D
I
S
U
S
U
N
OLEH
Kelompok 3
Anggota:
1. Dina Pebriyanti
2. Widya Kusumawati
3. Kiki Amelia Juniarti
1
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"Pengawasan/Pengendalian Vektor" dengan tepat waktu.. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang Masalah pengawasan/Pengendalian Vektor,
mulai dari pengertian dan penjelasan secara rinci sehingga dapat memberi ilmu
lebih kepada pembaca dan Kelompok 3.
Kelompok 3
2
Daftar isi
Kata pengantar
……………………………………………………………………………….2
Daftar isi
…………………………………………………………………………………….....3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 6
2.1 Pengertian...................................................................................................................6
2.2 Syarat Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu.......................................6
2.3 Penyakit Tular Vektor.............................................................................................. 7
2.4 Metodologi Pengendalian Vektor dan Tikus...........................................................7
2.4.1 Metode Kimia.......................................................................................................7
2.4.2 Metode Fisika-Mekanika......................................................................................7
2.4.3 Metode fisiologi................................................................................................... 8
2.4.4 Metode pengaturan tata tanaman..........................................................................8
2.4.5 Metode biologi..................................................................................................... 8
2.4.6 Metode menganggu keseimbangan Genetik.........................................................8
2.5 Pengaplikasian Metode Pengendalian Vektor dan Penyakit.................................9
2.5.1 Pengendalian Nyamuk............................................................................................... 9
2.5.2 Metode Pengendalian Lalat................................................................................ 12
2.5.3 Metode Pengendalian Pinjal...............................................................................15
2.5.4 Metode Pengendalian Kutu Manusia.................................................................16
2.5.5 Metode Pengendalian Kutu Busuk.....................................................................17
2.5.6 Metode Pengendalian Kecoa.............................................................................19
2.5.7 Metode Pengendalian Tikus...............................................................................19
BAB III PENUTUP................................................................................................................ 20
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................26
3.2 Saran.........................................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang
dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan
kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran
vektor.
Upaya pengendalian vektor lebih dititikberatkan pada kebijakan pengendalian
vektor terpadu melalui suatu pendekatan pengendalian vektor dengan menggunakan
satu atau kombinasi beberapa metode pengendalian vektor. Upaya penyelenggaraan
pengendalian vektor dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
pihak swasta dengan menggunakan metode pendekatan pengendalian vektor terpadu
(PVT). Upaya pengendalian vektor secara terpadu (PVT) merupakan pendekatan
pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas
dan efektivitas pelaksanaannya serta berkesinambungan. Upaya pengendalian vektor
dilaksanakan berdasarkan data hasil kajian surveilans epidemiologi antara lain
informasi tentang vektor dan dinamika penularan penyakit tular vektor.
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun
tempat perkembangbiakannya dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan local sebagai alternatif.
Tujuan upaya pengendalian vektor adalah untuk mencegah atau membatasi
terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah, sehingga penyakit tersebut
dapat dicegah dan dikendalikan.
4
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.1 Pengertian
Beberapa pengertian yang dijelaskan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 374 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Vektor bahwa:
a. Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,memindahkah dan/atau
menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia.
b. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak
lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah
atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan
penyakit tular vektor dapat dicegah.
c. Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan
berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
8
2.5.1 Pengendalian Nyamuk
a. Pengendalian vektor Malaria
Apabila kita jabarkan maka pengendalian vektor malaria dapat kita
tujukan untuk pemutusan rantai penularan yaitu :
- Menghindari/mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles:
1. Dengan memasang kawat kassa pada setiap lubang-lubang pada rumah.
Jumlah lubang kawat kassa yang optimal: 14-16 per inchi (2,5 cm).
Bahan: Tembaga, alumunium, plastic.
2. Menggunakan kelambu sewaktu tidur, jumlah lubang per cm kelambu
sebaiknya 6-8 dengan diameter 1,2 -1,5 mm.
3. Memasang obat nyamuk. Hanya kelemahannya adalah timbulnya
iritasi/rangsangan pada orang yang sensitive.
4. Menggunakan zat penolak/repellent minyak sereh, kayu putih dapat bertahan
15-20 menit. Zat sintetik: 15 dolar, dimetil plat, dibutil plat dapat bertahan 2-
4 jam.
1. Metode Kimiawi
Menggunakan larvasida (zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk).
Solar, minyak tanah, parisgreen, temephos, fention, altosid/development
inhibitor, dll. Kedalam larvasida dimasukkkan juga Bacillus thurigiensis H-
9
14 suatu toksin bakteri yang dapat membunuh larva oleh karena ia tidak
berkembang biak lagi pada setiap kali aplikasinya.
Dapat juga dilakukan herbisida yakni zat kimia yang mematikan tumbuh –
tumbuhan air yag digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk.
Kerugian:
- Pengaruh larvasida bersifat sementara sehingga membutuhhkan
aplikasi ulangan.
- Beberapa larvasida mempunyai pengaruh yang tidak
menguntungkan terutama terhadap predator complex. Berkurangnya
populasi pemangsa larva menyebabkan tidak tercapainya
pemberantasan larva nyamuk secara biologic.
2. Metode Biologik
a. Menggunakan ikan pemakan larva nyamuk (larvivorous fish) seperti
gambusia, guppy, panchax-panchax/ikan kepala timah dan ikan mujair.
b. Protozoa (nozema), jamur coelomomyces dan berbagai jenis nematode
lain
12
3. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu
mengembalikan kemampuan tanah menyerap air
4. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum
tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera
perbaiki kondisi genting yang bocor
5. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan
cara dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam
kondisi lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat
6. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik
dapat mempercepat proses pengeringan feses
7. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor
8. Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air
mengendap
2. Metode biologi
Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini
relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh
dalam mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari
tidak bisa menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva
lalat telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan menjaga
keseimbangan ekosistem kandang.
Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia
nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa
lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu
dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa
pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis
muscaedomesticae danFuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio,
Gnathoncus nanus) juga merupakan “lawan” lalat.
Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang
relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama. Selain
itu, hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun
demikian, keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di
kandang juga membantu dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah
13
organik lainnya sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.
3. Metode mekanik
Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada
umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi lalat,
biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal
(aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat
untuk mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat
penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini.
Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh
karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang
atau ke arah pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung
makan) juga bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya
belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif
untuk diaplikasikan ji-ka populasi lalat banyak.
4. Metode kimiawi
Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. Sedikit
terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera memberikan obat lalat.
Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka
peternak akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat
tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?
Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol
kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi
penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi
kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa menggantungkan
pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik pemberian obat lalat juga
14
harus dilakukan dengan tepat.
Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan
(Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada tahapan siklus
hidup lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat
dan membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka pemilihan
jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka
daya kerja obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan
untuk membunuh larva lalat sedangkan azamethiposdan cypermethrin merupakan zat
aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine untuk membasmi
lalat dewasa tidak akan memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati)
dan begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva
lalat).
15
2.5.4 Metode Pengendalian Kutu Manusia
Penanganan kutu sangat tergantung dari kebersihan pribadi dan
menghindaripemakaian alat-alat yang memungkinkan terjadi penularan kutu
secara bersama, seperti sisir, topi, pakaian, dll.
Perawatan yang bisa dilakukan agar menjaga kepala atau tubuh dari kutu
antara lain :
1. Metode perawan secara kimia (Chemical treatments)
Dalam perawatan kutu secara kimia harus memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
- Pastikan agar kepala yang dirawat benar-benar mempunyai kutu dan jangan
dirawat jika tidak. Tidak ada perawatan pencegahan, jadi merawat
anggota keluarga yang tidak mempunyai kutu tidak bermanfaat tetapi dapat
menyumbang pada masalah bertambahnya kekebalan kutu terhadap
perawatan kimia.
- Bayi di bawah usia dua belas bulan, wanita yang hamil atau menyusui, atau
orang yang mempunyai kulit kepala yang terganggu atau mengalami
peradangan tidak harus dirawat. Konsultasikanlah dengan ahli kesehatan
untuk meminta nasihat.
- Jangan biarkan bahan kimia masuk ke dalam mata.
- Banyak produk berbau kuat. Bahan berbau kuat yang dibiarkan pada rambut
untuk waktu yang lama mungkin mengganggu anak.
- Sewaktu melakukan perawatan kutu, pastikan agar membaca label terlebih
dahulu dan menggunakannya sebagaimana yang diarahkan saja.
- Jangan gunakan insektisida, alkohol atau minyak tanah pada kepala anak.
- Jangan keringkan rambut dengan alat pengering setelah perawatan.
- Jangan cuci rambut lagi selama 1-2 hari setelah perawatan.
- Bubuh produk pada setiap helai rambut dan urut, biarkan selama 20 menit,
dan sisir dengan sisir kutu yang berkualitas tinggi, dan bersihkan produk
pada serbet kertas.
- Jika ada kutu mati yang ditemui, maka produk telah berhasil. Namun,
penting diingat bahwa karena tidak ada produk yang terbukti dapat
membunuh telur, segala perawatan kimia harus dibubuh kembali tujuh hari
kemudian untuk membunuh segala kutu yang mungkin menetas sejak
16
perawatan pertama.
- Jika Anda menemui kutu hidup, mungkin sekali perawatan tidak berhasil.
Gunakan produk lain dengan bahan aktif yang berlainan (baca label) atau
cobalah metode sisir dan kondisioner.
1. Metode kimiawi :
Menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, insektisida, pestisida,
jaring nyamuk yang digunakan bersama dangan insektisida pyrethroid sangat
efektif dalam menangkis, dan membunuh kutu busuk dan generator asap yang
mengandung pyrethroid insektisida.
Pengendalian dengan kimiawi ini perlu diulang (biasanya hanya
membunuh nimfa dan dewasa) sampai semua telur kutu busuk yang ada
menetas dan terkena insektisida dan mati. Tetapi pilihan penggunaan pestisida
untuk pengendalian amat terbatas, karena dari beberapa penelitian yang
dilaporkan menunjukkan banyak kutu busuk yang sudah resisten (misalnya
terhadap DDT, organofosfat dan karbamat).
Insektisida Para propoxur karbamat sangat beracun untuk kutu busuk,
namun di Amerika Serikat Environtmental Protection Agency (EPA) telah
enggan menyetujui seperti penggunaan indoor karena potensi toksisitas untuk
anak – anak setelah paparan kronis.
2. Merode Biologi
Dengan ditemukannya musuh-musuh alam kutu busuk, misalnya
kecoak, semut, laba – laba (terutama Thanatus flavidus), tungau dan kelabang
ataupun binatang yang dikenal dengan nama Reduvius personatus dapat
mengurangi populasi kutu busuk, namun pengendalian biologis sangat tidak
praktis untuk menghilangkan kutu busuk di lingkungan tempat tinggal
manusia.
18
Pengendalian kutu busuk sering memerlukan kombinasi pendekatan
pestisida dan non – pestisida. Hal ini karena perlawanan terhadap pestisida
telah meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu sehingga ada
kekhawatiran efek negatif terhadap kesehata dari penggunaan pestisida. (Intan
Ahmad, Ph. D. (Entomologis) SITH-IPB)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengendalian vektor penyakit diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
374 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara
fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun
tempat perkembangbiakannya dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan local sebagai alternatif. Dalam
pengaplikasian dari metode pengendalian terhadap vektor dan tikus setiap metode yang
dilakukan berbeda-beda tergantung sifat dan kebiasaan dari jenis vektor dan tikus yang
akan kita kendalikan, dengan tujuan untuk mencegah atau membatasi terjadinya
penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah, sehingga penyakit tersebut dapat
dicegah dan dikendalikan.
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam pengendalian vektor yang memiliki
25
singkatan R E E S A A yaitu, RASIONAL (berdasarkan data ilmiah), EFFEKTIF
(berdaya guna), SUSTAINABLE (berkesinambungan), ACCEPTABLE (dapat
diterima), AFFORDABLE (mudah dilakukan dan terjangkau secara tehnis dan
finansial).
3.2 Saran
Dalam melakukan pengendalian vektor dan tikus sebaiknya kita
memperhatikan lingkungan sekitar agar tidak ikut terkena dampak negatif. Metode
pengendalian vektor dan tikus yang dilakukan harus memenuhi syarat dengan
berdasarkan data ilmiah, berdaya guna, berkesinambungan, dapat diterima, mudah
dilakukan dan terjangkau secara teknis dan finansial.
26