Anda di halaman 1dari 2

Nama : Andri Trijulyanto

NIM : 202011055

Kelas : 1A/D3 Rekam Medis

Koherensi antara sholat, zikir dan ikhtikf (hablun minallah)

Shalat. Memperbanyak shalat saat i’tikaf amat dianjurkan. Sebab, shalat merupakan
seutama-utamanya ibadah dan paling besar pahalanya. ‘’Shalat merupakan hubungan langsung
antardua pihak, yakni seorang hamba dengan Khaliknya. Terlebih, shalat adalah tiang agama dan
rukun Islam yang paling utama,’’ ujar Al-Kubaisi.

Memperbanyak membaca Alquran.  Dengan membaca Alquran hati akan menjadi tenang
dan jiwa menjadi tentram. Terlebih, pahala membaca Alquran juga amat besar. Orang banyak
membaca Alquran mandapat jaminan untuk mendapatkan syafaat di hari akhir kelak. Rasulullah
SAW bersabda, ‘’Bacalah oleh kalian Alquran. Karena sesungguhnya Alquran itu akan datang
menghampiri kalian di hari kiamat sebagai syafaat.’’ (HR Muslim).

Memperbanyak Zikir. Orang yang i’tikaf dianjurkan untuk memperbanyak zikir. Tentu saja,
yang diutamakan adalah amalan-amalan yang disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW,
seperti: bertasbih, takmid, tahlil, istighfar, dan sebagainya.  Menurut para ulama, zikir merupakan
salah satu ibadah khusus untuk bertaqarub kepada Allah SWT. Sesungguhnya, menyibukkan diri saat
i’tikaf dengan berzikir akan mendapat pahala yang besar.

habulun minannas

Setiap ibadah yang diperintahkan Allah SWT adalah untuk meningkatkan hubungan vertikal
dan sekaligus horizontal secara seimbang. Hubungan vertikal yakni berupa hubungan kita dengan
Allah (hablun min Allah). Sedang hubungan horizontal adalah hubungan kita dengan sesama
makhluk Allah SWT, khususnya manusia (hablum min annas).

Dalam Islam, salah satu media merajut hubungan dengan Allah adalah salat. Jika kita
melakukan refleksi, akan bisa memahami bahwa ketika memulai salat kita awali dengan
bertakbir Allahu Akbar dan menyatakan dengan penuh khusyuk sesungguhnya salatku, ibadahku,
hidupku, dan matiku, kupersembahkan hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin.

Dan, ketika mengakhiri salat, kita secara sadar menyatakan komitmen kedamaian dengan
mengucap salam, dengan menoleh ke kanan dan ke kiri. Ini perlambang bahwa salat akan
berimplikasi terciptanya kedamaian. Alangkah dahsyatnya jika kita melaksanakan salat berjamaah,
tentu sekat-sekat primordial, sekat-sekat partai politik, sekat-sekat ormas keagamaan, dan berbagai
hambatan psikologis lain akan luntur disinari dengan statemen kita: “sesungguhnya salatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku semua kupersembahkan hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin”.

Secara empirik, tidak sedikit komunikasi dengan sesama yang akhirnya hanya menorehkan
noda, luka, dan petaka. Jika berkomunikasi dengan sesuatu di luar dirinya saja sulit, maka akan lebih
sulit lagi berkomunikasi dengan diri sendiri, ibarat melihat tengkuk sendiri, “begitu dekat, tetapi
begitu jauh untuk dilihat dan ditelisik”. Akibatnya, area untuk melakukan objektifikasi kepada objek
komunikasi, yaitu diri sendiri, menjadi sangat sempit. Bukan tidak mungkin, ketika terjadi
gejolak  dalam diri sendiri, ada kecenderungan untuk melemparkan kesalahan kepada orang lain.
Peta Konseptual Insan Kamil

Anda mungkin juga menyukai