Anda di halaman 1dari 2

Ajaran Kitab Suci (Alkitab) tentang Gereja sebagai Umat Allah

Peserta didik membaca dan menyimak teks Kitab Suci yang berisi ajaran
tentang Gereja sebagai Umat Allah dalam Kisah para Rasul. 2:41-47

41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri


dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga
ribu jiwa.
42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam
persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti
dan berdoa.
43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu
mengadakan banyak mujizat dan tanda.
44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan
segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama,
45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu
membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan
masing-masing.
46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap
hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-
masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira
dan dengan tulus hati,
47 sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-
tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan.

Ajaran Gereja tentang Gereja sebagai Umat Allah

Peserta didik membaca dan menyimak Ajaran Gereja tentang Gereja


sebagai Umat Allah dalam dokumen Konsili Vatikan II berikut ini.

GEREJA SEBAGAI UMAT ALLAH

Gereja Umat Allah bukan semata-mata merupakan hal fisik melainkan


rohani. Gereja adalah Umat Allah berarti terpilih dari Allah. Sebutan Umat
Allah menekankan pada dua hal penting, yaitu 1) Gereja bukanlah
pertama-tama organisasi manusiawi, melainkan perwujudan karya Allah
yang kongkret. Tekanan pada pilihan dan kasih Allah; 2) Gereja bukan
hanya kaum awam atau hierarki saja, melainkan keseluruhannya sebagai
Umat Allah.

Gereja umat Allah berkembang dan semakin meluas karena pemberitaan


Injil okeh para murid dan orang-orang yang selalu mengamini, yang
mendapat pengalaman Paskah, percaya dan bertobat, dan terus dijiwai
dan dibimbing oleh Roh Kudus. Pengalaman inilah yang akhirnya
menciptakan persekutuan yang terus-menerus dibangun tanpa henti
hingga di pelosok-pelosok negeri. Pemberitaan Injil tentang Yesus yang
bangkit dan mulia sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tanpa
pemberitaan Injil, orang tidak dapat percaya dengan tepat, tidak dapat
secara sadar dan manusiawi bertobat kepada Allah yang menyelamatkan
melalui Yesus Kristus, tidak secara sadar dan manusiawi menyambut
keselamatan menurut kebenaran. Maka, Gereja pada pokoknya tidak lain
adalah persekutuan semua orang yang dari dalam hatinya tersentuh oleh
Allah (bdk. Kis 2:37; 16: 14) menanggapi pemberitaan Injil dengan percaya
dan tobat. Maka, Gereja ada bukan karena kehendak manusia, melainkan
karena rencana Allah. Umat Allah adalah persekutuan orang yang
“dipanggil” Allah.

Ciri Gereja sebagai Umat Allah terlihat dalam panggilan dan inisiatif Allah,
persekutuan, hubungan mesra antara manusia dan Allah, serta karya
keselamatan dan peziarahannya. Gereja sebagai Umat Allah menunjuk
pada umat Allah yang telah berlangsung sejak lama dan menjadi sempurna
oleh karena Kristus, menuju kesatuan paripurna sebagai umat yang baru.

Dasar dan konsekuensi yang terus dikembangkan sebagai Gereja Umat


Allah. Hidup menjemaat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu
sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan, cinta kasih, seperti
dicerminkan dalam hidup Jemaat Perdana. Dalam hidup menjemaat, ada
banyak kharisma dan rupa-rupa karunia yang dapat dilihat, diterima, dan
digunakan untuk kekayaan bagi seluruh anggota Gereja. Begitu pula
dalam hidup menjemaat, semua orang mempunyai martabat dan tanggung
jawab sama dan secara aktif terlibat sesuai fungsinya masing-masing.
Sebagai Umat Allah, tidak lagi dibedakan antara mereka yang tertahbis
dan non-tertahbis, biarawan atau non-biarawan, dan umat, melainkan
semua orang yang telah dipilih Tuhan menjadi umat-Nya. Kesatuan tidak
lagi didasarkan pada struktural-organisatoris, tetapi pada Roh Allah
sendiri yang telah menjadikan umat-Nya sebagai bangsa atau umat
pilihan. Artinya, baik hierarki maupun awam memiliki hakikat yang sama,
yaitu sebagai Umat Allah dengan fungsi atau peranan yang berbeda.
Dengan kata lain, yang membedakan hierarki dan awam adalah fungsinya
dan bukat hakikatnya (lihat LG, 4,7,9).

Anda mungkin juga menyukai