Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KESANTUNAN BERBAHASA SEORANG BIDAN


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

Disusun oleh

Penyusun : Ane Nurul Aini ( E2115401029 )


Alda Elvita Nur Intan ( E2115401006 )
Dephina Sabila Zahra ( E2115401058 )
Feni Maretta ( E2115401004 )
Tiara Maharani ( E2115401015 )
Tazkiah Khoerotunnisa ( E2115401027 )
Tingkat/Semester : 1/1
Kelas : 1B
Dosen Pengampu : Ibu Anggia Suci Pratiwi,M.Pd.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
DIII KEBIDANAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena hanya dengan izin,
dan rahmat-Nyalah saya masih diberi kesehatan sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “ BAHASA INDONESIA “.Untuk itu, jika dari makalah ini terdapat
kekurangan kami berharap mendapat kritik, dan saran, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi siapa pun yang membacanya.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................I
DAFTAR ISI...............................................................................................................................II
BAB I..........................................................................................................................................III
PENDAHULUAN......................................................................................................................III
A. Latar Belakang..............................................................................................................III
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................IV
C. Tujuan............................................................................................................................IV
D. Manfaat..........................................................................................................................IV
BAB II.........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN.........................................................................................................................1
A. Definisi Kesantunan Berbahasa....................................................................................1
B. Bentuk-bentuk Kesantunan berbahasa........................................................................1
C. Kesantunan Berbahasa Seorang Bidan dan Dampak bagi Pasien..............................3
D. Prinsip Kesantunan Berbahasa Seorang Bidan...........................................................4
BAB III........................................................................................................................................7
PENUTUP...................................................................................................................................7
A. Kesimpiulan....................................................................................................................7
B. Saran...............................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................8

II
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesantunan merupakan fenomena universal, artinya norma-norma kesantunan
berlaku dalam penggunaan bahasa mana pun di dunia ini. Manusia dalam berko-
munikasi secara santun memiliki kesamaan asasi karena manusia memiliki daya pikir
dan rasa yang pada gilirannya direpresen-tasikan dalam komunikasi. Namun,
terkait dengan budaya penuturnya, kesantunan juga merupakan fenomena
budaya yang menunjukkan perbedaan antara satu dan bangsa lain. Dalam kaitan
ini, kesantunan terikat oleh norma-norma budaya yang melingkupi penutur (Pn)
dan mitratutur (Mt) dalam berkomunikasi.

Bahasa memegang peranan penting dalam komunikasi dan interaksi manusia dalam
kehidupan sosialnya. Setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang
dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan maupun emosi secara langsung.
Menurut Keraf (1994: 4), sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran
perumusan maksud seseorang, melahirkan perasaan, dan kemungkinan kita menciptakan
kerjasama dengan semua orang.

Komunikasi tenaga medis kepada pasien dikenal dengan komunikasi terapeutik.


Menurut Stuart dan Sundeen (1987), komunikasi terapeutik adalah suatu proses
penyampaian pesan dari komunikator yang ditandai dengan saling tukar menukar
pengalaman perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. Sementara dalam Depkes RI
(1993), komunikasi terapeutik adalah proses penyampaian nasihat dari perawat kepada
pasien untuk mendukung upaya penyembuhan. Jadi, komunikasi terapeutik terjadi
antara pasien dengan perawat atau anggota tim kesehatan lainnya.

Dalam proses interaksi bidan dan pasien, perawat selalu berusaha agar tuturannya
mudah dimengerti dan tidak membuat pasien merasa tertekan dengan penyakit yang
dideritanya. Oleh karena itu, perawat selalu bersikap santun dalam berkomunikasi

III
dengan pasien. Kesantunan dalam komunikasi terapeutik bidan terwujud pada sikap dan
bahasa yang dituturkan dengan sopan, santun, dan ramah pada saat asuhan kebidanan.
Dengan bersikap dan bertutur santun, pasien akan merasa nyaman selama masa
perawatan sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana definisi kesantunan berbahasa?


2. Bagaimana bentuk-bentuk kesantunan berbahasa?
3. Bagaimana kesantunan berbahasa seorang bidan dan dampak bagi pasien?
4. Bagaimana prinsip kesantunan berbahasa seorang bidan menurut Rahardi?

C. Tujuan
Berdasarkan masalah yang penulis kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan
tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data dan informasi, mendeskripsikan, menganalisis, dan


menginterpretasikan tentang definisi kesantunan berbahasa.
2. Mengumpulkan data dan informasi, mendeskripsikan, menganalisis, dan
menginterpretasikan tentang bentuk-bentuk kesantunan berbahasa.
3. Mengumpulkan data dan informasi, mendeskripsikan, menganalisis, dan
menginterpretasikan tentang kesantunan berbahasa seorang bidan dan dampak bagi
pasien.
4. Mengumpulkan data dan informasi, mendeskripsikan, menganalisis, dan
menginterpretasikan tentang prinsip kesantunan berbahasa seorang bidan menurut
Rahardi.

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah manfaat teoretis dan manfaat
praktis.

IV
1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengajaran penggunaan


bahasa Indonesia pada seorang bidan yang baik dan benar, baik secara lisan maupun
tulisan serta diharapkan dapat memberikan representasi yang lengkap tentang
kesantunan tindak tutur berbahasa Indonesia seorang bidan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagi pembaca, penelitian ini menambah wawasan, dan pengetahuan, serta


pemahaman mengenai bentuk-bentuk sapaan dalam hubungannya dengan
kesantunan berbahasa.
b. Bagi peneliti yang lain, hasil penelitian ini menjadi acuan, referensi atau
dokumen, dan diharapkan dapat menambah hasil penelitian tentang kesantunan
berbahasa seorang yang telah ada.

V
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Kesantunan Berbahasa
Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh
suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang
disepakati oleh perilaku sosial. Kesantunan berbahasa tecermin dalam tatacara
berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita
tunduk pada norma-norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita
pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam
masyarakat tempat hidup dan dipergunakannnya suatu bahasa dalam
berkomunikasi.Tujuan utama kesantunan berbahasa adalah memperlancar komunikasi.
Oleh karena itu, pemakaian bahasa yang sengaja dibelit-belitkan, yang tidak tepat
sasaran, atau yang tidak menyatakan yang sebenarnya karena enggan kepada orang yang
lebih tua juga merupakan ketidaksantunan berbahasa. Kenyataan ini sering dijumpai di
masyarakat Indonesia karena terbawa oleh budaya “tidak terus terang” dan menonjolkan
perasaan.

B. Bentuk-bentuk Kesantunan berbahasa


Dalam kesantunan berbahasa dibedakan menjadi 4 bentuk yaitu:

1. Kesantunan (politiness)

Kesopansantunan, atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan
disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus
menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini
biasa disebut “tatakrama”.

Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari dari berbagai segi
dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang
mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang

1
dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai
etiket yang berlaku secara baik di masyarakat tempat seseorang itu megambil bagian
sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai
kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara
konvensional (panjang, memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam
proses yang panjang ini lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya.

2. Kesantunan sangat kontekstual

Berlaku dalam masyarakat, tempat, atau situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku
bagi masyarakat, tempat, atau situasi lain. Ketika seseorang bertemu dengan teman
karib, boleh saja dia menggunakan kata yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal
itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal.
Mengecap atau mengunyah makanan dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang
makan dengan orang banyak di sebuah perjamuan, tetapi hal itu tidak begitu dikatakan
kurang sopan apabila dilakukan di rumah.

3. Kesantunan selalu bipolar

Memiliki hubungan dua kutub, seperti antara anak dan orangtua, antara orang yang
masih muda dan orang yang lebih tua, antara tuan rumah dan tamu, antara pria dan
wanita, antara murid dan guru, dan sebagainya.

4. Kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat


(bertindak), dan cara bertutur (berbahasa)

Dalam kesantunan berpakaian (berbusana, berdandan), ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, berpakaianlah yang sopan di tempat umum, Kedua,
berpakaianlah yang rapi dan sesuai dengan keadaan, yaitu berpakaian resmi pada acara
resmi, berpakaian santai pada situasi santai.

Kesantunan perbuatan adalah tatacara bertindak atau gerak- gerik ketika


menghadapi sesuatu atau dalam situasi tertentu.misalnya ketika menerima tamu,
bertamu ke rumah orang, duduk di ruang kelas, menghadapi orang yang kita hormati,

2
berjalan di tempat umum, menunggu giliran (antre), makan bersama di tempat umum,
dan sebagainya. Masing-masing situasi dan keadaan tersebut memerlukan tatacara yang
berbeda.

Kesantunan berbahasa tecermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal


atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya,
tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus
sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan
dipergunakannnya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa
seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai
negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak
beradat, bahkan tidak berbudaya.

C. Kesantunan Berbahasa Seorang Bidan dan Dampak bagi Pasien


Bahasa sangat penting dalam proses penyembuhan pasien. Dengan bahasa, pasien
dan pegawai rumah sakit (dokter, perawat, bidan, apoteker dan sebagainya) berinteraksi
yang bertujuan untuk kesembuhan pasien.

Komunikasi tenaga medis kepada pasien dikenal dengan komunikasi terapeutik.


Menurut Stuart dan Sundeen (1987), komunikasi terapeutik merupakan suatu proses
penyampaian pesan dari komunikator yang ditandai dengan saling tukar menukar
pengalaman perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. Jadi, komunikasi terapeutik
terjadi antara pasien dengan bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Sebagai salah
satu tenaga medis, bidan menerapkan metode komunikasi terapeutik ketika
berkomunikasi dengan pasien.

Gaya komunikasi pun harus sesuai dengan peran dan hubungan antarorang yang
berkomunikasi seperti cara komunikasi seorang bidan dengan koleganya dan cara
komunikasi seorang bidan dengan klien akan berbeda, tergantung peran.

Dalam proses interaksi bidan dan pasien, bidan selalu berusaha agar tuturkatanya
mudah dimengerti dan tidak membuat pasien merasa tertekan dengan penyakit yang
dideritanya. Oleh karena itu, bidan selalu bersikap santun dalam berkomunikasi dengan

3
pasien. Kesantunan dalam komunikasi terapeutik bidan terwujud pada sikap dan bahasa
yang dituturkan dengan sopan, santun, dan ramah pada saat asuhan kebidanan.

Dalam menggunakan kesantunan berbahasa seorang bidan dibagi menjadi 3


penggunaan yaitu:

1. Penggunaan komunikasi kebahasaan, komunikator menggunakan kata-kata


menunjukan kesediaan untuk berkomunikasi. Contohnya : “saya senang dapat
berjumpa dengan Anda”
2. Penggunaan bahasa kial, komunikator menggunakan bahasa kial dengan
gerakan tangan atau tubuh. Contohnya : komunikator mengajak berjabat tangan
atau membungkukan tubuh.
3. Penggunaan bahasa sikap, komunikator mengekspresikan perasaan senang
dengan memandang penuh perhatian dan senyum dikulum.

Maka dari itu dengan bersikap dan bertutur santun seorang bidan akan sangat
berdampak pada pasien, dampak yang akan dirasakan oleh pasien yaitu merasa nyaman
sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

D. Prinsip Kesantunan Berbahasa Seorang Bidan


Menurut Rahardi (2005: 12) menyatakan bahwa Leech membagi prinsip kesantunan
menjadi enam yang terdiri dari; Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim), Maxim
Kedermawanan (Generosity maxim), Maxim Penghargaan (Approbation Maxim),
Maxim Kesederhanaan (Modesty Maxim), Maxim Permufakatan (Agreement Maxim),
dan Maxim Simpati (Sympathy Maxim).

1. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) yaitu, mengurangi kerugian orang lain dan
menambahi keuntungan orang lain.

Contoh:

Ibu hamil : Ini kehamilan saya yang ketiga bu. Kan lahiran yang dua di sini juga bu
bidan.

4
Bidan : Oh iya. Alhamdulillah tetep keliatan cantik, muda dan sehat. Ga mual-mual
kan?.

2. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) yaitu : mengurangi keuntungan diri


sendiri dan menambahi pengorbanan diri sendiri

Contoh :

Bidan : Kalau sudah waktunya lahiran, langsung aja datang ke sini. Ga usah pakai
janjian dulu. In syaa Allah saya siap kapan aja.

Ibu Hamil :Tenang saya dengernya bu bidan. Makasih banyak.

3. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim) yaitu: mengurangi cacian pada orang


lain dan menambahi pujian pada orang lain.

Contoh :

Ibu hamil : Ini kehamilan saya yang ketiga bu. Kan lahiran yang dua di sini juga bu
bidan.

Bidan : Oh iya. Alhamdulillah tetep keliatan cantik, muda dan sehat. Ga mual-mual
kan?

4. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim) yaitu: mengurangi pujian pada diri


sendiri dan menambahi cacian pada diri sendiri

Contoh:

Bidan : Ibu terlihat segar hari ini

Ibu hamil : Ah itu mungkin perasaan ibu saja. Kulit saya kusam bu.

5. Maksim Permufakatan (Agreement Maxim) yaitu: mengurangi ketidaksesuaian


antara diri sendiri dengan orang lain dan meningkatkan persesuaian antara diri
sendiri dengan orang lain

Contoh:

5
Ibu hamil : Boleh ga bu bidan, kalau saya masih berolah raga seminggu tiga kali?
Soalnya kalau saya gak olah raga badan saya pegal-pegal, bu bidan.

Bidan : Oh tentu boleh aja bu. Yang penting, ibu harus ingat, kalau ibu sedang hamil.
Jadi jangan olah raga yang terlalu keras. Cukup jalan pagi santai saja, ya bu. Kalau bisa
ditemani suami bu, olah raganya. Supaaya makin semangat bu

Contoh:

Ibu hamil: Ga apa-apa kali ya bu kalau saya masih ngerokok sekali kali?

Bidan : Tidak boleh ibu. Demi kesehatan bayi di dalam kandungan ibu, lebih baik
berhenti merokoknya.

(Dialog melanggar maksim permufakatan karena bidan melarang ibu hamil untuk
merokok)

6. Maksim Simpati (Sympathi Maxim) yaitu: mengurangi antipati antara diri sendiri
dengan orang lain dan meningkatkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain

Contoh:

Ibu hamil: Bu bidan, Saya muntah muntah. Ga bisa kalau nyium bau yang menyengat
kayabau minyak wangi, masakan.

Bidan : Ga apa-apa. Biasanya hamil anak pertama keluhannya seperti itu. Mual, muntah
itu akibat dari hormon kehamilan aja.

6
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpiulan
Ketika menjadi seorang bidan tidak hanya cukup dengan kepandaian dalam
melakukan praktik kebidanan, tapi Ketika menjadi seorang bidan tidak hanya
mengandalkan kepandaian dalam praktik kebidanan saja tapi harus dengan kepandaian
komunikasi ketika melakukan praktik kebidanan, dan dalam komunikasi kebidanan
haruslah memakai etika kesantunan berbahasa.

Ketika seorang bidan berkomunikasi dengan pasien dan menerapkan kesantunan


berbahasa, bukan hanya bidan yang akan merasa nyaman tapi pasien pun akan merasa
nyaman juga dan akan sangat berdampak juga pada pemulihan pasien ketika seorang
bidan menanamkan kesantunan dalam berbahasa, sikap dan prilaku terhadap pasien.

B. Saran
Sebagai seorang bidan haruslah memperhatikan dan memperlakukan pasien dengan
baik, ketika berkomunikasi haruslah menggunakan kesantunan dalam berbahasa dan
dengarkan keluhan-keluhan pasien dengan seksama.

Menjadi seorang bidan yang sukses itu bukan hanya bisa dalam menjalankan praktik
kebidanan saja, bidan yang sukses itu yang bisa membuat pasien nyaman ketika
berkonsultasi dan dalam praktik kebidanan.

7
DAFTAR PUSTAKA
Mislikhah, St. “Kesantunan Berbahasa.” Ar-Raniry, International Journal of Islamic
Studies 1.2 (2020): 285-296.
Mislikhah, S. (2020) Kesantunan Berbahasa. Ar-Raniry, International Journal of
Islamic Studies, 1(2) 285-296.
MISLIKHAH, St. Kesantunan Berbahasa. Ar-Raniry, International Journal of Islamic
Studies, 2020, 1.2: 285-296.
Simanjuntak, Herlina Lindaria. "ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DALAM
DIALOG KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA BIDAN DENGAN IBU HAMIL."
Pujangga 6.2 (2020): 101-117.
Simanjuntak, H. L. (2020). ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA DALAM
DIALOG KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA BIDAN DENGAN IBU HAMIL.
Pujangga, 6(2), 101-117.
SIMANJUNTAK, Herlina Lindaria. ANALISIS KESANTUNAN BERBAHASA
DALAM DIALOG KOMUNIKASI TERAPEUTIK ANTARA BIDAN DENGAN IBU
HAMIL. Pujangga, 2020, 6.2: 101-117.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/skriptorium5d32e0c161full.pdf
https://books.google.co.id/books?id=gAIY4kiNp-
0C&printsec=frontcover&dq=berbahasa+seorang+bidan&hl=id&newbks=1&newbks_r
edir=1&sa=X&ved=2ahUKEwiA5-LblOjzAhXf8XMBHeJjB1EQ6AF6BAgEEAI

Anda mungkin juga menyukai