Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK

Oleh :
NADYA ROHMATUL LAILIA
I4B018111

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PURWOKERTO
2019
1. LATAR bELAKANG
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk
membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang
kemudian dikeluarkan dari tubuh. Tetapi pada kondisi tertentu karena adanya
gangguan pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah. Gagal ginjal kronik biasanya
terjadi secara perlahan-lahan sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam
kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Gagal ginjal kronik
dapat terjadi pada semua umur dan semua tingkat sosial ekonomi. Pada penderita
gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85 %.
Badan kesehatan dunia atau WHO menyebutkan pertumbuhan jumlah
penderita gagal ginjalkronik pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat kejadian dan prevalensi gagal ginjal kronik
meningkat 50% di tahun 2014. Di Indonesia angka kejadian gagal ginjal kronik
berdasarkan data dari Rikesdas pada tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronik
sebesar 0,2% dari penduduk Indonesia. Hanya 60% dari pasien gagal ginjal
kronik tersebut yang menjalani terapi dialysis. Penyakit gagal ginjal kronik
merupakan salah satu masalah utama kesehatan di dunia. Prevalensi penyakit
tgagal ginjal kronik selama sepuluh tahun terakhir semakin meningkat. Angka
kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan yang
harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah hemodialysis 1,5 juta
orang. Melihat kondisi seperti tersebut di atas, maka perawat harus dapat
mendeteksi secara dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik.
Sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien
dengan gagal ginjal kronik.

2. PENGERTIAN
 Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
  

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan


tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001).
 Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat. (Mansjoer, 2007).
 CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk
mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah. (Smeltzer, 2001).

Klasifikasi Ckd
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a.       Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal.
 Asimptomatik.
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet).
 Kadar kreatinin serum meningkat.
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1)      Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2)      Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3)      Berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
 kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat.
 ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit.
 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010.
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1   : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2).
b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2).
c. Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2).
d. Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2).
e. Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

3. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5.  Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif.
9. Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
10. Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

4. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron
utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan
luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan
asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6.  Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,


fosfat dan keseimbangan parathormon.
5. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia.
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa saluran
cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin
serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit
normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin.
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu
bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom
normositer.
2. Kelainan saluran cerna.
a. Mual, muntah, hicthcup : dikompensasi oleh flora normal usus →
ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia : Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi
cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan
mulut.
c. Pankreatitis : Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital.
d. Pembesaran vena leher.
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a).      Toksik uremia yang kurang terdialisis
b).     Peningkatan kadar kalium phosphor
c).      Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b.  Kering bersisik : Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar.
d. Kulit kering dan bersisik.
e.        Rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri.
7.       Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan.
b. Konfusi.
c. Disorientasi.
d. Kejang.
e. Kelemahan pada tungkai.
f. Rasa panas pada telapak kaki.
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan
fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada
pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit
nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi
sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan lainnya.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.  Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
  Ureum kreatinin.
  Asam urat serum.
b.       Identifikasi etiologi gagal ginjal
  Analisis urin rutin
  Mikrobiologi urin
  Kimia darah
  Elektrolit
  Imunodiagnosis
c.  Identifikasi perjalanan penyakit
  Progresifitas penurunan fungsi ginjal
  Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau  0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita    : 88 - 128 mL/menit/1,73 m3 atau  0,85 - 1,23 mL/detik/m2
 Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
  Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
  Endokrin        :  PTH dan T3,T4
  Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk  
ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a.    Etiologi CKD dan terminal
  Foto polos abdomen.
  USG.
  Nefrotogram.
  Pielografi retrograde.
  Pielografi antegrade.
  Mictuating Cysto Urography (MCU).
b.    Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
  RetRogram
  USG.
7. PATHWAYS
8. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
  Airway
1)      Lidah jatuh kebelakang
2)      Benda asing/ darah pada rongga mulut
3)      Adanya sekret
  Breathing
1)      pasien sesak nafas dan cepat letih
2)      Pernafasan Kusmaul
3)      Dispnea
4)      Nafas berbau amoniak
  Circulation
1)   Tekanan darah meningkat
2)   Nadi kuat
3)   Disritmia
4)   Adanya peningkatan JVP
5)   Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6)   Capillary refill > 3 detik
7)   Akral dingin
8)   Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
  Disability : pemeriksaan neurologis  GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan
pada tungkai

b. PENGKAJIAN SEKUNDER
  Keluhan Utama
Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-
kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.
  Riwayat kesehatan
Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit,
infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik,
riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis
herediter)
Anamnesa
         Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC,
RBC)
         Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia,
peningkatan kalium
         Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.
         Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg,
penurunan HCO3
         Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan
menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena,
gadtritis, haus.
         Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.
         Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik
         Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan
         Reproduksi : Infertil, impoten, amenhorea, penurunan libido
         Respirasi : edema paru, hiperventilasi, pernafasan kusmaul
         Lain-lain : Penurunan berat badan

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomik
 Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
 Risiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan frekuensi
jantung, perubahan irama jantung
 Intolerasi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah  dan prosedur dialysis.
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
 Keputusasaan b.d penurunan kondisi fisiologis
 Gangguan intregritas kulit b.d gngguan volume cairan
10. FOKUS INTERVENSI
11. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta, EGC
Carpenito, L.,J., 2001, Rencana asuhan & dokumentasi keperawatan, diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif, Jakarta, EGC.
Fransisca, N., 2006, Sistem perkemihan, Jakarta , Salemba Medika.

Johnson, M., et all., 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, New Jersey: Upper Saddle River.
Kasuari, 2002, Asuhan keperawatan sistem pencernaan dan kardiovaskuler dengan
pendekatan patofisiology. Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang.
Mansjoer, A dkk., 2000, Kapita selekta kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, Media
Aesculapius.
Mc Closkey, C.J., et all. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Muttaqin, A., 2009, Asuhan keperawatan perioperatif. Jakarta, Salemba Medika
Nanda, 2012, Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia.
Rab, T, 2008, Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT
Alumni
Santosa, B., 2007, Panduan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006, Jakarta,
Prima Medika.
Udjianti, W., J., 2010, Keperawatan kardiovaskuler. Jakarta, Salemba Medika.
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Anda mungkin juga menyukai