Di Susun Oleh :
Kelompok 2 :
1. ABDUSSALAM 6. ISNAWATI
4. ENIK 9. M. SHADIQIN
5. AHDIYAN KUSWADI
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan umum :
Tujuan Khusus :
PEMBAHASAN
A. Pengkajian umum
1. Identitas klien
a. Nama
b. Usia (mayoritas usia tua)
c. Jenis Kelamin
d. Pendidikan
e. Alamat
f. Pekerjaan
g. Agama
h. Suku bangsa
i. Tanggal dan jam masuk rumah sakit
j. No. Register
k. Diagnosa medis
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit
Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus
mengkaji apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi
klien sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang
tidak sedikit. Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi
neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada
gaya hidup individu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri
atas dua masalah yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit
neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis
didalam system dukungan individu.
1) Tanda Vital
Sebelum melakukan tindakan lain yang harus diperhatikan adalah
tanda vital karena sangat berhubungan dengan funsgi kehidupan dan
tanda-tanda lain yang berkaitan dengan masalah yang terjadi.
Perubahan tanda vital dapat pula terjadi pada peningkatan intracranial.
Tubuh akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan
glukosa di otak dengan meningkatkan aliran darah ke otak sebagai
akibat meningkatnya TIK. Demikian juga dengan RR juga ter
meningkatnya TIK. Demikian juga dengan RR juga terganggu.
2) Status Mental
Pengkajian status mental meliputi :
a. Tingkat kesadaran Berdasarkan kualitasnya tingkat kesadaran
terdiri atas :
a. Sikap
b. Bentuk
Adalah kelainan bentuk seperti kifosis, lordosis, skoliosis
c. Ukuran
Ada atau tidaknya hipertropi atau atropi
d. Gerak-gerakan abnormal yang tidak terkendali
Diantaranya : tremor, khorea, atetose, spasme dan TIK
e. Tonus
Terbagi dua yaitu hipotonia dan hypertonia (spastisitas, klonus, rigiditas)
f. Kekuatan otot
Dapat diukur menggunakan skala 0-5 pada lokasi otot yang akan dinilai
Reflek adalah reaksi dari rangsangan timbul akibat regangan otot. Reflex
terbagi: Reflex normal
Refleks superfisial
b. Reflex patologis
Reflex babinsky, brudzinki, kernig, kaku kuduk, test lasugue dan klonus
Refleks Babinski
Refleks Babinski dapat diperiksa dengan cara pasien berbaring
dengan tungkai diluruskan. Goreskan benda yang agak runcing
pada bagian lateral dari tumit menuju pangkal jari. Reaksi positif
jika terdapat gerakan dorso fleksi ibu jari dengan jari-jari lainnya
mekar.
Tanda Brudzinski I
Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya rangsangan meningeal.
Pasien baring telentang, gerakan anterorefleksi leher sampai
dengan dagu menyentuh sternum akan disusul fleksi involunter
pada kedua tungkai.
Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II tungkai kontra lateral. Pasien baring telentang,
lakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (+) bila terjadi fleksi
involunter sendi pangul dan lutut kontralateral
Tanda kaku kuduk
Pasien berbaring tanpa bantal, dilakukan anterofleksi leher. Bila
(+) adanya kekakuan dan tahanan disertai rasa nyeri dan spasme
otot, dagu tidak dapat disentuh ke dada.
Tanda kernig
Pasien berbaring telentang, paha diangkat dan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mungkin tanpa rasa nyeri (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135˚ disertai nyeri.
Tanda laseque
Pasien baring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul pada
waktu tungkai dalam sikap lurus (+) bila timbul nyeri di lekuk
iskhiadikus atau tahanan pada waktu fleksi < 60˚ .
Klonus
Merupakan kontraksi otot secara ritmit atau dianggap sebagai
rentetan reflex regangan otot.
Pemeriksaan saraf otonom terjadi pada banyak system tubuh seperti pada
jantung, perkemihan, pencernaan, reproduksi, endokrin. Di antaranya gangguan
pola pernafasan, pengaturan suhu tubuh (hipotermia, hipertermia) gangguan
irama nadi, perubahan pupil.
1. X- ray kepala
Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini adalah
mengidentifikasi fraktur tengkorak, kelainan vaskuler, perubahan
degenerative.
Prosedur pemeriksaan X-ray kepala, pasien ditempatkan pada
papan/ meja dengan posisi kepala tidak hiperekstensi atau
termanipulasi. Lama pemeriksaan ini hanya beberapa menit
Indikasi :
a. Pasien dengan fraktur kepala
b. Tumor otak
c. Abnormal vaskuler
d. Perubahan degenerative
Kontraindikasi : tidak ada
Perawatan dan penkes :
Jelaskan tentang tujuan dari prosedur ini, katakan bahwa prosedur ini
tidak nyeri
2. X-ray spinal
x-ray spinal memberi informasi data tentang dislokasi, fraktur
vertebra, erosi tulang, pengapuran, kollap vertebra, sponsdilosis.
Indikasi :
a. Trauma vetebrata
b. Fraktur dan dislokasi
c. Nyeri
d. Gangguan motoric dan sensorik
Kontraindikasi : tidak ada
Perawatan dan penkes :
Menjelaskan tujuan prosedur dan mengatakan bahwa tindakan tidak
sakit. Selama pemeriksaan posisi tulang belakang dipertahankan
dalam keadaan stabil untuk mencegah kerusakan spinal cord.
3. Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran secara mendetail
bagian-bagian dari otak. Misalnya dapat menentukan bentuk, ukuran
dan posisi ventrikel, mendeteksi adanya perdarahan, tumor, kista,
edema. Untuk melihat bagian vaskuler otak dilakukan dengan
menggunakan bahan kontras.
Dalam pemeriksaan ini pasien ditempatkan pada meja x-ray
dengan posisi telentang dan kepala ditempatkan pada area scanner
Indikasi :
a. Trauma kepala
b. Kerusakan serebrovaskuler
c. Identifikasi adanya tumor otak
d. Abses otak
e. Perdarahan intraserebral
f. Hidrosephalus
g. Perkembangan abnormal otak
Kontraindikasi
a. Pasien tidak koorperatif
b. Alergi bahan iodine bagi yang menggunakan kontras
Komplikasi
Reaksi anafilaktik jika menggunakan kontras
Perawatan dan penkes :
Jelaskan pada pasien untuk tidak terlalu cemas, karena tindakan ini
tidak membahayakan dan tidak terasa nyeri. Jika akan menggunakan
kontras anjurkan pasien untuk puasa selama 4 jam sebelum
pemeriksaan. Tanyakan pada pasien apakah ada alergi terhadap
kontras. Jika kontras diberikan, maka setelah pemeriksan perlu
diobservasi kemungkinan adanya anafilaktik seperti adanya mual,
muntah, takikardia, meningkatnya pernafasan. Pasien dianjurkan
untuk minum yang cukup banyak karena kontras bersifar hipertonik
sehingga menimbulkan diuresisi. Monitor keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
MRI disebut juga Nuclear Magnetic Resonance (NMR) imaging,
merupakan teknologi tomografi yang berbasis pada interkasi inti atau
nkleus hydrogen (proton) dalam jaringan tubuh dengan menggunakan
medan magnet dan sinya-sinyal frekuensi radio. Teknik ini sekarang
menggantikan pemeriksaan otak dengan CT scan karena beberapa
keuntungan diantaranya :
a. Pemberian kontras ditujukan pada jaringan lunak, sehingga
memperlihatkan perbedaan yang jelas Antara jaringan yang
sehat, benigna dan malegna juga gambaran arteri dan vena
yang jelas.
b. Mencegah resiko-resiko minor yang berhubungan dengan
terkena x-r
c. Tidak ada efek yang membahayakan dari tingkat gelombang
magnet dan gelombang radio yang digunakan.
d. Memberikan gambaran dan banyak-banyak bagiannya,
meliputi gambaran koronal dan digital langsung dari area
mana pada pengamatan pada x-ray dan ct scan, tulang-tulang
menghambat pengamatan, misalnya tulang-tulang di daerah
pelvis.
e. MRI tidak invasive standar, scan MRI tidak memerlukan
kontrak iodine, sehingga menghindarkan atau mencegah resiko
reaksi-reaksi alergi. Keterbatasan dari pemeriksaan ini,
memerlukan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 1 jam
sedangkan pada CT scan otak sekitar 10 menit
Indikasi
a. Maligna sistem saraf pusat
b. Kelainan sistem saraf pusat
c. Trauma kepala
d. Lesi dan edema serebral
e. Infark serebral
f. Perdarahan serebral
g. Kelainan kongenital
Kontraindikasi :
a. Pemasangan alat-alat dalam tubuh seperti pacemakers,
pemasangan alat logam pada ortopedik
b. Pasien yang hamil
Perawatan dan penkes:
Informasikan pada pasien bahwa pemeriksaan ini nyeri dan tidak
beresiko. Jelaskan tentang tujuan dan fungsi pemeriksaan
5. Angiography serebral
Pemeriksaan ini sangat penting dalam memberikan informasi tentang
kepatenan, ukuran, obstruksi dari pembuluh darah serebral. Teknik
pemeriksaan ini dengan memasukkan kawat penuntun dan kateter
pada arteri femoralis atau karotis atau brachial dengan pengawasan
fleuroskopis. pengawasan fleuroskopis. Kateter disemprotkan secara
regular dengan cairan garam yang mengandung heparin untuk
mencegah pembentukkan bekuan darah pada ujung kateter dan
mengurangi resiko emboli dan stroke. Dilakukan injeksi kontras dan
dilakukan sejumlah pemotretan meliputi fase-fase arteri, kapiler dan
vena.
Indikasi :
a. Kelainan vaskuler serebral
b. Aneurisma
c. Malformasi arteriovaskuler
d. Melihat arteri dan vena serebral
e. Kontraindikasi :
f. Alergi terhadap bahan radiopaque
g. Terapi anti koagulan
h. Penyakit liver, tifoid dan ginjal
Komplikasi :
Reaksi anapilaktif, kejang, stroke, emboli paru, perdarahan dari
tempat pemasangan
Perawatan dan penkes
Kaji riwayat alergi terhadap iodine dan penggunaan anti koagulan.
Pasien dipuasakan setengah malam sebelum pemeriksaan. Catat tanda
vital dan status neurologi sebelum test. Setelah tindakan pasien
diistirahatkan selama 12-24 jam. Kaji tanda vital dan status neurologi
setiap 15 menit pada satu jam pertama, kemudian setiap 30 menit
pada jam kedua, selanjutnya 1 jam sekali, 4 jam sekali. Pada tempat
pemasukan kateter dikaji apakah ada perdarahan, hematom/ edema.
Pasien juga dianjurkan minum yang cukup sebelum tindakan pasien
perlu disampaikan tujuan pemeriksaan dan apa yang harus dilakukan
pada saat dan setelah tindakan.
6. Elektroencephalography (EEG)
Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui normal atau tidaknya
aktivitas listrik dalam otak. Sedikitnya ada 17-21 elektroda yang
dipasang pada kepala pasien, misalnya pada pre frontal, frontal,
temporal dan oksipital.
Indikasi
a. Untuk mendiagnosa epilepsy, kematian otak
b. Encephalitis
c. Keadaan dimensia
d. Evaluasi pengobatan intoksikasi
Kontraindikasi : Tidak ada
Perawatan dan penkes:
Sebelum tindakan jelaskan tujuan dan prosedur tindakan, misalnya
akan dipasang elektroda dalam kepala dan mata ditutup selama
pemeriksaan. Pada malam hari sebelum dilakukan pemeriksaan pasien
dikeramas rambutnya dengan sampo. Anjurkan pasien tidak minum
kopi, the dan cola 8 jam sebelum pemeriksaan, setelah tindakan
rambut pasien dikeramas kembali.
7. Elektromigraphy (EMG)
Elektromigraphy merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan
mencatat elektrik otot, skreletal dan konduksi saraf. Saat pemeriksaan
pasien dimasukkan jarum besar ke dalam otot.
Indikasi :
a. Mendiagnosa adanya kelainan otot
b. Gangguan konduksi neuro muscular
Kontraindikasi :
a. Pasien tidak koorperatif
b. Terapi anti koagulasi atau penyakit karena perdarahan
Perawatan atau penkes :
Terangkan pada pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan, jelaskan
bahwa tindakan kurang lebih dari 20 menit dan mungkin pasien
merasa tidak nyaman.
8. Lumbal Pungsi (LP)
Lumbal pungsi bertujuan untuk mengambil sampel cairan
serebrospinalis dan mengukur tekanan likuor. Dari hasil pemeriksaan
LP dapat diketahui adakah darah jernih/ keruhpada cairan
serebrospinalis.
Selama prosedur pasien diposisikan lateral recumbent (miring dan
menekuk) dengan dagu menempel pada lutut. Posisi ini menyebabkan
ruang interspinosum menjadi lebih lebar, sehingga memudahkan
pungsi lumbal. Lokasi penusukan biasanya dibawah L2, atau rongga
Antara L3 – L4, atau L4 – L5. Daerah yang akan dilakukan pungsi
dibersihkan dengan sabun, dibilas kemudian dilakukan desinfektan
alcohol 70%. Tempat pungsi ditutup dengan kain duk bolong stril.
Pasien disuntikkan disuntikkan anastesi anastesi lokal prokain-
hidroklorida 1-2% dengan jarum halis pada area sekitar pungsi.
Jarum pungsi disuntikkan sampai ke dalam subarachnoid, jarum yang
masuk kurang lebih 7 cm. setelah cairan keluar secara spontan jarum
segera disambung dengan manometer kaca untuk membaca tekanan
cairan.
Pada saat pengukuran pasien tidak boleh mengedan, batuk dan
harus keadaan tenang. Pada keadaan normal, tekanan permukaan
cairan tidak lebih dari 180 mm, bila tekanan lebih dari 300 mm
merupakan indikasi terjadi peningkatan TIK dan jarum pungsi harus
dicabut.
Bekas tempat pungsi ditekan dengan kasa steril, dan kemudian
diberikan tinktur yodium, tutup dengan kassa steril dan diplester.
Indikasi :
a. Pengambilan sampel cairan serebrospinalis
b. Pengukuran tekanan cairan serebrospinalis
c. Pemberian anastesi
Kontraindikasi
a. Peningkatan TIK
b. Pasien tidak koorperatif
c. Infeksi pada sekitar lokasi penusukan
d. Kelainan koagulasi
Komplikasi:
a. Meningitis
b. Herniasi otak
c. Paresthesia pada ektremitas bawah
Perawatan dan penkes :
Terangkan pada pasien tentang tujuan dan prosedur tindakan untuk
mengurangi kecemasan. Sampaikan bahwa tindakan ini terasa nyeri.
Setalah tindakan posisi pasien tidur telentang selama 4-6 jam untuk
mencegah nyeri kepala. Observasi tempat penusukan apakah ada
cairan yang keluar, perdarahan atau edema. Pantau keadaan pasien
misalnya adanya nyeri kepala, perubahan neurologi, kaku kuduk dan
demam.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik pada sistem neurologi meliputi identitas, keluhan utama,
riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan saraf kranial, pemeriksaan
fungsi sensori, pemeriksaan fungsi motoric, pemeriksaan refleks,
pemeriksaan saraf otonom dan pemeriksaan diagnostik.
3.2 Saran
Semoga makalah ini berguna bagi pembaca sehingga bisa menerapkan
tindakan-tindakan sederhana jika mendapat gangguan pada sistem neurologi.
DAFTAR PUSTAKA