahkan kembali ide, perasaan, pertayaan dan isis pembicaraan kepada
klien. Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide serta
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. klien bertanya apa yang harus ia
pikirkan dan kerjakan atau rasakan, maka bidan menjawab:”bagaimana menurut
anda?” atau” bagaimana perasaan anda?”. Jadi, dengan demikian bidan
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien mempuyai hak
untuk dapat melakukan hal tersebut, maka klien pun akan dapat berpikir bahwa
dirinya adalah manusia yang mempuyai kapasitas dan kemampuan sebagi
individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
Klien: “apakah menurut anda, saya harus mengatakannya kepada dokter?”
Bidan: “apakah menurut saudara, saudara harus memhatakannya?”
Klien: “suami saya sudah lama tidak datang mengunjugi saya dan tidak menelpon
saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.”
Bidan: “jadi,ini yang menyebabkan anda marah?”
19) Asertif (Assertive)
Asertif adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orng lain.
Kemampuan asertif antara lain (Smith, 1992) berbicara jelas, mampu menghadapi
manupulasi pihak lain tanpa menyakiti hatinya (berani mengatakan tidak tanpa
merasa bersalah), serta melindungi diri dari kritik.
Contoh:
Klien: “bu bidan, sup ini tidak enak dan dingin. Saya tidak mau makan.”

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 75


Bidan: “sangat mengecewan ya? Anda dapat mengganti yang lebih hangat atau
mengganti dengan makanan yang lain. Mana yang lebih anda sukai?”
(membandingkan)
20) Humor
Humor sebagi hal yang penting dalam komunikasi verbal, ini dikarenakan tertawa
mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stress dan meningkatkan
keberhasilan dalam asuhan kebidanan. Sullivan-Deane (Damaiyanti, 2008)
menyatakan bahwa humor merangsang ketekolamin sehingga seorang merasa
hebat. Hal ini juga akan meningkatkan toleransi nyeri, menguragi kecemasan,
serta memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme.
Contoh:
Bidan: “saya anggota PDIP lho. (penurunan daya ingat progresif).”
g. Aplikasi terapeutik
Komunikasi terapeutik komunikasi yang bertujuan untuk terapi dapat diaplikasikan
ketika seseorang petugas kesehatan memberikan asuhan keperawatan atau intervensi
lainya kepada klien.
1. Komunikasi Terapeutik saat Persalinan
Kegiatan komunikasi terapeutik pada ibu melahirkan adalah kegialan yang
meliputi pemberian bantuan pada ibu yang akan melahirkan dengan membimbing
ibu agar dapat melewati proses persalinannya dengan lancar.
Komunikasi terapeutik mempunyai beberapa tujuan seperti berikut ini.
a) Membantu klien memperjelas serta mengurangi beban perasaan dan pikiran
selama proses persalinan.
b) Membantu klien agar dapat mengambil tindakan yang efektif.
c) Membantu memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan diri sendiri untuk
kesejahteraan ibu dan suksesnya proses persalinan.
Komunikasi terapeutik dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan seperti
berikut:
a) Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien
b) Bidan atau perawat menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan
verbal yang positif.
c) Kehadiran, merupakan bentuk keterampilan aktif yang meliputi tindakan-
tindakan dalam mengatasi semua kekacauan atau kebingungan dan juga
memberikan perhatian total pada klien. BiIa memungkinkan anjurkan
pendamping untuk mengambil peran aktif dalam asuhan.
d) Mendengarkan, seyogyanya bidan atau perawat selalu mendengarkan dan
memperhatikan keluhan klien.
e) Sentuhan, dapat diberikan ketika mendampingi yang bersalin. Komunikasi
non-verbal kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-kata. Sentuhan bidan
terhadap klien memberikan rasa nyaman serta dapat membantu relaksasi.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 76


f) Memberikan informasi tentang kemajuan persalinan. Hal ini diupayakan
untuk memberi rasa percaya diri bahwa klien dapat menyelesaikan
persalinannya. Pemahaman yang baik terhadap suatu hal dapat mengurangi
kecemasan seseorang dan juga dapat mempersiapkan seseorang untuk
menghadapi apa yang akan terjadi. Informasi Yang diberikan pada klien dapat
diulang beberapa kali dan jika mungkin dapat diberikan secara tertulis.
g) Memandu persalinan dengan instruksi khusus, seperti memandu untuk
bernafas, relaksasi, atau melakukan gerakan tertentu. Sebagai contoh, bidan
meminta klien untuk meneran ketika ada kontraksi (his) muncul, lalu bidan
mengatakan pada ibu untuk benafas pajang dan rilek saat his menghilang.
h) Melakukan kontak fisik dengan klien. Kontak flsik dapat dilakukan dengan
menggosok punggung, memeluk, dan menyeka keringat serta membersihkan
wajah klien.
i) Memberikan pujian. Pujian diberikan pada klien atas usaha yang telah
dilakukannya.
j) Memberikan ucapan selamat pada klien atas kelahiran putranya dan
menyatakan ikut berbahagia.
k) Komunikasi terapeutik pada ibu yang mengalami gangguan psikologi saat
persalinan dapat dilakukan oleh bidan dengan bersikap layaknya orang tua
dewasa, karena suatu ketika bidan harus memberikan pertimbangan pada
kliennya.
2. Komunikasi Terapeutik pada lbu Nifas
Komunikasi tempeutik salah satunya bertujuan untuk menciptakan hubungan baik
antara bidan atau perawat dengan klien dalam rangka mencapai kesembuhan
klien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti, mendorong ibu agar mampu
meredakan segala ketegangan emosinya, memberikan dukungan terhadap
tindakan-tindakan konstruktif yang telah ibu lakukan, dan selalu berusaha untuk
memahami kondisi ibu.
3. Komunikasi Terapeutik pada Klien dengan Insomnia dan Gangguan Konsep Diri
di Masa Menopause
Pada masa menopause terjadi beberapa perubahan yang dapat menimbulkan
gangguan terhadap fungsi fisiologis tubuh. di antaranya insomnia, gangguan
konsep diri, dan infantile. Berikut ini beberapa cara guna mengatasi gangguan-
gangguan tersebut:
a) Kebiasaan tidur dan tumbuhkan sikap disiplin dalam menjalankannya, seperti
membaca bacann ringan, menonton TV, membuat acara yang santai bersama
anggota kaluarga lainnya mendengarkan musik yang menyenangkan
b) Biasakan makan yang cukup. Jangan makan terlalu banyak tetapi jangan juga
makan terlalu sedikit karena akan mengganggu tidur.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 77


c) Atur kenyamanan diri. Pastikan ruangan jangan terlalu panas atau dingin
selain itu, kamar juga harus dan rapih
d) Dapatkan udan legar. Jangan tidur dengan selimut menutupi kepala karena
akan mengurangi asupan oksigen dan meningkatkan karbondioksida yang
dihirup
e) Batasi minum atau asupan cairan setelah pukul 16.00 karena akan
meningkatkan keinginan untuk buang air kecil (BAK) ketika malam hari.
f) Jemihkan pikiran. Cobalah menyelesaikan masalah pada siang hari dan
singkirkan semua kecemasan sebelum tidur.
g) Menunda jam tidur dan juga jangan membiasakan diri untuk tidur siang.
h) Mengerti dan menerima diri sendiri dengan tulus ikhlas karena hal tersebut
merupakan fitrah dari Tuhan.
i) Aktivitas sosial dan agama dapat memberikan kepuasan batin, memperkaya
iman dan memberikan rasa berserah diri kepada-Nya.
j) Ketenangan dalam keluarga yaitu adanya pengertian dan dorongan anggota
keluarga dapat membantu dan mengurangi gejala yang timbul, sehingga
masalah akan terasa ringan dan akhirnya akan membawa kebahagiaan.
k) Pengobatan dengan estrogen dan kombinasi psikoterapi.
h. Analisis Proses Interaksi
Dalam melakukan komunikasi terapeutik, penting bagi perawat dan bidan untuk
memahami analisis proses interaksi. Analisi proses interaksi (API) adalah seperangkat
alat kerja yang dipakai perawat untuk memahami interaksi yang terjadi antara perawat
dengan klien. analisis proses interaksi mempunyai tujuan yaitu:
a) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi
b) Meningkatkan kepekaan perawat terhadap kebutuhan klien
c) Mempermudah perkembangan dan perubahan pendekatan perawatan terhadap
klien
d) Membantu perawat dalam penerapan asuhan keperawatan

Adapun variabel dari analisis proses interaksi (API) adalah komunikasi verbal,
komunikasi nonverbal, analisis berpusat pada klien, analisis berpusat pada perawat,
dan rasional.
Format Analisis Proses Interaksi (API) dan PetunjukT eknis Pengisian Format API
a. Inisial Klien : ……………………………………………………
(tulis inisial, bukan nama lengkap, misal: Tn. X. NY. Y)
b. Interaksi :…………………………………………………….
(pertemuan keberapa dan fase hubungan)
c. Lingkungan :……………………………………………………
(tempat interaksi, situasi tempat interaksi:ramai atau tenang,
posisi perawat dan klien: berhadapan atau membelakangi)

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 78


d. Deskripsi Klien : …………………………………………………
(penampilan umum ldien)
e. Tujuan lnteraksi : ………………………………………………..
(tujuan yang akan dicapai selama 20-30 menit, berfokus pada
klien terkait dengan proses keperawatan, missal klien mengenal
perawat dan mengungkapkan masalahnya)
f. Komunikasi Verbal :………………………………………………
(apa yang diucapkan oleh perawat, apa yang didengar dari
klien)
g. Komunikasi non-verbal :………………………………………….
(menggambarkan tingkah laku atau sikap klien selama
berinteraksi)
h. Analisis Berpusat pada Perawat: ...............................................…
(pusatkan analisis proses yang berhubungan dengan
komponen sebagai berikut: perasaan sendiri, tingkah laku
non-verbal, isi pembicaraan yang muncul atau terselubung,
tujuan interaksi, dan hal-hal yang mengubah interaksi)
i. Analisis Berpusat pada Klien: ....................................................
(analisis bisa terdiri dari komponen sebagai berikut: tingkah
laku non-verbal, isi pembicaraan yang muncul, perasaan
klien, dan kebutuhan klien)
j. Rasional : .......................................................................
(merupakan sintesis dan terapan teori pada proses
interpersonal)

Contoh Format dan petunjuk teknis pengisian API


Nama perawat : Aisyah, Amd. Keb
Tanggal : 2 Oktober 2018
Pukul : 09.30-10.45 wib
Tempat : Ruang W
Inisial klien : Ny. Q
Interaksi : Fase prainteraksi
Lingkungan : Rung rawat inap berdampingan denga lklien,
interaksi berlangsung di tempat tidur, dan
suasana tenang
Diskripsi klien : Penampilan kurang rapi, berpakaian seadanya,
kulit kurang bersih dan ekspresi wajah tenang
Tujuan interaksi : Klien mengenal perawat dan mengungkapkan
permasalahnnya secara terbuka

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 79


Komunikasi Komunikasi Analisis Analisis Rasional
Verbal Non-Verbal Berpusat Pada Berpusat Pada
Perawat Klien
P : Selamat P: Memendang P: Merasa K: Merasa Merupakan kalimat
pagi ibu Q klien dan belum siap dan belum mengerti pembuka untuk
tersenyum ragu untuk tentang maksud memulai percakapan
K: ekspresi memulai kedatangan dan salah satu
wajah datar interaksi perawat metode membina
K: Selamat P: Memandang P: Merasa K: Masih hubungan baik dan
pagi, bu klien dan senang atas bertanya-tanya saling percaya
tersenyum tanggapan klien maksud bidan-klien
K: tersenyum dan mulai kedatangan
ragu merasa yakin perawat

D. Test Formatif
Pada akhir perkuliahan, mahsiswa diberikan pertanyaan-pertanyan terkait dengan materi
yang telah diberikan
1. Jelaskan konsep komunikasi terapeutik
2. Jelaskan strategi komunikasi terapeutik

E. Daftar Pustaka
1. Priyanto A. (2012). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
2. Taufik M, Julaiani. (2011). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 80


KEGIATAN BELAJAR V
KOMUNIKASI PUBLIK

A. Alokasi waktu
100 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu:
1. Memahami pengertian komunikasi publik
2. Memahami karakteristik komunikasi publik
3. Memahami penyampaian komunikasi publik

C. Uraian Materi
1. Pengertian Komunikasi Publik
Komunikasi publik adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang berada
dalam sebuah organisasi atau yang di luar organisasi, secara tatap muka atau melalui
media.
Pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi publik merupakan suatu komunikasi
yang dilakukan di depan banyak orang. Dalam komunikasi publik pesan yang
disampaikan dapat berupa suatu informasi, ajakan, gagasan. Sarananya, bisa media
massa, bisa pula melalui orasi pada rapat umum atau aksi demonstrasi, blog, situs jejaring
sosial, kolom komentar di website/blog, e-mail, milis, SMS, surat, surat pembaca,
reklame, spanduk, atau apa pun yang bisa menjangkau publik. Yang pasti, Komunikasi
Publik memerlukan keterampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat
disampaikan secara efektif dan efisien. Komunikasi publik sering juga disebut dengan
komunikasi massa. Namun, komunikasi publik memiliki makna yang lebih luas
dibanding dengan komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan komunikasi yang
lebih spesifik, yaitu suatu komunikasi yang menggunakan suatu media dalam
menyampaikan pesannya.
2. Karakteristik Komunikasi Publik
Ciri-ciri komunikasi public yang membedakan dengan komunikasi yang lainnya
adalah:
a. Satu pihak (pendengar ) cenderung lebih pasif. Dalam khotbah Jumat, jamaah
merupakan pendengar yang sifatnya pasif yang hanya menerima pesan dari
komunikator/khotib.
b. Interaksi antara sumber dan penerima terbatas. Dalam khotbah Jumat, khotib dan
jamaah tidak dapat melakukan interaksi yang lebih intens lebih dari sekedar sebagai
speaker dan listener.
c. Umpan balik yang diberikan terbatas. Dalam khotbah Jumat, umpan balik yang
diberikan oleh jamaah tidak sekompleks umpan balik yang diberikan dalam

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 81


komunikasi interpersonal, dalam khotbah Jumat jamaah dilarang berbicara sehingga
hal tersebut membuat jamaah tidak dapat memberikan umpan balik yang banyak.
d. Dilakukan di tempat umum seperti di kelas, auditorium, tempat ibadah. Khotbah
Jumat dilakukan di tempat public berupa masjid sebagai tempat ibadah umat Islam.
e. Dihadiri oleh sejumlah besar orang. Khotbah Jumat di masjid al-Muqimin dihadiri
oleh banyak orang.
f. Biasanya telah direncanakan. Khotbah Jumat merupakan agenda yang telah
direncanakan sebelumnya, sebagai ibadah rutin yang dilaksanakan setiap hari Jumat.
g. Sering bertujuan untuk memberikan penerangan, menghibur, memberikan
penghormatan dan membujuk. Khotbah Jumat memiliki tujuan untuk memberikan
pemahaman, serta pengetahuan.
3. Penyampaian Komunikasi Publik
Persiapan komunikasi publik yang baik hendaklah diikuti dengan cara penyampaian yang
baik sehingga memungkinkan komunikasi itu efektif. Kualitas penyampaian komunikasi
publik ditentukan oleh pesan yang sengaja dimaksudkan dan juga oleh pesan yang tidak
sengaja disampaikan. Pembicara bertanggung jawab memberikan presentasi yang
berharga dalam arena itu bertanggung jawab untuk menyampaikan seefektif mungkin.
Untuk menyampaikan persentasi lisan dengan baik perlu diperhatikan beberapa hal
seperti berikut:
a. Kontak Mata Kontak mata adalah teknik komunikasi nonverbal yang sangat
membantu si pembicara dalam menjelaskan idenya kepada pendengar. Di samping
mempunyai kekuasaan yang membujuk, kontak mata juga membantu untuk menjaga
perhatian pendengar. Seorang pembicara yang berhasil harus menjaga kontak mata
dengan pendengarnya. Untuk mendapatkan hubungan dengan pendengar si
pembicara harus menjaga kontak mata langsung dengan pendengar kira-kira 75%
dari waktu persentasinya. Kontak mata dengan pendengar membantu si pembicara
mengetahui dan memonitor pendengar dan merupakan balikan bagi si pembicara
mengenai pesan yang disampaikan.
b. Vokalik Kecepatan berbicara, nada dan irama suara, serta penekanan pada kata-kata
tertentu perlu diperhatikan dalam komunikasi publik. Komunikasi publik yang
disampaikan dengan suara yang jelas dan enak didengar dapat memukau pendengar.
Tetapi sebaliknya komunikasi publik yang disampaikan dengan suara yang tidak
bervariasi, monoton akan membosankan para pendengarnya, sehingga mengurangi
perhatian pendengar.
c. Ketepatan Seringkali suatu komunikasi publik disampaikan dalam situasi informal
atau dalam suasana pendengar rileks, maka penyampaian komunikasi publik
hendaknya disesuaikan dengan situasi tersebut. Begitu juga sebaliknya, bila kondisi
formal maka cara penyampaian komunikasi publik juga bersifat formal. Di samping
mempertimbangkan kondisi dan topik pembicaraan, juga dipertimbangkan apa yang
diharapkan si pendengar untuk didengar.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 82


d. Perencanaan Kunci strategi yang terbaik adalah perncanaan. Oleh karena itu sebelum
penyampaian komunikasi publik, si pembicara terlebih dahulu telah membuat
perencanaan yang matang. Pilihan topik pembicaraan yang cocok untuk diberikan
pada pendengar dengan berdasarkan analisis pendengar. Persiapkan materi yang
diperlukan dan rencanakan bagaimana strategi penyampaian yang cocok dengan
pendengar.

D. Test Formatif
Pada akhir perkuliahan, mahsiswa diberikan pertanyaan-pertanyan terkait dengan materi
yang telah diberikan
1. Jelaskan pengertian komunikasi publik
2. Jelaskan kerakteristik komunikasi publik
3. Jelaskan tepenyampaian komunikasi publik

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medik

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 83


KEGIATAN BELAJAR VI
PRAKTIK KOMUNIKASI INTEPERSONAL

A. Alokasi Waktu
360 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Membangun rasa percaya diri untuk berkomunikasi
2. Berani berkomunikasi dengan orang lain
3. Memiliki kemampuan mendengar secara aktif dengan tepat (Perform appropriate active
listening skill)
4. Menjelaskan 4 bentuk keterampilan mendengar
5. Menjelaskan alasan pentingnya empati dengan mempraktekkan mendengarkan aktif
(merangkum dan merefleksikan perasaan)
6. Mempraktekkan perilaku dan sikap mendengar aktif bersama rekan

C. Uraian Materi
Komunikasi intrapersonal adalah penyampaian pesan seseorang kepada dirinya
sendiri. Sedangkan komunikasi interpersonal adalah Penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain, bersifat dua arah, secara verbal maupun non verbal. Misalnya :
komunikasi antara bidan dengan klien. Komunikasi intrapersonal yang baik memberikan
dasar bagi komunikasi interpersonal yang baik. Salah satu output dari komunikasi
intrapersonal adalah kepercayaan diri dan keberanian untuk berkomunikasi. Bersamaan
dengan itu, diperlukan kemampuan mendengar yang baik, sehingga tercipta komunikasi dua
arah yang baik pula. Untuk meningkatkan kepercayaan diri, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Mengatur fisiologi tubuh seperti mengatur nafas, mengatur gerakan kaki atau tangan
yang tidak perlu dan tidak disadari
2. Melakukan proses kognitif di dalam pikiran seperti : defusi (Bicaralah dalam hati :
“thank you mind, thank you for sharing”), kepasrahan – sikap nothing to loose
(Bicaralah dalam hati : “Ya Tuhan aku memang gugup tapi aku pasrahkan kepada-Mu”)
3. Menceritakan kelebihan diri dan mengakses keberhasilan masa lalu sehingga timbul self
esteem (kebanggaan diri). Ingatlah.... bahwa bangga berbeda dengan sombong
4. Hindari bersikap perfeksionis karena SEMPURNA itu JEBAKAN. Tidak ada kegagalan
dalam berbicara, yang ada hanyalah feedback.
Klien sangat merasa dihargai oleh bidan yang mendengar mereka dengan positif dan
penuh empati. Mendengar adalah keterampilan komunikasi yang paling banyak dibanding
dengan keterampilan komunikasi yang lain. Penelitian Barker (1980) menunjukkan bahwa:
1. 53 % komponen komunikasi adalah mendengar

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 84


2. 17 % membaca
3. 16 % berbicara
4. 14 % menulis
Oleh karena itu keterampilan mendengar adalah keterampilan dasar yang sangat
bermanfaat (valuable skill) yang harus dipelajari. Empat bentuk Mendengarkan :
1. Mendengarkan pasif (diam)
2. Memberi tanda perhatian verbal seperti : oh gitu, ya, terus
3. Membuka pintu, undangan untuk berbicara yaitu mengajukan pertanyaan untuk
mendalami dan klarifikasi
4. Mendengar aktif/ Active listening (respon empati) : memberikan umpan
balik/merefleksikan isi ucapan dan perasaan yaitu : merangkum, merefleksikan isi
ucapan (paraphrasing) dan terutama refleksi perasaan. Disertai dengan tanggapan non
verbal yang sesuai
Keterampilan observasi
1. Tanda-tanda ketegangan
a. Air mata (mata berkaca-kaca)
b. Berkeringat
c. Tremor bibir dan tangan
d. Mulut dan bibir menjadi tegang
e. Postur tubuh tegang, menunjukkan waspada
f. Muka pucat dan memerah
g. Bicara dengan sangat perlahan, amat sangat “tenang” hamper tidak ada gerakan,
sangat formal
2. Tiga hal-hal yang diamati
a. Tingkah laku non verbal
1) Penampilan umum? Rapi/lusuh
2) Cara menatap/pandangan mata? (menatap/tidak, melihat kebawah/kearah sudut
ruang)
3) Bahasa tubuh (postur kaku/ terlalu banyak gerak/ ada gerakan tertentu/tidak
bertenaga, tegang, dsb)
4) Kualitas suara dan gaya bicara?
5) Suara keras/lemah, intonasi jelas/gemetar, gagap/tegas, dsb)
b. Tingkah laku verbal
1) Kata-kata kunci
2) Penjelasan-penjelasan
3) Kapan beralih topik
4) Pertanyaan yang diajukan
c. Kesenjangan tingkah laku verbal dan non verbal
1) Kesesuaian tingkah laku verbal dan non verbal
2) Kesesuaian antara dua buah pertanyaan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 85


3) Kesesuaian antara apa yang diucapkan dan apa yang dikerjakan
Keterampilan mendengarkan dan bertanya aktif
1. Empat bentuk mendengarkan
a. Mendengarkan pasif (diam)
b. Memberi tanda perhatian verbal seperti yaa, lalu; oh, begitu.
c. Membuka “pintu” atau undanga untuk bicara, yaitu mengajukan untuk mendalami
dan klarifikasi
d. Mendengar aktif, memberikan umpan balik atau merefleksikan isi ucapan dan
perasaan yaitu: merangkum, merefleksikan isi ucapan (paraphrasing) dan terutama
adalah refleksi perasaan.
2. Tips dalam mendengar aktif
a. Terima klien apa adanya. Harga klien sebagai individu yang berbeda dari individu
lainnya
b. Dengarkan apa yang dukatakan klien dan bagaimana ia mengatakan ha itu.
Perhatikan intonasi suara, pemilihan kata , skspresi wajah dan gerakan-gerakan tubuh
c. Tempatkan diri pada posisi klien selama mendengarkan
d. Kadang-kadang lakukan mendengar pasif (diam). Beri waktu pada klien untuk
berfikir, bertanya dan berbicara sesuai dengan kecepatan klien.
e. Dengarkan klien dengan seksama, jangan berfikir apa yang akan anda katakana
selanjutnya
f. Lakukan pengulangan atau refleksikan apa yang anda dengar, sehingga anda maupun
klien tahu bahwa anda sudah paham
g. Duduk menghadap klien dengan nyaman, hindari gerakan yang mengganggu, tatap
dan perhatikan klien ketika berbicara.
h. Tunjukkan tada perhatian variable (hmm; yaa; lalu, terus…oh begitu) dan non
variable (sesekali mengangguk)
3. Tips dalam bertanya yang aktif
a. Gunakan intonasi suara yang menu jukkan perhatian, minat dan keakraban
b. Gunakan kata-kata yang dipahami klien
c. Ajukan pertanyaan satu persatu. Tunggu jawaban dengan penuh minat, jangan
memotong.
d. Gunakan kata-kata yang mendorong klien untuk tetap berbicara seperti”dan?”;
“bagaimana?”; “lalu?”; “mkasusdnya?”
e. Bila harus mennanyakan hal-hal yang sangat pribadi, jelaskan mengapa hal itu harus
ditanyakan.
f. Hindari penggunaan kata tanya “mengapa”. Karena kemungkinan klien dapat
merasakan “disalahkan”
g. Ajukan peranyaan yang sama dengan berbagai cara bila klien belum paham
h. Hindari pentanyaan yang mengarakan
i. Gunakan “Pertanyaan Terbuka” karena lebih efektif dari pada “Pertanyaan Tertutup”

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 86


4. Contoh kasus
Ibu Ari berkata:
“Saya tidak tahu harus bagaimana, rumah saya cukup jauh, dalam keadaan hamil tujuh
bulan rasanya berat harus pergi ke bidan sendiri. Suami saya seperti tidak peduli, dia sulit
sekali diminta untuk mengantar, selalu ada saja alasanya. Sudah sering saya mengeluh,
tapi tidak juga berubah. Sebagai istri, saya ingin diperhatikan. Dia memang sering tidak
mendengarkan kata-kata saya, suami saya sepertinya hanya takut kepada ibunya. Menurut
bu bidan, apa yang harus saya lakukan”.
Contoh tanggapan
a. “Yaa, ibu lebih baik minta tolong mertua saja kalua begitu” (menasehati)
b. “Sama dengan saya, waktu saya hamil suami saya juga tidak memperhatikan.”
(pengungkapan diri untuk menunjukkan simpati)
c. “Oh begitu, ya (sambal mengerjakan sesuatu) (tidak memperdulikan)
d. “Ibu harus bis meyakinkan suami” (memrintahkan)
e. “Hati-hati lho, jangan-jangan dia sudah bosan dnegan ibu” (memperingati,
menakut-nakuti)
f. “Itulah bu, ibu harus banyak berdoa. Itu cobaan buat ibu, pasti ada hikmahnya”
(berkhotbah)
g. “Ibu sih, kurang perhatian kepada suami” (megkritik, mengadili)
h. “Ya, ibu kok mau saja diiperlakukan seperti itu”. (mempermalukan , mengejek)
i. “Barangkali ibu kurang membujuk suami!” (menganalisa)
j. “Saya iskut sedih mendengarnya” (menunjukkan simpati)
k. “Apakah ibu pernah minta tolong mertua untuk menasehati suami?” (bertanya)
l. “Putra ibu yang pertama sudah besar tentunya, ya!” (mengalihkan perhatian)
m. “Ibu tidak tahu harus berbuat bagaimana agar suami memperhatikan ibu?”
(merefleksi isi, meragukan)
n. “ibu merasa kesal dan bingung karena sikap suami ibu?” (merefleksikan perasaan)
Hal-hal yang harus dihindari dalam proses active listening:
1. Menasehati
2. Pengungkapan diri untuk menunjukkan simpati
3. Tidak peduli
4. Memerintah
5. Menakut-nakuti
6. Berkhotbah
7. Mengadili
8. Mengejek
9. Menganalisa
10. menunjukkan simpati
11. Mengalihkan perhatian
Tanggapan yang LEBIH TEPAT adalah dengan cara:

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 87


1. Merefleksi isi, merangkum
Refleksi isi adalah merefleksi isi percakapan pasien dengan mengungkapkan kembali
dengan kata-kata lain apa yang dianggap sebagai inti (Parafrasing) dari apa yang baru
dikatakan pasien. Merefleksi isi adalah menggunakan sebagian dari kata-kata bidan yang
ditambah dengan kata-kata pasien.
Cara melakukan refleksi isi (Parafrasing) adalah dengan menggunakan kata-kata
seperti :
“Jadi dengan kata lain......”
“Dari yang saya tangkap maksud ibu....”
“Jadi yang terjadi adalah......”
“Maksud ibu, bahwa......”
Refleksi isi kegiatan menyatakan kembali ucapan/ pesan klien dengan menggunakan
kata-kata lain, memberi masukan kepada klien tentang inti ucapan yang baru dikatakan klien
dengan cara meringkas dan mmeprluas ucapan klien
Contoh:
Klien : “Tiap hari saya selalu disibukkan dengan memasak, mencuci pakaian, menimba air,
belum lagi membersihkan rumah yang selalu kotor, dalam keadaan hamil seperti ini
saya ingin meminta bantuan suami untuk mengerjakan pekerjaan rumah, tapi pa dia
mau, dia sering mengatakan pekerjaan rumah adalah pekerjaan perempuan, padahal
mestinya tidak begitu kan, bu. Namanya berumah tangga, ya sama-sama, yak an bu,
apalagi saya sedang hamil begini”.
Bidan : “Ibu ingin minta bantuan suami mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang terasa
berat dalam keadaan hamil seperti sekarang ini, tapi tidak yakin suami mau!”

2. merefleksikan perasaan
Refleksi perasaan berhubungan dengan emosi dari pasien. Perasaan utama pasien
telah terpantau oleh bidan. Bidan mengamati verbal dan non verbal pasien kemudian
mengatakan perasaan tersebut misalnya,”ibu sepertinya bingung.....”, “ya saya mengerti ibu
khawatir....”.
Refleksi perasaan harus dilakukan dengan respon non verbal yang sesuai. Ada
beberapa respon non verbal yaitu :
1. Proksemik : Jarak (contoh : bidan mendekat)
2. Kinesik (Fasial/wajah dan Gestur/Gerakan sebagian anggota badan (contoh : bidan
condong ke depan dan mimik wajah serius/prihatin)
3. Paralingustik : tinggi rendah, tempo, nada, ritme suara (contoh : bidan memelankan suara
saat pasien sedih)
Mengungkapkan perasaan klien yang teramati oleh konselor dari intonasi suara, raut
wajah dan Bahasa tubuh klien maupun dari hal-hal yang tersirat dari kata-kata variable klien
Contoh:

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 88


Klien : ““Tiap hari saya selalu disibukkan dengan memasak, mencuci pakaian, menimba
air, belum lagi membersihkan rumah yang selalu kotor, dalam keadaan hamil
seperti ini saya ingin meminta bantuan suami untuk mengerjakan pekerjaan
rumah, tapi pa dia mau, dia sering mengatakan pekerjaan rumah adalah pekerjaan
perempuan, padahal mestinya tidak begitu kan, bu. Namanya berumah tangga, ya
sama-sama, yak an bu, apalagi saya sedang hamil begini”.
Bidan : “Ibu merasa kesal dengan sikap suami yang tidak membantu ibu mengerjakan
pekkerjaan rumah tangga dalam keadaan hamil seperti sekarang ini!”
Persamaan dan perbedaan merangkum dengan merefleksikan isi
Merangkum hampir sama dengan refleksi isi, namun beda. Perbedaanya adalah bahwa
merangkum dilakukan setelah beberapa waktu yang lebih lama dan nmencakup beberapa
informasi yang diucapkan klien. Merangkum mungkin bias digunakan diawal dan akhir dari
percakapan, untuk transisi (peralihan) antar topik, atau untuk memberikan pejelasan panjang
terhadap masalah klien yang rumit
Empati
Mendengar aktif adalah sebuah bentuk dari sikap empati. Komunikasi antara bidan dan klien
dapat berjalan efektif jika bidan dapat memberikan sikap/respon empati kepada klien yang
dihadapi. Empati adalah kemampuan bidan untuk menempatkan diri pada situasi atau
kondisi yang dialami klien sehingga bidan tanpa harus larut dalam suasana hati klien.
Empati merupakan tingkatan tertinggi dari proses rapport (jalinan hubungan) antara seorang
bidan dengan kliennya. Respon empati dapat dilakukan melalui mendengar empati dan
berbicara empati kepada klien. Mirip dengan mendengar, empati juga memiliki beberapa
tahapan yang akan dijelaskan dalam kuliah. Byloun and Makoul (2002) dimana terdapat 6
level empati yaitu :
1. Level 0 : Bidan menolak sudut pandang pasien
2. Level 1 : Bidan mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu
3. Level 2 : Bidan mengenali sudut pandang pasien secara implisit
4. Level 3 : Bidan menghargai pendapat pasien
5. Level 4 : Bidan mengkonfirmasi kepada pasien
6. Level 5 : Bidan berbagi perasaan dan pengalaman
Fieldman dan Christensen (2008) memberikan 5 keterampilan empatik yang mudah
dipahami dan dipraktekkan :
1. Reflection : “Ibu tampak sedih”
2. Validation : “Saya mengerti bapak marah dengan kondisi ini”
3. Support :”Bapak telah melakukan hal yang baik dalam mengatasi kesedihan bapak” 
Partnership : “Kita dapat bekerjasama untuk membuat ibu merasa lebih baik”
4. Respect :”Anda telah melakukan perbuatan yang penuh kebaikan kepada pesaing anda.
Selain itu, diperlukan respon non verbal yang sesaui. Antara lain :
1. Mencondongkan badan ke arah klien
2. Menganggukkan kepala

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 89


3. Kontak mata
4. Mimik muka perhatian dan merasakan apa yang dirasakan klien

D. Petunjuk tugas
1. Tugas individu
2. Baca scenario dengan cermat
3. Kerjakan isian refleksi dalam tabel
4. Skenario
a. SKENARIO 1
Klien berkata: “Saya tidak tahu harus bagaimana, rumah saya jauh, dalam keadaan
hamil tujuh bulan rasanya berat bila harus pergi ke bidan sendiri. Suami saya seperti
tidak peduli, dia sulit sekali diminta untuk mengantar, selalu ada saja alasanya. Sudah
sering saya mengeluh, tapi dia tidak juga mau berubah. Sebagai istri, saya ingin
diperhatikan. Apalagi ini kehamilan pertama. Dia memang sering tidak mendengarkan
kata-kata saya, suami saya sepertinya hanya takut kepada ibunya. Menurut bidan apa
yang harus saya lakukan?
b. SKENARIO 2
Pasien: “Sudah empat minggu saya tidak berbicara dengan suami saya, saya merasa
dia tidak lagi mencintai saya, dia lebih mencintai pekerjaannya, tidak memperdulikan
lagi anak istrinya, bagaimana saya tidak marah waktu itu, dok. Saya hanya minta dia
ke sekolah anak kami yang pertama sebentar saja memenuhi panggilan guru, eh dia
tidak mau, padahal dia tahu saya sedang merawat anak kedua kami yang demam dan
saya sedang mual-mual karena hamil jalan dua bulan, coba bidan bayangkan!”
c. SKENARIO 3
Pasien: “Aduh, bu Bidan. Sembelit saya koq seperti nya tambah parah ya. Tubuh saya
seperti berat rasanya. Rasanya tidak enak sekali, perut rasanya penuh dan kembung
terus. Padahal kan tiap hari saya makan terus tetapi keluarnya sekarang 3 hari sekali.
Kerja rasanya tidak enak, menggerakkan badan rasanya malas. Apa karena saya hamil
ya? Tapi dulu yang anak pertama ndak gini, bu Bidan. Bagaimana ya?”
5. Tabel refeksi
No Kasus Tulis refleksi isi yang akan Anda Tulis refleksi perasaan yang
katakan akan Anda katakan
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 90


2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 91


KEGIATAN BELAJAR VII
PRAKTIK MEMBINA HUBUNGAN BAIK

A. Alokasi Waktu
480 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Membiasakan berpenampilan pantas dan sopan sebagai layaknya seorang tenaga
kesehatan profesional
2. Memahami sikap dan perilaku dasar yang dibutuhkan dalam membina hubungan baik
(rapport building)
3. Menerapkan perilaku dasar dalam membina hubungan baik (rapport building)
4. Menciptakan hubungan baik bidan-klien
5. Memulai suatu wawancara dalam konteks pelayanan kesehatan atau konsultasi bidanklien
dengan baik

C. Uraian Materi
Rapport Building atau membangun kedekatan adalah hal mendasar dalam hubungan
bidan dengan klien. Hubungan yang baik dibangun dari kesan pertama. Kesan pertama turut
menentukan tingkat kepercayaan klien terhadap bidan yang menanganinya. Salah satu hal
yang dilihat klien dari diri tenaga kesehatan yang menanganinya adalah penampilan.
Penampilan merupakan salah satu bentuk komunikasi non verbal yang memiliki pengaruh
besar terhadap persepsi seseorang terhadap lawan bicara. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa standar layak penampilan tenaga kesehatan menurut persepsi masyarakat meliputi :
1. Berpenampilan formal (baik dari segi pakaian dan sepatu). Dalam hal ini, pemakaian rok
lebih disukai bagi tenaga kesehatan perempuan). Sepatu yang dimaksud di sini adalah
yang menutupi tumit.
2. Mengenakan jas putih
3. Rapi, baik dalam hal pakaian maupun rambut
4. Bersih
5. Asesoris dan dandanan yang wajar
6. Sopan, tidak bertentangan dengan norma sosial / budaya lokal
7. Mengenakan kartu identitas
Menyambut klien
1. Teknik
a. Sambutan yang mengesankan
b. Sambut dengan wajah ceria
c. Jemput atau sambut dengan penuh kehangatan
d. Sambutan yang penuh kesiapan dan menerima klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 92


e. Dapatkan informasi siapa namanya
f. Kemukakan apa yang bisa saya bantu
2. Menerima
a. Menerima klien dengan berbagai keunikannya
b. Menerima tanpa syarat
c. Menerima sepenuh hati (siap untuk melayani) klien
3. Bukti-bukti penerimaan (pandangan pertama dan suara hati)
a. Penampilan jasmaniah
b. Gaya dan sikap
c. Gerakan isyarat
d. Sikap badan
e. Suasana lingkungan
f. Perbedaan status sosial
4. Jarak dan sikap duduk
a. Jarak 90cm s.d. 1 meter berhadap-hadapan
b. Konselor duduk agak condong kedepan ke arah klien
c. Duduk dalam suasanan tenang, tidak memegang sesuatu
d. Duduk tidak bersandar dan tidak mengoyang-goyang kaki
5. Kontak mata
a. Konselor tidak melihat kepada salah satu titik pada klien
b. Melihat sebatas pasphoto
c. Tidak menatap mata klien dengan tatapan tajam
Tiga hal penting perlu diperhatikan agar hubungan baik
1. Menunjukkan tanda perhatian verbal
2. Menjalin kerjasama
3. Memberikan respon yang posistif: pujian dan dukungan
Penerepan pujian dan dukungan
1. Memberi pujian : mengungkapkan persetujuan atau kekaguman sehingga mendorong
tingkah laku yang baik, penghargaan terhadap tindakan /usaha yang telah dilakukan
klien dengan baik
2. Memberi dukungan : memberikan dorongan, kepercayaan dan harapan. Bidan meng-
ungakp kata-kata agar klien tahu bahwa bidan percaya klien dapat mengatasi masalah
dan membantu klien mengatasi masalah.
Perilaku respon positif mendukung terciptanya hubungan baik
1. Bersalaman dengan ramah
2. Mempersilahkan duduk
3. Bersabar
4. Tidak meinterupsi/ memotong pembicaraan klien
5. Menjaga kerahasiaan
6. Tidak melakukan penilaian

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 93


7. Mendengarkan dengan penuh perhatian
8. Menanyakan alasan kedatangan klien
9. Menghargai apapun pertanyaan maupun pendapat klien

Membina hubungan terapeutik dengan klien dapat dimulai sejak awal wawancara.
Salah satu tujuan melakukan wawancara dengan klien adalah menggali informasi lebih
dalam tentang kondisi klien sehingga seorang bidan dapat memberikan bantuan yang tepat.
Informasi yang didapat diusahakan harus akurat, lengkap dan relevan. Untuk mendapatkan
informasi tersebut dibutuhkan hubungan yang baik antara bidan dan klien.
Setting Interview :
1. Penampilan professional sebagai tenaga kesehatan
2. Privasi klien penting diperhatikan
3. Klien yang berbaring ditempat tidur berbeda cara melakukan komunikasi dengan klien
yang bisa duduk/berdiri, informasi menjadi sensitif bila dapat didengarkan/ di ketahui
oleh klien sebelahnya melalui gorden. Jika tidak menemukan seting yang tepat, cari
alternative ex: bawa ketempat/ ruang interview yang lebih privasi.
4. Yakinkan lingkungan: penerangan, suhu dan semuanya nyaman.
5. Penataan tempat duduk sangatlah penting, ada tiga macam cara penataan tempat
wawancara bidan-klien :
a. Bidan dan klien duduk berhadapan dengan ada pembatas meja.
b. Duduk menyamping di sudut meja.
c. Duduk berhadapan tanpa ada pembatas meja. Jarak bidan klien 4-9 feet (1- 2 m)
Memulai wawancara :
Langkah-langkah memulai wawancara:
1. Setting kenyamanan klien
2. Disapa dengan memanggil nama (tahu dari catatan status klien atau dari asisten) dan diajak
berjabat tangan, hal ini untuk membangun suatu keakraban
3. Ditunjukkan tempat duduknya (Ex: ”mari silahkan duduk...”)
4. Bidan / pewawancara memperkenalkan diri dan menjelaskan prosedur pemeriksaan
5. Berikan pertanyaan awal yang sederhana dan mudah (menanyakan sakit apa, sudah berapa
lama, apa yang dikeluhkan dsb )
6. Bidan/ pewawancara berikan perhatian / tertarik pada jawaban jawaban yang diberikan
klien
Kadang-kadang strategi ini ada beberapa atau semua terlupakan / ditinggalkan oleh bidan.
Keadaan inilah merupakan awal yang tidak memuaskan dan kemungkinan besar akan
berakibat konsultasi dengan bidan tidak memuaskan klien.
ASKING QUESTION
Ada dua gaya komunikasi bidan-pasien :
1. Midwife-centered style : Bidan langsung mengarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan
tertutup

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 94


2. Patient centered style : Bidan melakukan eksplorasi dengan pertanyaan terbuka baru
probing dengan pertanyaan tertutup.
Ada dua tipe pertanyaan yang dapat digunakan dalam wawancara :
1. Pertanyaan terbuka : Jawabannya berupa uraian
2. Pertanyaan tertutup : Jawabannya berupa Ya atau tidak
Jenis Kegunaan Contoh
Pertnyaan tertutup Untuk mennayakan riwayat - “berapakah jumlah anak ibu?”
kesehtan, data diri - “apakah ibu bekerja?”
- “apakah ibu pernah keguguran
sebelumnya?”
Pertanyaan terbuka Untuk mempelajari - “Bagaimana perasaan ibu
perasaan, kepercayaan dan sekarang?”
pengetahuan klien - “bagaimna pendapat suami
dengan keputusan ibu untuk
melahirkan disini?"
Pertanyaan mendalam Untuk menanggapi - “ibu tadi mengatakan bahwa
pertanyaan klien ibu pernah keguguran, bias
ibu ceraitakan lebih lanjut?”
- Apakah maksud ibu dengan
peristiwa yang menakutkan
itu?”
Pertanyaan mengarahkan TIDAK TEPAT “tentunya ibu tidak inginkan
(bersifat sugesti) DIGUNAKAN punya anak lagi setelah
melahirkan anak ketiga ini?”

Selain kedua tipe pertanyaan tersebut terkadang dalam wawancara kita membutuhkan probing
question untuk lebih memperjelas beberapa hal. Bentuk- bentuk probing question :
1. Clarify : Apa yang Ibu maksud dengan...?
2. Justify : Apa yang membuat Ibu berpikir demikian?
3. Check accuracy : Ibu benar meminum obatnya 3 kali sehari?
Dalam model Van Dalen ada 3 bagian dalam wawancara :
1. Pasien memimpin karena bidan banyak memberikan pertanyaan terbuka
2. Bidan memimpin karena bidan mulai mengarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup
3. Negosiasi dan kesepakatan antara pasien dan bidan Dan harus selalu diingat, dalam
melakukan wawancara, harus tetap memegamg teguh kaidah-kaidah dalam mendengarkan
aktif (active listening) dan EMPATI.

D. Petunjuk tugas
1. Tugas individu
2. Buat video percakapan sesuai dengan dialog yang disediakan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 95


3. Upload di youtube (dengan pengaturan tidak untuk publik) dan linknya berikan di e-
learning
4. Dialog
Identifikasi mana yang termasuk pertanyaan terbuka dan mana yang termasuk pertanyaan
tertutup pada dialog berikut ini:
 Bu Siti : Selamat malam Bu bidan Rahayu !
 Bidan : Selamat malam Bu Siti (menyalami klien dengan hangat), silakan duduk
Bu Siti. Bagaimana kabarnya Bu Siti?. Apa yang bisa saya bantu, Bu Siti?
 Bu Siti : Tidak terlalu baik Bu Bidan, (mimik agak sedih) Ya...begini bu bidan,
Tadi sore saya merasakan perut kiri bawah saya nyeri sekali disertai mual muntah.
Disini lo bu sakitnya.. (sambil menekan perut kiri bawah dengan jari-jari tangan
kiri).
 Bidan : Sepertinya sangat menyiksa sekali ya bu ?, enak duduk atau berbaring saja
di bed periksa Bu Siti? (Sambil mendekati dan memandu klien serta memberikan
pilihan untuk ke bed atau kursi)
 Bu Siti : Di tempat tidur tidak apa-apa ya Bu, soalnya tadi waktu duduk di luar
juga terasa, takutnya nanti sakit lagi (Sambil berjalan menuju tempat tidur)
 Bidan : Silahkan...mari saya bantu (sambil membantu memegang kedua bahu
klien).
 Bu Siti : Matur nuwun bu, nyuwun ngapunten
 Bidan : OK santai saja tidak apa-apa. Nah sekarang bisa ibu jelaskan lagi seperti
apa sakitnya bu ?
 Bu Siti : Wis pokoknya sakit bu kayak ditusuk pecahan kaca dan ilang timbul-
ilang timbul. Lalu saya muntah-muntah dan saya sampai keluar keringat dingin
Bu Bidan. Saya khawatir sekali bu bidan, takut terjadi apa-apa di rahim saya. Saya
juga takut mati mendadak bu
 bidan Bidan : (Bidan menunjukkan sikap perhatian, mimik muka serius,
mendengarkan sambil mencondongkan badan ke depan dan menganggukkan
kepala). Ibu kok sampai berpikir terjadi apa-apa di rahim ? Bisa diceritakan
bagaimana awal mula kejadiannya ? (Bidan melakukan eye contact sambil sedikit
memiringkan kepala dan menunjukkan mimik ingin tahu, penuh minat dan
bersungguh).
 Bu Siti : Pertama kali terasa ”nemen”-nya Saat saya sedang masak untuk makan
malam bu, tapi sehari sebelumnya memang saya sudah merasa meriang-meriang
dan perut saya sakit seperti sakit maag biasanya, tapi saya pikir ya sakit biasa.
 Bidan : mmmmm (sambil mengangguk-angguk), kok sampai mikir ada sesuatu di
rahim ?
 Bu Siti : Kemarin saya telpon ke tetangga terus diceritain kalau saudaranya ada
yang nyerinya seperti ini terus ternyata ada kista di rahimnya. Saya takut
 Bidan : Jadi ibu kesini karena takut kalau ada kista di rahimnya ?

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 96


 Bu Siti : (mengangguk dengan ekspresi wajah takut)
 Bidan : Tidak usah khawatir berlebihan dulu Bu Siti, belum tentu keluhannya
sama sakitnya sama lo bu. Kalau menurut bu Siti sendiri kira-kira apa yang
menyebabkan sakit seperti ini, maksud saya apakah ada sesuatu aktivitas, yang
ibu lakukan sebelum sakit muncul yang berhubungan dengan sakit ini ?
 Bu Siti : mmm apa ya bu (Sambil melirik ke kanan atas).....apa karena makan
pedas ya, Bu bidan ?, soalnya seminggu terakhir saya dua kali makan rujak cingur
pedas... Tapi kalau saya coba tenang dan atur nafas..... saat itu nyerinya kemudian
berangsur hilang
 Bidan : Mm begitu ya.... Bagaimana dengan riwayat menstruasinya bu ?
 Bu Siti : Menstruasi saya biasanya tidak teratur bu.
 Bulan lalu saja tidak mens. Itu lo Bu bidan... setelah ganti KB suntik, sebelumnya
pil.
5. Checklist penilaian
Skor
No Item penilaian
0 1 2
1. Penampilan
2. Setting tempat
3. Memanggil klien dengan nama dan tersenyum ramah
4. Meminta klien masuk ruangan
5. Salam dan berjabat tangan
6. Mempersilahkan klien untuk duduk
7. Memperkenalkan diri
8. Mengklarifikasi nama, usia, alamat, pekerjaan dan status keluarga pada
pasien.
9. Menjelaskan peran bidan, inform konsen dan memohon izin untuk
menuliskan data-data pribadi klien yang diperlukan untuk rekam medis
untuk membangun kepercayaan klien
10. Menanyakan keluhan utama
11. Memulai dengan pertanyaan terbuka
12. Dapat melakukan membuat pertanyaan tertutup
13. Dapat melakukan proses active listening : Melakukan refleksi isi
dengan baik
14. Melakukan refleksi perasaan dengan baik.
Keterangan:
0 = tidak dikerjakan
1 = dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 = dikerjakan dengan benar
Total Skor Nilai = -------------------------- x 100 =
26

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 97


E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 98


KEGIATAN BELAJAR VIII
PRAKTIK HISTORY TAKING

A. Alokasi Waktu
480 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Menggali riwayat penyakit pasien saat ini secara lengkap, akurat, dan relevan
2. Mengidentifikasi penyakit/ permasalahan kesehatan di masa lalu
3. Mengidentifikasi riwayat pemakaian obat-batan
4. Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar mampu mengidentifikasi riwayat sosial
5. Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar mampu mengidentifikasi kelainan
sistem (Review of System)
6. Melakukan history taking dengan tetap memperhatikan kaidah mendengarkan aktif
(active listening) dan EMPATI.

C. Uraian Materi
Salah satu tujuan melakukan wawancara (History Taking) dengan klien adalah
mendapatkan informasi tentang kondisi klien sehingga seorang bidan dapat memberikan
bantuan yang tepat. Informasi yang didapat diusahakan harus akurat, lengkap dan relevan.
Cara yang paling baik mendapatkan informasi adalah dengan bertanya. Bidan harus
memiliki kemampuan bertanya baik memberikan pertanyaan terbuka maupun tertutup (open
and closed questions). Berbagai kelemahan sering dilakukan bidan dalam memberikan
pertanyaan seperti :
1. Bertanya terlalu banyak pertanyaan sehingga tidak memberi kesempatan yang cukup bagi
klien untuk menceritakan masalahanya dengan bahasanya sendiri
2. Pertanyaan terlalu panjang, kompleks dan membingungkan
3. Pertanyaan menimbulkan bias pemahaman
Wawancara dapat digunakan untuk mengetahui riwayat medis pasien, serta dapat
digunakan dalam menegakkan diagnosis pasien. Keberhasilan tatalaksana 70-89%
ditentukan oleh pengambilan informasi awal/anamnesa. Tanpa penggalian informasi yang
akurat, bidan dapat terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasehat,
sugesti dan konseling) yang kurang tepat. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai yang
telah dianjurkan bidan. Ketika pasien percaya akan kemudahan dan perhatian yang diberikan
oleh bidan, mereka akan mudah diajak untuk bekerjasama dalam menjawab gejala-gejala/
keluahan yang dialaminya. Kepercayaan kepada bidan merupakan hal yang sangat penting.
Sebelum sesi ini diawali perlu ditanyakan data dasar pasien. Yang termasuk data
dasar pasien adalah nama, alamat, usia, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, dan
berbagai data yang biasanya telah tertulis didalam lembar catatan medis pasien. Sebaiknya

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 99


bidan harus mengenal dulu nama pasiennya dengan membaca status yang ada sebelum
melakukan anamnesis untuk menggali keluhan pasien.
Calgary-Cambridge Observation Guide (CCOG) memberikan guidance dalam
keseluruhan proses komunikasi bidan pasien sebagai berikut (Sumber : Kurtz, Silverman,
Draper (2005))
Riwayat Penyakit Saat ini dapat dilakukan dengan menanyakan
1. Waktu kejadian (When?).
2. Tempat (lokasi) nyeri (Where?).
3. Apa penyebab berdasarkan persepsi pasien (Why)
4. Penyebaran (radiation).
5. Tingkat nyeri (severity).
6. Sifat (Character) nyeri.
7. Progresifitas nyeri (progressivity).
8. Gejala penyerta (associated factors).
9. Faktor pencetus (precipitating facotrs).
10. Faktor yang memperberat atau meringankan rasa nyeri (aggravating and
alleviating factors).
Riwayat penyakit terdahulu
Informasi tentang penyakit yang diderita sebelumnya sangat penting, kemungkinan
berhubungan dengan penyakit yang sedang dideritanya sekarang dan berpengaruh pada
penatalaksanaannya. Sebagai contoh: seorang datang dengan keluhan buang air besar,
tanyakan penyakit yang pernah diderita pada masa lalu; apakah pernah mengalami Halaman
18 kecelakaan, pernah dioperasi, dsb? Hal ini perlu dipikirkan bahwa kecelakaan dan operasi
yang dialami berhubungan dengan keluhan yang sekarang diderita yaitu problem buang air
besar. Pada saat melakukan anamnesis permasalahan kesehatan masa lalu, seringkali
dipergunakan pertanyaan tertutup karena yang dibutuhkan adalah informasi yang spesifik.
Ini semua tergantung dari spesifikasi keluhan. Secara khusus tanyakan tentang kemungkinan
pernah menderita penyakit tuberkulosis, demam reuma, diabetes, allergi, asthma, penyakit
infeksi, dll.
Riwayat Lain (Pengobatan, Riwayat Sosial Dan Review of System)
Obat-obatan yang telah diminum sebelum datang ke bidan penting di identifikasi.
Hal ini karena ada beberapa obat yang dapat bereaksi sinergis maupun antagonis dengan
obat yang akan diberikan pada saat ini dan mungkin merugikan bagi pasien. Perlu dipikirkan
juga adanya reaksi alergi obat.
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga juga penting. Ada dua alasan penting
menanyakan riwayat keluarga, pertama kemungkinan ada kaitannya dengan genetika. Kedua
kemungkinan penyakit yang diderita sekarang berhubungan dengan yang diderita oleh
anggota keluarganya yang lain. Misalkan keluhan buang air besar berhubungan dengan
ayahnya yang meninggal akibat kanker kolon. Yang kedua misalkan ada keluhan batuk-

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 100


batuk, apakah ada anggota keluarga yang lain juga ada yang batuk berdahak dan berdarah.
Jika mungkin buat gambaran pohon keluarga (pedigre).
Selain itu bidan juga harus menanyakan kehidupan sosial pasien. Anamnesis
mengenai keadaan sosial pasien ini diharapkan bidan mendapat gambaran tentang keadaan
pasien di luar praktek bidan atau rumah sakit, di antaranya adalah:
1. Kegiatan apa yang dilakukan pasien sehari-hari?
2. Bagaimana gambaran singkat keluarganya dan hubungan antar keluarga?
3. Bagamana pola hidup pasien?
4. pasien terbelit dengan masalah keuangan atau akomodasi?
Informasi ini tidak hanya mencari hubungan timbulnya penyakit dikaitkan dengan
keadaan sosial, namun juga mendiskusikan jalan keluar mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya. Keadaan sosial dibagi menjadi:
1. Profil pasien (keadaan di rumah dan tempat kerja),
2. Gaya hidup (life style) yang mungkin berperan sebagai faktor resiko timbulnya penyakit,
dan
3. Sumber stres dan support.
Bidan juga dapat mencari kelainan lain yang tidak disadari pasien atau tidak
dianggapnya sesuatu yang relevan. Jawaban negatif maupun positif mempunyai nilai yang
sama. Hal ini dilakukan sistematis mengikuti sistem tubuh manusia dan anatomis regional.
Yaitu:
1. [kepala] :Sistem saraf pusat: pusing, sakit kepala, terasa berputar
2. [thorax]: Kardiovaskular-respirasi: sesak nafas, pembengkakan tungkai, berdebar, nyeri
dada,..
3. [abdomen]: Sistem pencernakan: nafsu makan, mual, muntah, penurunan berat badan,
nyeri abdomen,....
4. [pelvis]: Sistem genito-urinari: sulit kencing, kencing ada darah, nyeri sewaktu
menstruasi, apakah masih berhubungan dengan istri.
5. [extremitas]: Sistem lokomotor: nyeri dan kaku sendi, ...
Pertanyaannya dikemukakan secara rinci dan sistematis karena cukup penting.
Seringkali bidan melupakan jawaban yang dikemukakan pasien, sehingga mungkin
diperlukan mencatat beberapa jawaban positif yang cukup penting. History taking ini
diusahakan sudah lengkap sebelum dilanjutkan dengan pemeriksaaan fisik.

D. Uraian tugas
1. Tugas individu
2. Membuat video anamnesa atau wawancara untuk menggali keadaan pasien
3. Upload di youtube (dengan pengaturan tidak untuk publik) dan linknya berikan di e-
learning

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 101


4. Checklist penilaian
No Jenis kegiatan skor skor
max
1. Berpenampilan professional : rapi, sopan, bersepatu, dan kuku 3
pendek.
2. Menyapa pasien dengan menyebut nama & senyum serta 3
mempersilahkan duduk (jabat tangan)
3. Memperkenalkan diri kepada pasien 3
4. Menanyakan kembali identitas pasien: nama, usia, tempat tinggal, 3
pekerjaan, status keluarga
5. Menjelaskan tujuan wawancara & mengatakan bidan akan menjaga 3
kerahasiaan pasien sebagai tugasnya
6. Menanyakan keluhan utama pasien 3
7. Menggali keluhan riwayat penyakit saat ini (History of present 3
illness)
 Onset (saat mulai kejadian)
8.  Location 3
9.  Duration (lama berlangsung) 3
10.  Character (sifat) 3
11.  Aggravating factors 3
12.  Alleviating factors 3
13.  Radiation 3
14.  Timing 3
15.  Severity 3
16. EMPATI : Melakukan refleksi isi dan perasaan dengan baik 6
17. Mengidentifikasi permasalahan kesehatan masa lalu (Past History) 4
 Permasalahan medis kronis
 Pernah mondok di RS
 Riwayat pembedahan
 Riwayat trauma
 Penyakit sewaktu masa kecil
 Pemeriksaan kesehatan rutin
18. Riwayat obgyn / siklus menstruasi 6
19. Mengidentifikasi pemakaian obat-obatan (termasuk jamu) 4
20. Mengidentifikasi Riwayat alergi 4
21. Mengidentifikasi penyakit yang diderita oleh keluarga pasien 4
22. Mengidentifikasi kehidupan pribadi dan sosial pasien: 4
 Sanitasi Tempat tinggal

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 102


 Binatang peliharaan
 Kebiasaan (merokok, makan, minum, tidur)
 Apakah keluhan tersebut berpengaruh terhadap kehidupannya?
23. Menanyakan beberapa keluhan sistemik yang mungkin dirasakan 6
pasien:
 Sistem saraf pusat: pusing, sakit kepala, terasa berputar
 Kardiovaskular-respirasi: sesak nafas, pembengkakan tungkai,
berdebar, nyeri dada,..
 Sistem pencernakan: nafsu makan, mual, muntah, penurunan
berat badan, nyeri abdomen,....
 Sistem genito-urinari: sulit kencing, kencing ada darah, apakah
masih berhubungan dengan istri.
 Sistem lokomotor: nyeri dan kaku sendi, ...
24. EMPATI : Menunjukkan respon nonverbal yang baik di seluruh 5
sesi
25. Mengulangi dan merangkum hasil wawancara 3
26. Membuat catatan tertulis tentang hasil wawancara 3
27. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan apa 3
yang belum jelas
28. Menutup wawancara 3
JUMLAH 100

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 103


KEGIATAN BELAJAR IX
PRAKTIK MENYAMPAIKAN BERITA BURUK DAN MERUJUK

A. Alokasi Waktu
480 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa diharapkan mampu untuk:
1. Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar mampu menyampaikan berita buruk
dengan benar
2. Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar mampu berkomunikasi secara tertulis
ketika merujuk pasien ke ahlinya

C. Uraian Materi
Apa yang dimaksud berita buruk ? Berita buruk bukan hanya terkait dengan kematian.
Selain Kematian klien, diagnosis penyakit yang serius, progresifitas penyakit atau timbulnya
kecacadan merupakan berita buruk. Seorang bidan kadang harus menjelaskan apabila tidak
ada gunanya dirawat di rumah sakit atau operasi harus di tunda dengan alasan kondisi klien
yang tidak memungkinkan. Situasi dimana merasa tidak ada harapan lagi, merupakan
ancaman bagi kesehatan fisik maupun mental seseorang, resiko ketidak stabilan pola hidup,
berita tersebut berdampak berkurangnya suatu pilihan dalam hidupnya. Itu akan menjadi
pertimbangan bahwa berita tersebut baik atau buruk bagi seseorang.
Mengapa berita buruk sulit disampaikan
1. Penyampai berita merasa bertanggung jawab dan takut disalahkan
2. Tidak tahu bagaimana harus berbuat yang terbaik
3. Kemungkinan terhambat karena pengalaman kehilangan seseorang
4. Keengganan merubah keberadaan hubungan bidan dan klien
5. Ketakutan mengganggu klien akan peran keluarganya
6. Ketidaktahuan klien dan bagaimana memperkecilnya
7. Ketakutan pada dampak dari klien, contoh kehilangan figur, status sosial dan harta
8. Ketakutan emosi dari klien
9. Tidak menentunya kejadian selanjutnya dan tidak mampu menjawab pertanyaan
10. Kurangnya pengertian tentang peran seseorang sebagai petugas kesehatan

Alasan lain dari kesulitan menyampaikan berita buruk adalah reaksi yang ekstrem,
ancaman kekerasan, emosi yang berbahaya dan ancaman bunuh diri. Bentuk bentuk dan
contoh Berita buruk
1. Life threatening illness. Ex : cancer, HIV
2. Chronic illness with systemic impact and long-life treatment. Ex : SLE
3. Degenerative conditions. Ex : Alzhaeimer

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 104


4. Multiple congenital anomaly and/or Mental retardation in children. Ex : Down syndrome

Masalah Etik dalam penyampaian berita buruk :


Secara etis berdasarkan hak pasien maka pasien berhak atas informasi yang akurat dan
lengkap tentang penyakitnya. Pasien juga dapat menentukan siapa yang akan hadir di
ruangan interview, siapa yang diberitahu tentang kondisinya dan sejauh apa orang orang
tersebut diberitahu. Tetapi jika pemberitahuan berita buruk dapat membahayakan pasien
atau pasien belum siap maka bidan dapat menahan informasi dan membuat janji kembali
untuk bertemu. Berdasarkan Kubler Ross (1969) ada beberapa tahapan reaksi pasien
terhadap berita buruk yaitu
1. Denial : Pasien menolak keadaan
2. Anger : Pasien tidak dapat mengontrol kondisi emosinya
3. Bargaining : Pasien mulai mencoba berdialog dengan perasaanya
4. Depression : Pasien sudah mulai dapat beradaptasi tetapi belum cukup motivasi sehingga
masuk fase sense of hopelessness
5. Acceptance : Pasien menerima kenyataan dan patuh terhadap rencana tindak lanjut

Cara menyampaikan berita buruk yang paling sering menggunakan SPIKES, atau cara
lain menggunakan ABCDE. Untuk modul ini, mahasiswa diminta menggunakan SPIKES
1. Setting, Listening Skills
2. Patient’s Perception
3. Invite patient to share Information
4. Knowledge transmission
5. Explore Emotion and Emphatize
6. Summarize and Strategies

Penjelasan masing masing sebagai berikut :


1. Setting, Listening Skills
a. Perhatikan privasi pasien
b. Tawarkan untuk melibatkan orang lain/keluarga
c. Lakukan dengan duduk. Duduk membuat kita lebih relaks
d. Koneksi yang baik dengan pasien (eye contact, sentuh pasien jika membuat pasien
lebih nyaman)
e. Berikan waktu yang cukup dan jangan ada yang mengganggu /menginterupsi (Matikan
gadget yang mungkin mengganggu atau menginterupsi)
2. Patient’s Perception
a. Sebelum memulai diskusi tentang penemuan medis¸gunakan pertanyaan terbuka
(open-ended question) untuk mengeksplor persepsi pasien dalam mempersepsi situasi
medis

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 105


b. Contoh :
- “Apakah sebelumnya ibu sudah pernah mendapatkan informasi tentang kemungkinan
penyebab dari kondisi ibu ?
- “Apakah ibu sudah faham kenapa harus ada pemeriksaan pap smear?”
3. Invite patient to share Information
a. Tidak semua pasien menyenangi jika dijelaskan secara lengkap tentang diagnosis,
prognosis dan detail penyakitnya
b. Ingat stages of Grief dari Kubler Ross
c. Beberapa pasien berada pada fase denial sampai bargaining
d. Jangan memaksakan penjelasan kepada pasien yang tidak berkenan (hargai autonomy
pasien sesuai prinsip etik)
e. Contoh : “Ibu...sekarang saya akan menjelaskan hasil pemeriksaan ini, apa ibu
keberatan?
4. Knowledge transmission
a. Sampaikan kepada pasien tentang berita buruk yang menyangkut dirinya dengan
didahului warning shot
b. Example : “Maaf ibu, saya harus mengatakan bahwa hasil pap smear ibu ini tidak
begitu baik (diam sejenak, lihat reaksi pasien)....kami menemukan ada tumor”
c. Berikan penjelasan tentang hasil pemeriksaan tanpa menggunakan bahasa medis
seperti biopsy, metastase jauh etc.
d. Kalau prognosis buruk jangan tunjukkan kalimat yang menunjukkan pesimisme tapi
berikan harapan yang realistis (Contoh : “Kami menyerah....kami sudah tidak bisa
berbuat apa apa lagi” )
5. Explore Emotion and Emphatize
a. F = FEELINGS related to the illness, especially fears
- Saya mengerti berita ini tidak terlalu baik dan mungkin membuat ibu terkejut.
Bagaimana perasaan ibu sekarang?
- Apa ada yang dikhawatirkan? Apa yang paling membuat khawatir?
b. F = FUNCTIONING, the illness’ impact on daily life
- Apakah ibu khawatir penyakit ini mempengaruhi hidup ibu ? atau
- Apakah ibu khawatir penyakit ini mempengaruhi orang-orang penting di sekitar anda
?
c. E = EXPECTATIONS of the doctor & the illness - Apa harapan ibu terhadap saya dan
tim disini?
6. Summarize and Strategies
- Pasien yang mengetahui rencana penanganan yang jelas lebih kecil kemungkinan
mengalami kecemasan
- Sebelum diskusi tentang rencana lebih lanjut, mintalah ijin kembali apakah pasien
bersedia membicarakannya saat itu juga

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 106


- Jika siap, jelaskan rencana tindak lanjut. Merujuk kepada yang lebih ahli jika bidan
umum merasa sudah di luar kewenangannya
Dalam situasi tertentu, bidan harus merujuk klien kepada profesi lain. Hal ini lazim
terjadi pada kasus-kasus di atas (berupa kabar buruk). Bidan dilatih untuk berkomunikasi
dengan kolega atau profesi lain mengenai pasien mereka dengan menggunakan beberapa
metode. Bagian yang penting dalam berkomunikasi meliputi tulisan, surat atau catatan
mengenai pemeriksaan badan pasien, serta dugaan diagnosa dan pengobatan yang telah
diberikan. Komunikasi tertulis sebaiknya jelas, bebas dari prasangka serta unsur SARA; dan
tidak merendahkan seorang pasien.
Komunikasi yang baik merupakan dasar untuk pengobatan. Hal itu sangat membantu
dalam komunikasi verbal maupun lisan mengenai pasien:
a. Tujuan dalam mencatat informasi adalah untuk memudahkan dan meyakinkan
seorang pasien dalam berkomunikasi. Perlu diingat bahwa suatu saat pasien berhak
untuk memiliki copy dari catatan tersebut.
b. Kurang komunikasi antara kolega dapat menyebabkan komplain dari pasien tersebut.
c. Dokumen tertulis harus memberikan informasi yang jelas, dan dalam format yang
mudah dimengerti oleh kolega lain yang terlibat dengan pasien tersebut.
Dasar dari standar pencatatan informasi pasien meliputi:
a. Dokumen pasien harus disimpan secara aman serta memberi identitas nama dan
tanggal lahir pasien.
b. Tanggal dan tandatangan harus disertakan pada data.
c. Ditulis dengan jelas menggunakan tinta warna hitam.
d. Data harus secara kronologis dan selalu up to date.
Salah satu bentuk komunikasi tertulis dengan kolega yang sering dilakukan bidan
adalah dalam membuat surat rujukan ke bidan yang lebih ahli

D. Uraian tugas
1. Tugas individu
2. Membuat video anamnesa atau wawancara untuk menggali keadaan pasien
3. Upload di youtube (dengan pengaturan tidak untuk publik) dan linknya berikan di e-
learning
4. Checklist penilaian
Nilai
No Jenis kegiatan
1 2 3
1. Setting
2. Menggali persepsi pasien
3. Bujuk pasien untuk berbagi informasi
4. Transfer informasi
5. Jelajahi emosi dan tekanan dari pasien
6. Rangkum dan cari strategi penyelesaian masalah

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 107


7. Melakukan respon non verbal dengan benar
8. Menanyakan pada klien apakah ada hal yang tidak dimengerti
9. Umpan balik dan menyerahkan pada kolega yang lebih profesional
(KIE merujuk)
10. Membuat surat rujukan
JUMLAH

Keterangan: 0 = tidak dikerjakan 1 = dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar 2 = dikerjakan


dengan benar Jumlah nilai

Nilai akhir = -------------------------- x 100 =


20

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 108


KEGIATAN BELAJAR X
PRAKTIK KONSELING KEBIDANAN

A. Alokasi Waktu
Demonstrasi 180 menit
Simulasi 480 menit
Roleyplay 360 menit

B. Capaian Pembelajaran
1. Memberikan ketrampilan kepada mahasiswa agar mampu melakukan keterampilan dasar
konseling kebidanan
2. Melatih mahasiswaagar mampu untuk :
a. Menganalisis peserta (auedience)
b. Menyusun pembukaan yang berkesan
c. Membuat outline pembicaraan dengan sistematis
d. Membuat penutupan yang mudah diingat
e. Menggunakan bahasa non verbal yang sesuai
f. Memahami prinsip penggunaan alat bantu presentasi
C. Uraian Materi
Konseling kebidanan adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang menuntut
adanya komunikasi, interaksi mendalam, dan usaha bersama antara bidan sebagai konselor
dengan klien sebagai konseli; untuk mencapai tujuan konseling.
Tujuan Konseling kebidanan:
1. Membantu klien memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam
pengambilan keputusan secara tepat.
2. Membantu pemenuhan kebutuhan klien, meliuti menghilangkan perasaan yang
menekan/mengganggu danmencapai kesehatan mental yang positif
3. Mengubah sikap dan tingkah lagu yang negative mrnjadi positif.
Langkah Pokok dalam Konseling :
1. Pendahuluan/Pembuka : kegiatan untuk menciptakankontak, melengkapai data konseli,
merumuskan penyebab masalah, dan menentukan jalan keluar
2. Inti/Pokok : kegiatan untuk mencari jalan keluar, memilih jalan keluar yang tepat, dan
melaksanakan pilihan tersebut
3. Akhir : kegiatan penyimmpulan dari seluruh aspek kegiatan dan pengambilan jala keluar.
Langkah ini meripaakn langkah penutupan sekaligus penetapan untuk pertemuan
berikutnya. Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang melibatkan
kelompok (massa) sebagai audiens. Kemampuan melakukan komunikasi massa penting
untuk dikuasai oleh seorang bidan dalam melakukan fungsinya dalam komunitas.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 109


Pengambilan keputusan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
a. Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami tubuh seperti rasa sakit, tidak nyaman, atau
kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari ringkah laku yang menimbulkan rasa
tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan ke senangan.
b. Emosional
Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara
subyektif.
c. Rasional
Didasarkan pada pengetahuan. Orang-orang mendapat informasi, memahami situasi
dan berbagai konsentrasinya.
d. Praktikal
Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakannya.
Seeorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuannya
dalam bertindak.
e. Interpersonal
Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke
orang lain yang dapat mempengaruhi tindakan individual.
f. Struktural
Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin
memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.
2. Jenis-jenis pengambilan keputusan
a. Pengambilan keputusan karena tidak sanggupan. Membiarkan kejadian berlalu, tanpa
berbuat apa-apa.
b. Pengambilan keputusan intuitif, bersifat segera. Terasa sebagai kepurusan yang
paling tepat dan langsung diputuskan
c. Pengambilan keputusan yang terpaksa, kerena sudah krisis. Sesuatu yang harus
segera yang dilaksanakan.
d. Pengambilan keputusan yang reaktif “kamu telah melakukan hal itu untuk saya,
karenanya saya akan melakukan itu untukmu”. Seringkali dilakukan dalam situasi
marah dan tergesa-gera
e. Pengambilan keputusan yang ditangguhkan. Dialihkan pada orang lain, membiarkan
orang lain yang bertanggungjawab
f. Pengambilan keputusan secara berhati-hati. Dipikirkan baik-baik,
mempertimbangkan berbagai pilihan.
3. Upaya pengambilan keputusan
a. Membantu klien meninjau kemungkinan palilihannya

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 110


b. Membantu klien dalam mempertimbangkan keputusan pilihan
c. Membantu klien mengevaluasi pilihan
d. Membantu klien menyusun rencana kerja
4. 3K pengambilan keputusan
a. KONDISI masalah yang dihadapi
b. Daftar KEHENDAK atau pilihan keputusan
c. Konsekuensi untuk tiap pilihan (positif dan negarif)
Hambatan-hambatan dalam konseling
1. Klien diam
Klien tidak mau berbicara selama beberapa waktu. Hal ini terjadi pada klien-klien yang
merasa cemas atau marah.
a. Apabila terjadi pada awal pertemuan, setelah beberapa saat. Sebaiknya konselor
memperhatikan hal ini dengan mengatakan misalnya: “Saya mengerti hal ini sulit
untuk dibicarakan (refleksi perasaan). Biasanya pada pertemuan pertama klien-klien
saya juga merasa begitu. Apakah Ibu merasa cemas?” Tataplah klien dan gunakan
bahasa tubuh yang memperlihatkan simpati dan perhatian. Tunggulah tanggapan klien.
b. Apabila klien diam karena marah (misalnya, klien berpaling muka dari konselor).
Sebagai konselor Anda dapat berkata: “Bagaimana perasaan Ibu setelah berada di sini
sekarang?” Pernyataan-pernyataan ini harus diikuti dengan suasana hening selama
beberapa saat. Pada saat ini konselor memandang klien dan memperlihatkan sikap
tubuh yang menunjukkan perhatian.
c. Apabila terjadi pada pertengahan pertemuan: konselor harus memperhatikan konteks
pembicaraan dan menilai mengapa hal ini terjadi. Mungkin hal tersebut terjadi karena
klien merasa berat menceritakan hal-hal yang pribadi, suatu rahasia tentang dirinya,
atau ia tidak senang dengan sikap konselor. Pada umumnya, lebih baik menunggu
beberapa saat, memberi kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaan
atau pikirannya, meskipun konselor merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.
d. Apabila klien diam karena sedang berpikir. Konselor ini tidak perlu berusaha
memecahkan kesunyian, juga tidak perlu menunjukkan sikap tidak menerima. Selama
pembicaraan berlangsung, sikap diam klien merupakan sesuatu yang wajar. Mungkin
klien sedang berpikir atau memutuskan bagaimana mengutarakan perasaan atau
pikiran-pikirannya. Berikanlah waktu kepada klien untuk berpikir
2. Klien menangis
a. Klien yang menangis tersedu-sedu membuat konselor merasa tidak nyaman. Klien
menangis karena berbagai alasan yaitu untuk mengekspresikan kesedihan,
mendapatkan simpati, menumpahkan segala emosi atau kegelisahan, serta
menghentikan pembicaraan. Jangan membuat dugaan mengapa klien Anda menangis.
b. Tunggu beberapa saat, bila klien terus-menerus menangis, katakan tidak apa-apa
karena menangis adalah reaksi wajar. Hal ini membuat klien merasa bebas

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 111


mengekspresikan alasannya menangis. Anda dapat menanyakan alasan klien dengan
lembut.
c. Konselor dari latar belakang budaya tertentu mungkin dapat menenangkan klien
dengan menyentuh badan (misal: menepuk-nepuk bahu atau memegang tangan klien)
secara hati-hati. Pada keadaan khusus seperti (masalah seks) menyentuh klien,
meskipun sentuhan yang diberikan itu merupakan tanda perhatian, akan tetapi dapat
disalahartikan dan akan menimbulkan ketakutan pada diri klien. Faktor budaya, usia,
dan jenis kelamin dari konselor maupun klien perlu diperhatikan. Yang penting adalah
bahwa hubungan profesional (bukan sosial) antara konselor dan klien harus tetap
dijaga.
3. Konselor meyakini bahwa tidak ada pemecahan bagi masalah yang dihadapi klien
Seorang konselor akan merasa cemas bila mereka tidak yakin dengan apa yang
harus disarankan. Walaupun konselor tersebut ahli dalam hal kesehatan reproduksi,
namun tidak selamanya dapat menemukan jalan keluar bagi masalah yang dihadapi klien.
Perlu diingat bahwa fokus utama konseling adalah pada subjek/orangnya, bukan pada
masalahnya. Ekspresikan rasa simpati. Terkadang hal tersebutlah yang diinginkan klien.
Berikan saran kepada klien seseorang yang dapat membantunya. Salah satu langkah yang
dapat dilakukan terhadap klien yang mendesak ingin dibantu konselor dalam
memecahkan masalahnya adalah dengan mengatakan kepada klien bahwa meskipun
konselor tidak dapat mengubah keadaan, tetapi konselor akan selalu menyediakan waktu
untuk klien.
4. Komunikasi pada klien yang bicara terus dan tidak sesuai dengan materi yang dibicarakan
Situasi ini kebalikan dari situasi di mana klien tidak mau berbicara, tetapi juga
menimbulkan kecemasan dan kesulitan bicara bagi konselor. Apabila klien terus-menerus
mengulang pembicaraan, setelah beberapa saat perlu dipotong pembicaraannya dengan
mengatakan seperti: “Maafkan saya, Bu, apakah Ibu tegang atau cemas tentang sesuatu,
saya perhatikan Ibu menyatakan suatu hal yang sama secara berulang-ulang, apakah ada
yang sulit disampaikan?” Pertanyaan semacam ini akan membantu klien memfokuskan
kembali percakapan
5. Klien mengalami gangguan pendengaran atau sulit memehami materi yang disampaikan
Orang yang mengalami kerusakan pendengaran, baik tuli maupun sulit mendengar,
kepekaan terhadap binyi akan hilang sama sekali atau berkurang. Berapapun tingkat
keparahan hilangnya pendengaran seseorang yang memiliki gangguan pendengaran akan
mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Hilangnya kemampuan mendengar
menimbulkan masalah komunikasi yang sangat nyata karena orang yang tuli atau kurang
mendengar munkin juga tidak mampu berbicara atau memiliki kemampuan verbal
terbatas dan seringkali miskin kosa kata. Orang yang mengalami gangguan pendengaran
barang kali rentang terhadap gangguan bicara, karena proses belajar yang terhambat. Hal
ini disebabkan oleh proses belajar mengenal kosa kata diperoleh dari kegiatan
mendengar. Keterampilan membaca orang dewasa dengan gangguan pendengaran pun

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 112


rendah, kiar-kira setaraf dengan kemampuan membaca kelas empat. Keterampilan
menulis mereka lemah. Tingkat baca-tulis yang rendah ini disebut melek huruf
fungsional.
Mereka yang tunarungu memiliki keterampilan dan kebutuhan yang berbeda-beda
bergantung pada jenis ketuliannya dan berapa lama mereka kehilangan kemampuan
mendengarnya itu. Bagi mereka yang menderita tunarunggu sejak lahir, belajar Bahasa
mungkin tidak ada manfaatnya, sehingga mereka mungkin tidak dapat berbisaca dengan
jelas. Kemungkinan besar, model utama komunikasi mereka adalah dengan Bahasa
isyarat atau membeca gerak bibir. Berikut beberapa model komunikasi yang disarankan:
a. Bahasa isyarat
Bagi kebanyakan penderita gangguan pendengaran dan bicara yang berbahasa induk
Bahasa isyarat, model ini seringkali menjadi bentuk komunikasi yang lebih disuakai.
Jika tenaga kesehatan tidak menguasai Bahasa isyarat, meminta bantuan seoarang
penerjemah professional bias mnejadi alternative. Selain itu, tenaga kesehatan juga
bias meminta bantuan teman atau kerabat klien yang terampil menggunakan Bahasa
isyarat. Akan tetapi, sebelum meminta bantuan penerjemah, sebaiknya meminta
persetujuan klien terlebih dahulu karena informasi yang disampaiakn berkaitan dengan
masalah kesehatan yang dapat dianggap sebagia urusan pribadi.
b. Membaca bibir
Slah satu anggapan yang salah muncul pada orang yang normal adalah semua
penderita gengguan pendnegaran dapat membaca bibir. Tingkat kemampuan
memebaca bibir mereka tentu berbeda-beda. Dengan demikain, hanya pembaca bibir
terampil saja yang akan memperoleh manfaat yang sebeneranya dari metode
komunikasi ini. Jika klien dapat membaca bibir, tenaga kesehatan tidak perlu meleh-
lebihkan gerakan bibir kerena tindakan itu dapat mendistorsi gerakan bibir dan
mengganggu penafsiran kata-kata. Jika klien lebih suka membaca bibir, pastikan
wajah tenaga kesehatan mengahadap ruangan yang cukup terang. Sebaiknya
singkirkan benda-benda yang menutupi wajah, misalnya masker bedah, tangan
ataupun karet.
c. Materi tulis
Informasi tertulis merupakan cara komunikasi yang dapat diandalkan tertuama jika
pemahaman sangat diperlukan. Tenaga kesehatn sebaiknya menulis informasi yang
penting untuk melengkapi kata-kata yang diucapkan kendati klien terampil membaca
bibir. Perlu diingat bahwa pemahaman bacaan rata-rata orang dewasa tunarungu setara
dengan kelas empat, sehingga pesan yang disampaikan hendaknya menggunakan
kalimat yang sederhana. Alat peraga seperti gambar yang sederhana, lukisan, atau
diagram bias juga dimanfaatkan sebagai pelengkap untuk meningkatkan pemahaman
materi tertulis. Penyampaian informasi melalui media tulisan juga bisa dilakukan oleh
klien dengan gangguan bicara kepada tenaga kesehatan. Metode ini bisa menjadi

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 113


metode yang paling fleksibel karena dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan
klien gangguan pendengaran dan bicara maupun klien dengan gangguan bicara saja.
d. Verbalisasi oleh klien
Kadang-kadang klien dengan gangguan pendengaran atau tunarungu lebih memilih
untuk berkomunikasi dengan cara berbicara, terutama jika tenaga kesehatan dan klien
telah memiliki hubuungan baik dan saling percaya. Seringkali nada dan infleksi suara
mereka akan berbeda dari cara berbicara kebanyakan orang, sehingga tenaga kesehatan
perlu menyediakan waktu untuk mendengarkan secara cermat. Tenanga kesehatan
harus menghindari interupsi saat klien berbicara. Jika masih mengalami kesulitan,
tenaga kesehatan sebaiknya membuat catatan tentang informasi yang didengar dari
klien agar lebih mudah dalam memahami inti pesan.
e. Memperkeras bunyi
Bagi klien yang mengalami gangguan pendnegaran tetapi tidak hilang sama sekali, alat
bantu pendnegaran mungkin akan sangat berguna. Jika klien tidak memliki alat bantu
dengar, sebainya meminta persetujuan klien dan keluarga untuk mencari rujukan dari
spesialis telinga, yang dapat menentukan apakah alat bantu dengar cocok untuk klien.
Cara lain untuk memperkeras bunyi adalah dengan menelungkupkan tangan disekat
telinga klien, atau menggunakan stetoskop yang terbalik dengan cara memasang
stetoskop di telinga klien dan tenaga kesehatan berbicara di corongnya. Jika salah satu
telinga klien dapat mendengra lebih jelas daripada telinga yang lain, tenaga kesehatan
sebainya berada di dekat telinga yang “baik”. Tenaga kesehatan harus berbicara
lambat, tidak berteriak, dan hendaknya memberikan waktu yang cukup banyak bagi
klein untuk memproses pesan yang disampaikan dan memberikan tanggapan. Metode
ini kurang cocok jika digunakan untuk komunikasi dengan klien yang mengalami
gangguan bicara saja, karena meskipun mengalami gangguan bicara, fungsi
pendengaran dapat bekerja dengan baik.
Tips komunikasi dengan gangguan pendengaran dana atau bicara:
a. Bersikap wajar
b. Jangan tegang dan kaku atau mencoba mengartikulasikan kata-kata secra berlebihan
c. Gunakan kalimat yang sederhana
d. Pastikan klien memperhatikan dengan cara menyentuh lengannya dengan lembut
sebelum memulai bicara
e. Berdiri mengahadap klien dengan jarak tidak lebih dari 2 meter apabila mencoba
berkomunikasi
f. Bersikap penuh perhatikan dan hindari hal-hal berikut
1) Berbicara sambal berjalan
2) Terlalu sering menggerak-gerakkan kepala
3) Berbicara sambil mengunyah
4) Memalingkan muka dari klien saat berkomunikasi
5) Berdiri langsung didepan cahaya terang yang akan meyilaukan klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 114


Apapun metode komunikasi yang akan digunakan, sebaiknya kedua pihak klien dan
tenaga kesehatan telah membuat kesepakatan terlebih dahulu agar tercipta keselarasan
persepsi sehingga komunikasi berjalan lancer. Kegiatan komunikasi harus selalu
memperhatikan tujuan utamanya yaitu menyampaikan informasi dan menerima informasi
dengan baik, sehingga bidan harus memastikan bahwa pesan kesehatan telah diterima dan
dipahami dengan baik oleh klien. Bidan harus selalu mengingat bahwa inti dari
komunikasi kepada klien dengan keadaan khusus adalah proses pemahaman klien
divalidasikan dengan cara yang tidak menakutkan.
6. Klien menolak bantuan konselor
Pada pertemuan pertama, penting sekali menjajaki mengapa atau apa yang mendorong
klien datang untuk konsultasi. Banyak klien yang merasa terpaksa datang, mungkin
karena diperintah mertua, takut mengetahui ada sesuatu dengan kondisi kesehatannya,
dan sebagainya. Membuka pembicaraan dengan menanyakan mengapa mereka datang ke
klinik (tempat konseling) akan sangat membantu. Selanjutnya dapat mengatakan: “Saya
dapat mengerti perasaan Ibu, saya senang Ibu datang hari ini untuk mendiskusikan
tentang kondisi kesehatan Ibu, kita punya waktu untuk membicarakan tentang kebutuhan-
kebutuhan Ibu”. Apabila klien sama sekali tidak mau bicara, tekankan pada hal-hal yang
positif, paling tidak ia sudah datang dan berkenalan dengan konselor, mungkin ia mau
mempertimbangkan kembali. Sarankan untuk melakukan pertemuan lanjutan
7. Komunikasi klien yang mengajukan pertanyaan yang tidak diketahui konselor
Katakan secara jujur dan terbuka bahwa Anda tidak tahu pemecahannya, namun dapat
mencari jalan keluarnya bersama-sama dan akan berusaha mencari informasi tersebut
untuk klien. Diskusikan dengan supervisor, teman sejawat, atau cari referensi lain. Lalu
berikan pemecahan masalahnya dengan tepat. Mengelak pertanyaan atau menjawab tanpa
dasar pengetahuan akan lebih berpengaruh negatif terhadap hubungan dengan klien yang
sudah terbina dengan baik. Akan lebih baik apabila konselor mengakui keterbatasan
pengetahuan

D. Uraian tugas
1. Tugas individu
2. Membuat video konseling pada individu atau keluarga
3. Upload di youtube (dengan pengaturan tidak untuk publik) dan linknya berikan di e-
learning
4. Checklist penilaian
Nilai
No Jenis kegiatan
0 1 2
1. Menyapa pasien dengan menyebut nama & senyum serta mempersilahkan
duduk (jabat tangan)
2. Memperkenalkan diri kepada pasien
3. Menanyakan alasan kunjungan klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 115


Nilai
No Jenis kegiatan
0 1 2
4. Menjelaskan tujuan konseling & mengatakan bidan akan menjaga
kerahasiaan klien
5. Isi konseling mudah dipahami Cara penyampaian dan bahasa yang
digunakan
6. Alur isi presentasi Penjelasan disajikan dengan alur yang baik, tidak
meloncatloncat
7. Pengenalan masalah Masalah yang disajikan teridentifikasi dengan jelas
8. Faktor Resiko Faktor resiko dari masalah teridentifikasi secara
komprehensif
9. Pengenalan intervensi Intervensi masalah yang dipilih dapat dijelaskan
dengan baik
10. Saran Saran yang diusulkan kelompok rasional
11. Tidak menyela pembicaraan klien
JUMLAH

Jumlah nilai Nilai akhir = -------------------------- x 100 =


22

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 116


KEGIATAN BELAJAR XI
PRAKTIK TERAPEUTIK

A. Alokasi Waktu
Demonstrasi 180 menit
Simulasi 480 menit
Roleyplay 360 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa terampil dalam memberikan advis kepada pasien agar pasien bersedia merubah
gaya hidup yang tidak mendukung kesehatanya

C. Uraian Materi
Komunikasi terapeutik komunikasi yang bertujuan untuk terapi dapat diaplikasikan
ketika seseorang petugas kesehatan memberikan asuhan kebidanan atau intervensi lainya
kepada klien.
1. Komunikasi Terapeutik saat Persalinan
Kegiatan komunikasi terapeutik pada ibu melahirkan adalah kegialan yang meliputi
pemberian bantuan pada ibu yang akan melahirkan dengan membimbing ibu agar dapat
melewati proses persalinannya dengan lancar.
Komunikasi terapeutik mempunyai beberapa tujuan seperti berikut ini.
a. Membantu klien memperjelas serta mengurangi beban perasaan dan pikiran selama
proses persalinan.
b. Membantu klien agar dapat mengambil tindakan yang efektif.
c. Membantu memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan diri sendiri untuk
kesejahteraan ibu dan suksesnya proses persalinan.
Komunikasi terapeutik dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan seperti
berikut:
a. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien
b. Bidan atau perawat menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal
yang positif.
c. Kehadiran, merupakan bentuk keterampilan aktif yang meliputi tindakan-tindakan
dalam mengatasi semua kekacauan atau kebingungan dan juga memberikan perhatian
total pada klien. BiIa memungkinkan anjurkan pendamping untuk mengambil peran
aktif dalam asuhan.
d. Mendengarkan, seyogyanya bidan atau perawat selalu mendengarkan dan
memperhatikan keluhan klien.
e. Sentuhan, dapat diberikan ketika mendampingi yang bersalin. Komunikasi non-
verbal kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-kata. Sentuhan bidan terhadap
klien memberikan rasa nyaman serta dapat membantu relaksasi.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 117


f. Memberikan informasi tentang kemajuan persalinan. Hal ini diupayakan untuk
memberi rasa percaya diri bahwa klien dapat menyelesaikan persalinannya.
Pemahaman yang baik terhadap suatu hal dapat mengurangi kecemasan seseorang
dan juga dapat mempersiapkan seseorang untuk menghadapi apa yang akan terjadi.
Informasi Yang diberikan pada klien dapat diulang beberapa kali dan jika mungkin
dapat diberikan secara tertulis.
g. Memandu persalinan dengan instruksi khusus, seperti memandu untuk bernafas,
relaksasi, atau melakukan gerakan tertentu. Sebagai contoh, bidan meminta klien
untuk meneran ketika ada kontraksi (his) muncul, lalu bidan mengatakan pada ibu
untuk benafas pajang dan rilek saat his menghilang.
h. Melakukan kontak fisik dengan klien. Kontak flsik dapat dilakukan dengan
menggosok punggung, memeluk, dan menyeka keringat serta membersihkan wajah
klien.
i. Memberikan pujian. Pujian diberikan pada klien atas usaha yang telah dilakukannya.
j. Memberikan ucapan selamat pada klien atas kelahiran putranya dan menyatakan ikut
berbahagia.
k. Komunikasi terapeutik pada ibu yang mengalami gangguan psikologi saat persalinan
dapat dilakukan oleh bidan dengan bersikap layaknya orang tua dewasa, karena suatu
ketika bidan harus memberikan pertimbangan pada kliennya.
2. Komunikasi Terapeutik pada lbu Nifas
Komunikasi tempeutik salah satunya bertujuan untuk menciptakan hubungan baik antara
bidan atau perawat dengan klien dalam rangka mencapai kesembuhan klien. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara seperti, mendorong ibu agar mampu meredakan segala ketegangan
emosinya, memberikan dukungan terhadap tindakan-tindakan konstruktif yang telah ibu
lakukan, dan selalu berusaha untuk memahami kondisi ibu.
3. Komunikasi Terapeutik pada Klien dengan Insomnia dan Gangguan Konsep Diri di Masa
Menopause
Pada masa menopause terjadi beberapa perubahan yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap fungsi fisiologis tubuh. di antaranya insomnia, gangguan konsep diri, dan
infantile. Berikut ini beberapa cara guna mengatasi gangguan-gangguan tersebut:
a. Kebiasaan tidur dan tumbuhkan sikap disiplin dalam menjalankannya, seperti
membaca bacann ringan, menonton TV, membuat acara yang santai bersama anggota
kaluarga lainnya mendengarkan musik yang menyenangkan
b. Biasakan makan yang cukup. Jangan makan terlalu banyak tetapi jangan juga makan
terlalu sedikit karena akan mengganggu tidur.
c. Atur kenyamanan diri. Pastikan ruangan jangan terlalu panas atau dingin selain itu,
kamar juga harus dan rapih
d. Dapatkan udan legar. Jangan tidur dengan selimut menutupi kepala karena akan
mengurangi asupan oksigen dan meningkatkan karbondioksida yang dihirup

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 118


e. Batasi minum atau asupan cairan setelah pukul 16.00 karena akan meningkatkan
keinginan untuk buang air kecil (BAK) ketika malam hari.
f. Jemihkan pikiran. Cobalah menyelesaikan masalah pada siang hari dan singkirkan
semua kecemasan sebelum tidur.
g. Menunda jam tidur dan juga jangan membiasakan diri untuk tidur siang.
h. Mengerti dan menerima diri sendiri dengan tulus ikhlas karena hal tersebut merupakan
fitrah dari Tuhan.
i. Aktivitas sosial dan agama dapat memberikan kepuasan batin, memperkaya iman dan
memberikan rasa berserah diri kepada-Nya.
j. Ketenangan dalam keluarga yaitu adanya pengertian dan dorongan anggota keluarga
dapat membantu dan mengurangi gejala yang timbul, sehingga masalah akan terasa
ringan dan akhirnya akan membawa kebahagiaan.
k. Pengobatan dengan estrogen dan kombinasi psikoterapi.
4. Analisis Proses Interaksi
Dalam melakukan komunikasi terapeutik, penting bagi bidan dan perawat untuk
memahami analisis proses interaksi. Analisi proses interaksi (API) adalah seperangkat
alat kerja yang dipakai bidan untuk memahami interaksi yang terjadi antara bidan dengan
klien. analisis proses interaksi mempunyai tujuan yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi
b. Meningkatkan kepekaan bidan terhadap kebutuhan klien
c. Mempermudah perkembangan dan perubahan pendekatan perawatan terhadap klien
d. Membantu bidan dalam penerapan asuhan kebidanan

Adapun variabel dari analisis proses interaksi (API) adalah komunikasi verbal,
komunikasi nonverbal, analisis berpusat pada klien, analisis berpusat pada bidan, dan
rasional.
Format Analisis Proses Interaksi (API) dan PetunjukT eknis Pengisian Format API
a. Inisial Klien : ……………………………………………………
(tulis inisial, bukan nama lengkap, misal: Tn. X. NY. Y)
b. Interaksi :…………………………………………………….
(pertemuan keberapa dan fase hubungan)
c. Lingkungan :……………………………………………………
(tempat interaksi, situasi tempat interaksi:ramai atau tenang, posisi bidan
dan klien: berhadapan atau membelakangi)
d. Deskripsi Klien : …………………………………………………
(penampilan umum ldien)
e. Tujuan lnteraksi : ………………………………………………..
(tujuan yang akan dicapai selama 20-30 menit, berfokus pada klien
terkait dengan proses keperawatan, missal klien mengenal bidan dan
mengungkapkan masalahnya)

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 119


f. Komunikasi Verbal :………………………………………………
(apa yang diucapkan oleh bidan, apa yang didengar dari klien)
g. Komunikasi non-verbal :………………………………………….
(menggambarkan tingkah laku atau sikap klien selama berinteraksi)
h. Analisis Berpusat pada Bidan: ...............................................…
(pusatkan analisis proses yang berhubungan dengan komponen sebagai
berikut: perasaan sendiri, tingkah laku non-verbal, isi pembicaraan yang
muncul atau terselubung, tujuan interaksi, dan hal-hal yang mengubah
interaksi)
i. Analisis Berpusat pada Klien: ....................................................
(analisis bisa terdiri dari komponen sebagai berikut: tingkah laku non-
verbal, isi pembicaraan yang muncul, perasaan klien, dan kebutuhan
klien)
j. Rasional : .......................................................................
(merupakan sintesis dan terapan teori pada proses interpersonal)

Contoh Format dan petunjuk teknis pengisian API


Nama bidan : Aisyah, Amd. Keb
Tanggal : 2 Oktober 2018
Pukul : 09.30-10.45 wib
Tempat : Ruang W
Inisial klien : Ny. Q
Interaksi : Fase prainteraksi
Lingkungan : Rung rawat inap berdampingan denga lklien, interaksi
berlangsung di tempat tidur, dan suasana tenang
Diskripsi klien : Penampilan kurang rapi, berpakaian seadanya, kulit kurang
bersih dan ekspresi wajah tenang
Tujuan interaksi : Klien mengenal bidan dan mengungkapkan
permasalahnnya secara terbuka
Komunikasi Komunikasi Non- Analisis Berpusat Analisis Rasional
Verbal Verbal Pada Bidan Berpusat Pada
Klien
P : Selamat P: Memendang P: Merasa belum K: Merasa belum Merupakan kalimat
pagi ibu Q klien dan tersenyum siap dan ragu untuk mengerti tentang pembuka untuk
K: ekspresi wajah memulai interaksi maksud memulai percakapan
datar kedatangan bidan dan salah satu
K: Selamat P: Memandang P: Merasa senang K: Masih metode membina
pagi, bu klien dan tersenyum atas tanggapan klien bertanya-tanya hubungan baik dan
K: tersenyum ragu dan mulai merasa maksud saling percaya
yakin kedatangan bidan bidan-klien

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 120


D. Uraian tugas
1. Tugas individu
2. Membuat video prektik komunikasi massa atau penyuluhan
3. Video di upload ke youtube dan linknya di kirim ke e-learning
4. Checklist penilaian
N Variabel yang dinilai Bobot Nilai (N) Jumlah
O ( BO )
1. Tahap pre interaksi 0 1 2
Mengksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri
Menganalisa kekuatan profesional diri dan keterbatasab 10
Mengumpulkan data tentang klien
Membuat rencana pertemuan dengan klien
2. Tahap Orientasi
Memberikan salam terapeutik dan tersenyum kepada klien
Memperkenalkan nama bidan
Menanyakan nama panggilan kesukaan klien
Menjelaskan tanggung jawab bidan dan klien
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
Menjelaskan kerahasiaan 10
3. Tahap kerja
Mengeksplorasi stresor yang sesuai/relevan
Mendorong 60
Memulai dengan kegiatan yang baik
Melakukan sesuai dengan rencana
4. Tahapan terminasi
Menyimpulkan hasil wawancara
Memberikan reinforcement positif
Merencanakan tindak lanjut dengan klien 10
Melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik)
Mengakhiri wawancara dengan cara yang baik
5. Dimensi respon
berhadapan
Mempertahankan kontak mata 10
Membungkuk kearah klien
Mempertahankan sikap terbuka
Keterangan
Nilai 0 : tidak dilakukan
Nilai 1 : dilakukan tidak sempurna

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 121


Nilai 2 : dilakukan dengan sempurna

Nilai : jumlah skor yang diperoleh X 100%


Jumlah skor total

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 122


KEGIATAN BELAJAR XII
PRAKTIK MEMBERI ADVIS PERUBAHAN GAYA HIDUP / KEBIASAAN

A. Alokasi Waktu
100 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa terampil dalam memberikan advis kepada pasien agar pasien bersedia merubah
gaya hidup yang tidak mendukung kesehatanya

C. Uraian Materi
Kemampuan bidan dalam memberikan informasi yang baik kepada klien sangat
penting untuk dapat membangun kepercayaan sekaligus bekerjasama dengan bidan. Salah
satu yang harus menjadi perhatian bidan adalah gaya hidup. Banyak keluhan maupun
penyakit yang tidak hanya membutuhkan manajemen yang sifatnya farmakologis tetapi juga
perubahan gaya hidup. Bahkan sebagian besar penyakit yang banyak terjadi di masyarakat
saat ini seperti diabetes melitus, dislipidemia, penyakit jantung koroner, stroke sangat
dipengaruhi oleh gaya hidup. Kebiasaan/perilaku juga merupakanfaktor yang berpepengaruh
terhadap derajad kesehatan individu. Salah satu contoh kebiasaan buruk yang sering
diabaikan adalah: mencuci tangan. Dalam konsep Blum, gaya hidup memegang peran
penting dalam mempengaruhi status kesehatan pasien, bersinergi dengan pelayanan
kesehatan, lingkungan dan ketahanan individu. Karenanya, seorang bidan dituntut mampu
memberikan advis kepada klien untuk dapat memodifikasi perilakunya demi meningkatkan
status kesehatanya.
Langkah – Langkah Menyampaikan Advis Perubahan Gaya Hidup
1. Enquire about the patient’s attitudes to health Bidan berusaha mencari perilaku klien yang
dapat berpengaruh kepada kesehatanya dan kenapa dia melakukan perilaku atau gaya hidup
tersebut. Untuk dapat melacak alasan pasien memiliki perilaku itu, dapat digunakan
pendekatan Health Belief Model (HBM) :
a. Perceiced Susceptibility: Pasien melakukan perilaku tertentu karena dia merasa tidak
rentan terhadap penyakit tertentu.
b. Perceived Seriousness : Pasien melakukan perilaku tertentu karena pasien merasa
kebiasaanya tidak berbahaya dan tidak mengakibatkan sesuatu yang mengancam
c. Perceived Benefit : Pasien merasa jika ia meninggalkan perilakunya ia tidak
mendapatkan keuntungan apa-apa dan tidak dapat mengurangi keparahan penyakit
d. Perceived barrier : Pasien merasa merubah perilaku menimbulkan sesuatu
ketidaknyamanan berupa sakit, lelah, banyak uang dsb
2. Giving Information
a. Bidan berusaha memberikan informasi yang benar berdasarkan data, fakta dan
pengalaman.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 123


b. Beberapa aturan dasar dalam memberikan informasi :
c. Organisasikan pesan dengan baik
d. Buatlah advis yang spesifik
e. Gunakan kalimat pendek dan jangan gunakan kata-kata medis
f. Ulangi kembali pesan yang anda sampaikan
3. Negotiating Bidan dapat bernegosiasi dengan klien tentang plan of action dan memberikan
target yang realistik kepada pasien
4. Supporting the patient Bidan harus memberikan dukungan yang terus menerus kepada
pasien

D. Uraian tugas
1. Tugas individu
2. Membuat video dan di upload ke youtube dan linknya di kirim ke e-learning
Nilai
No Jenis kegiatan
1 2 3
1. Mencari perilaku pasien yang berhubungan dengan kesehatannya
2. Mencari alasan pasien melakukan (tidak dapat meninggalkan)
perilaku tersebut berdasarkan health belief model (HBM)
3. Memberikan informasi kepada pasien :
- Pesan bersifat spesifik
- Kalimat-kalimat pendek
- Hindari kata-kata medis
4. Negosiasi dengan pasien
5. Memberikan target yang realistik
6. Memberikan dukungan kepada pasien dengan kata-kata motivasi
JUMLAH

Keterangan:
0 = tidak dikerjakan
1 = dikerjakan tetapi kurang sesuai/benar
2 = dikerjakan dengan benar
Jumlah nilai Nilai akhir = -------------------------- x 100 =
12

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 124


KEGIATAN BELAJAR XIII
PRAKTIK KOMUNIKASI MASSA

A. Alokasi Waktu
100 menit

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa terampil dalam memberikan advis kepada pasien agar pasien bersedia merubah
gaya hidup yang tidak mendukung kesehatanya

C. Uraian Materi
Komunikasi publik adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat
kabar dan majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau
orang yang melembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di
banyak tempat.
1. Unsur-unsur komunikasi publik
a. Sumber/komunikator
b. Pesan
c. Media
d. Penerima/komunikan
e. Efek/pengaruh
f. Umpan balik/feedback
2. Karakteristik komunikasi publik
a. Komunikasi publik berlangsung satu arah
b. Komunikator pada komunikasi publik bersifat umum
c. Media dalam komunikasi publik
d. Komunikan publik bersifat heterogen
3. Tujuan komunikasi publik
a. Perubahan sosial dan partisipasi sosial
b. Perubahan sikap
c. Perubahan pendapat
d. Perubahan perilaku

D. Uraian tugas
1. Tugas individu membuat SAP dan materi (contoh terlampir)
2. Membuat video praktik komunikasi massa
a. Penyuluhan langsung dengan aiudien
b. Penyuluhan dengan membuat video pendek berisikan informasi kesehatan lingkup
kebidanan
e. Video di upload ke youtube dan linknya di kirim ke e-learning

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 125


Nilai
No Jenis kegiatan
0 1 2
1. Pembicara terlihat menyesuaikan gaya bicara dan komunikasi non
verbal dengan audience
2. Pembicara terlihat menjaga kontak mata dengan audience (tidak
terlalu sering melihat layar/alat bantu di depan)
3. Pembicara menyapa audience dengan hangat
4. Memperkenalkan diri dan tim
5. Pembukaan dilakukan dengan baik menggunakan salah satu atau
beberapa teknik seperti :
- Fakta
- Pendapat ahli
- Angka statistik
- Insiden dramatis
- Gambar
- Video
6. Ide tersampaikan dengan terstuktur
7. 6. Pembicara menggunakan alat bantu yang sesuai (Jika
menggunakan slide, pastikan tulisan terlihat dan memenuhi aturan
rule of nine)
8. 7. Pembicara tampak dapat mengatasi kecemasan
9. 8. Gerakan non verbal digunakan secara sesuai untuk memperkuat
ide yang disampaikan
10. Pembicara melakukan penutupan dengan baik - Menghimbau -
Quotation - Kesempatan bertanya
11. Kekompakan tim
12. Etika dan kesopanan
JUMLAH

Jumlah nilai Nilai akhir = -------------------------- x 100 =


22

E. Daftar Pustaka
1. Fatmah. (2014). Teori dan Penerapan Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Gizi.
Jakarta: Erlangga.
2. Priyanto A. (2009). Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan
Kesehatan untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Taufik M, Julaiani. (2010). Komunikasi Terapeutik dan Konseling dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 126


Contoh SAP

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)


GIZI IBU HAMIL

Pokok Bahasan : Kebutuhan Gizi


Sub Pokok Bahasan : Gizi ibu hamil
Sasaran : Ibu hamil
Waktu : 60 menit
Tempat : PMB Barokah

A. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Ibu hamil dapat memahami dan mengkonsumsi makanan yang bergizi setelah
diberikan pendidikan kesehatan mengenai gizi ibu hamil.
2. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan ibu mampu:
a. Menjelaskan tentang defenisi gizi
b. Menjelaskan manfaat gizi
c. Menyebutkan jenis-jenis gizi
d. Menjelaskan gizi yang diperlukan ibu hamil
e. Menjelaskan pedoman makan bagi ibu hamil
f. Menyebutkan akibat ibu hamil yang kekurangan gizi
g. Menjelaskan kebutuhan zat gizi pada tahap kehamilan
h. Menyebutkan faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi pada kehamilan

B. Materi Belajar
1. Defenisi gizi
2. Manfaat gizi
3. Jenis-jenis gizi
4. Gizi yang diperlukan ibu hamil
5. Pedoman makan bagi ibu hamil
6. Akibat ibu hamil yang kekurangan gizi
7. Kebutuhan zat gizi pada tahap kehamilan
8. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi pada kehamilan

C. Metode Pembelajaran
1. Ceramah
2. Berdiskusi dengan ibu-ibu
3. Tanya jawab

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 127


D. Media (Alat Peraga)
1. Leaflet yang berisi tentang gizi ibu hamil
2. Alat dan bahan terkait materi gizi ibu hamil

E. Kegiatan Penyuluhan
Tahap
Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Ibu
Kegiatan
Pre test 5 menit Membagikan lembar pre test kepada Mengerjakan
semua peserta yang hadir dan
mempersilahkan untuk dikerjakan
Pembukaan 10 menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan dan
3. Menyampaikan tentang tujuan pokok menyimak
materi 3. Bertanya mengenai
4. Menyampaikan pokok pembahasan perkenalan dan
5. Kontrak waktu tujuan jika ada yang
kurang jelas
Isi 30 menit Penyampaian Materi Melihat
1. Menjelaskan tentang defenisi gizi Mendengarkan
2. Menjelaskan manfaat gizi Memperhatikan
3. Menyebutkan jenis-jenis gizi
4. Menjelaskan gizi yang diperlukan ibu
hamil
5. Menjelaskan pedoman makan bagi ibu
hamil
6. Menyebutkan akibat ibu hamil yang
kekurangan gizi
7. Menjelaskan kebutuhan zat gizi pada
tahap kehamilan
8. Menyebutkan faktor yang
mempengaruhi kebutuhan zat gizi
pada kehamilan
Penutup 10 menit 1. Memberikan kesempatan bertanya 1. Bertanya
2. Melakukan evaluasi 2. Sasaran dapat
3. Menyampaikan kesimpulan materi menjawab tentang
4. Membagikan leaflet dan pertanyaan yang
reinforcement diajukan
5. Mengakhiri pertemuan dan menjawab
3. Mendengarkan
salam 4. Merespon
5. Menjawab salam
Post Test 5 menit Membagikan lembar post test kepada Mengerjakan
semua peserta yang hadir dan
mempersilahkan untuk dikerjakan

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 128


F. Evaluasi Belajar
Evaluasi yang berupa pertanyaan lisan akan dilakukan selama proses dan setelah
dilakukan pendidikan kesehatan mengenai ASI Eksklusif, meliputi:
1. Jelaskan tentang pengertian dari gizi!
2. Apa tujuan dari pemberian manfaat gizi ?
3. Apa saja manfaat jenis-jenis gizi?
4. Apa saja gizi yang diperlukan ibu hamil?
5. Apa akibat ibu hamil yang kekurangan gizi?
6. Bagaimana Kebutuhan zat gizi pada tahap kehamilan?
7. Apa faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi pada kehamilan?

G. Daftar Pustaka
1. Agria dkk. 2011. Gizi Reproduksi. Jogjakarta: Fitramaya
2. Eva. 2010. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Trans Info Media
3. Sulistyoningsih, Haryani. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Jogjakarta: Graha
Ilmu.
4. Sunita, Almatsier. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
5. Wikipedia. 2011. Gizi Ibu Hamil. Id.wikipedia.org
6. Zulhaida. 2011. Gizi Masa Kehamilan. Zulhaida@.telkom.

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 129


Lampiran 1 SAP Materi Belajar

GIZI IBU HAMIL


1. Defenisi Gizi
Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses
kehidupan (Sunita, 2006).
2. Manfaat Gizi
a. Sebagai zat tenaga
Gizi menghasilkan tenaga atau energi, sumber : karbohidrat, lemak dan protein
b. Sebagai zat pembangun
Untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan organ-organ serta menggantikan jaringan
yang rusak, sumber protein.
c. Sebagai zat pengatur
Untuk mengatur metabolisme tubuh, sumber vitamin, mineral dan air (Djaeni, 2006).
3. dan seterusnya

Lampiran 2 PPT atau leaflet atau poster dll

Modul Pembelajaran Komunikasi Dalam Praktik Kebidanan 130

Anda mungkin juga menyukai