Kelompok 6 Budaya Melayu
Kelompok 6 Budaya Melayu
Disusun oleh :
Al Fedri 2101126237
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS RIAU
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang ”Sejarah dan Diapora Masyarakat
Melayu” dengan tepat waktu. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Usaha
Perjalanan Wisata. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Karena itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi
harapan berbagai pihak. Harapan dengan penulisan makalah ini agar setelah dapat
diselesaikan dapat menjadi referensi dalam melaksanakan perkuliahan Usaha Perjalanan
Wisata
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II : PEMBAHASAN................................................................................................... 2
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 16
3.2 Saran................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah adalah perisitiwa yang terjadi pada masa lampau. Begitu pula dengan sejarah
Melayu adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau sehingga terjadinya suku Melayu.
Suku Melayu secara suku bangsa merupakan suku terbesar populasinya dalam Provinsi Riau.
Jumlah penduduknya di Riau pada tahun 1971 adalah 1.423.289 juta jiwa dan 967.395 jiwa
adalah suku Melayu. Melayu Riau tidak pernah berhenti melawan penjajah asing dalam
rentang waktu 430 tahun, bermula dari upaya mengusir portugis dari Melaka 1512 sampai
agresi Belanda II.
Diaspora adalah bangsa atau penduduk etnis manapun yang terpaksa atau terdorong
untuk meninggalkan tanah air etnis tradisional mereka. Orang Melayu ber-diaspora ke
pelosok Nusantara dengan ciri budayanya sendiri. Diaspora orang Melayu ini berawal dari
keinginan untuk membangun negeri supaya masyarakatnya memperoleh kesejahteraan yang
wajar dan manusiawi.
Sejarah dan Diaspora Melayu jelas berperan sangat penting dalam tiap-tiap
kehidupan. Dengan demikian, kita dapat mengetahui dan mempelajari hal-hal tentang Suku
Melayu.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Proto-Deutro Melayu
Mereka selalu disebut dengan suku bangsa Weddoide yaitu bangsa yang berpindah-
pindah karena sumber mata pencaharian mereka tergantung pada hasil buruan. Di Riau kini
mereka diidentifikasi sebagai orang asli Sakai dan hutan. Dalam kehidupan sehari-hari
mereka di masa lampau menggunakan kapak batu sebagaimana layaknya masyarakat zaman
mesolitikum dan kemudian mengembangkan diri untuk menetap di suatu kawasan dan mulai
mengenal bercocok tanam.
Mulai dari tahun 2500 SM sampai tahun 300 SM, terjadi di 2 gelombang kedatangan
manusia yang disebut Proto- Melayu dan Deutro- Melayu. Keduanya memiliki kelebihan
dibandingkan Weddoide.
1. Proto Melayu sudah memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam bercocok tanam
tetapi Proto Melayu tidak berpindah-pindah, karena itu menyebabkan munculnya
pemukiman yang baru.
2. Deutro Melayu sudah dapat mengembangkan dirinya pada tahap yang belum tercapai
oleh Proto Melayu. Meskipun begitu itu tidak sedikit manusia dari kalangan Proto-
Melayu harus mengasingkan diri. Jejak Deutro-melayu ini antara lain dapat ditemui di
Bangkinang, Kuantan Mudik, dan Rokan melalui penemuan arca serta perhiasan dari
bahan perunggu. Sekilas dapat dibayangkan, perhiasan dan arca yang ditemukan di
sejumlah tempat di atas merupakan bagian dari sikap individu dalam berinteraksi
sesamanya.
Kerajaan Kandis merupakan salah satu kerajaan tua yang pernah ada di Riau. Belum
dapat diketahui secara pasti tahun berapa kerajaan ini didirikan. Catatan kerajaan tentang
Kandis ditemukan dalam kitab Negara Kartagama yang menyebutkan bahwa Kandis
merupakan salah satu kerajaan yang berada dalam taklukan Majapahit.
Daerah kawasan Kandis diperkirakan meliputi daerah Kuantan sekarang ini yaitu
mulai dari hulu batang kuantan Negeri Lubuk Ambacang sampai ke Cerenti. Ibu kota
2
kerajaan Kandis adalah Padang Candi, yaitu suatu tempat dipinggir Batang Kuantan.
Dinamakan Padang Candi karena disitu terdapat gugusan candi.
Dalam kawasan yang sama, ditemui pula beberapa kerajaan. Diantara beberapa
kerajaan yang dimaksud adalah Koto Alang. Kerajaan ini diperkirakan berdiri sebelum
masehi sampai abad ke-2. Diperlukan waktu dua hari berjalan kaki untuk menempuh
pusatnya yang sudah tertimbun tanah. Diduga, Koto Alang memiliki peradaban tinggi,
sehingga sampai ada yang mengaitkannya dengan kerajaan Atlantis yang dikemukakan
filosof dan sejarawan terkemuka dunia, Plato, sebagai negara adidaya masa lalu. Sebaliknya,
ada juga yang mengatakan pada akhirnya Koto Alang dikenang sebagai bagian dari Kandis.
2. Katangka
3. Sriwijaya
Salah seorang pakar yakni J.I Moens, menyebutkan semula Sriwijaya berada di
Pantai Timur Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang), kemudian pindah ke Muara Takus
(ibid). Dua faktor utama yang memperkuat Muara Takus sebagai pusat Sriwijaya adalah :
a. Posisinya yang terletak dipinggir sungai yakni sungai Kampar yang pada waktu
dahulu dapat dilayarkan kapal sampai ke hulu, dengan muaranya di Selat Malaka.
b. Banyak ditemui bangunan besar dan peninggalan-peninggalan lain. Hal terakhir ini
sulit ditemui di kawasan yang juga disebut-sebut sebagai pusat Sriwijaya semacam
Palembang yang hanya ditemui stupa kecil, meskipun daerah inilah yang paling
gencar menyebutkan wilayahnya sebagai pusat Sriwijaya.
3
b. Di sungai Takus, terdapat Perahu Bergerai dan Lubuk Tempayan.
c. Prasasti Batu Bersurat dan Prasasti Muara Mahat.
d. Bukti-bukti pemukiman ditemui di Pongkai dan Minawa Tamwan.
e. Kota Barat, Kota Dalam dan Gulamo banyak ditemukan pecah-pecahan keramik dari
zaman dinasti Sung. Di Balai Hyang Kemala Kewi ditemukan keramik maupun
porselin, dan sejumlah senjata kuno.
4. Keritang
5. Gasib
Kerajaan Gasib atau Siak Gasib diperkirakan telah berdiri pada abad ke-14 atau 15
masehi. Pusat kerajaan Gasib terletak di tepi sebuah anak sungai yang bernama Gasib.
Tempat ini berada di Hulu Kuala Mandau sekarang ini. Kerajaan Gasib menguasai wilayah
sepanjang sungai Siak, mulai dari paling hulu yaitu Bukit Langa, Tapung Kanan.
Hanya ada dua catatan singkat yang menyebut tentang Raja Gasib. Catatan pertama
menyebutkan bahwa berdasarkan cina pada tahun 1433, Raja Bedagai dari Gasib bersama-
sama dengan Raja Indragiri dan Siantan datang untuk meminta perlindungan kepada Cina.
Catatan kedua menyebutkan bahwa pada tahun 1444-1447 Melaka mengalahkan Gasib dan
menawan rajanya yaitu Permaisuri.
6. Segati
Kerajaan ini terletak di Hulu Sungai Segati di tepi sungai Kampar. Kerajaan Segati
didirikan oleh Tuk Jayo Sati, keturunan Maharaja Olang. Pusat kerajaan pertama kali terletak
di Tanjung Bungo, tapi kemudian atas prakarsa putranya yang bernama Tuk Jayo Tunggal,
pusat kerajaan dipindahkan ke Ranah Gunung Setawar, di hulu Sungai Segati. Setelah Tuk
Jayo Tunggal meninggal dunia, diangkatlah Tuk Jayo Alam puteranya sebagai Raja.
7. Pekantua
Kerajaan ini berlokasi di hulu sungai Pekantua Pelalawan. Kerajaan ini didirikan oleh
Maharaja Indra dari Kerajaan Tumasik (Singapura). Diperkirakan kerajaan Pekantua
didirikan pada penghujung abad ke-14 M lebih kurang sezaman dengan kerajaan Melaka.
Setelah Maharaja Indera mangkat, ia digantikan oleh puteranya Maharaja Pura. Setelah era
Maharaja Pura, pemerintahan dilanjutkan oleh Mahara Laka dan kemudian dilanjutkan oleh
Maharaja Syaisya. Pada masa Mahara Syaisya ini dibangun sebuah bandar baru diseberang
Pekantua. Yang dinamakan bandar Nasi. Setelah memerintah beberapa lama Maharaja
Syaisya kemudian digantikan oleh puteranya Maharaja Jaya.
4
2.3 Sejarah Melayu Islam dan Era Kolonial
Islam masuk ke Tanah Riau pada abad ke-7 namun pada abad awal keislaman yang
dibawa Nabi Muhammad SAW belum banyak dianut di kawasan ini karena pengaruh kuat
Buddha dan dihadang dinasti tang di Cina dengan dominasi perdagangan. Meskipun
demikian Islam makin merasuk ke tanah Melayu dan menjadi pengaruh besar dalam
pengembangan peradaban Melayu.
Pada suatu masa kemudian kehidupan masyarakat di Kuantan dan seni dikendalikan
oleh konfederasi negeri atau koto yang dinamakan Rantau Nan Oso Kurang Duapuluh
meskipun begitu mereka memiliki otonomi tersendiri permasalahan antar koto dilaksanakan
melalui musyawarah orang gedang di Teluk Kuantan yang dipimpin oleh Datuk Bisai.
2. Andiko Nan 44
3. Gunung Sahilan
Kerajaan Gunung Sahilan diperkirakan berdiri pada abad ke-16. Wilayahnya dibagi
menjadi 3 rantau yang pertama Rantau Daulat, Rantau Indo Ajo dan Rantau Andiko. Rantau
Daulat yaitu dari Muara Langgai sampai ke Muara Singingi dengan kampung-kampung nya
yaitu Mentuli, Sungai Pagar, Jawi-Jawi, Gunung Sahilan, Subara, Kototuo Lipat Kain.
Kemudian Rantau Ide Ijo mulai dari Muara Singingi sampai ke Muara Sawah dikatakan Indo
Ijo karena berasal dari negerinya yaitu Lubuk Simpur dan yang ketiga Rantau Andiko yaitu
dari Muara Sawah sampai ke Pangkalan Dua Laras dengan negeri-negeri Kuntu, Padang
Sawah, Domo, Pulau Pencong.
Secara garis besar kerajaan Gunung Sahilan terbagi dalam dua wilayah besar yaitu
Rantau Daulat adalah daerah pusat kerajaan. Rantau Daulat berpusat di ke negerian Gunung
Sahilan sedangkan Rantau Andiko adalah daerah kekuasaan khalifah yang bertempat di
5
mudik. Kerajaan Gunung Sahilan berdiri kurang lebih 300 tahun dan selama itu diperintah
oleh 9 orang raja atau Sultan dan 1 putra mahkota yang akan dinobatkan menjadi Sultan
apabila raja yang terakhir wafat.
4. Kerajaan Tambusai
Salah satu kerajaan yang tua yang berada di tanah Rokan Ibu negerinya terletak di
Dalu-Dalu. Belum diperkirakan berapa tahun berdirinya namun diperkirakan setelah
masuknya Islam di daerah ini. Raja pertama Tambusai adalah Sultan Mahyudin. Dalam
pemerintahannya, ia dibantu oleh orang besar kerajaan yang terdiri dari Datuk Sri Maharaja,
Datuk Paduko Tuan, Datuk Temenggung dan Datuk Paduko Rajo. Setelah Sultan Mahyudin
wafat digantikan oleh putranya yang bernama Zainal kemudian bergelar Sultan Zainal
pemerintah tidak terdapat perubahan yang penting kecuali perubahan gelar Datuk Seri
Paduka Datuk Setia Raja, Datuk Mangkuto Majalelo, dan Datuk Majo Indo.
Pada masa Sultan Abdullah atau Sultan keempat, diadakan perpindahan pusat
pemerintah dari karang besar ke Kuala Tambusai diadakan perubahan karena pusat
pemerintahan tidak ada begitu juga struktur orang besar tetap seperti pada masa Sultan Zainal
dalam pegangan raja Tambusai dijelaskan bahwa Kerajaan Tambusai sejak berdiri telah
diperintahkan oleh 19 raja.
5. Indragiri
6. Rambah
Kerajaan Rambah didirikan di daerah Pasir Pangaraian yaitu di negeri Ramba daerah
ini termasuk kedalam daerah kekuasaan kerajaan Tambusai bahkan raja rambah pertama
adalah saudara Sultan Tambusai sendiri yaitu Raja Tengku Muda. Untuk menjaga masa
depan diadakan ikrar bersama antara raja Tambusai dengan Raja Ramba yaitu Tengku Muda
yang dipertuan Jumadil Alam Sari Muhammad Syarif yang dipertuan besar.
7. Kunto Darussalam
Kerajaan ini berdiri setelah kerajaan Tambusai yaitu ketika Tambusai diperintah oleh
Sultan Saifudin. Kerajaan ini terletak di kota lama dan merupakan pusat penyebaran Islam di
6
daerah Rokan menurut silsilah raja kerajaan Kunto Darussalam sejak berdiri sampai berakhir
tahun 1942 tercatat 8 orang raja yang pernah memerintah.
8. Kepenuhan
Maka diperkirakan Kerajaan Kepenuhan berdiri pada penghujung abad ke-19 menurut
silsilah Kerajaan Kepenuhan, tercatat beberapa raja yang pernah memerintah di Kepenuhan
antara lain Sultan Sulaiman yang dipertuan muda.
9. Rokan IV Koto
Pada sekitar abad ke-14 terdapat sebuah kerajaan yang yang berpusat di Kota Lama
yaitu Kerajaan Rokan ada pendapat yang mengatakan bahwa perkataan Rokan berasal dari
"rokana" yang berarti rukun dan damai dan melambangkan kerajaan Rokan yang besar karena
kerukunan warga masyarakatnya. Rokan memiliki sumber daya alam yang menjadikannya
kerajaan yang makmur dan membangun hubungan erat dengan kerajaan lain sayangnya
kerajaan Rokan mengalami kemunduran pada abad ke-16 disebabkan oleh kekalahan Malaka
melawan Portugis. Adapun raja-raja yang pernah memerintah Rokan 4 koto diantaranya yang
di-pertuan Sakti Ahmad.
Siak Sri Indrapura merupakan sebutan bagi sebuah kerajaan yang terletak di tepi
sungai jantan yang bertepatan di Kabupaten Siak kerajaan ini didirikan oleh Raja Kecik pada
tahun 1723. Raja kecik adalah anak dari Sultan Johor yaitu Sultan Mahmudsyah II dan
istrinya yang bernama Encik Pong. Kerajaan Siak Sri Indrapura berdiri pada tahun 1723 dan
pada masa inilah Pekanbaru mulai dikembangkan dan Sultan terakhir Siak Sri Indrapura
bernama Sultan Assyaidis Syarif Kasim Sani Abdul Jalil Syaifuddin yang lebih dikenal
dengan nama Sultan Syarif Kasim II memerintah dari tahun 1908 sampai 1945 beliau
seorang yang berpendidikan dan sangat peduli dengan kaum perempuan dan mendirikan
lembaga pendidikan dan beliau mangkat pada tahun 1968 di Rumbai, dan bergelar Marhum
Mangkat di Rumbai.
11. Pelalawan
Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Pekan Tua dinamakan Pelalawan
diambil dari kata “lalu” yang berarti tempat yang sudah dicadangkan. Sekitar tahun 1725
Raja Pekantua Kampar mengumumkan pemindahan pusat pemerintahan setelah pemindahan
itu secara resmi nama Pelalawan menggantikan nama Pekan Tua Kampar dan setelah berubah
nama Raja Pelalawan yang semula bergelar Maharaja Dinda II berganti dengan Maharaja
Dinda perkasa atau Maharajalela Dipati dan digantikan putranya Maharajalela bungsu 1750-
1775 M.
7
12. Batu Hampar, Pekaitan Kemuning, Cerenti
Orang Riau termasuk orang awal dalam menentang penjajahan asing dimulai dari
perlawanan terhadap Portugis disebabkan bahwa bangsa asing pertama kali menguasai
nusantara sampai-terdiri atas Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam
sekarang adalah bangsa Portugis yang merebut Malaka tahun 1511 dan kerajaan ini sedang
berada di puncak dan pada saat itu sebagian besar wilayah yang kini bernama Riau berada
dalam kekuasaan Malaka. Masyarakat melayu dipimpin oleh Sultan Melaka terakhir yaitu
Sultan Mahmud bersatu padu mengusir Portugis dan menyusun kekuatan dari Bintan yang
sekarang masuk ke dalam wilayah administratif provinsi kepulauan Riau. Lasykar lasykar
Melayu tak pernah berhenti menyerang Portugis dengan panglima bernama hang Nadim.
Sultan Mahmud mengirim Hang Nadim ke Gasib, Bukit Batu, dan Bengkalis, tahun 1512
untuk setahun setelah kejatuhan Malaka ke tangan Portugis. Dan Portugis dipimpin oleh
fernao peres de andrade dari Melaka tahun 1512 setelah melalui pertempuran yang banyak
menelan korban dari kedua pihak.
Walaupun begitu pada tahun 1526 Ras Singa II dari Indragiri bahkan memimpin
Armada Melayu menyerang Portugis di Malaka narasinga mengepung Melaka yang disambut
Portugis dengan perlawanan sengit berhari-hari perang yang disebut dengan perang sosok ini
terjadi yang menimbulkan korban yang tidak sedikit namun kembalinya narasinya menjadi
dampak negatif bagi pendudukan sipil yang juga kebanyakan Melayu pasalnya bahan-bahan
makanan tidak dapat masuk ke Malaka sehingga penduduk di kota itu kelaparan. Berbagai
serangan dilakukan orang Melayu Riau terhadap Malaka akhirnya membuat Portugis
mengambil tindakan khusus di wilayah Melayu Riau pada tahun 1537 mereka mengadakan
pembersihan di selat Rupat dan Bengkalis yang disambut penduduk setempat dengan
perlawanan sengit pada tahun 1547 Portugis menyerang Aceh Siak bukit batu dan Bengkalis
karena penyerahan tersebut daerah Siak bukit batu, dan Bengkalis menggabungkan diri ke
dalam pasukan Aceh untuk mempertahankan hak sesama saudara mereka atas tanah marah
dan tumpah darah.
2. Melawan Belanda
8
tahun 1782 dengan mengumpulkan orang-orang di pesisir timur Sumatera selain di kepulauan
Riau sendiri menurut sejarawan kemenangan ini adalah kemenangan bangsa Asia tenggara
terhadap satu dari empat bangsa di dunia yaitu yang memiliki armada laut terkuat yakni
Belanda.
Meskipun perang Riau sudah padam perlawanan masyarakat melayu Riau masih saja
panas berbagai pertempuran muncul setelah itu tetapi secara mengejutkan Belanda harus
menghadapi penyerangan yang dilakukan oleh tuanku Tambusai yaitu anak jati Melayu Riau
dari Rokan di benteng Fort Amerogen, Rao yang kini di Sumatera barat peperangan ini
dipimpin membuat Belanda baik di kawasan yang sekarang masuk ke dalam wilayah
administratif Sumatera Utara Sumatera barat dan Riau sendiri kalang kabut.
Perlawanan yang mengerikan diperlihatkan juga oleh Datuk Tabano dari Bangkinang
Kampar sebagai pemimpin perlawanan rakyat limo koto meskipun melawan pasukan Belanda
yang berjumlah 1000 orang pada tahun 1898 an Tabano tidak mau menyerah, ketika musuh
mau menangkapnya iya persilahkan masuk kedalam rumahnya dengan senjata terhunus tetapi
sebelumnya dengan takzim ia melantunkan adzan dan dengan berakhir mengucap
"lailahailallah". Dalam pertempuran yang diperlihatkan 5 kota dengan kepintaran
mewujudkan bagaimana tidak untuk menyerang limo koto, Belanda yang datang dari
pangkalan harus melintasi sungai Mahakam yang mengalir ke pulau gadang masyarakat
membangun benteng di sebuah bukit yang bernama batu dinding dan menggelindingkan kayu
dalam jumlah besar ke arah sungai yang dilewati pasukan Belanda.
Setelah menguasai limo koto, Belanda menuju teluk kuantan melewati gunung
sahilan, lipat kain komandan kuntu namun saat di perjalanan mereka mendapat perlawanan
dari masyarakat setempat dan menewaskan ratusan pihak penjajah pada saat itu Belanda baru
dapat menguasai kuantan pada tahun 1905.
Cukup besar pula perjuangan Sultan Zainal Abidin di Rokan yang terus menggempur
Belanda tahun 1901-1904 ia menolak apapun bentuk yang berhubungan dengan Belanda.
Sampai mengirim utusan ke Ipoh atau Malaysia dan Turki untuk mengenyahkan Belanda dari
tanah kelahirannya namun kemudian ia dapat ditangkap Belanda di pasirpangaraian,
kemudian dibuang ke Sukamiskin sebelum akhirnya dipenjara di Madiun lalu beliau wafat di
salah satu wilayah penting di Jawa.
Perlawanan masyarakat melayu Riau terhadap Jepang terjadi di Indragiri Hilir dan
Labuhan Tangga yang kini disebut Rokan Hilir. Di Enok pertempuran diawali dengan
ketidakmampuan masyarakat menyerahkan hasil tanaman mereka kepada Jepang sementara
di Labuhan Tangga, dipicu oleh larangan Jepang terhadap pelaksanaan takbir dan salat idul
Fitri tahun 1944. Perlawanan terhadap Jepang dilakukan dengan berbagai cara tidak hanya
dengan senjata di antaranya adalah mogok kerja dan pemboikotan mogok kerja ini misalnya
diperlihatkan buru-buru kerja paksa yang membuat jalan Pekanbaru-Bangkinang. Peristiwa
ini berakhir tragis ketika Jepang justru menyiksa buruh yang ternyata menewaskan ribuan
9
orang. Orang Sakai, juga sempat melawan Jepang dengan gagah berani, yang menyebabkan
bangsa asing tersebut kalangkabut.
Tak hanya gembira, pada bulan September 1946, Sultan Syarif Kasim II, bahkan
meninggalkan Siak untuk menyerahkan Siak ke pangkuan NKRI melalui tangan Presiden
Soekarno di Yogyakarta. Tidak saja wilayah dengan kekayaan alam nya, waktu itu minyak
sudah ditimbang dikerajaan Siak-Syarif Kasim juga menyerahkan harta pribadi senilai 13 juta
gulden. Atas pengabdiannya pula pemerintah Indonesia telah mengangkat Sultan Syarif
Kasim II sebagai pahlawan nasional.
10
sedangkan pemerintah tidak siap menghadapi mereka. Namun seiring perjalanan waktu,
masyarakat setempat juga tidak bisa menerima tindakan Cina tersebut, sehingga berkoodinasi
sesama mereka. Apalagi di berbagai kampung, masih terdapat sejumlah orang Cina yang
tidak tahu menahu dengan kejadian di Bagansiapi-api. Belum lagi keberadaan Tentara
Jambang yang memilih menyerang orang-orang Cina. Tak pelak lagi korban jiwa pun
berjatuhan, melebihi 1.000 orang dari semua pihak. Rentetan peristiwa ini dikenal dengan
sebutan peristiwa “Bagansiapi-api II”, baru pulih pada awal Oktober 1946.
2. Agresi Belanda I
Pada agresi Belanda I di Riau yakni suatu usaha Belanda untuk tetap menjajahi
Indonesia,terjadi tembak-menembak antara Indonesia dengan Belanda diperairan Inderagiri
Hilir,Bengkalis dan daerah pantai lainnya.Diantara pertempuran yang terkenal adalah
penyerangan ke Tanjung Kilang Pulau Durai.Tempat ini merupakan pos motor-motor patroli
belanda,berkekuatan tentara satu peleton yang bila-bila masa bisa menambah kekuatannya
dari Tanjung Batu,Kepulauan Riau.Dari pulau ini pula mereka senantiasa berpatroli yang
menghambat pelayaran di Inderagiri khususnya dari dan ke Singapura.
Penyerangan dilakukan pada 20 Juli 1946 dari lima regu.Dengan semangat yang
tinggi pasukan yang dipimpin Kapten Muchtar tersebut pada sebelah paginya sudah dapat
menguasai Tanjung Kilang.Tapi beberapa jam kemudian,musuh mampu menyerang pasukan
merah putih secara bertubi-tubi dengan kekuatan tentara dua peleton.Kapten Muchtar dan
empat prajuritnya gugur.Sekitar pukul 14.00 pasukan Letnan Sunipar mampu mengusir
musuh.
Di sisi lain,dalam rentang waktu awal kemerdekaan dan agresi Belanda I,berbagai
kekuatan militer di Riau sudah terbentuk.Pada bulan November 1945,berbagai elemen
kekuatan militer Riau sudah bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
sebagaimana terbentuk secara nasional.Untuk Riau,BKR dipimpin oleh Letnan II Hasan
Basri,terdiri atas tiga batalyon.Di pekanbaru batalyon BKR dipimpin oleh D.I Panjaitan
sedangkan batalyon Bengkalis dipimpin Arifin Achmad dan Thoha Hanafi memimpin
batalyon Inderagiri.
3. Agresi Belanda II
a. PDRI Berpusat di Bangkinang
11
Secara umum,disebutkan bahwa Riau diserang dari dua jurusan. Jurusan pertama
datang dari Tanjung Pinang sebanyak dua batalyon yang dipimpin oleh Kolonel Trebel.
Dilindungi pesawat-pesawat tempur Mustang, kota-kota yang menjadi sasaran mereka antara
lain adalah Bengkalis, Selat Panjang, Bagansiapi-api, Siak Sri Indrapura, Tembilahan, Rengat
dan Airmolek, Arah Darat, Riau diserang dari Sumatera Barat oleh Brigade V Erp, meliputi
Bangkinang dan Pekanbaru.
Diluar dugaan karena semula yakin bahwa mereka tidak dapat menembusi pertahanan
RI di Sumatera Barat, pasukan Agresor ini telah masuk ke Riau tanggal 26 Desember 1948
tepatnya di Bnagkinang. Kota ini diserang dari darat dan udara. Meskipun tidak menimbulkan
korban jiwa, telah cukup memberi sinyal bahwa PDRI dalam keadaan genting, sebab Mr
Syafuruddin Prawiranegara sebagai ketuanya, masih berada di Bangkinang. PDRI akhirnya
meninggalkan Bangkinang, 30 Desember 1948, setelah memperoleh informasi bahwa
Belanda yang baru saja menguasai Payakumbuh bergerak ke Riau khususnya Bangkinang
pada 29 Desember 1948.
Didukung tentara terjun payung, Belanda memasuki Pekanbaru 1 Januari 1949. Selain
berhari-hari menyebarkan pamflet tentang tertangkapnya pemimpin Indonesia di Yogyakarta
melalui udara, mereka terus-menerus menambahkan kekuatan. Tanggal 4 Januari 1949
misalnya kapal-kapal Belanda tiba di Pekanbaru, membawa dua kompi pasukan KNIL.
Kekuatan Belanda di Pekanbaru menjadi dua kompi lebih terkonsentrasi di Rintis dan Tanah
Merah. Selain itu 1 peleton merinir di pelabuhan, 1 detasemen Inlichting Doents di tengah
kota, 1 detasemen MRD ditengah kota, 1 detasemen angkatan udara di Simpangtiga.
12
memutari kota berkali-kali. Pimpinan tentara setempat Letnan Sunipahar memerintahkan
rakyat untuk bersiap-siap mengosongkan Tembilahan, bahkan bila perlu membumi
hanguskannya. Baru beberapa hari kemudian, 4 Januari 1949 Tembilahan diserang dari
sungai seiringan dengan munculnya empat kapal para musuh,beriringan dengan kemunculan
dua pesawat tempur yang melakukan penembakan keseluruh penjuru.
Sehari setelah Yogyakarta sebagai ibu kota negara RI diserang, 19 Desember 1949
berbagai peningkatan aktivitas Belanda di Kuala Sungai Siak sudah kelihatan. Biasanya
hanya satu kapal yang menjaga kawasan tersebut tetapi sejak saat itu kapal patroli ditambah
dengan dua kapal patroli sungai. Pos di Tanjung Layang diserang, malahan mengalami
puncaknya pada 29 Desember 1949. Tembak menembak acap kali terjadi antara Belanda
dengan tentara Indonesia disungai apit dibawah pimpinan Letnan Nasrun. Gerakan musuh
memasuki Siak dihadang tembakan TNI dibawah pimpinan Letnan Abbas Djamil. Tak lengah
lagi, hanya berselang sehari kemudian, kota ini diserang dari udara. Malahan sepekan
kemudian Belanda memperkuat militernya dengan mendatangkan dua kapal.
Serangan Belanda diiringi dengan pendaratan dan pendudukan di sungai Apit terjadi
pada Maret 1949.
4. Provinsi Sendiri
Dapat disebutkan bahwa ide pembentukan Provinsi Riau berangkat dari kesadaran
bahwa keresidenan ini memiliki kemampuan tersendiri dipandang dari berbagais udut baik
ekonomi maupun sejarah. Dalam bidang ekonomi misalnya, terlihat luas kebun kelapa di
Riau pada tahun 1951 adalah 291.331 sedangkan di Sumatera Barat hanya 28.000 hektar dan
Jambi 188.600 hektar. Begitu kebun karet di Riau yang pada tahun serupa adalah 182.572
hektar, sedangkan di Sumbar 25.000 hektar. Tanaman pinang di Riau sekitar 10.000 hektar
yang tidak dijumpai di Sumatera Barat dan hanya sedikit di Jambi sekitar 300 hektar. Apalagi
produksi laut Riau tahun 1952 yang di Bengkalis saja telah mencapai 43.000 barrel per hari.
13
Sebaliknya, pembangunan di Riau amat sedikit. Sebagai contoh adalah pendidikan.
Pada tahun 1950-an di provinsi Sumatera tengah terdapat 27 SMP Negeri (SMPN), tetapi
hanya empat SMPN saja yang berada di Keresidenan Riau, selebihnya yakni 21 SMPN
berada di Sumatera Barat dan dua SMPN lagi di Jambi. Begitu juga sekolah teknik (TK) dan
Sekolah Teknik Menengah (STM) yang se-Sumatera tengah berjumlah 14 sekolah, hanya
satu sekolah berada di Riau dan Jambi sedangkan selebihnya di Sumatera Barat (ibid).
Istilah Diaspora (bahasa Yunani kuno: διασπορά, "penyebaran atau penaburan benih")
digunakan (tanpa huruf besar) untuk merujuk kepada bangsa atau penduduk etnis manapun
yang terpaksa atau terdorong untuk meninggalkan tanah air etnis tradisional mereka
penyebaran mereka di berbagai bagian lain dunia, dan perkembangan yang dihasilkan karena
penyebaran dan budaya mereka.
14
negeri baru, meneroka tanah-tanah untuk kehidupan yang lebih baik, melakukan
perdagangan, membangun negeri yang ditemukannya bersama penduduk tempatan. Sistem
penjajahan yang menyulitkan kehidupan masyarakat di tempat mereka hidup sehari-hari telah
membuka kesempatan mereka ke Semenanjung untuk pening-katan kesejahteraan hidup yang
lebih baik. Dengan tidak mengecilkan makna diaspora, perlu diangkat teori bahwa Riau
dengan Tanah Semenanjung berlangsung dengan alamiah, baik budaya dan genealogis
maupun sosiologis. Insan-insan itu merupakan satu keturunan darah dan jika diingat
ungkapan orang tua-tua hubungannya ibarat "mencencang air tidak akan pernah putus.
Bagian akademik dari studi diaspora terbentuk pada pengahabisan masa zaman ke-20,
sehubungan dengan bertambah lapangnya guna 'diaspora'. Jacob Riis, seorang penulis yang
tajam, menyimpulkan bahwa diaspora terbentuk pada pertengahan masa zaman ke-20, namun
pada kenyataannya ruang lingkup diaspora yang diperluas baru disediliki pada pengahabisan
masa zaman ke-20.
Pada masa zaman ke-20 khususnya telah terjadi krisis pengungsi etnis besar-besaran,
karena peperangan dan bentuknya nasionalisme, fasisme, komunisme dan rasisme, serta
karena beragam bencana dunia dan kehancuran ekonomi. Pada paruhan pertama dari masa
zaman ke-20 ratusan juta orang terpaksa mengungsi di seluruh Eropa, Asia, dan Afrika Utara.
Banyak dari para pengungsi ini tak meninggal karena kelaparan atau perang, pergi ke benua
Amerika.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Mempelajari sejarah bukan hanya
bertujuan untuk mengetahui kejadian atau peristiwa penting di masa lalu namun juga
mengajarkan berbagai bentuk pengalaman yang terjadi sepanjang sejarah manusia baik
keberhasilan maupun kegagalan. Sehingga mempelajari sejarah sangatlah penting bagi kita
agar dapat mengetahui dan mengenal akar sejarah diri kita, karena mau tidak mau, kita adalah
hasil dan pencapaian dari peristiwa sejarah tersebut. Melayu Riau tidak pernah berhenti
melawan penjajah asing, malahan dalam rentang waktu 430 tahun, bermula dari upaya
mengusir portugis dari Melaka 1512 sampai agresi Belanda II. Dari sisi ini dapat disimpulkan
bahwa sumbangan Riau terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tentulah
tidak kecil ditambah dengan kekayaan alam dan budidaya yang kini menjadi bagian NKRI.
3.2 Saran
Dari uraian di atas, secara singkat dapat dikemukakan bahwa kita dapat menanamkan
nilai dan norma yang terkandung dalam sejarah Melayu kepada masyarakat luas, supaya nilai
dan norma tersebut mampu memberikan pembelajaran bagi semua orang melalui pendidikan,
pelatihan maupun sosialisasi mengenai sejarah Melayu terutama di Riau.
16
DAFTAR PUSTAKA
17