Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENGKAJIAN SISTEM NEUROLOGI (PERSARAFAN)

Di Susun Oleh :

Kelompok 2 :

1. ABDUSSALAM 6. ISNAWATI

2. DIZA RIZKIAN FITRI 7. M. SUANDI YUSUP

3. DHEVIA AURELIA 8. M. ROKI SATRIAWAN

4. ENIK 9. M. SHADIQIN

5. AHDIYAN KUSWADI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW sehingga kami mendapat kemudahan dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul Pengkajian Sistem Neurologi
(persarafan).

Sebagai makhluk yang lemah kami menyadari bahwa makalah ini


masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak, kami terima dengan lapang dada.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan kita. Aamiin
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................


DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................................
1.2 Tujuan..................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................
2.1 Pengkajian sistem saraf .......................................................................
2.2 Pemeriksaan fisik saraf........................................................................
2.3 Pemeriksaan Saraf Kranial..................................................................
2.4 Pemeriksaan fungsi sensori..................................................................
2.5 Pemeriksaan fungsi motoric...............................................................
2.6 Pemeriksaan refleks.............................................................................
2.7 Pemeriksaan saraf otonom...................................................................
2.8 Pemeriksaan penunjang.......................................................................
BAB 3 PENUTUP................................................................................................
3.1 Kesimpulan..............................................................................
3.2 Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Hasil


dari pengkajian adalah terkumpulnya data, sehingga proses ini sangan penting
dalam akurasi data yang dikumpulkan. Data yang terkumpul meliputi :
Riwayat Kesehatan, Pemeriksaan Fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai


fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Satu saraf terganggu secara
fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh yang lain.

1.2 Tujuan

Tujuan umum :

Untuk menambah ilmu tentang pengkajian keperawatan sistem neurologi

Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui pengkajian sistem saraf


2. Untuk mengetahui Pemeriksaan Fisik Saraf
3. Untuk mengetahui pemeriksaan saraf kranial, fungsi sensori, fungsi
motoric
4. Untuk mengetahui pemeriksaan refleks dan saraf otonom
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Saraf
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengkajian Sistem Saraf

A. Pengkajian umum

1. Identitas klien

a. Nama
b. Usia (mayoritas usia tua)
c. Jenis Kelamin
d. Pendidikan
e. Alamat
f. Pekerjaan
g. Agama
h. Suku bangsa
i. Tanggal dan jam masuk rumah sakit
j. No. Register
k. Diagnosa medis

2. Keluhan utama

a. Biasanya akan terlihat jika sudah terjadi disfungsi neurologis


b. Berupa : kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, konvulsi (kejang), sakit kepala yang
hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit punggung, GCS menurun
(<15), akral dingin dan ekspresi rasa takut.

3. Riwayat Penyakit

a. Riwayat Penyakit Sekarang


Merupakan serangkaian wawancara yang dilakukan perawat untuk
menggali permasalahan klien dari timbulnya keluhan utama pada
gangguan sistem persarafan sampai pada saat pengkajian. Seperti
adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh
pada saat klien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada
gastrointestinal seperti mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, gelisah, letargi, lelah apatis, perubahan pupil, pemakaian
obat-obatan sedatif, obat antipsikotik dll.
b. Riwayat Penyakit Dahulu

Beberapa pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu


dalam pengkajian neurologi:

1. Apakah klien menggunakan obat-obat, seperti analgesik,


sedatif, hipnotis, antipsikotik, antidepresi atau perangsang
sistem  persarafan?
2. Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala,
kejang, tremor pusing, vertigo, kebas atau kesemutan pad
tremor pusing, vertigo, kebas atau kesemutan pada bagian
tubuh, agian tubuh, kelemahan nyeri atau perubahan dalam
bicara masa lalu.
3. Bila klien telah mengalami salah satu gejala diatas, gali
lebih detail
4. Diskusikan dengan pasangan klien atau anggota keluarga
dan teman klien mengenai perubahan perilaku klien akhir-
akhir ini
5. Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan
penglihatan, pendengaran, pendengaran, penciuman,
pengecapan dan  perabaan.
6. Trauma kepala, atau batang spinal, meningitis, kelainan
kongenital penyakit neurologis atau konseling psikiatrik
7. Riwayat peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah
tinggi
8. Riwayat tumor baik yang ganas, maupun jinak pada sistem
persyarafan perlu ditanyakan karena kemungkinan ada
hubungannya dengan keluhan yang sekarang yang dapat
memberikan metastasis ke sistem persyarafan pusat dengan
segala komplikasinya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes mellitus yang memberikan hubungan
dengan beberapa masalah disfungsi neurologis seperti masalah
stroke haemoragis dan neuropati perifer.

4. Riwayat psiko sosial

a. Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi


yangmemungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang
jelasmengenai  jelasmengenai status emosi, kognitif kognitif dan
perilaku perilaku klienPengkajian klienPengkajian status emosiolan
status emosiolan dan mental dan mental secara fisik lebih fisik
lebih banyak termasuk termasuk  pengkajian fungsi  pengkajian
fungsi serebral serebral meliputi meliputi tingkat kesadaran tingkat
kesadaran klien, perilaku perilaku kdan penampilan kdan
penampilan bahasa dan bahasa dan fungsi intelektual fungsi
intelektual termasuk termasuk ingatan, ingatan,  pengetahuan
pengetahuan kemampuan kemampuan berpikir berpikir abstrak
abstrak asosiasi asosiasi dan penilaian penilaian sebagian besar
pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh
dengan klien dalam melaksanakan pengkajian lain dengan memberi
pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan.
b. Sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan
pikiran
5. Kemampuan Koping

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk


menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga serta masyarakat dan respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat apakah ada dampak yang timbul  pada klien
yaitu seperti ketakutan akan kecacatan rasa cemas, rasa ketidak
mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah gangguan citra tubuh.

6. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Spiritual

Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus
mengkaji apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi
klien sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang
tidak sedikit. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi  pada
gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri
atas dua masalah yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit
neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis
didalam system dukungan individu.

2.2 Pemeriksaan Fisik Saraf

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan dari fungsi


neurologi. Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi :

1) Tanda Vital
Sebelum melakukan tindakan lain yang harus diperhatikan adalah
tanda vital karena sangat berhubungan dengan funsgi kehidupan dan
tanda-tanda lain yang berkaitan dengan masalah yang terjadi.
Perubahan tanda vital dapat pula terjadi pada peningkatan intracranial.
Tubuh akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan
glukosa di otak dengan meningkatkan aliran darah ke otak sebagai
akibat meningkatnya TIK. Demikian juga dengan RR juga ter
meningkatnya TIK. Demikian juga dengan RR juga terganggu.
2) Status Mental
Pengkajian status mental meliputi :
a. Tingkat kesadaran Berdasarkan kualitasnya tingkat kesadaran
terdiri atas :

Compos mentis Sadar akan dirinya dan lingkungannya,


orientasi  penuh,  penuh, dapat menjawab
dapat menjawab pertanyaan dengan
pertanyaan dengan benar

Apatis Keadaan Keadaan pasien yang segan


untuk berhubungan berhubungan dengan
keadaan sekitar, sikap acuh tak acuh

Latargi Keadaan Keadaan kesadaran kesadaran


pasien yang nampak lesu dan mengantuk

Delirium Penurunan Penurunan kesadaran


kesadaran disertai disertai peningkatan
peningkatan yang abnormal aktivitas
psikomotor. pasien nampak gaduh,
gelisah, meronta-ronta, disorientasi

Samnolen Keadaan Keadaan kesadaran kesadaran


pasien yang selalu mau tidur saja, dapat
dapat dibangunkan dengan rangsangan
nyeri namun jatuh tidur kembali

Sopor Keadaan Keadaan pasien yang mirip


koma, berbaring berbaring dengan mata
tertutup, tidak dapat dibangunkan kecuali
dengan rangsangan nyeri

Koma Keadaan Keadaan kesadaran kesadaran


yang hilang sama sekali dengan
rangsangan apapun tidak akan timbul

Berdasarkan kuantitatif dapat menggunakan Glasgow Coma


Scale (GCS)  
Nilai GCS
a. Membuka mata
 Spontan 4
 Dengan perintah 3
 Dengan rangsangan nyeri 2
 Tidak berespon 1 
b. Respon motorik
 Menurut perintah 6
 Mengetahui lokasi nyeri 5
 Reaksi menghindar nyeri 4
 Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
 Ekstensi abnormal (decerebrasi) 2
 Tidak berespon 1
c. Respon verbal
 Baik menjawab/orientasi penuh 5
 Bingung 4
 Kata-kata tidak dapat dimengerti 3
 Suara tidak jelas 2
 Tidak berespon 1
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
b. Orientasi Merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan
sekitar dengan  pengalaman lampau
c. Memori
Dalam menilai memori diklasifikasikan menjadi memori
segera, memori baru (jangka pendek) dan memori rimot
(jangka panjang)
d. Suasana hati (mood)
Dapat dilihat dari ekspresi wajah dan perubahan perilaku
pasien.
e. Intelektual
Termasuk pengetahuan pasien dan kemampuan menghitung
f. Berpikir abstrak dan pertimbangan
Merupakan fungsi intelektual tingkat tinggi karena
membutuhkan  pemahaman dan pertimbangan
g. Bahasa dan komunikasi
 Masalah bahasa yang sering dijumpai misalnya :
 Disatria (pelo, cadel)
 Disfonia (serak, bindeng)
 Afasia
 Aleksia
3) Pemeriksaan kepala, leher dan punggung
Dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
a. Inspeksi
Kepala dapat diinspeksi mengenai ukuran, kesimetrisan dan
kelainan kepala  
b. Palpasi
Palpasi tulang tengkorak untuk mendeteksi adanya massa dan
abnormal yang ditemukan pada saat inspeksi . Palpasi pada
otot leher dapat mengidentifikasi adanya massa dan
tenderness. Palpasi  pada tulang belakang belakang untuk
mengidentifikasi adanya massa, tenderness dan spasme otot.
c. Perkusi
Dilakukan pada precesus spinosus untuk recesus spinosus
untuk mengetahui adany mengetahui adanya nyeri a nyeri atau
tenderness.
d. Auskultasi
Dapat dilakukan untuk mengetahui pembuluh darah leher dan
bruit atau indikasi bunyi abnormal.

2.3 Pemeriksaan Saraf Kranial

Pemeriksaan saraf kranial perlu dilakukan karena saraf-saraf ini secara


langsung mempunyai tugas yang nyata pada setiap organ, sehingga dapat
terindentifikasi kelainan yang mungkin terjadi :

Uruta Nama saraf Sifat saraf Fungsi saraf Prosedur


n
saraf

I N. olfaktorius Sensoris Hidung, Kemampuan


sebagai alat mengidentifi
penciuman kasi bau
yang umum,
satu hidung
ditutup, mata
pasien
ditutup.

II N. optikus Sensoris Bola mata, Test tajam


untuk penglihatan
penglihatan dengan
snellen test,
optalmoscop
e, lapang
pandang
pandang
dengan
konfrontasi

III N. Motorik Penggerak Inspeksi


okulomotorius bola mata kelopak
dan mata,
mengangkat inspeksi
t kelopak pupil dengan
mata senter,
gerakan bola
mata.

IV N. troklearis Motorik Mata, Inspeksi


memutar kelopak
mata dan mata,
penggerak inspeksi
bola mata pupil dengan
senter,
gerakan bola
mata.

V N. trigeminus Motorik dan sensorik Kulit kepala Goreskan


kelopak dengan, pada
N. oftalmikus Motorik dan sensorik
mata atas, bagian
N. maksilaris Sensorik rahang atas, bagian dahi,
platum dan pipi dan
N. mandibularis Motorik dan sensorik
hidung, dagu.
rahang Refleks
bawah dan kornea,
lidah palpasi
palpasi otot
wajah pada
saat
mengatup
gigi

VI N. abdusen Motorik Mata, Inspeksi


penggoyang kelopak
sisi mata mata,
inspeksi
pupil dengan
senter,
gerakan bola
mata

VII N. fasialis Motorik dan sensorik Otot lidah, Lihat


penggerak kesimetrisan
sisi lidah wajah,
dan selaput anjurkan
lendir pasien untuk
rongga memejamkan
mulut mata, test
kekuatan
kelopak
mata,  pasien
pasien
bersiul,
bersiul,
tersenyum,
mengeryitka
n dahi,
mengidentifi
kasi rasa m

VIII N. auditorius Sensorik Telinga,


rangsangan
pendengar

IX N. Sensorik dan motorik Faring, Test gag


glosofaringeus tonsil, lidah reflex dan
rangsangan kemampuan
cita rasa menelan

X N. vagus Sensorik dan motorik Faring, Inspeksi


laring, paru palatum dan
dan uvula
esofagus simetris atau
tidak,
observasi
kemampuan
menelan

XI N. aksesorius Motorik Leher dan Test


otot leger kekuatan otot
bahu dan test
kekuatan otot
leher

XII N. hipoglosus Motorik Lidah, cita Inspeksi


rasa, dan Inspeksi
otot lidah lidah apakah
simetris,
tremor atau
atropi.
Inspeksi
pergerakan
pergerakan
lidah dan tes
kekuatan
lidah
2.4 Pemeriksaan fungsi sensori

Pemeriksaan fungsi sensori di Antaranya dengan sentuhan kasar, sentuhan halus,


nyeri, suhu, tekanan dalam, getaran dan rasa gerak dan sikap.

Pemeriksaan fungsi sensori dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu :

a. Pemeriksaan sensorik saraf perifer


Diantaranya :
 Pemeriksaan raba dengan sentuhan
 Pemeriksaan nyeri
 Pemeriksaan suhu dengan air panas (suhu 40-50 C) atau air dingin
(10- 20 C)
 Pemeriksaan rasa getar
 Pemeriksaan rasa gerak dan sikap
b. Pemeriksaan sensorik kortekal
 Stereognosis Stereognosis : Test untuk mengetahui kemampuan
menginterprestasi suatu benda/ objek
 Two-point diskriminasi : Mengetes dua persepsi rangsangan
diskriminasi
 Graphethesia Graphethesia : Pemeriksaan untuk mengenal angka
dan huruf

2.5 Pemeriksaan fungsi motoric

Pemeriksaan fungsi motorik misalnya sikap, bentuk, ukuran, gerak-gerakan


abnormal yang tidak terkendali, dan kekuatan otot dan tonus.

a. Sikap  
b. Bentuk
Adalah kelainan bentuk seperti kifosis, lordosis, skoliosis
c. Ukuran
Ada atau tidaknya hipertropi atau atropi
d. Gerak-gerakan abnormal yang tidak terkendali
Diantaranya : tremor, khorea, atetose, spasme dan TIK
e. Tonus
Terbagi dua yaitu hipotonia dan hypertonia (spastisitas, klonus, rigiditas)
f. Kekuatan otot
Dapat diukur menggunakan skala 0-5 pada lokasi otot yang akan dinilai

Keadaan fungsi otot Nilai %Nilai

Tidak terdapat kontraksi otot, lumpuh total 0 0

Terdapat sedikit gerakan, tidak ada pergerakan 1 10

Terdapat gerakan, tetapi tidak mampu menahan 2 25


gravitasi

Terdapat pergerakan dan mampu melawan gravitasi 3 50

Mampu melawan gravitasi dan melawan sedikit 4 75


tahana

Mampu melawan gravitasi dan tahanan yang kuat 5 100

2.6 Pemeriksaan refleks

Reflek adalah reaksi dari rangsangan timbul akibat regangan otot. Reflex
terbagi: Reflex normal

a. Reflex tendon dan reflex superfisial


Refleks tendon

Refleks Teknik Pemeriksaan Respon

Refleks Bisep Lengan pasien Fleksi lengan bawah


disemifleksikan, ketok tendon
bisep

Refleks radius Lengan bawah difleksikan dan Fleksi lengan bawah


pada prosesus stiloideus dari dan pronasi
ulna

Refleks trisep Lengan bawah Ekstensi lengan bawah


disemifleksikan, ketok tendon
trisep

Refleks Tungkai difleksikan dan Ekstensi tungkai


patella digantung, ketok pada tendon bawah
muskulus kuadriseps femoris,
di  bawah atau di atas patella

Refleks achiles Tungkai bawah di fleksikan Plantar fleksi pada


sedikit, ketok tendon achiles kaki

Refleks superfisial

Refleks Teknik Pemeriksaan Respon

Refleks kornea Kornea mata disentuh dengan Mata dipejamkan


sepotong kapas yang
ujungnya dibuat runcing

Refleks Sentuh bagian palatal palatal Elepasi Elepasi palate


palatal dan dan faring
faringeal

Refleks Gores dinding perut dengan Otot perut akan


dinding perut benda yang agak runcing berkontraksi

Refleks Goreskan atau sentuh pada Skrotum berkontraksi


kremaster bagian medial pangkal paha

Refleks Kulit sekitar sekitar anus di Otot sfingter sfingter


Refleks anus gores eksternus eksternus
berkontraksi

b. Reflex patologis
Reflex babinsky, brudzinki, kernig, kaku kuduk, test lasugue dan klonus

 Refleks Babinski
Refleks Babinski dapat diperiksa dengan cara pasien berbaring
dengan tungkai diluruskan. Goreskan benda yang agak runcing
pada bagian lateral dari tumit menuju pangkal jari. Reaksi positif
jika terdapat gerakan dorso fleksi ibu jari dengan jari-jari lainnya
mekar.
 Tanda Brudzinski I
Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya rangsangan meningeal.
Pasien baring telentang, gerakan anterorefleksi leher sampai
dengan dagu menyentuh sternum akan disusul fleksi involunter
pada kedua tungkai.
 Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II tungkai kontra lateral. Pasien baring telentang,
lakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (+) bila terjadi fleksi
involunter sendi pangul dan lutut kontralateral
 Tanda kaku kuduk
Pasien berbaring tanpa bantal, dilakukan anterofleksi leher. Bila
(+) adanya kekakuan dan tahanan disertai rasa nyeri dan spasme
otot, dagu tidak dapat disentuh ke dada.
 Tanda kernig
Pasien berbaring telentang, paha diangkat dan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mungkin tanpa rasa nyeri (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135˚ disertai nyeri.
 Tanda laseque
Pasien baring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul pada
waktu tungkai dalam sikap lurus (+) bila timbul nyeri di lekuk
iskhiadikus atau tahanan pada waktu fleksi < 60˚ .
 Klonus
Merupakan kontraksi otot secara ritmit atau dianggap sebagai
rentetan reflex regangan otot.

2.7 Pemeriksaan saraf otonom

Pemeriksaan saraf otonom terjadi pada banyak system tubuh seperti pada
jantung, perkemihan, pencernaan, reproduksi, endokrin. Di antaranya gangguan
pola pernafasan, pengaturan suhu tubuh (hipotermia, hipertermia) gangguan
irama nadi, perubahan pupil.

2.8 Pemeriksaan Diagnostic

1. X- ray kepala
Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini adalah
mengidentifikasi fraktur tengkorak, kelainan vaskuler, perubahan
degenerative.
Prosedur pemeriksaan X-ray kepala, pasien ditempatkan pada
papan/ meja dengan posisi kepala tidak hiperekstensi atau
termanipulasi. Lama  pemeriksaan ini hanya beberapa menit
Indikasi :
a. Pasien dengan fraktur kepala
b. Tumor otak
c. Abnormal vaskuler
d. Perubahan degenerative
Kontraindikasi : tidak ada
Perawatan dan penkes :
Jelaskan tentang tujuan dari prosedur ini, katakan bahwa prosedur ini
tidak nyeri
2. X-ray spinal
x-ray spinal memberi informasi data tentang dislokasi, fraktur
vertebra, erosi tulang, pengapuran, kollap vertebra, sponsdilosis.
Indikasi :
a. Trauma vetebrata
b. Fraktur dan dislokasi
c. Nyeri
d. Gangguan motoric dan sensorik
Kontraindikasi : tidak ada
Perawatan dan penkes :
Menjelaskan tujuan prosedur dan mengatakan bahwa tindakan tidak
sakit. Selama pemeriksaan posisi tulang belakang dipertahankan
dalam keadaan stabil untuk mencegah kerusakan spinal cord.
3. Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran secara mendetail
bagian-bagian dari otak. Misalnya dapat menentukan bentuk, ukuran
dan posisi ventrikel, mendeteksi adanya perdarahan, tumor, kista,
edema. Untuk melihat bagian vaskuler otak dilakukan dengan
menggunakan bahan kontras.
Dalam pemeriksaan ini pasien ditempatkan pada meja x-ray
dengan posisi telentang dan kepala ditempatkan pada area scanner
Indikasi :
a. Trauma kepala
b. Kerusakan serebrovaskuler
c. Identifikasi adanya tumor otak
d. Abses otak
e. Perdarahan intraserebral
f. Hidrosephalus
g. Perkembangan abnormal otak
Kontraindikasi
a. Pasien tidak koorperatif
b. Alergi bahan iodine bagi yang menggunakan kontras
Komplikasi
Reaksi anafilaktik jika menggunakan kontras
Perawatan dan penkes :
Jelaskan pada pasien untuk tidak terlalu cemas, karena tindakan ini
tidak membahayakan dan tidak terasa nyeri. Jika akan menggunakan
kontras anjurkan pasien untuk puasa selama 4 jam sebelum
pemeriksaan. Tanyakan  pada pasien apakah ada alergi terhadap
kontras. Jika kontras diberikan, maka setelah pemeriksan perlu
diobservasi kemungkinan adanya anafilaktik seperti adanya mual,
muntah, takikardia, meningkatnya  pernafasan. Pasien dianjurkan
untuk minum yang cukup banyak karena kontras bersifar hipertonik
sehingga menimbulkan diuresisi. Monitor keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
MRI disebut juga Nuclear Magnetic Resonance (NMR) imaging,
merupakan teknologi tomografi yang berbasis pada interkasi inti atau
nkleus hydrogen (proton) dalam jaringan tubuh dengan menggunakan
medan magnet dan sinya-sinyal frekuensi radio. Teknik ini sekarang
menggantikan pemeriksaan otak dengan CT scan karena beberapa
keuntungan diantaranya :
a. Pemberian kontras ditujukan pada jaringan lunak, sehingga
memperlihatkan perbedaan yang jelas Antara jaringan yang
sehat,  benigna dan malegna juga gambaran arteri dan vena
yang jelas.
b. Mencegah resiko-resiko minor yang berhubungan dengan
terkena x-r
c. Tidak ada efek yang membahayakan dari tingkat gelombang
magnet dan gelombang radio yang digunakan.
d. Memberikan gambaran dan banyak-banyak bagiannya,
meliputi gambaran koronal dan digital langsung dari area
mana pada  pengamatan pada x-ray dan ct scan, tulang-tulang
menghambat  pengamatan, misalnya tulang-tulang di daerah
pelvis.
e. MRI tidak invasive standar, scan MRI tidak memerlukan
kontrak iodine, sehingga menghindarkan atau mencegah resiko
reaksi-reaksi alergi. Keterbatasan dari pemeriksaan ini,
memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 1 jam
sedangkan pada CT scan otak sekitar 10 menit
Indikasi
a. Maligna sistem saraf pusat
b. Kelainan sistem saraf pusat
c. Trauma kepala
d. Lesi dan edema serebral
e. Infark serebral
f. Perdarahan serebral
g. Kelainan kongenital
Kontraindikasi :
a. Pemasangan alat-alat dalam tubuh seperti pacemakers,
pemasangan alat logam pada ortopedik
b. Pasien yang hamil
Perawatan dan penkes:
Informasikan pada pasien bahwa pemeriksaan ini nyeri dan tidak
beresiko. Jelaskan tentang tujuan dan fungsi pemeriksaan
5. Angiography serebral
Pemeriksaan ini sangat penting dalam memberikan informasi tentang
kepatenan, ukuran, obstruksi dari pembuluh darah serebral. Teknik
pemeriksaan ini dengan memasukkan kawat penuntun dan kateter
pada arteri femoralis atau karotis atau brachial dengan pengawasan
fleuroskopis. pengawasan fleuroskopis. Kateter disemprotkan secara
regular dengan cairan garam yang mengandung heparin untuk
mencegah pembentukkan bekuan darah pada ujung kateter dan
mengurangi resiko emboli dan stroke. Dilakukan injeksi kontras dan
dilakukan sejumlah pemotretan meliputi fase-fase arteri, kapiler dan
vena.
Indikasi :
a. Kelainan vaskuler serebral
b. Aneurisma
c. Malformasi arteriovaskuler
d. Melihat arteri dan vena serebral
e. Kontraindikasi :
f. Alergi terhadap bahan radiopaque
g. Terapi anti koagulan
h. Penyakit liver, tifoid dan ginjal
Komplikasi :
Reaksi anapilaktif, kejang, stroke, emboli paru, perdarahan dari
tempat  pemasangan
Perawatan dan penkes
Kaji riwayat alergi terhadap iodine dan penggunaan anti koagulan.
Pasien dipuasakan setengah malam sebelum pemeriksaan. Catat tanda
vital dan status neurologi sebelum test. Setelah tindakan pasien
diistirahatkan selama 12-24 jam. Kaji tanda vital dan status neurologi
setiap 15 menit pada satu  jam pertama, kemudian setiap 30 menit
pada jam kedua, selanjutnya 1 jam sekali, 4 jam sekali. Pada tempat
pemasukan kateter dikaji apakah ada  perdarahan, hematom/ edema.
Pasien juga dianjurkan minum yang cukup sebelum tindakan pasien
perlu disampaikan tujuan pemeriksaan dan apa yang harus dilakukan
pada saat dan setelah tindakan.
6. Elektroencephalography (EEG)
Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui normal atau tidaknya
aktivitas listrik dalam otak. Sedikitnya ada 17-21 elektroda yang
dipasang pada kepala pasien, misalnya pada pre frontal, frontal,
temporal dan oksipital.
Indikasi
a. Untuk mendiagnosa epilepsy, kematian otak
b. Encephalitis
c. Keadaan dimensia
d. Evaluasi pengobatan intoksikasi
Kontraindikasi : Tidak ada
Perawatan dan penkes:
Sebelum tindakan jelaskan tujuan dan prosedur tindakan, misalnya
akan dipasang elektroda dalam kepala dan mata ditutup selama
pemeriksaan. Pada malam hari sebelum dilakukan pemeriksaan pasien
dikeramas rambutnya dengan sampo. Anjurkan pasien tidak minum
kopi, the dan cola 8 jam sebelum pemeriksaan, setelah tindakan
rambut pasien dikeramas kembali.
7. Elektromigraphy (EMG)
Elektromigraphy merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan
mencatat elektrik otot, skreletal dan konduksi saraf. Saat pemeriksaan
pasien dimasukkan jarum besar ke dalam otot.
Indikasi :
a. Mendiagnosa adanya kelainan otot
b. Gangguan konduksi neuro muscular
Kontraindikasi :
a. Pasien tidak koorperatif
b. Terapi anti koagulasi atau penyakit karena perdarahan
Perawatan atau penkes :
Terangkan pada pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan, jelaskan
bahwa tindakan kurang lebih dari 20 menit dan mungkin pasien
merasa tidak nyaman.
8. Lumbal Pungsi (LP)
Lumbal pungsi bertujuan untuk mengambil sampel cairan
serebrospinalis dan mengukur tekanan likuor. Dari hasil pemeriksaan
LP dapat diketahui adakah darah jernih/ keruhpada cairan
serebrospinalis.
Selama prosedur pasien diposisikan lateral recumbent (miring dan
menekuk) dengan dagu menempel pada lutut. Posisi ini menyebabkan
ruang interspinosum menjadi lebih lebar, sehingga memudahkan
pungsi lumbal. Lokasi penusukan biasanya dibawah L2, atau rongga
Antara L3  –  L4, atau L4  –  L5. Daerah yang akan dilakukan pungsi
dibersihkan dengan sabun, dibilas kemudian dilakukan desinfektan
alcohol 70%. Tempat  pungsi ditutup dengan kain duk bolong stril.
Pasien disuntikkan disuntikkan anastesi anastesi lokal prokain-
hidroklorida 1-2% dengan jarum halis pada area sekitar  pungsi.
Jarum pungsi disuntikkan sampai ke dalam subarachnoid, jarum yang
masuk kurang lebih 7 cm. setelah cairan keluar secara spontan jarum
segera disambung dengan manometer kaca untuk membaca tekanan
cairan.
Pada saat pengukuran pasien tidak boleh mengedan, batuk dan
harus keadaan tenang. Pada keadaan normal, tekanan permukaan
cairan tidak lebih dari 180 mm, bila tekanan lebih dari 300 mm
merupakan indikasi terjadi peningkatan TIK dan jarum pungsi harus
dicabut.
Bekas tempat pungsi ditekan dengan kasa steril, dan kemudian
diberikan tinktur yodium, tutup dengan kassa steril dan diplester.
Indikasi :
a. Pengambilan sampel cairan serebrospinalis
b. Pengukuran tekanan cairan serebrospinalis
c. Pemberian anastesi
Kontraindikasi
a. Peningkatan TIK
b. Pasien tidak koorperatif
c. Infeksi pada sekitar lokasi penusukan
d. Kelainan koagulasi
Komplikasi:
a. Meningitis
b. Herniasi otak
c. Paresthesia pada ektremitas bawah
Perawatan dan penkes :
Terangkan pada pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan untuk
mengurangi kecemasan. Sampaikan bahwa tindakan ini terasa nyeri.
Setalah tindakan posisi pasien tidur telentang selama 4-6 jam untuk
mencegah nyeri kepala. Observasi tempat penusukan apakah ada
cairan yang keluar, perdarahan atau edema. Pantau keadaan pasien
misalnya adanya nyeri kepala, perubahan neurologi, kaku kuduk dan
demam.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik pada sistem neurologi meliputi identitas, keluhan utama,
riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan
fungsi sensori, pemeriksaan fungsi motoric, pemeriksaan refleks,
pemeriksaan saraf otonom dan pemeriksaan diagnostik.
3.2 Saran
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca sehingga bisa menerapkan
tindakan-tindakan sederhana jika mendapat gangguan pada sistem neurologi.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Syaifuddin, A. (2018). ANATOMIFISIOLOGI (Edisi 4 ed.). Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.
Tartowo. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Sagung seto.

Anda mungkin juga menyukai