Anda di halaman 1dari 54

Laporan Kasus

PENATALAKSANAAN G1 GRAVID 29-30 MINGGU


DENGAN PERDARAHAN ANTEPARTUM
DAN GAWAT JANIN

OLEH:
Annisa Rahmah Fitri, S.Ked
Berry Lahiqhi, S.Ked
Deon Pradana Putra, S.Ked
Jessica, S.Ked
Novira Jasmin, S.Ked
Raja Yumi Gusriani, S.Ked
Vini Jum’atur Rahmah, S.Ked
Widya Finanda, S.Ked

Pembimbing :
Dr. dr. Donel Suhaimi, SpOG (K)
dr. Dafnil Akhir Putra, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Penatalaksanaan
G1 Gravid 29-30 minggu dengan Perdarahan Antepartum dan Gawat
Janin”.
Penulis menyusun laporan kasus ini untuk memahami lebih dalam mengenai
Plasenta Previa khususnya definisi, etiologi, diagnosis dan terapi Plasenta Previa,
dan juga pengaplikasian teori dalam klinis sehari-hari serta sebagai salah satu
syarat dalam menempuh Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang turut membantu hingga terselesaikannya laporan kasus ini. Ucapan
terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. dr. Donel Suhaimi, Sp.OG(K) dan dr.
Dafnil Akhir Putra, Sp.OG selaku dokter pembimbing di Bagian Obstetri
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Riau - Rumah Sakit Umum Daerah
Arifin Achmad Provinsi Riau yang telah memberikan saran dan bimbingannya
dalam menyempurnakan penulisan laporan kasus ini.
Penulis sadar pembuatan laporan kasus ini memiliki kekurangan. Saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.

Pekanbaru, Oktober
2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

BAB II LAPORAN KASUS 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 18

3.1 Antenatal Care 18

3.2 Plasenta Previa 19

3.2.1 Definisi 19

3.2.2 Epidemiologi 21

3.2.3 Faktor Resiko 21

3.2.4 Etiologi 22

3.2.5 Patofisiologi 23

3.2.6 Diagnosis 25

3.2.7 Tatalaksana 28

3.2.8 Komplikasi 30

3.2.9 Prognosis 30

3.3 Anemia dalam kehamilan 31

3.4 Syok Hipovolemik 32

2
3.4.1 Definisi 32

3.4.2 Diagnosis 32

3.4.3 Prinsip penatalaksanaan 34

3.5 Intrauterine Growth Restriction (IUGR) 35

3.5.1 Definisi 35

3.5.2 Faktor Risiko 35

3.5.3 Patologi 36

3.5.4 Diagnosis 37

3.5.5 Tatalaksana 37

BAB IV PEMBAHASAN 39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 46

5.1 Simpulan 46

5.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plasenta previa adalah suatu keadaan dimana implantasi plasenta pada

segmen bawah rahim yang menyebabkan tertutupnya seluruh atau sebagian dari

ostium uteri internum. Penyebab dari plasenta belum diketahui secara pasti,

namun plasenta previa banyak ditemukan pada kehamilan di atas usia 30 tahun,

kehamilan dengan paritas yang tinggi, dan lebih sering ditemukan pada kehamilan

ganda. Uterine dehiscence juga mempertinggi kejadiannya.1,2

Insiden di negara maju adalah sebesar 1% yang kemungkinan disebabkan

berkurangnya perempuan hamil dengan paritas tinggi. Insiden di beberapa Rumah

Sakit Umum Pemerintah yang dilaporkan berkisar 1,7% sampai 2,9%. Insiden

plasenta previa juga dapat meningkat dengan meluasnya penggunaan

ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan deteksi lebih dini kejadian

plasenta previa.1

Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan obstetrik yang

dapat menyebabkan perdarahan berat, dan jika tidak tertangani dengan cepat dapat

menyebabkan syok fatal. Plasenta previa juga dapat menyebabkan komplikasi lain

seperti plasenta akreta atau inkreta, retensio plasenta, perdarahan akibat robeknya

serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh, dan solusio plasenta. Komplikasi

pada janin adalah kelainan letak anak, kelahiran prematur, dan gawat janin.1,3

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa plasenta previa

berhubungan dengan kejadian Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Terdapat

beberapa teori yang menunjukkan hubungan antara plasenta previa dan IUGR.

1
2

Teori pertama, karena massa otot dan kerja kontraktil korpus dan fundus uteri

lebih besar daripada di segmen bawah rahim, suplai darah ke korpus dan fundus

uteri cenderung lebih rendah pada kasus plasenta previa. Demikian pula,episode

perdarahan berulang dari plasenta previa mungkin berdampak pada oksigenasi dan

pertumbuhan janin. Insidens IUGR pada kasus plasenta previa aalah sebesar

8,7/100 kasus, sementara insidens IUGR pada kasus tanpa plasenta previa adalah

5,8/100 kasus.4,5

Plasenta previa memiliki komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas

dan mortalitas ibu dan janin, maka penulis ingin membahas tentang plasenta

previa dengan mengambil kasus ini.1,2


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. DY Nama suami : Tn. H

Usia : 37 tahun 9 bulan Usia : 35 tahun

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Minang Suku : Melayu

Alamat : Pekanbaru Alamat : Pekanbaru

No MR : 00729020 Masuk RS : 9 Oktober 2020

2.2 PRIMARY SURVEY

Airway : clear

Breathing : RR 30x/m, SpO2 92% 🡪 dengan O2 NRM 10 lpm🡪 SpO2 100%

Circulation : TD: 80/40 mmHg, HR: 120x/m, loading 1000 cc RL, 500 cc HES

Disability : GCS: 15, DC (+) Urin 250 cc

Exposure : Vulva tampak rembesan darah aktif berwarna merah segar, uretra

tampak tenang

3
4

2.3 ANAMNESIS (Alloanamnesis dan autoanamnesis dilakukan setelah

pasien stabil)

Pasien datang ke VK IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tanggal

9 Oktober 2020 pukul 04.00 WIB, pasien datang sendiri dengan keluhan keluar

darah dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS

● Keluhan utama

Keluar darah dari jalan lahir

● Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan keluar

darah dari jalan lahir sejak 2 jam SMRS. Keluar darah bewarna merah

segar dan bergumpal membasahi 1 pakaian dalam. Keluar darah dari jalan

lahir tanpa nyeri dan tanpa sebab, dan berulang, pasien mengalami hal

yang sama 2 minggu yang lalu. Keluhan nyeri pinggang menjalar ke ari-ari

(+) semakin lama semakin sering dan semakin kuat, keluar air-air dari

jalan lahir yang tidak tertahankan (-), gerakan janin dirasakan aktif.

Pasien telah dirawat sebelumnya di ruang teratai kebidanan RSUD

Arifin Achmad dengan keluhan yang sama dan pasien dipulangkan 2 hari

yang lalu dan telah dilakukan usg di bagian fetomaternal dan dikatakan

plasenta previa totalis + IUGR + Absent diastolic + CTG kategori I

dengan direncanakan untuk konservatif dan follow up pasien selama 1

minggu lalu pasien dipulangkan untuk kontrol ulang.

Pasien mengaku hamil 7 bulan, pasien sangat yakin dengan HPHT

17 Maret 2020, taksiran persalinan 24 Desember 2020, usia kehamilan 29

– 30 minggu. Pasien mengaku memeriksakan kehamilannya ke bidan


5

sebanyak 1x dan ke dokter kandungan sebanyak 1 kali, 3 hari sebelum

dirawat di RSUD Arifin Achmad, dilakukan USG dan dikatakan air

ketuban sedikit dan letak plasenta dibawah menutupi jalan lahir dengan

janin letak sungsang dan berat janin yang kurang. Pasien mengatakan

gerakan janin dirasakan aktif, dan pertama kali merasakan gerakan

janinnya sejak 2 bulan yang lalu..

Riwayat perdarahan dari jalan lahir (+) 2 minggu yang lalu, diurut-

urut (-), riwayat trauma (-), riwayat coitus (-), pasien mengatakan tidak

nafsu makan dan minum selama hamil ini, pasien mengatakan makan

hanya 1x sehari dan tidak rutin meminum vitamin kehamilan. Riwayat

tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal. Riwayat keputihan (+)

berwarna kekuningan dan berbau, demam tidak ada, buang air kecil dan

buang air besar normal.

● Riwayat Hamil Muda

Mual (+), muntah (+), tetapi tidak dirawat di rumah sakit, perdarahan (-),

keputihan (-)

● Riwayat Hamil Tua

Mual (-), muntah (-), perdarahan (+), keluar air-air dari jalan lahir (-)

● Riwayat Prenatal Care

Kontrol kehamilan di bidan swasta dan tidak ada kartu ANC sebanyak 1

kali dan dikatakan janin dalam keadaan baik dan pernah USG di dokter

spesialis kandungan 1 kali dan dikatakan air ketuban sedikit dan letak

plasenta dibawah menutupi jalan lahir dengan janin letak sungsang dan

berat janin yang kurang.


6

● Riwayat Minum Obat

Pasien mendapatkan vitamin dan tablet besi namun tidak meminumnya.

● Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gastritis kronik (+), tekanan darah tinggi (-), asma (-), diabetes

mellitus (-), penyakit jantung (-), kelainan darah (-) dan alergi (-)

keganasan (-), riwayat kuretase (-).

● Riwayat Penyakit Keluarga

Tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus (-), penyakit menular seksual

(-), gangguan kejiwaan (-), cacat bawaan (-).

● Riwayat Menstruasi

Menarche berusia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 5-6 hari,

ganti pembalut 2-3 kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada

saat haid, HPHT pasien 17 Maret 2020.

● Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, tahun 2018 usia 35 tahun.

● Riwayat Obstetri

1x hamil saat ini

● Riwayat KB

Tidak ada

● Riwayat sosial ekonomi

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir

SMA. suami pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan

terakhir SMA.

Pasien tidak merokok.


7

2.4 Riwayat Hamil Muda

Mual (+), muntah (+), tetapi tidak dirawat di rumah sakit, perdarahan (-),

keputihan (-)

● Riwayat Hamil Tua

Mual (-), muntah (-), perdarahan (+), keluar air-air dari jalan lahir (-)

● Riwayat Prenatal Care

Kontrol kehamilan di bidan swasta dan tidak ada kartu ANC sebanyak 1

kali dan dikatakan janin dalam keadaan baik dan pernah USG di dokter

spesialis kandungan 1 kali dan dikatakan air ketuban sedikit dan letak

plasenta dibawah menutupi jalan lahir dengan janin letak sungsang dan

berat janin yang kurang.

● Riwayat Minum Obat

Pasien mendapatkan vitamin dan tablet besi namun tidak meminumnya.

● Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat gastritis kronik (+), tekanan darah tinggi (-), asma (-), diabetes

mellitus (-), penyakit jantung (-), kelainan darah (-) dan alergi (-)

keganasan (-), riwayat kuretase (-).

● Riwayat Penyakit Keluarga

Tekanan darah tinggi (-), diabetes mellitus (-), penyakit menular seksual

(-), gangguan kejiwaan (-), cacat bawaan (-).

● Riwayat Menstruasi
8

Menarche berusia 12 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama haid 5-6 hari,

ganti pembalut 2-3 kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada

saat haid, HPHT pasien 17 Maret 2020.

● Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, tahun 2018 usia 35 tahun.

● Riwayat Obstetri

1x hamil saat ini

● Riwayat KB

Tidak ada

● Riwayat sosial ekonomi

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir

SMA. suami pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan

terakhir SMA.

Pasien tidak merokok.

2.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah lengkap (9 oktober 2020)

Pemeriksaan Nilai Normal Hasil


Darah lengkap
Hemoglobin 12-16 g/dL 7,4 g/dL (L)
Leukosit 4,8-10,8.103/uL 13,49.103/uL (H)
Trombosit 150-450.103/uL 307. 103/uL (H)
Eritrosit 4,2-5.4.106/uL 2,51.106/uL (L)
Ht 37-47% 21,8% (L)
MCH 27-31 pg 29,5 pg (L)
MCV 79-99 fL 86,9 fL (L)
Hitung Jenis
Basofil 0-1% 0,4%
Eosinofil 1-3% 1,3%
Netrofil 40-70% 63,3%
Limfosit 20-40% 29,7%
Monosit 2-8% 5,3 %
Screening Covid-19
9

Neutrofil limfosit ratio <3,13 2,13


Absolut limfosit count >1,5.103/uL 4,01. 103/uL
Hemostasis
PT 11,6-14,5 s 13 s
APTT 28,6-42,2 s 27,1 s (L)
INR <1,25 0,91
Kimia klinik
CRP kuantitatif 0,0 – 5,0 mg/dL 7,3 mg/L (H)
Albumin 3,4-4,8 g/dL 2,6 g/dL (L)
AST 10-40 U/L 12 U/L
ALT 10-40 U/L 6 U/L (L)
GDS 108 mg/dL
Ureum 12,8-42,8 mg/dL 26 mg/dL
Cr 0,55-1,3 mg/dL 1,10 mg/dL
Imunologi
HBsAg Kualitatif Non reaktif Non reaktif
HIV Kualitatif Non reaktif Non reaktif
Anti SARS-COV2
IgG Non reaktif Non reaktif
IgM Non reaktif Non reaktif

2.6 DIAGNOSIS KERJA

G1 gravid 29-30 minggu, inpartu kala I fase laten, syok hipovolemik

teratasi ec profuse bleeding ec HAP ec suspect plasenta previa totalis, anemia

berat + janin tunggal hidup intrauterin, letak lintang, suspect IUGR.

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Solusio Plasenta

2.8 USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

● Kardiotokografi (CTG)

● USG
10

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kardiotokografi (CTG)

8 Oktober 2020, pukul 05.30 WIB

CTG

Baseline : 140 dpm

Variabilitas : 10 dpm

Akselerasi :-

Deselerasi : variabel (+)

Kontraksi : (-)

Gerak janin : lebih dari 2x dalam 10 menit

CTG kategori III

USG 5 Oktober 2020


11

● Janin tunggal hidup intra uterin, letak lintang.

● FM (+), FHR (+).

● Biometri :

⮚ BPD : 6.83 cm (27w3d)

⮚ HC : 24.192 cm (27w0d)

⮚ AC : 20.19 cm (25w0d)

⮚ FL : 4.53 cm (28w0d)

⮚ EFW 892 gram

⮚ HC/AC 1,25

⮚ FL/AC >20% s/d 5/3

⮚ Absent end diastolic

● Plasenta implantasi di corpus anterior menutupi seluruh OUI, maturasi grade I.


12

● Air ketuban cukup, MVP 2.65 cm.

Kesan: Janin tunggal hidup intrauterin, gravid 28-29 minggu sesuai biometri

letak sungsang dengan plasenta previa totalis, IUGR dengan absent end

diastolic.

2.10 DIAGNOSIS PASTI

G1 gravid 29-30 minggu, inpartu kala I fase laten, syok hipovolemik

teratasi ec profuse bleeding ec HAP ec plasenta previa totalis, anemia berat +

janin tunggal hidup intrauterin, letak lintang, IUGR, absent end diastolic, fetal

distress.

2.11 TATALAKSANA

1. Terminasi kehamilan perabdominan (SC Cito)

2. Observasi KU, TTV, DJJ, kontraksi,tanda inpartu, tanda syok

3. O2 NRM 8L/I

4. IVFD RL 20 tpm terpasang 2 line

5. Inj. Asam tranexamat 500 mg

6. Inj. Cefazoline 2 gr pre op

7. Transfusi 2 labu PRC dan 1 WB

2.12 PROGNOSIS

● Quo ad vitam : dubia


13

● Quo ad sanationam : dubia

● Quo ad functionam : dubia

2.13 LAPORAN OPERASI

TANGGAL DAN WAKTU RUANG

09 Oktober 2020 Jam 09.40 WIB s/d 10.20 WIB Teratai


Nama ahli bedah Nama dokter Nama asisten Nama perawat

Dr. dr. Donel Suhaimi, anestesi dr. Puja Syafrudin

Sp.OG (K) dr. Yustisia Sofi dr. Dika Riri

Rina, Sp. An
DIAGNOSIS PRA OPERASI : G1 gravid 29-30 minggu, inpartu kala I fase laten,

syok hipovolemik teratasi ec profuse bleeding ec HAP ec plasenta previa totalis,

anemia berat + janin tunggal hidup intrauterin, letak lintang, IUGR, absent end

diastolic, fetal distress


DIAGNOSIS PASCA OPERASI : P1A0H1 post SCTPP a/I syok hipovolemik

teratasi ec profuse bleeding ec HAP ec plasenta previa totalis + Fetal distress +

IUGR + Absent end diastolic, anemia berat, letak lintang.


JARINGAN YANG DIEKSISI/ INSISI : SCTPP

DIKIRIM UNTUK PEMERIKSAAN : TIDAK

NAMA JENIS OPERASI : SCTPP


TANGGAL JAM OPERASI LAMA ANESTESI

OPERASI 09.10 WIB s/d 09.45 WIB BERLANGSUNG

09 Oktober 2020 40 menit


1. Pasien posisi terlentang di atas meja operasi dalam anestesi spinal.

2. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis.

3. Dilakukan insisi selebar 10 cm.

4. Dilakukan insisi abdomen lapis demi lapis.


14

5. Ketika peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarus.

6. Plika dibuka, sbr disayat, ketuban dipecahkan, jumlah sedikit tampak ketuban

berwarna hijau bercampur mekonium.

7. Lahir bayi perempuan berat badan 800 gram, panjang badan 32 cm, apgar score

3/5

8. Plasenta dikeluarkan secara manual, selaput dan kotiledon lengkap.

9. Kedua sbr disayat, dilakukan penjahitan miometrium 2 lapis dengan jelujur,

dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

10. Perdarahan intra operasi 200 cc.

11. Tindakan selesai.


INSTRUKSI PERAWATAN PASCA OPERASI

1. Observasi KU,TTV, involusi uterus, perdarahan aktif pervaginam, tanda-

tanda akut abdomen.

2. IVFD RL + drip oxytocin 10 IU 🡪 30 tpm.

3. Inj. Ketorolac / 8 jam.

4. Hemafort 1x 360 mg.

5. Diet segera.

6. DC menetap dalam 24 jam

7. Mobilisasi bertahap.

8. Cek DPL post transfuse 6 jam.

9. Transfusi PRC 2 labu + 1 labu WB ( sudah masuk 1 labu intra OP)

dilanjutkan transfusi diruangan.


15

Follow up Post OP

Pengawasan 6 jam post op

Jam TD HR RR T TFU Kontraksi Perdarahan Urin

10.45 150/80 82 20 36,8 2 jari bawah pusat Baik 200 cc 200cc

11.00 140/80 88 20 36,8 2 jari bawah pusat Baik - -

11.15 140/80 89 20 36,5 2 jari bawah pusat Baik - -

11.30 130/80 87 20 36,5 2 jari bawah pusat Baik - -

12.00 130/80 88 21 36,8 2 jari bawah pusat Baik - -


12.30 130/80 88 18 36,6 2 jari bawah pusat Baik 100 cc 400cc
13.30 130/85 89 20 36,6 2 jari bawah pusat Baik - -
14.30 130/85 89 20 36,7 2 jari bawah pusat Baik - -
15.30 128/85 87 20 36,7 2 jari bawah pusat Baik - 100cc
16.30 12 85 20 36,6 2 jari bawah pusat Baik - -

2.14 Follow up

Tgl/Jam Perjalanan Penyakit Terapi


09 S: pasien mengeluhkan mual (+), nyeri luka ● Obs
Oktober OP (+). KU/TTV/involusi
16

2020/ O: uterus.
17.00 Keadaan umum : Tampak sakit sedang ● IVFD RL + drip
wib kesadaran : composmentis Oksitosin 10 IU 20
TD : 120/90 mmHg, N : 92 x/m, RR : 20 tpm.
x/m, S : 36,50C ● Inj. Ketorolac 3x
B: ASI (-) 30 mg.
U: TFU 2 jari dibbawah pusat, kontraksi ● Hemafort 1 x1.
baik ● Diet segera.
B: BAK (+) terpasang DC urine jernih ● Mobilisasi
B: BAB (-), BU (-) bertahap.
L: lochia rubra (+) ● Persiapan PRC 2
E: luka tertutup verban (+), rembesan darah kolf + WB 1 kolf
(-) (sudah masuk PRC 1 +
M: mobilisasi bertahap WB 1).
A: P1A0H1 post SCTPP a/i profuse ●
bleeding ec HAP ec Plasenta previa totalis +
fetal distress, IUGR, absent diastolic. (POD
I).
10 S : nyeri luka bekas OP (+). ● Obs
Oktober O: KU/TTV/involusi
2020/ Keadaan umum : Tampak sakit sedang uterus.
06.00 kesadaran : composmentis ● Asam mefenamat
wib TD : 120/70 mmHg, N : 80 x/m, RR : 20 3x1
x/m, S : 36,50C ● Hemafort 1 x1.
B: ASI (-) ● Diet segera.
U: TFU 2 jari dibbawah pusat, kontraksi ● Tranfusi PRC 1
baik kolf.
B: BAK (+) terpasang DC urine jernih ● DPL 6 jam post
B: BAB (-), BU (-) op.
L: lochia rubra (+)
E: luka tertutup verban (+), rembesan darah
(-)
M: mobilisasi bertahap
A: P1A0H1 post SCTPP a/i profuse
bleeding ec HAP ec Plasenta previa totalis +
fetal distress, IUGR, absent diastolic. (POD
II)
11 S : nyeri luka bekas OP (+) ● Obs
Oktober O: KU/TTV/involusi
2020/ Keadaan umum : Tampak sakit sedang uterus.
06.00 kesadaran : composmentis ● Asam mefenamat
wib TD : 120/97 mmHg, N : 74 x/m, RR : 20 3x1
x/m, S : 370C ● Hemafort 1 x 1.
Wajah: pucat, konjungtiva anemis (+/+) ● Mobilisasi segera
CRT: <2 detik ● Diet segera.
B: ASI (-) Tranfusi selesai
U: TFU 2 jari dibbawah pusat, kontraksi
baik
17

B: BAK (+)
B: BAB (+), BU (+)
L: lochia rubra (+)
E: luka tertutup verban (+)
M: mobilisasi bertahap
Laboratorium 11/10/2020
Hb: 9,7 gr/dL (L)
Leukosit: 16,9 x 103/uL (H)
Trombosit: 147 x 103/uL (L)
Ht: 23% (L)
MCV/MCH: 85,2/28
A: P1A0H1 post SCTPP a/i profuse
bleeding ec HAP ec Plasenta previa totalis +
fetal distress, IUGR, absent diastolic. (POD
III)
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Asuhan Antenatal

Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan

obstetric untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian

kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Bila kehamilan termasuk risiko

tinggi perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih ketat. Namun, bila kehamilan

normal jadwal asuhan cukup empat kali.6

Tabel 1. Skor Poedji Rochjati7

18
19

Tabel 2. Perencananaan Persalinan Aman – Rujukan Terencana7

KEHAMILAN KEHAMILAN
Jumlah Status RUJUKAN
Perawatan Rujukan Tempat Penolong
RDS RDR RTW
skor kehamilan
TIDAK
2 KRR BIDAN POLINDES BIDAN
DI RUJUK
BIDAN DI RUJUK BIDAN
6-10 KRT PKM/RS √ √ √
DOKTER PKM/RS DOKTER
RUMAH RUMAH
≥ 12 KRST DOKTER DOKTER √ √ √
SAKIT SAKIT

Pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3 dan K4. Hal ini

berarti minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia 28 minggu,

sekali kunjungan antenatal selama 28-36 minggu dan sebanyak dua kali

kunjungan antenatal pada usia kehamilan di atas 36 minggu. 6

3.2 Plasenta previa

3.2.1 Definisi

Plasenta previa adalah penutupan lengkap atau sebagian dari ostium

internal serviks oleh plasenta. Plasenta previa merupakan kelainan dimana

plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal yaitu pada segmen bawah

rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium

uteri internal) yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar

melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester akhir.8,9

Klasifikasi plasenta previa:


20

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi

seluruh ostium uteri internum.

2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium

uteri internum

3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada

pinggir ostium uteri internum.

4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen

bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2

cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap

plasenta letak normal.1

Menurut De Snoo, klasifikasi dari plasenta previa berdasarkan pada

pembukaannya 4-5 cm:

1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba

plasenta menutupi seluruh ostium

2. Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian

pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi menjadi:

● Plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium

belakang.

● Palsenta previa anterior bila sebagian menutupi ostium bagian depan

● Plasenta previa marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir

ostium yang ditutupi plasenta.8

Menurut Browne plasenta previa dibagi menjadi 4 tingkatan dimana:


21

1. Tingkat 1 ( lateral placenta preavia): pinggir bawah plasenta berinsersi

sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai kepinggir

pembukaan.

2. Tingkat 2 (marginal placenta preavia): plasenta pencapai pinggir

pembukaan ostium.

3. Tingkat 3 (complete plasenta preavia): plasenta menutupi ostium

tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.

4. Tingkat 4 (central placenta preavia) plasenta menutupi seluruhnya pada

pembukaan hampir lengkap.8

3.2.2 Epidemiologi

Insiden Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas

tinggi dan pada usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan

ganda daripada kehamilan tunggal. Pada beberapa Rumah Sakit Umum

Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Di negara

maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1% kemungkin disebabkan oleh

berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Plasenta previa merupakan salah

satu dari tiga penyebab kematian pada ibu di dunia. Demikian pula dengan

kematian perinatal 10 kali lebih tinggi diantara wanita setelah 35 minggu

kehamilan dibandingkan dengan wanita tanpa komplikasi.10,11

3.2.3 Faktor risiko

Faktor-faktor plasenta previa yaitu:

1. Umur dan paritas


22

● Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering dari pada umur

di bawah umur 25 tahun

● Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah

● Plasenta previa banyak dijumpai pada usia muda dan paritas kecil. Hal

ini disebabkan oleh pada usia muda diaman endometrium masih

belum matang

2. Hipoplasia endometrium jika menikah dan hamil pada usia muda.

3. Endometrium cacat pada bekas persalinan yang berulang-ulang, bekas

operasi, kuretase dan manual plasenta.

4. Korpus luteum bereaksi lambat dimana endometrium belum siap

menerima hasil konsepsi.

5. Tumor-tumor seperti mioma uteri, polip endometrium.

6. Kadang-kadang pada malnutrisi.8,11,12

3.2.4 Etiologi

Plasenta previa masih belum diketahui penyebab pastinya. Namun ada

hubungannya anatra kerusakan endometrium dan jaringan parut uterus.

Strassman mengatakan bahwa faktor penyebab plasenta adalah vaskularisasi

yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan sedangkan

Browne mengatakan faktor penting terjadinya plasenta previa adalah vili

khorialis persisten pada desidua kapularis.8,13

Beberapa teori yang menjelaskan plasenta previa sebagai berikut:


23

a. Teori dropping down, ovum yang telah dibuahi jatuh kebawah dan

berinplantasi di segmen bawah rahim. Penyebabnya bisa dikarenakan reaksi

desidua yang tidak baik.

b. Aktifitas kronik yang persisten pada desidua kapsularis yang perkembangan

selanjutnya menjadi plasenta kapsuler sehingga berkontak dengan desidua

vera dari segmen bawah rahim dapat menjadi plasenta previa letak rendah.

c. Defek pada desidua, menyebabkan penyebaran vili khorionik pada daerah

yang luas pada dinding uterus. Selama proses ini tidak hanya plasenta yang

menjadi membranasea tetapi juga meluas ke segmen bawah rahim. 14

3.2.5 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga, karena

telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami

pelepasan. Tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua

basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Melebarnya ismus uteri menjadi

segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi akan mengalami

laserasi akibat pelepasan pada desidua. Pada waktu serviks mendatar dan

membuka, ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu

akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan

intervillus dari plasenta. Fenomena pembentukan segmen bawah rahim,

perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).

Perdarahan itu relatif dipermudah dan diperbanyak karena segmen bawah rahim

dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang

dimilikinya sangat minimal akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak kan
24

tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan

kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang mana akan

berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Akibat pembentukan segmen bawah

rahim berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang

kejadian perdarahan. Perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah

yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.1

Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan

terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih

dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya,

pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada

waktu mendekati atau memulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit

tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Hal ini perlu

dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya syok. Perdarahan pertama sudah

bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh

kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Tempat perdarahan

terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah

mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang

mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam

sirkulasi maternal. Sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa. 1

Dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh

pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada

dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan

plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli- buli
25

dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering

terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim

dan serviks yang rapuh mudah robek karena kurangnya elemen otot. Kedua

kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada

plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan

sempurna (retentio placentae), atau setelah uri lepas karena segmen bawah

rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.1

3.2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinik dan beberapa

pemeriksaan.

1. Anamnesis

a. Gejala pertama yang membawa pasien ialah perdarahan pada

kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut

(trimester III).

b. Sifat perdarahannya berupa tanpa nyeri, dan berulang.

Perdarahan timbul tanpa sebab dan kadang-kadang perdarahan

terjadi sewaktu bangun tidur. Perdarahan cenderung berulang

dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya. Sebab dari

perdarahan ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang

robek karena (a) terbentuknya segmen bawah rahim; (b)

terbukanya ostium atau oleh manipulasi intravaginal atau rektal.

Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan

banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas.


26

2. Inspeksi

a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam banyak, sedikit,

darah beku, dan sebagainya.

b. Jika terjadi perdarahan biasanya pasien akan tampak pucat atau

anemis.

3. Palpasi abdomen

a. Janin sering belum cukup bulan sehingga fundus uteri masih

rendah.

b. Sering dijumpai kesalahan letak janin.

c. Bagian terbawah janin belum turun.

4. Pemeriksaan inspekulo

a. Dengan memakai spekulum untuk melihat dari mana asal

perdarahan, apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks,

vagina, varises pecah, dan lain-lain.

5. Pemeriksaan radio-isotop

a. Plasentografi jaringan lunak (soft tissue placentography) oleh

Stevenson, 1934; yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah

untuk mencoba melokalisir plasenta.

b. Sitografi; mula-mula kandung kemih di- kosongkan, lalu

dimasukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan ke arah

pintu atas panggul, lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung

kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan

plasenta previa.
27

c. Plasentografi indirek; yaitu membuat foto seri lateral dan

anteroposterior yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk

setengah berdiri. Foto dibaca dengan cara menghitung jarak

antara kepala--simfisis dan kepala promontorium.

d. Arteriografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri

femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah,

maka ia akan banyak menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat

dalam foto dan juga lokasinya.

e. Amniografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga

amnion, lalu dibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah

kosong (di luar janin) dalam rongga rahim.

f. Radioisotop plasentografi; dengan menyuntikkan zat radio aktif,

biasanya radioiodinated serum albumin (RISA) secara intravena,

lalu diikuti dengan detektor GMC.

6. Ultrasonografi

a. Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografis sangat tepat dan

tidak menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin.

7. Pemeriksaan dalam

a. Bahaya pemeriksaan dalam dapat menyebabkan perdarahan yang

hebat, terjadi infeksi, menimbulkan his dan kemudian terjadilah

partus prematurus.

b. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam: pasang infus dan

persiapkan donor darah, pemeriksaan dilakukan di kamar bedah,


28

raba bantalan antara jari dan kepala janin pada forniks (anterior

dan posterior) yang disebut uji forniks (fornices test), bila ada

darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit-sedikit dan pelan.

c. Kegunaan pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum

adalah menegakkan diagnosa apakah perdarahan oleh plasenta

previa atau oleh sebab-sebab lain dan menentukan jenis plasenta

previa.

d. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum adalah

perdarahan banyak, lebih dari 500 cc, perdarahan yang sudah

berulang, perdarahan sekali tetapi banyak dan Hb dibawah 8 gr%,

serta his telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim.8

3.2.7 Tatalaksana

Penanganan pada plasenta previa terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Penanganan pasif

Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan

inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakuakn manipulasi apapun,

baik rektal apalagi vagina. Apabila pada penilaian baik, perdarahan

sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan belum cukup 37

minggu, atau berat janin dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat

dipertahakankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti

spasmolitika, progestin, atau progesteron.

2. Memilih cara persalinan pada plasenta previa


29

Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana

yang akan dipilih adalah:

a. Jenis plasenta previa

b. Perdarahan banyak, atau sedikit tetapi berulang-ulang,

c. Keadaan umum ibu hamil

d. Keadaan janin hidup, gawat, atau meninggal,

e. Pembukaan jalan lahir

f. Paritas atau jumlah anak hidup

g. Fasilitas penolong dan rumah sakit

Setelah memperhatikan faktor-faktor di atas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:

1. Persalinan per vaginam

a. Amniotomi

b. Memasang cunam Willet Gausz

c. Versi Braxton-Hicks

d. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet

Gausz

e. Metreurynter

2. Persalinan parabdominal

Indikasi seksio sesarea pada plasenta previa adalah:

a. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal; semua

plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit

dikontrol, dengan cara-cara yang ada.


30

b. Semua plasenta previa lateralis posterior, karena perdarahan yang

sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada

c. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak

berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada.

d. Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang. Perdarahan

pada bekas insersi plasenta kadang-kadang berlebihan dan tidak

dapat diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini dijumpai

tindakannya adalah:

i. Bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alat reprodktif

dilakukan ligasi arteri hipogastrika

ii. Bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik adalah

histerektomi.8

3.2.8 Komplikasi

Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang

menderita plasenta previa diantaranya ialah:

1. Anemia hingga syok.

2. Dapat menjadi plasenta inkerta bahkan plasenta perkreta.

3. Kelainan letak janin

4. Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan

5. Kelahiran prematur dan gawat janin

6. Perdarahan pascapersalinan
31

7. Risiko solusio plasenta.

8. Kematian metrnatal

9. Disseminated intravascular coagulation (DIC).1

3.2.9 Prognosis

Penanganan plasenta previa relatif bersifat operatif, maka angka

kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jaun menurun. Kematian maternal

menjadi 0,1-5% terutama disebabkan oleh perdarahan , infeksi, emboli udara

dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga mneurun menjadi 7-25%

terutama yang disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan

persalinan buatan.8

3.3 Anemia dalam kehamilan

Anemia didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung

eritrosit di bawah batas normal.15

Tabel 3 Nilai batas untuk anemia pada perempuan15

Status Kehamilan Hemoglobin (g/dL) Hematokrit (%)


Tidak hamil 12,0 36
Hamil
Trimester 1 11,0 33
Trimester 2 10,5 32
32

Trimester 3 11,0 33

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu

peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan

sel darah merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam

proporsi yang lebih besar jika dibandingkan denga peningkatan eritrosit sehingga

terjadi perununan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi.15

Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali

defisiensinya bersifat multiple dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi

buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab

mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorpsi yang

tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan,

dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Penyebab tersering kedua adalah

anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan

defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain

adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan. 15

3.4 Syok hipovolemik

3.4.1 Definisi

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat berkurangnya

volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat

(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke

ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
33

bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paing sering

ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga

dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma

hebat pada organorgan tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka ataupun

luka langsung pada pembuluh arteri utama.16

3.4.2 Diagnosis

Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika

kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada saat ini

masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan tahanan pembuluh

dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila perdarahan terus berlangsung

maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-

gejala klinis. Secara umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan

frekuensi jantung dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin

dengan turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian

kapiler yang lambat.16

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis adanya syok

hipovolemik tersebut pemeriksaan pengisian dan frekuesnsi nadi, tekanan darah,

pengisian kapiler yang dilakukan pada ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan

turgor kulit. Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik

dapat dibedakan menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi

berdasarkan persentase kehilangan darah, yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%.

Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis

tersebut.16
34

1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah

hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh

mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer sehingga terjadi

penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas

atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi

dan nafas masih dalam kedaan normal.16

2. Syok hipovolemik stadium-II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%.

Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi

fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah

terutama sistolik dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat,

peningkatan frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.16

3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-40%.

Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi

nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi

nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik

sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.16

4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%.

Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah

sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus

memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan

terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan

penurunan kesadaran atau letargik.16

Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume

sirkulasi tersebut maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan
35

menjadi tiga tahapan yaitu tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi dan

tahapan irevesrsibel. Pada tahapan kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh

masih dapat mempertahankan fungsi srikulasi dengan meningkatkan respon

simpatis. Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi mempertahankan

fungsinya dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini

melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan

organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas.

Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin.

Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut

sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki.

Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal

yang disebut sebagai gagal ginjal akut.16

3.4.3 Prinsip penatalaksanaan

Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda

vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi

tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan

syok hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan

tubuh atau darah yang hilang. Jika ditemukan oleh petugas dokter atau petugas

medis, maka penatalaksanaan syok harus dilakukan secara komprehensif yang

meliputi penatalaksanaan sebelum dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah

sakit.16

Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus

dilakukan pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah

cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan
36

tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang

dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda

vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka

pemberian kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali

lipat perkiraan volume darah yang hilang dalam waktu satu jam, karena istribusi

cairan koloid lebih cepat berpindah dari intravaskuler ke ruang intersisial. Jika

tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian

koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera.16

3.5 Intrauterine growth restriction (IUGR)

3.5.1 Definisi

Intrauterine growth restriction (IUGR) adalah pertumbuhan janin yang

terhambat yang dapat ditentukan jika berat janin kurang daro 10% dari berat

yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan yang

terhambat di ketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan. 17

3.5.2 Faktor risiko

Faktor risiko dari IUGR antara lain:

1. Hipertensi dalam kehamilan

2. Gemeli

3. Anomali janin/trisomi

4. Sindrom antifosfolipid

5. SLE

6. Infeksi: rubela, sifilis, CMV


37

7. Penyakit jantung

8. Asma

9. Gaya hidup: merokok, narkoba

10. Kekurangan gizi-ekonomi rendah17

Pada kehamilan 16-20 minggu sebaiknya dapat ditentukan apakah ada

kelainan atau cacat janin.17

3.5.3 Patologi

Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta

yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil

metabolik menjadi abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada

trimester akhir sehingga timbul IUGR yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh

lebih kecil daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan

terjadi kerusakan tingkat seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria. 17

Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat

banyak dan antioksidan yang relatif kurang akan menjadi lebih parah.

Pemeriksaan gas darah pada IUGR yang parah dan menemukan asidosis dan

hiperkapnia, hipoglikemia, dan eritroblastosis. Penyebab IUGR simetrik ialah

faktor janin atau lingkungan uterus yang kronik (diabetes dan hipertensi). Faktor

janin ialah kelainan genetik trisomi 21, 13, dan 18.17

3.5.4 Diagnosis

Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28

minggu. Namun, secara ultrasonografi mungkin sudah dapat diduga lebih awal
38

dengan adanya biometri dan taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan usia

gestasi. Pemeriksaan tinggi fundus umumnya dalam sentimeter akan sesuai

dengan usia kehamilan. Bila lebih rendah dari 3 cm, patut dicurigai adanya IUGR,

meskipun sensitivitasnya hanya 40%, pertumbuhan yang suboptimal sejak

trimester pertama berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian IUGR.

Sebaiknya kepastian IUGR dapat dibuat apabila terdapat data USG sebelum 20

minggu sehingga pada kehamilan 32 - 34 minggu dapat ditentukan secara lebih

tepat.17

Biometri yang menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak

bertambah merupakan petanda awal IUGR, terlebih diameter biparietal yang

juga tidak bertambah setelah lebih dari 2 minggu. Pemeriksaan Doppler arus

darah: a. umbilikal, a. uterina dan a. spiralis mungkin dapat mencurigai secara

awal adanya arus darah yang abnormal atau IUGR. Jumlah cairan amnion yang

normal merupakan indikasi fungsi sirkulasi janin relatif baik. Bila terdapat

oligohidramnion, patut dicurigai perburukan fungsi janin.17

3.5.5 Tatalaksana

Setelah ditetapkan tidak ada kelainan janin, perlu dipertimbangkan bila

janin akan lahirkan. Usia optimal untuk melahirkan bayi ialah 33-34 minggu

dengan pertimbangan sudah dilakukan pematangan paru. Pemeriksaan

kardiotokografi akan membantu diagnosis adanya hipoksa janin lanjut berupa

deselerasi lambat denyut jantung. Skor fungsi dinamik janin plsenta yaitu upaya

mengukur peran IUGR pada profil biofisik akan membantu menentukan saatnya

melakukan terminasi kehamilan.17


39

Penggunaan stimulasi akustik penting meningkatkan sensitivitas. Dengan

stimulasi, janin terpaksa dibangunkan hingga terhindar dari gambaran non

reaktif. Skor maksimum ialah 10 di mana dianggap janin masih baik. Dengan

demikian, bila hasil penilaian ditemukan < 6, maka dapat dicurigai adanya

asidosis, sehingga sebaiknya dipilih melahirkan dengan seksio sesarea.

Sebaliknya bila ditemukan nilai yang ≥ 6 maka perlu dipertimbangkan melahirkan

bayi dengan induksi. Akibat oligohidramnion, mungkin terjadi kompresi tali pusat

atau sudah terjadi insufisiensi plasenta (deselerasi lambat) sehingga dapat

membahayakan janin yang mengalami asidosis maka sebaiknya dipertimbangkan

seksio sesarea. Pemeriksaan gas darah tali pusat sangat dianjurkan untuk

membantu manajemen pascakelahiran.17


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai perdarahan

antepartum dikarenakan plasenta previa terkait alur penegakan diagnosis,

komplikasi, tatalaksana agar angka kematian ibu dan janin dapat menurun.

Permasalahan yang terdapat dalam laporan kasus ini adalah :

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

2. Apakah faktor resiko terjadinya plasenta previa pada pasien ini?

3. Apakah yang menyebabkan janin mengalami intrauterine growth

retardation (IUGR) dan fetal distress pada kasus ini?

4. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

5. Bagaimana prognosis ibu dan janin pada pasien ini?

6. Bagaimana edukasi pada pasien ini?

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

Plasenta previa ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien

G1A0P0 Gravid Preterm 29 – 30 minggu, usia ibu 37 tahun dengan keluhan

keluar darah dari jalan lahir. Keluar darah dirasakan sejak 2 jam SMRS, darah

bewarna merah segar, bergumpal, tanpa disertai rasa nyeri, membasahi 1 pakaian

dalam pasien dan tanpa sebab. Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami

keluhan yang sama 1 minggu SMRS, dirawat di RSUD Arifin Achmad dan baru

pulang kerumah 2 hari yang lalu. Pada pasien, keluhan nyeri menjalar ke ari – ari

(+) dirasakan hilang timbul, keluar air – air yang banyak dan tak tertahankan

39
41

disangkal, keluhan keluar lendir bercampur darah disangkal. Riwayat trauma (-),

riwayat bekas operasi (-) dan riwayat penyakit keganasan (-).

Pada pemeriksaan fisik obstetri didapatkan TFU 16 cm setinggi 1 jari

diatas pusat, pada pemeriksaan Leopold I didapatkan tahanan memanjang,

Leopold II teraba massa bulat, keras di sisi kanan ibu dan teraba massa kurang

bulat, lunak di sisi kiri ibu, Leopold III Sulit dinilai, Leopold IV konvergen 5/5,

kesan janin letak melintang. DJJ 138x/menit dengan kontraksi 2x/10’/30”.

Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan vulva tampak rembesan

darah aktif, muara uretra tampak tenang. Pemeriksaa genitalia interna dengan

dievakuasi stool cell ± 30 cc, portio livide, arah posterior, OUE terbuka, fluksus

(+) darah merah segar, rembesan darah (+) aktif

Hasil pemeriksaan ultrasonografi pada pasien ini di dapatkan plasenta

implantasi di anterior, meluas menutupi OUI maturasi grade I, FHR (+) 145 dpm,

FM (+), BPD : 6,83cm; HC : 24,19cm; AC : 20,19; FL : 4,5; EFW: 892 gram,

HC/AC : 1,25, FL/AC >20%, Absent end diastolic, Air ketuban cukup, MVP :

2,65 cm, dengan kesan Janin tunggal hidup intrauterin, gravid 28-29 minggu

sesuai biometri letak sungsang dengan plasenta previa totalis, IUGR dengan

absent end diastolic.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb pasien 7,3 g/dL.

Pemeriksaan CTG didapatkan Baseline 140x/menit, Variabilitas : 10 dpm,

Deselerasi variabel, dengan gerakan janin lebih dari 2x dalam 10 menit kesan

CTG kategori III

Berdasarkan pemeriksaan diatas maka dapat ditegakan diagnosis pada

pasien ini G1 gravid 29-30 minggu, inpartu kala I fase laten, syok hipovolemik
42

teratasi ec profuse bleeding ec HAP ec plasenta previa totalis, anemia berat +

janin tunggal hidup intrauterin, letak lintang, IUGR, absent end diastolic, fetal

distress.

2. Apakah faktor resiko terjadinya plasenta previa pada pasien ini?

Terjadinya plasenta previa pada ibu hamil bisa disebabkan beberapa faktor

seperti paritas tinggi, usia lanjut, kehamilan ganda, wanita perokok, adanya cacat

rahim seperti bekas operasi bedah sesar, kuretase, dan miomektomi. 1 Pada pasien

ini yang menjadi faktor resiko terjadinya plasenta previa adalah kehamilan pada

usia lanjut yaitu diatas 35 tahun.

3. Apakah yang menyebabkan janin mengalami intrauterine growth

retardation (IUGR) dan fetal distress pada kasus ini?

IUGR ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari berat yang harus

dicapai pada usia kehamilan tertentu ditambah dengan . IUGR terjadi akibat

adanya kelainan uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang abnormal,

sehingga pasokan oksigen, masukan nutrisi dan pengeluaran hasil metabolik

menjadi abnormal. IUGR. Faktor – faktor yang menyebabkan janin mengalami

IUGR antara lain 18

1. Usia ekstrim saat ibu hamil (<16 tahun dan >35 tahun), social ekonomi

rendah, status nutrisi rendah, dimana IMT sebelum hamil <20

2. Ibu perokok aktif ataupun pasif, mengkonsumsi alcohol, dan obat –

obatan seperti antikanker dan antikonvulsan.

3. Riwayat IUGR atau lahir mati pada kehamilan sebelumnya


43

4. Nulligravida dan paritas lebih dari 5, jarak antara 2 kehamilan <6

bulan atau >10 tahun

5. Adanya penyakit ibu seperti Hipertensi, DM tipe 2, Sicke Cell Disease,

kelainan ginjal, penyakit jantung, dan asma brokhial.

6. Kelaian hematologi dan immunologi pada ibu

7. Infeksi pada ibu (Malaria, TORCH, Tuberkulosis, ISK, dan bacterial

vaginosis)

8. Kehamilan multiple

Pada kasus ini, faktor resiko terjadi IUGR didapatkan dari kondisi ibu

dimana ibu seorang nuligravida berusia 37 tahun, memiliki IMT 17,1

(Underweight), adanya riwayat gastritis pada ibu dan tidak memiliki nafsu makan

selama hamil. Selain itu pada kondisi plasenta previa, perfusi uteroplasenta

cendrung lebih rendah, hal ini berkaitan dengan segmen bawah uterus yang

kurang berkontraksi dan memiliki massa otot yang lebih rendah. Adanya

perdarahan berulang juga akan mengakibatkan terjadinya gangguan pada

oksigenasi dan pertumbuhan janin.19

Fetal distress adalah suatu kelainan pada janin akibat adanya gangguan

oksigenasi dan atau nutrisi ke janin yang ditandai dengan adanya DJJ diatas 160

kali/ menit, DJJ dibawah 100 kali/menit, DJJ tidak teratur atau keluarnya

meconium yang kental pada awal persalinan.Terjadinya insufisiensi uteroplasenter

ini bisa dikarenakan proses akut dan kronik. Pada proses akut terjadi akibat

adanya plasenta previa dengan perdarahan, solusio plasenta, kompresi tali pusat,

aktivitas uterus yang berlebihan yang dihubungkan dengan pemberian oksitosin,


44

hipotensi atau syok yang terjadi pada ibu. Pada proses kronik biasanya dikaitkan

dengan adanya penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan postmaturitas janin.

Fetal distress pada kasus ini disebabkan oleh adanya perdarahaan yang

banyak (profuse bleeding) pada ibu yang mengakibatkan ibu jatuh dalam keadaan

syok hipovolemi dan anemia berat, hal ini menyebabkan terjadinya insufisiensi

uteroplasenta akut dimana ibu kekurangan pasokan oksigen yang dibawa ke

jaringan perifer termasuk oksigen ke janin. Fetal distress pada pasien ini terlihat

dari pemantauan menggunakan CTG dimana didapatkan DJJ yang tidak teratur

dan adanya deselerasi variabel yang menandakan janin dalam keadaan hipoksia

4. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Pemilihan tatalaksana terminasi kehamilan pada pasien ini sudah tepat.

Pemilihan terminasi kehamilan didasarkan pada keadaan ibu dan keadaan janin.

Pada kasus ini, adanya perdarahan aktif dan banyak (profuse bleeding), teradapat

bukti plasenta previa totalis berdasarkan USG, dan adanya tanda – tanda fetal

distress disertai IUGR dengan absent diastolic menjadikan pilihan terminasi

kehamilan adalah pilihan yang paling tepat.19

Hal ini juga bersesuaian dengan Algoritma Komprehensif Klasifikasi dan

Talaksana IUGR (Gambar 1), dimana janin pada kasus ini dikategorikan dalam

IUGR Stage IV dimana pada pemeriksaan USG didapatkan adanya absent

diastolik, dan pada pemeriksaan CTG didapatkan CTG Kategori II dengan

penatalakasaan berupa terminasi kehamilan.18


45

Gambar I. Algoritma Komprehensif Klasifikasi dan Tatalaksana IUGR.18

5. Bagaimana prognosis ibu dan janin pada pasien ini?

Prognosis pada ibu dalam laporan kasus ini dapat dikatakan baik, oleh

karena perdarahan pada ibu terdeteksi dengan cepat teratasi sehingga pasien

mendapatkan tatalaksana lebih awal berupa cairan infus dan transfusi darah

sehingga mencegah ibu jatuh dalam keadaan syok hipovolemik. Selain itu

penatalaksanaan terminasi kehamilan yang dilakukan, mencegah kematian janin

intrauterine, komplikasi dari kelahiran prematur dengan berat bayi lahir rendah

dan pematangan paru yang belum lengkap dimana pada normalnya surfaktan yang
46

dihasilkan baru mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu menjadikan

prognosis kehidupan pada bayi menjadi lebih rendah.20

6. Bagaimana edukasi kepada pasien ini?

Pada kasus ini, edukasi yang diberikan kepada pasien berupa :

1. Menjelaskan keadaan pasien saat ini tentang kelainan letak plasenta pada

kandungannya, faktor resiko terjadinya kelainan letak plasenta yang

dialami pasien, dan menjelaskan tentang keadaan janinnya, penyebab

terhambatnya pertumbuhan janin dalam kandungan pasien dan

kemungkinan harapan hidup janin dalam kandungannya.

2. Mempersiapkan kehamilan selanjutnya dengan menerapkan pola

kehidupan yang baik makan – makanan yang bergizi dan menaikan berat

badan sebelum hamil.

3. Menjelaskan kepada pasien pada kehamilan selanjutnya untuk melakuakan

Ante Natal Care (ANC) minimal sebanyak 6 kali yaitu :

a. 2 kali di Trimester Pertama, pemerikasaan awal ke dokter.

b. 1 kali di Trimester Kedua

c. 3 kali di Trimester Ketiga, dengan 1 kali pemeriksaan dilakuka di

dokter untuk merencanakan persalinan

Selain itu melakukan pemeriksaan USG ke dokter spesialis kandungan

untuk mengetahui kedaan janin dan plasenta dalam keadaan baik.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Diagnosis pada kasus plasenta previa ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, kemungkinan faktor resiko pada pasien ini adalah usia

lebih dari 35 tahun.

3. Penyebab janin mengalami IUGR pada pasien ini adalah nuligravida

berusia 37 tahun, memiliki IMT 17,1 (underweight), adanya riwayat

gastritis pada ibu dan tidak memiliki nafsu makan selama hamil.

Penyebab fetal distress pada pasien ini adalah adanya profuse

bleeding pada ibu yang mengakibatkan terjadinya infusiensi

uteroplasenta akut.

4. Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan terminasi perabdominal.

5. Edukasi pada pasien ini yaitu menjelaskan keadaan pasien saat ini,

mempersiapkan kehamilan selanjutnya dengan memperhatikan pola

kehidupan yang baik dan rutin untuk melakukan ANC.

6. Prognosis pada pasien ini adalah dubia, sedangkan prognosis bayi

adalah dubia ad malam.

46
48

5.2 Saran

1. Pentingnya melakukan deteksi dini faktor risiko pada pasien ini di

tingkat pelayanan kesehatan primer.

2. Pentingnya perawatan prenatal rutin terutama pada ibu hamil beresiko

tinggi untuk mencegah sampai ke tahap perdarahan obstetrik berat.

3. Pentingnya peran tenaga kesehatan di layanan kesehatan primer dalam

edukasi kepada pasien mengenai faktor risiko, upaya pencegahan,

komplikasi dan sistem rujukan pada ibu dengan kehamilan risiko

tinggi.
49

DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik TM. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. In:


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014. p. 492–521.
2. Anderson-Bagga FM, Sze A. Placenta previa. In: StatPearls [Internet].
StatPearls Publishing; 2019.
3. Silver RM, Branch DW. Placenta accreta spectrum. N Engl J Med.
2018;378(16):1529–36.
4. Balayla J, Desilets J, Shrem G. Placenta previa and the risk of intrauterine
growth restriction (IUGR): a systematic review and meta-analysis. J Perinat
Med. 2019;47(6):577–84.
5. Weldimira V. Wanita Usia 36 Tahun, Hamil 35 Minggu dengan Plasenta
Previa dan Janin Letak Lintang. J Medula. 2015;4(2):158–65.
6. Adriaansz G. Asuhan Antenatal. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th ed.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. p. 278–87.
7. Rochjati P. Pelayanan Kebidanan di Indonesia. In: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjou. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2014. p. 21–34.
8. Sofian A. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri
Patologi Jilid I. 3rd ed. Indra L, editor. Jakarta; 2011. 187–199 p.
9. Almnabri AA, Al Ansari EA, Abdulmane MM, Saadawi DW, Almarshad
TA, Banoun AA, et al. Management of Placenta Previa During Pregnancy.
Egypt J Hosp Med. 2017;68(3):1549–53.
10. Martinelli KG, Garcia ÉM, Santos Neto ET dos, Gama SGN da. Advanced
maternal age and its association with placenta praevia and placental
abruption: a meta-analysis. Cad Saude Publica. 2018;34:e00206116.
11. Ryu JM, Choi YS, Bae JY. Bleeding control using intrauterine continuous
running suture during cesarean section in pregnant women with placenta
50

previa. Arch Gynecol Obstet. 2019;299(1):135–9.


12. Khan KS, Wojdyla D, Say L, Gülmezoglu AM, Van Look PFA. WHO
analysis of causes of maternal death: a systematic review. Lancet.
2006;367(9516):1066–74.
13. Silver RM. Abnormal placentation: placenta previa, vasa previa, and
placenta accreta. Obstet Gynecol. 2015;126(3):654–68.
14. Sarojini MK V. Radhika. Clin study placenta previa its Eff Matern Heal
fetal outcome Int J Reprod Contracept Obs Gynecol. 2016;5:3496–9.
15. Abdulmuthalib. Kelainan Hematologik. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th ed.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. p. 774–99.
16. Hardisman H. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok hipovolemik:
Update dan penyegar. J Kesehat Andalas. 2013;2(3):178–82.
17. Wiknjosastro GH. Pertumbuhan Janin Terhambat. In: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2014. p. 696–700.
18. Shrivastava D, Master A. Fetal Growth Restriction. J Obstet Gynecol India.
2020;70(2):103–10.
19. Mylonas I, Friese K. Indications for and risks of elective cesarean section.
Dtsch Arztebl Int. 2015;112(29–30):489.
20. NP RA, Sari RDP. Peran Kortikosteroid dalam Pematangan Paru
Intrauterin. J Major. 2017;6(3):142–7.

Anda mungkin juga menyukai