Anda di halaman 1dari 23

PRINSIP LAYANAN

PENDIDIKAN
KHUSUS
MAKALAH

DISUSUN OLEH
:

DosenPengampu:
Drs. H. Asep Ahmad Sopandi M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 2:
Resti Erlina 20003140
Priscilia islamia 20003135
Fanisha Yulianti 20003063
Yoga hadia sukma 20003100

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “PRINSIP LAYANAN PENDIDIKAN KHUSUS ”.
Maskalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ortopedagogik.
Dalam makalah ini mengulas tentang prinsip umum dalam pembelajaran dan prinsip
khusus sesuai dengan jenis anak berkebutuhan khusus.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Padang, 18 November 2020

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................... i
KATA PENGANTARS ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


A. LATAR BELAKANGS ................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAHS............................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. PRINSIP UMUM............................................................................................. 2
B. PRINSIP KHUSUSS........................................................................................ 9
1. Anak Tunanetra ........................................................................................... 9
2. Anak Tunarungu.......................................................................................... 10
3. Anak Tunadaksa .......................................................................................... 13
4. Anak Tunagrahita........................................................................................ 13
5. Anak Tunalaras............................................................................................ 14
6. Anak Autis................................................................................................... 17
7. Anak Berbakat ............................................................................................. 18
BAB III. PENUTUP ................................................................................................ 20
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Pendidikan sangatlah penting, baik itu
pendidikan bagi anak normal maupun pendidikan
bagi anak dengan berkebutuhan khusus. Khususnya
dalam pembahasan makalah ini kelompok akan
membahas materi mengenai Layana Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus yaitu Prinsip-prinsip layanan
ABK, Pendekatan Layanan, dan Layanan Pendidikan
Anak Berkelainan Fisik. Oleh karena itu setiap orang
wajib mendapatkan layanan pendidikan tanpa
terkecuali seperti yang telah diatur dalam UUPasal 32
tentang pendidikan dan pelayanan khusus Ayat (1)
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karenakelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakatistimewa.
Ayat (2) Pendidikan layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja prinsip umum dalam pembelajaran?
2. Apa saja prinsip khusus sesuai dengan jenis anak
berkebutuhan khusus?
B
A
A. PRINS B
IPUM
UM
I
I

1
P H penguatan, dan perbedaanindividual.
E A 1. Perhatian danmotivasi
M S Perhatian mempunyai peranan yang penting
B A dalam kegiatan belajar. Dari kajian reori belajar
A N pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian
Banyak teori dan
terhadap pelajaran akan muncul pada siswa apabila
prinsip-prinsip belajar
bahan pelajaran sesuai kebutuhannya. Apabila bahan
yang dikemukakan para
pelajaran itu dirasakan sebagai suatu yang
ahli yang satu dengan
dibutuhkan, maka akan membangkitkan motivasi
yang lain memiliki
untuk mempelajarinya. Motivasi mempunyai peranan
persamaan dan juga
penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah
perbedaan. Dari berbagai
tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan
prinsip belajar tersebut
aktivitas seseorang. Motivasi merupakan tujuan dan
terdapat beberapa prinsip
alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi
yang relatif berlaku
merupakan salah satu tujuan dalam mengajar.
umum yang dapat
Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor
dipakai sebagai dasar
seperti halnya intelegensi dan hasil belajar
dalam upaya
sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan
pembelajaran, baik bagi
belajar siswa dalam bidang pengetahuan (kognitif),
siswa yang perlu
nilainilai (afektif) dan keterampilan (psikomotor).
meningkatkan upaya
2. Keaktifan
belajarnya maupun bagi
Kecenderungan psikologi dewasa ini
guru dalam upaya
menganggap anak sebagai mahluk yang aktif. Anak
meningkatkan
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu,
mengajarnya. Dimyati
mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar
(1994: 40-44) mengurai
hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami
prinsip-prinsip belajar
sendiri. Dalam setiap proses belajar selalu
berkaitan dengan
menampakkan keaktifan siswa. Keaktifan itu
perhatian dan motivasi,
beragam bentuknya, mulai dari kegiatan fisik yang
keaktifan, keterlibatan
mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit
langsung/berpengalaman
diamati. Kegiatan fisik dapat berupa membaca,
, pengulangan,
menulis, mendengar, berlatih keterampilan,
tantangan, balikan dan
dansebagainya.
2
3. Keterlibatanlangsung/berpengalaman
Edgar dale dalam penggolongan pengalaman belajarnya (kerucut pengalaman)
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman
langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekedar mengamati
secara langsung, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan
bertanggungjawab terhadap hasilnya. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
juga dikemukakan John Dewey dengan “learning by doing”-nya. Belajar sebaiknya
dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif,
baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (problem
solving).
4. Pengulangan
Menurut teori psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggapi, mengingat, mengkhayal,
merasakan, berpikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya
tersebut akan berkembang. Teori lain yaitu “law of exercise” dari Thorndike
mengatakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon
dan dengan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang
timbulnya respons yangbenar
5. Tantangan
Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingindicapai, tetapi
selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk
mengatasi hambatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Bahan belajar
yang baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa
tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa
untuk turut menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan generalisasi akan
menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-konsep, prinsip-prinsip
dan generalisasitersebut.
6. Balikan danpenguatan
Menurut teori “law of exercise” dari Thorndike, siswa akan belajar lebih
besemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Dengan hasil yang
baik, akan merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha
belajar selanjutnya. Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode
penemuan, merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan
dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan
metode-metode di atas akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan
semangat.
7. Perbedaanindividual
Siswa merupakan individu yang unik artinya tidak ada dua siswa yang sama
persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan individual ini
berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karena perbedaan individu perlu
diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pembelajaran klasikal,
seringkali kurang memperhatikan maslah perbedaan individual. Pembelajaran yang
bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan
berbagai cara, antara lain penggunaan metode atau strategi belajar mengajar yang
bervariasi sehingga perbedaan kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan
media pembelajaran akan membantu melayani perbedaanperbedaan siswa dalam cara
mengajar. Upaya pengayaan bagi siswa yang pandai serta memberikan remidial bagi
mereka yang kurang juga merupakan salah satu cara untuk perbaikanbelajar.
Menurut Musjafak Assjari (1995) prinsip umum adalah sebagai berikut(Purwanto
2014) :
1. Keseluruhan anak (all thechildren)
Layanan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada
pemberian kesempatan bagi seluruh anak berkebutuhan khusus dari berbagai derajad,
ragam, dan bentuk kecacatan yang ada. Dengan layanan pendidikan diharapkan anak
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin, sehingga ia dapat
mencapai hidup bahagia sesuai dengan kecacatannya. Konsekuensi dari ini, guru
seyogyanya bersifat kreatif. Guru dituntut mencari berbagai pendekatan pembelajaran
yang cocok bagi anak . Pendekatan tersebut disesuaikan dengan keunikan dan
karakteristik dari masing-masing kecatatan.
2. Kenyataan(reality)
Pengungkapan tentang kemampuan fisik dan psikologis pada masing-masing anak
berkebutuhan khusus mutlak untuk dilakukan. Hal ini penting, mengingat malalui
tahapan tersebut pelaksanaan pendidikan maupun pelaksanaan rehabilitasi dapat
memberikan layanan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-
masing anak berkebutuhan khusus. Dasar pendidikan yang menempatkan pada
kemampuan masing-masing anak tunadaksa inilah yang dimaknai sebagai dasar yang
berlandaskan pada kenyataan (reality)
3. Program yang dinamis (dynamicprogram)
Pendidikan pada dasarnya bersifat dinamis. Pendidikan dikatakan dinamis karena
yang menjadi subjek pendidikan adalah manusia yang sedang tumbuh dan berkembang,
yang di dalamnya terdapat proses yang bergradasi, berkesinambungan untuk mencapai
sasaran pendidikan. Dinamika dalam proses pendidikan terjadi karena subjek didiknya
selalu berkembang, sehingga penyesuaian layanan harus memperhatikan akan
perkembangan yang terjadi pada subjek didik. Dinamika dapat pula terjadi pada
perkembangan ilmu pengetahuan. Kedua kenyataan ini menuntut guru untuk mengkaji
teori-teori pendidikan yang berkembang setiap saat. Memperhatikan kedua dinamika
tersebut layanan pendidikan seharusnya memperhatikan karakteristik yang cukup
heterogen pada anak dengan segala dinamikanya.
4. Kesempatan yang sama (equality ofopportunity)
Pada dasarnya anak berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan potensinya tanpa memprioritaskan jenis-jenis kecacatan yang
dialaminya. Titik perhatian pengembangan yang utama pada anak berkebutuhan khusus
adalah optimalisasi potensi yang dimiliki masing-masing anak melalui jenjang
pendidikan yang ditempuhnya. Hal-hal yang bersifat teknis berkaitan dengan sarana dan
prasarana sekolah disesuaikan dengan kenyataan yang ada. Kesempatan yang sama
dalam memperoleh pendidikan menuntut penyelenggara pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus untuk menyediakan dan mengusahakan sarana dan prasarana
pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak dan variasi kecacatannya.
5. Kerjasama(cooperative)
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus 5-3 Pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus tidak akan berhasil mengembangkan potensi mereka mana kala tidak melibatkan
pihak-pihak yang terkait. Beberapa pihak yang terkait yang paling utama adalah
orangtua. Orangtua anak berkebutuhan khusus perlu dilibatkan dalam merancang dan
menyelenggarakan program pendidikan. Selain orangtua, pihak lain yang terkait adalah
dokter, psikolog, psikhiater, pekerja sosial, ahli terapi okupasi, dan ahli fisioterapi,
konselor, dan tokoh masyarakat utamanya mempunyai perhatian dalam dunia
pendidikananak.
Selain kelima prinsip tersebut di atas, ada prinsip lain yang juga perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Prinsip-prinsip tersebut adalah(Goyena 2019):
1. Prinsip kasih sayang
Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus membutuhkan kasih sayang dan
bukan belas kasihan. Kasih sayang yang dimaksudkan merupakan wujud penghargaan
bahwa sebagai manusia mereka memiliki kebutuhan untuk diterima dalam kelompok
dan diakui bahwa mereka adalah sama seperti anakanak yang lainnya. Perubahan
lingkungan dari lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang ke lingkungan sekolah
pada awal anak masuk sekolah merupakan peristiwa yang menentukan bagi
perkembangan anak selanjutnya. Untuk itu, guru sudah seharusnya mampu
menggantikan kedudukan orangtua untuk memberikan perasaan kasih sayang kepada
anak. Wujud pemberian kasih sayang dapat berupa sapaan, pemberian tugas sesuai
dengan kemampuan anak, menghargai dan mengakui keberadaananak.
2. Prinsip keperagaan
Anak berkebutuhan khusus ada yang memiliki kecerdasan di bawah jauh ratarata.
Keadaan ini berakibat anak mengalami kesulitan dalam menangkap informasi, ia
memiliki keterbatasan daya tangkap pada hal-hal yang konkret, ia mengalami kesulitan
dalam menangkap hal-hal yang abstrak. Untuk itu, guru dalam membelajarkan anak
hendaknya menggunakan alat peraga yang memadai agar anak terbantu dalam
menangkap pesan. Alat-alat peraga hendaknya disesuaikan dengan bahan, suasana, dan
perkembangan anak.
3. Keterpaduan dan keserasian antarranah
Dalam proses pembelajaran, ranah kognisi sering memperoleh sentuhan yang
lebih banyak, sementara ranah afeksi dan psikomotor kadang terlupakan. Akibat yang
terjadi dalam proses pembelajaran seperti ini terjadi kepincangan dan ketidakutuhan
dalam memperoleh makna dari apa yang dipelajari. Pendidikan berfungsi untuk
membentuk dan mengembangkan keutuhan kepribadian. Salah satu bentuk keutuhan
kepribadian adalah terwujudnya budi pekerti luhur. Penanaman budi pekerti luhur pada
subjek didik mustahil terwujud bila hanya dengan penanaman aspek kognitifsaja.
Untuk itu kedua aspek yang lain perlu meperoleh porsi yang memadai. Keterpaduan dan
keserasian antar ranah yang dirancang dan dikembangkan secara komprehensif oleh
guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran mendorong terbentuknya
kepribadian yang utuh pada diri anak.Untuk itu, guru seyogyanya menciptakan media
yang tepat untuk mengembangkan ketiga aranahtersebut.
4. Pengembangan minat danbakat
Proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya
mengembangkan minat dan bakat mereka. Minat dan bakat masing-masing subjek didik
berbeda, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orangtua adalah
mengembangkan minat dan bakat yang terdapat pada diri anak masing-masing. Hal ini
dilakukan karena, minat dan bakat seseorang memberikan sumbangan dalam pencapaian
keberhasilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus
hendaknya didasarkan pada minat dan bakat yang mereka miliki.
5. Kemampuananak
Heteroginitas mewarnai kelas-kelas pendidikan pada anak berkebutuhan khusus,
akibatnya masing-masing subjek didik perlu memperoleh perhatian dan layanan yang
sesuai dengan kemampuannya. Kemampuan yang dimaksud meliputi keunggulan-
keunggulan apa yang ada pada diri anak, dan juga aspek kelemahan-kelemahannya.
Proses pendidikan yang berdasar pada kemampuan anak akan lebih terarah ketimbang
yang berdasar bukan pada kemampuan anak, seperti keinginan orangtua atau tuntutan
paket kurikulum. Orangtua memang memiliki anaknya, tetapi seringkali terjadi orangtua
kurang dan tidak mengetahui kemampuan anaknya. Mereka menganggap sama pada
semua anaknya. Oleh karena itu, sebelum dan selama proses pendidikan orangtua perlu
disertakan dalam proses pendidikan anaknya, sehingga kemampuan dan
perkembangannya dapat diikutinya. Selain itu, guru harus mampu menterjemahkan
tuntutan kurikulum terhadap heteroginitas kemampuan masing-masing subjek didik.
6. Model
Guru merupakan model bagi subjek didiknya. Perilaku guru akan ditiru oleh
anaknya didiknya. Oleh karena itu, guru perlu merancang secermat mungkin
pembelajaran agar model yang ditampilkannya oleh guru dapat ditiru oleh anak. Di
sekolah, anak-anak lebih percaya pada gur-gurunya daripada orangtuanya. Hal ini
terjadikarenaduniaanaktelahpindahdarilingkungankeluargakelingkunganbaru,
yaitu sekolah. Kepercayaan anak terhadap orang-orang yang ada di sekolah perlu
dimanfaatkan dalam proses pendidikan. Pemanfaatan tersebut berupa pemberian contoh
atau model yang secara sadar atau tidak sadar membentuk pribadi dan perilaku subjek
didik. Karena guru menjadi pusat perhatian model anak, maka penataan dirinya perlu
didahulukan, mulai dari cara berpakaian, bertutur kata, berdiri di kelas atau di luar
kelas.
7. Pembiasaan
Penanaman pembiasaan pada anak normal lebih mudah bila dibarengi dengan
informasi pendukungnya. Hal ini tidak mudah bagi anak berkebutuhan khusus.
Pembiasaan bagi anak berkebutuhan khusus membutuhkan penjelasan yang lebih
konkret dan berulang-ulang. Hal ini dilakukan karena keterbatasan indera yang dimiliki
oleh anak berkebutuhan khusus dan proses berpikirnya yang kadang lambat. Untuk itu,
pembiasaan pada anak berkebutuhan khusus harus dilakuakn secara berulang-ulang dan
diringi dengan contoh yang konkret. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
8. Latihan
Latihan merupakan cara yang sering ditempuh dalam pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Latihan sering dilakukan bersamaan dengan pembentukan
pembiasaan. Porsi latihan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus disesuaikan
dengan kemampuan yang dimilikinya. Pemahaman akan kemampuan anak dalam
memberikan latihan pada diri subjek didik akan membantu penguasaan keterampilan
yang telah dirancangkan lebih dahulu. Latihan yang diberikan tidak melebihi
kemampuan anak, sehingga anak senang melakukan kegiatan yang telah diprogramkan
oleh pengelolapendidikan.
9. Pengulangan
Karakteristik umum anak berkebutuhan khusus adalah mudah lupa. Oleh karena
itu, pengulangan dalam memberikan informasi perlu memperoleh perhatian tersendiri.
Pengulangan diperlukan untuk memperjelas informasi dan kegiatan yang harus
dilakukan anak. Meskipun hal ini sering menjemukan, tetapi kenyataan mereka
memerlukan demi penguasaan suatu informasi yang utuh.
10. Penguatan
Penguatan atau reinforcement merupakan tuntutan untuk membentuk perilaku
padaanak.Pemberianpenguatanyangtepatberupapujian,ataupenghargaanyanglain
terhadap munculnya perilaku yang dikehendaki pada anak akan membantu terbentuknya
perilaku. Pujian yang diberikan padanya akan memiliki arti tersendiri dalam pencapaian
usaha keberhasilan. Secara psikologis akan memberikan penghargaan pada diri subjek
didik, bahwa dirinya mampu berbuat. Penghargaan ini akan memberikan motivasi pada
diri mereka. Bila ini terjadi, anak akan berusaha untuk menampilkan prestasi lain.
B. PRINSIPKHUSUS
Selain prinsip umum di atas, ada beberapa prinsip khusus yang perlu diperhatikan
dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Prinsip khusus tersebut
berkaitan erat dengan kecacatan yang dialami anak.
1. Anak Tunanetra
Prinsip khusus yang berkaitan dengan layanan pendidikan anak tunanetra menurut
Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah:
a. Prinsip totalitas
Prinsip totalitas berarti keseluruhan atau keseutuhan. Dalam prinsip ini guru
dalam mengajar suatu konsep harus secara keseluruhan atau utuh. Keseluruhan
dimaksudkan bahwa dalam mengenalkan konsep sedapat mungkin melibatkan
keseluruhan indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang
dikenalkan harus utuh, tidak sepotong-potong. Misalnya, menjelaskan “tomat” ,
guru tidak hanya mengenalkan model tomat, tetapi sedapat mungkin ditunjukkan
tomat yang asli, anak disuruh meraba bentukbentuk tomat, mencium bau tomat,
merasakan tomat, dan bahkan melengkapinya dengan bentuk pohon tomat
b. Prinsip Keperagaan
Prinsip keperagaan sangat dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru pada
anak tunanetra. Prinsip peragaan berkaitan erat dengan tipe belajar anak. Ada anak
yang mudah menerima konsep melalui indera perabaan, adan anak yang mudah
melalui indera pendengaran. Dengan peraga anak akan terhindar dari verbalisme.
Misalnya, guru menerangkan perbedaan antara apel dan tomat. Guru harus
membawa kedua jenis buah tersebut. Anak harus dapat membedakan keduanya
dari segi teksture (kasar-halus, keras-lembut), berat, rasa, dan baunya. Contoh
lain, misalnya guru akan menerangkan nyamuk; untuk suara mungkin dapat
langsung, tetapi untuk bentuk guru harus mencari spesimen nyamuk, yang
besarnya mungkin ratusan kali dari nyamuk yang sesungguhnya. Informasiukuran
ini harus diberitahukan supaya anak tidak salah persepsi. Dengan spesimen anak
dapat leluasa meraba dan membayangkan dengan nyamuk yang sesungguhnya.
c. Prinsip berkesinambungan
Prinsip berkesinambungan sangat dibutuhkan anak tunanetra dalam
mempelajari konsep. Matapelajaran yang satu harus berkesinambungan dengan
mata pelajaran yang lain. Kesinambungan tersebut dalam hal materi dan istilah
yang digunakan oleh guru, jika tidak anak tunanetra akan mengalami
kebingungan. Mereka beranggapan guru sebagai sumber informasi yang diyakini
kebenarannya. Oleh karena itu, guru disarankan untuk selalu menghubungkan
materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi pelajaran yang akan
dipelajari. Istilah yang digunakan hendaknya tidak terlalu banyak variasi antara
guru yang satu dengan guru yanglain.
d. Prinsip aktivitas
Prinsip aktivitas penting artinya dalam kegiatan belajar anak. Murid dapat
memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Reaksi ini
dilaksanakan dalam bentuk mengamati sendiri dengan bekerja sendiri. Tugas guru
membantu anak dalam kegiatan belajar mengajar. Anak tunanetra diharapkan aktif
tidak hanya sebagai pendengar. Tanpa aktivitas, konsep yang diterima anak hanya
sedikit dan mereka akan merasa jenuh. Situasi demikian dapat membuat mereka
mengantuk. Sebaliknya, jika anak tunanetra aktif dalam kegiatan pembelajaran,
maka pengalaman belajar mereka banyak, mereka memperoleh kepuasan dalam
belajar, sehingga akan mendorong rasa ingin tahu yang tinggi.
e. Prinsip individual
Prinsip individual dalam pembelajaran berarti pengajaran dilaksanakan
dengan memperhatikan perbedaan individu anak, potensi anak, bakat dan
kemampuan masing-masing anak. Prinsip individual sangat dibutuhkan dalam
mendidik anak tunanetra. Prinsip ini merupakan ciri khusus dalam layanan
pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bagi anak tunanetra, prinsip individual
mendorong guru untuk memenuhi tuntutan variasi ketunaan dan kemampuan
anak. Guru dituntut sabar, telaten, ulet, dan kreatif. Guru harus mengajar satu
persatu sesuai dengan perbedaananak.
2. Anak Tunarungu

Pembelajaran yang dilakukan bagi siswa mendengar berbeda dengan pembelajaran


bagi anak tunarungu, anak tunarungu lebih mengandalkan visualnya serta
pembelajaran dapat mudah dipahami jika guru melakukan prinsip-prinsip di bawah
ini (Purnomo and Hermansyah2016):

a. Prinsip Individual
Prinsip individual adalah prinsip umum dalam pembelajaran, guru dituntut
untuk memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu. Dalam pendidikan
tunarungu, dimensi perbedaan individu menjadi lebih luas dan kompleks.
Disamping adanya perbedaan secara umum seperti usia, kemampuan mental, fisik,
sosial, dan budaya, peserta didik tunarungu menunjukkan sejumlah perbedaan
khusus yang terkait dengan ketunarunguannya, yaitu tuli (deaf) dan masih
memiliki sisa pendengaran (hardofhearing), masa terjadinya ketunarunguan,
penyebab ketunarunguan, dampak ketunarunguan, danlain-lain.
Secara umum, harus ada beberapa perbedaan layanan pendidikan bagi
peserta didik tunarungu dari yang ringan, sedang, sampai yang berat.Prinsip
layanan individual ini mengisyaratkan perlunya guru untuk merancang strategi
pembelajaran yang sesuai kondisi anak. Inilah alasan perlunya pembelajaran yang
diindividualisasikan (Individualized Educational Program-IEP).
b. Prinsip kekonkritan/pengalamanpenginderaan
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa
yang dipelajarinya. Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses
langsung terhadap objek atau situasi. Anak tunarungu harus dibimbing dan
dikembangkan semua modalitas inderawinya, seperti kemampuan vibrasi,
kepekaan/sensitifitas meraba, visual, mendengar, mencium, mengecap, dan
mengalami situasi secara langsung yang sifatnya kontekstual dan kemampuan
memanfaatkan sisa mendengar bagi anak kurang dengar.
Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa
yang dipelajarinya. Dampak dari ketunarunguan, anak tidak dapat memahami
simbol bahasa melalui pengalaman auditifnya secara langsung terhadap objek atau
kondisi yang terjadi di luar dirinya, seperti suara air mengalir, kicau burung, dan
sebagainya. Untuk itu strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses
langsung terhadap objek atau situasi. Kesadaran atau kemampuan auditif sangat
berhubungan dan memiliki dimensi jarak dan waktu.
Anak tunarungu harus dibimbing dan dikembangkan semua modalitas
inderawinya, seperti kemampuan kepekaan/sensitifitas meraba, mendengar,
mencium, mengecap, dan mengalami situasi secara langsung yang sifatnya
kontekstual dan kemampuan persepsi bunyi dan vibrasi. Fungsi sensori (reseptor)
yang dimiliki tunarungu dapat dimungkinkan untuk dioptimalkan atau difungsikan
secara terintegrasi dan diterapkan secara serentak, agar pemahaman dan
pengalaman mereka dalam memahami simbol, pengalaman atau situasi menjadi
utuh (komprehensif) dan tidak verbalisme. Implikasi dari prinsip ini adalah guru
perlu mempersiapkan alat pembelajaran atau media pembelajaran yang adaptif
danaplikatif.
c. Prinsip Totalitas
Strategi pembelajaran yang dilakukan guru harus memungkinkan anak
tunarungu memperoleh pengalaman auditif maupun situasi secara utuh. Hal ini
dapat terjadi apabila guru mendorong siswa untuk melibatkan semua pengalaman
penginderaannya secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Multisensory
Approach (VAKT), yaitu penggunaan semua indera yang masih berfungsi secara
menyeluruh mengenai suatu objek. Anak harus memanfaatkan pendengarannya
untuk mengenali suara burung. Pengalaman anak mengenai burung akan menjadi
luas, utuh, dan mendalam, manakala seluruh indera dilibatkan, daripada anak yang
hanya menggunakan satu inderanya.
d. Prinsip aktivitas mandiri (Selfactivity)
Strategi pembelajaran haruslah memungkinkan atau mendorong anak
tunarungu belajar secara aktif mandiri. Anak belajar mencari dan menemukan,
sementara guru adalah fasilitator yang membantu memudahkan siswa untuk
belajar dan motivator yang membangkitkan keinginannya untuk belajar. Prinsip
inipun mengisyaratkan bahwa strategi pembelajaran harus memungkinkan siswa
untuk bekerja dan mengalami, bukan melihat dan mencatat. Keharusan ini
memiliki implikasi terhadap perlunya siswa mengetahui, menguasai, dan
menjalani proses dalam memperoleh fakta atau konsep. Isi pelajaran(berupa fakta,
konsep, meta kognisi) adalah penting bagi anak, tetapi akan lebih penting lagi bila
anak menguasai dan mengalami sendiri guna mendapatkan isi pelajaran tersebut.
3. Anak Tunadaksa
Prinsip khusus pendidikan untuk anak tunadaksa terdiri dari prinsip multisensori
dan prinsip individualisasi (Mussardo 2019).
a. PrinsipMultisensori
Multisensori berarti “banyak indera”, maksudnya dalam proses pendidikan
pada anak-anak tunadaksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan
indera-indera yang ada dalam diri anak.
Kenyataan yang terdapat pada anak-anak tunadaksa sering dijumpai melalui
gangguan indera, dengan demikian kesemua indera tidak dapat berfungsi dengan
baik sehingga rangsang pendidikan yang diterimakan melalui indera-indera
tersebut lewat begitu saja. Dengan pendekatan multisensori, kelemahan pada
indera-indera yang ada diusahakan untuk memfungsikan indera-indera lain yng
masih dapat berfungsi.
b. Prinsip Individualisasi
Penanganan pendidikan pada anak tunadaksa perlu memperhatikan prinsip
individualisasi, artinya kemampuan masing-masing diri individu lebih dijadikan
titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Pengertian individualisasi sering dikacaukan dengan layanan secara
individual. Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan
adalah kemampuan anak-anak secara individu. Dengan demikian model layanan
yang diberikan dengan pendekatan individualisasi ini dapat membentuk individual
dan klasikal. Model klasikan ini terjadi karena memberikan layanan pada
sekelompok individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama,
dan bahan pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan
kemampuan mereka masing-masing.
4. Anak Tunagrahita
a. Prinsip Kasih Sayang
Tunagrahita adalah anak yang mengalami kelainan dalam segi intelektual, inteligensi
mereka di bawah rata-rata. Akibatnya, dalam tugas-tugas akademik yang menggunakan
intelektual, mereka sering mengalami kesulitan.
Dalam kegiatan pembelajaran, anak tunagrahita membutuhkan kasih sayang
yang tulus dari guru. Guru hendaknya berbahasa yang lembut, sabar, rela
berkorban, dan memberi contoh perilaku yang baik, ramah, dan supel, sehingga
tumbuh kepercayaan dari peserta didik, yang pada akhirnya mereka memiliki
semangat untuk melakukan kegiatan dan menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan guru.
b. Prinsip Keperagaan
Kelemahan anak tunagrahita antara lain adalah dalam hal kemampuan
berfikir abstrak, mereka sulit membayangkan sesuatu. Dengan segala
keterbatasannya itu, peserta didik tunagrahita akan lebih mudah tertarik
perhatiannya apabila dalam kegiatan pembelajaran menggunakan benda-benda
konkrit maupun berbagai alat peraga (model) yang sesuai.
Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan pembelajaran selalu mengaitkan
relevansinya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Oleh karena itu, anakperlu
dibawa ke lingkungan sosial, maupun lingkungan alam. Bila tidak
memungkinkan, guru dapat membawa berbagai alatperaga.
c. Prinsip Habilitasi danRehabilitasi
Meskipun dalam bidang akademik anak tunagrahita memiliki kemampuan
yang terbatas, namun dalam bidang-bidang lainnya mereka masih memiliki
kemampuan atau potensi yang masih dapat dikembangkan.
Habilitasi adalah usaha yang dilakukan seseorang agar anak menyadari
bahwa mereka masih memiliki kemampuan atau potensi yang dapat
dikembangkan meski kemampuan atau potensi tersebut terbatas.
Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dengan berbagai macam bentuk
dan cara, sedikit demi sedikit mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum
berfungsi optimal. Dalam kegiatan pembelajaran, guru hendaknya berusaha
mengembangkan kemampuan atau potensi anak seoptimal mungkin, melalui
berbagai cara yang dapat ditempuh.
5. Anak Tunalaras
a. Prinsip Kebutuhan danKeaktifan
Anak tunalaras selalu ingin memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa
mempedulikan kepentingkan orang lain. Untuk memenuhi kebutuhannya itu, ia
menggunakan kesempatan yang ada tanpa mengingat kepentingan orang lain.
Kalau perlu melanggar semua peraturan yang ada meskipun ia harus mencuri
misalnya. Hal ini jelas merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Oleh karena itu, guru hendaknya mendorong peserta didik untuk lebih aktif
agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan mempertimbang-
kan norma-norma sosial, agama, peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sehingga dalam memenuhi kebutuhannya tidak merugikan diri sendiri maupun
orang lain.
b. Prinsip Kebebasan yangTerarah
Anak Tunalaras memiliki sikap tidak mau dikekang. Ia selalu menggunakan
peluang untuk berbuat sesuatu. Oleh karena itu, guru harus memperhitungkan
tindakan yang akan dilakukannya dalam membina peserta didik yang tuna laras.
Di samping itu, guru hendaknya mengarahkan dan menyalurkan segala perilaku
anak ke arah positif yang berguna, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang
lain.
c. Prinsip Penggunaan Waktu Luang
Anak Tunalaras biasanya tidak bisa diam. Ada saja yang dikerjakan, bahkan
seolah-oleh mereka kekurangan waktu sehingga lupa tidur, istirahat dan
sebagainya. Oleh karena itu, guru harus membimbing anak dengan mengisi waktu
luangnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
d. Prinsip Kekeluargaan danKepatuhan
Anak tunalaras biasanya berasal dari keluarga yang tidak harmonis, atau
hubungan orang tua retak (broken home). Akibatnya emosinya kurang stabil,
jiwanya tidak tenang, rasa kekeluargaannya tidak berkembang, merasa hidupnya
tidak berguna. Akibat lebih jauh mereka bersifat perusak, dan benci kepada orang
lain.
Oleh karena itu, guru harus dapat menyelami anak, di mana letak
ketidakselarasan kehidupan emosinya. Selanjutnya, mengembalikannya kepada
kehidupan emosi yang tenang, laras, sehingga rasa kekeluargaannya menjadi pulih
kembali. Misalnya peserta didik disuruh membaca cerita yang edukatif,
memelihara binatang, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
e. Prinsip Setia Kawan dan Idola sertaPerlindungan
Karena tinggal di rumah tidak tahan, anak tunalaras biasanya lari keluar
rumah. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang (kelompok) yang dirasa dapat
membuat dirinya merasa aman. Di dalam kelompok tersebut ia merasa
menemukan tempat berlindung menggantikan orang tuanya, ia merasa tenteram,
timbul rasa setia kawan. Karena setianya kepada kelompok, ia berbuat apa saja
sesuai perintah ketua kelompoknya yang dijadikan idolanya.
Oleh karena itu, guru hendaknya secara pelahan-lahan berupaya
menggantikan posisi ketua kelompoknya, menjadi tokoh idola peserta didik,
dengan cara melindungi peserta didik, dan berangsur-angsur kelompoknya
berganti dengan teman-teman sekelasnya, dan setia kawannya berganti kepada
teman-teman sekelasnya, yang pada akhirnya mereka akan merasa senang
bersekolah.
f. Prinsip Minat danKemampuan
Guru harus memperhatikan minat dan kemampuan anak terutama yang
berhubungan dengan pelajaran. Jangan sampai karena tugas-tugas yang diberikan
oleh guru terlalu banyak, akhirnya justru mereka benci kepada guru atau benci
kepada pelajaran tertentu. Sebaliknya, guru harus menggali minat dan kemampuan
peserta didik terhadap pelajaran, untuk dijadikan acuan untuk memberi tugas-
tugas tertentu. Dengan memberi tugas yang sesuai, mereka akan merasa senang,
yang pada akhirnya lama-kelamaan mereka akan terbiasa belajar.
g. Prinsip Emosional, sosial, dan Perilaku
Karena problem emosi yang disandang anak tunalaras, maka ia mengalami
ketidaksinambungan emosi. Akibatnya peserta didik berperilaku menyimpang
baik secara individual maupun secara social dalam pergaulan hidup
bermasyarakat.
Oleh karena itu, guru harus berusaha mengidentifikasi problem emosi yang
disandang anak, kemudian berupaya menghilangkannya untuk diganti dengan
sifat-sifat yang baik sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
dengan cara diberi tugas-tugas tertentu, baik secara individual maupun secara
kelompok.
h. PrinsipDisiplin
Pada umumnya anak tunalaras ingin memanfaatkan kesempatan yang ada
untuk memenuhi keinginannya, tanpa mengindahkan norma-norma yang berlaku,
sehingga ia hidup lepas dari disiplin. Sikap ketidaktaatan dan lepas dari aturan
merupakan sikap hidupnya sehari-hari. Oleh karena itu, guru perlu membiasakan
peserta didik untuk hidup teratur dengan selalu diberi keteladanan dan pembinaan
dengan sabar.
i. Prinsip Kasih Sayang
Anak tunalaras umumnya haus akan kasih sayang, baik dari orang tua
maupun dari keluarganya. Akibatnya anak akan selalu mencari kasih sayang dan
menumpahkan keluhannya di luar rumah. Kalau ia tidak menemukannya akan
menjadi agresif, cenderung hiperaktif, atau sebaliknya ia menjadi rendah diri,
pendiam, atau menyendiri.
Oleh karena itu, pendekatan kasih sayang, dan kesabaran yang dilakukan
guru diharapkan dapat mengisi kekosongan jiwa anak. Dengan pendekatan kasih
sayang akan membuat anak merasa nyaman sehingga mereka akan rajin ke
sekolah dan merasa ada tempat untuk mencurahkan perasaannya yang pada
akhirnya mereka akan patuh padaguru.
6. AnakAutis
a. Individual
Pembelajaran anak autis tidak akan efektif jika dilakukan secara klasikal,
namun harus dilakukan individual dengan pendekatan satu guru satu peserta didik.
b. Kontak mata untukberkomunikasi
Pembelajaran tidak akan berlangsung bila tidak terjadi komunikasi antara
peserta didik dengan guru. Komunikasi dimulai dari kontak mata antara guru dan
peserta didik. Kontak mata dapat terjadi jika guru telah memahami karakteristik
peserta didik, terutama ketertarikan dan minat yang menonjol pada anak yang
merangsang peserta didik untuk tertarik menerima komunikasi dari guru.
c. Memahamiinstruksi.
Setelah terjadi komunikasi dua arah, peserta didik harus dirangsang untuk
memahami instruksi baik ajakan, larangan, atau perintah lain.
d. Berbahasa
Berbahasa meliputi bahasa reseptif (memahami bahasa orang lain) dan
bahasa ekspresif mengungkapkan isi hatinya pada orang lain.
e. Sosialisasi
Peserta didik autis harus dibiasakan untuk melakukan pergaulan dengan
teman sebaya agar lebih memahami pola, norma yang terjadi di luar pola dan
norma yang telah ada pada dirinya. Peserta didik autis harus ditarik untuk
memasuki dunia orang lain dan membuka dunia sempit yang menyelimuti dirinya.
7. Anak Berbakat
Menurut (Sutisna 2016) prinsip khusus pendidikan untuk anak tunadaksa terdiri
dari prinsip percepatan (akselerasi) belajar dan prinsip pengayaan (enrichment) :
a. Prinsip Percepatan (Akselerasi) Belajar
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan (inteligensi),
kreativitas, dan tanggung jawab (task commitment) terhadap tugas di atas anak-
anak seusianya. Salah satu karakteristik yang sangat menonjol adalah mereka
memiliki kecepatan belajar di atas kecepatan belajar anak seusianya. Dengan
diterangkan sekali saja oleh guru, mereka telah dapat menangkap maksudnya;
sementara anak-anak yang lainnya masih perlu dijelaskan lagi oleh guru. Pada
saat guru mengulangi penjelasan kepada teman-temannya itu, mereka memiliki
waktu terluang. Bila tidak diantisipasi oleh guru, kadang-kadang waktu luang
tersebut dimanfaatkan untuk aktivitas sekehendaknya, misalnya melempar benda-
benda kecil kepada teman dekatnya, mencubit teman kanan-kirinya, dan
sebagainya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki, dalam proses
pembelajaran hendaknya guru dapat memanfaatkan waktu luang anak berbakat
dengan memberi materi pelajaran tambahan (materi pelajaran berikutnya).
Sehingga kalau terakumulasi semua, mungkin materi pelajaran selama satu
semester dapat selesai dalam waktu 4 bulan; materi 1 tahun selesai dalam waktu 8
bulan; materi 6 tahun selesai dalam waktu 4 tahun. Hal ini disebut dengan istilah
percepatan (akselerasi) belajar.
b. Prinsip Pengayaan (Enrichment)
Ada anak berbakat yang tidak tertarik dengan program percepatan belajar.
Mereka kurang berminat mempelajari materi berikutnya dan mendahului teman-
temannya. Mereka merasa lebih menikmati dengan tetap berada bersama dengan
teman sekelasnya. Materi yang diberikan lebih diperdalam dan diperluas dengan
mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan
pemecahan masalah). Anak berbakat tidak hanya mengembangkan proses berfikir
tingkat rendah (pengetahuan dan pemahaman), tetapi mereka lebih menonjol
dalam proses berfikir tingkat tinggi.
Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan pembelajaran dapat
memanfaatkan waktu luang dengan cara memberi program-program pengayaan,
dengan mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi mereka.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri


yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak
normal pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan
pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu
sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman
mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang beruntung
ini memperoleh pendidikan secaraoptimal.
DAFTAR PUSTAKA

Goyena, Rodrigo. 2019. “Analisis Interaksi Sosial Siswa ABK Di SDN Jatimulyo 01
Malang.” Journal of Chemical Information and Modeling 53(9): 1689–99.

Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-


duction to Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;

Mussardo, Giusepe. 2019. “Sistem Pendidikan Dan Pengajaran Anak Tunadaksa.”


Statistical Field Theor 53(9): 1689–99.

Purnomo, suswanto heru, and Hermansyah. 2016. “Modul Guru Pembelajar Slb Autis.”
: 1–145.

Purwanto, Edi. 2014. “Prinsip-Prinsip Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan


Khusus.” (Unit 5): 1–25.

Sutisna, Nia. 2016. “Anak Berbakat.” Journal of Chemical Information and Modeling
53(9): 259–98. http://dx.doi.org/10.1016/j.tws.2012.02.007.

Yuliane, M. Pd.2010. Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Pontianak


:2010. http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-
pendidikan-anak.html

Anda mungkin juga menyukai