DISUSUN OLEH:
KELAS A/GOLONGAN I/KELOMPOK 2
ANGGOTA KELOMPOK:
1. Alya Elysa Indaryanti
NIM 17/408792/FA/11242
2. Ana Fiin Nangimi
NIM 17/408794/FA/11244
3. Arly Tania Putri
NIM 17/408796/FA/11246
4. Hanifah Nurrahmawati
NIM 17/408815/FA/11265
5. Ida Nur Aini
NIM 17/408819/FA/11269
A. LUARAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi Drug-Related Problems (DRPs) pada
pasien dengan gangguan/penyakit ginjal kronis.
2. Mahasiswa mampu merencanakan care plan untuk menyelesaikan Drug-
Related Problems (DRPs) pada pasien dengan gangguan/penyakit ginjal
kronis.
3. Mahasiswa mampu merencanakan monitoring dan evaluasi terapi obat pada
pasien dengan gangguan/penyakit ginjal kronis.
4. Mahasiswa mampu merencanakan edukasi dan informasi obat pada pasien
dengan gangguan/penyakit ginjal kronis.
B. KASUS
Seorang pria dengan usia 54 tahun, berat badan 72 kg dan tinggi badan 164 cm
melakukan kunjungan ke rumah sakit untuk kontrol rutin terkait penyakit ginjal
kronis yang dialaminya. Dokter mendiagnosis pasien mengalami komplikasi
anemia. Pasien mempunyai riwayat diabetes melitus sejak 8 tahun dan
hipertensi sejak 5 tahun.
Hasil Pemeriksaan
Blood Pressure : 155/90 Transferin saturation : 14%
Heart Rate : 80 x/menit BUN : 50 mg/dl
Respiration rate : 20 x/menit Serum kreatinin : 2.5 mg/dl
Temperature : 37 ºC Feritin serum : 80 ng/ml
Riwayat penyakit dahulu:
Diabetes sejak 8 tahun yang lalu
Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
Riwayat pengobatan :
• Meloksikam 7,5 mg 2 x sehari
• Mekobalamin 500 mcg 1 x sehari
C. ASSESMENT
ASESMEN DRUG-RELATED PROBLEMS (DRPs) DAN RENCANA ASUHAN KEFARMASIAN (PHARMACEUTICAL
CARE PLAN)
Masalah Medik Terapi S, O A P
Anemia Mekobalamin 500 S:- Pasien mendapat obat yang salah Merekomendasikan kepada dokter
mcg 1 x sehari O: karena serrum feritin pasien untuk megganti asam folat dan
asam folat 1 mg 3 x Kadar BUN : 50 mg/dL kurang dari nilai normal mekobalamin dengan Ferrous
sehari kadar kreatinin serum : fumarate 200 mg (besi elemental = 65
2,5 mg/dL mg) 3x sehari PO, diminum saat
Hb : 9,2 g/dL perut kosong (PERNEFRI,
Feritin 80 ng/ml 2011;PioNas, 2015).
• Transferrin saturation Target terapi
14% (N: 20-50%) Feritin : ≥100 ng/ml
Transferrin saturation : 20-50%
Hipertensi Valsartan 80 mg 1 x S: - Dosis terlalu rendah sehingga Merekomendasikan kepada dokter
sehari O: target tekanan darah pasien belum untuk meningkatkan dosis Valsartan
Adalat OROS 30 mg Tekanan darah : 155/90 tercapai menjadi 160 mg 1x sehari PO dengan
1 x sehari mmHg atau tanpa makan (PERHI, 2019).
PARAMETER PEMANTAUAN
Parameter efektivitas Parameter efek samping
Obat
Kondisi klinik TTV dan lab Kondisi klinik TTV dan lab
Ferrous fumarate - Feritin : ≥100 ng/ml - Feses berwaran gelap
Dosis: 200 mg (besi Transferrin saturation : - mual-muntah
elemental = 65 mg) 3x 20-50% - masalah GI
sehari PO, diminum saat - diare
perut kosong (PERNEFRI,2011). - perubahan warna gigi
- reaksi alergi
- perubahan warna urin
(MIMS, 2020).
Valsartan - Tekanan darah - Hiperkalemia
Dosis: 160 mg 1x sehari <130/80 mmHg - Kerusakan fungsi ginjal
PO dengan atau tanpa (DiPiro, J.T. dkk., 2008) - Angioedema\
makan. - Hipotensi/ sinkop
Chrisolm-Burns, MA dkk., 2016)
Adalat OROS - Tekanan darah - edema pedis
<130/80 mmHg - sakit kepala
(DiPiro, J.T. dkk., 2008) (PERHI, 2019)
Dosis: 30 mg 1xsehari PO
dengan atau tanpa
makanan
Gliklazid - - GDP <100 mg/dL - Hipoglikemia Kadar glukosa darah < 70
Dosis: 40 mg PO 1xsehari - G2JPP <140 mg/dL - Gangguan pencernaan mg/dL
saat pagi hari bersama - HbA1c < 5,7% - Mual dan muntah (PERKENI, 2015)
sarapan (PERKENI, 2015) - Sembelit
- Ruam kulit
- Anemia hemolitik
(Sarkar et al., 2011)
D. PEMBAHASAN
1. Assesment Drug Related Problems (DRPs)
Pada kasus tersebut pasien memiliki kadar Hb : 9,2 g/dL (Normal:
12-13g/dL), Feritin 80 ng/ml (Normal: ≥100 ng/mL) dan transferrin
saturation 14% (Normal: 20-50%) yang jauh dari angka normal sehingga
menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia. Anemia yang dimiliki
merupakan komplikasi dari gangguan ginjal kronis yang sudah diderita
pasien sebelumnya. Gangguan ginjal kronis pasien ditunjukkan dari nilai
BUN 50 mg/dL dan Scr 2,5 mg/dL, kadar ini jauh dari angka normal yang
seharusnya. Obat berupa mekobalamain 500 mcg 1x sehari dan asam folat
1 mg 3x sehari yang diberikan kepada pasien kurang tepat untuk mencapai
target Hb, serum ferritin, dan transferrin saturation yang seharusnya.
Mekobalamin merupakan bentuk aktif dari vitamin B12 yang biasa
digunakan untuk mengobati anemia defisiensi vitamin B12, sedangkan
asam folat digunakan pada anemia defisiensi asam folat. Kedua anemia
tersebut tergolong anemia megaloblastik yaitu suatu keadaan yang ditandai
oleh adanya perubahan abnormal dalam pembentukan sel darah sebagai
akibat adanya ketidaksesuaian antara pematangan inti dan sitoplasma pada
seluruh sel seri myeloid dan eritorid (Rayburn, 1996). Namun berdasarkan
hasil laboratorium berupa kadar transferrin saturation dan serum ferritin
yang nilainya dibawah normal, anemia pasien tergolong anemia defisiensi
besi yang membutuhkan terapi besi oral untuk mengembalikan kadar
tersebut ke nilai normal (PERNEFRI, 2011).
Pasien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan selama ini
mendapatkan kombinasi obat Adalat OROS 30 mg 1x sehari dan Valsartan
80 mg 1x sehari. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tekanan darah pasien
adalah 155/90 mmHg yang mana belum mencapai target terapi yaitu
<130/80 mmHg untuk pasien dengan komplikasi penyakit ginjal kronis
(DiPiro, J.T. dkk., 2008). Hal ini dikarenakan dosis Valsartan masih rendah
sehingga perlu direkomendasikan peningkatan dosis Valsartan.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak 8 tahun yang lalu dan
telah diterapi dengan gliklazid 80 mg 1 x sehari. Dari data pasien tidak
disebutkan data profil gula darah sehingga tidak bisa dievaluasi apakah
penggunaan obat sudah tepat atau belum. Sehingga perlu dilakukan
pengecekan profil gula terlebih dahulu sebelum memutuskan adanya
perubahan pengobatan. Glikazid merupakan obat yang diekskresi melalui
ginjal, sehingga pada pasien yang mengalami gangguan ginjal perlu
dilakukan penyesuaian dosis. Penyesuaian dosis didasarkan pada nilai GFR
pasien.
Meloksikam merupakan antiinflamasi non steroid (NSAID) yang
bekerja dengan menghambat enzim yang memproduksi prostaglandin
sehingga mengurangi rasa nyeri. Pasien diresepkan meloksikam 7,5 mg 2x
sehari, namun dalam kasus tersebut pasien tidak mengeluhkan adanya gejala
nyeri. Sehingga permasalahan terkait obat yang dialami pasien adalah
pasien mendapat obat yang tidak perlu.
2. Pharmaceutical Care Plan
Rekomendasi rencana asuhan kefarmasian (care plan) yang dilakukan oleh
apoteker dilakukan berdasarkan tinjauan literatur yang mendukung,
meliputi textbook, jurnal, dan guideline internasional. Adapun rencana
asuhan kefarmasian untuk kasus PGK dan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut:
a. Merekomendasikan kepada dokter untuk mengganti mekobalamin 500
mcg 1x sehari dan asam folat 3x sehari menjadi ferrous fumarat 3x sehari
Pasien memiliki kadar Hb : 9,2 g/dL (Normal: 12-13g/dL), Feritin
80 ng/ml (Normal: ≥100 ng/mL) dan transferrin saturation 14% (Normal:
20-50%). Pasien mengalami anemia defisiensi besi absolut dengan Feritin
serum < 100 ng/ml dan transferrin saturation <20%. Pilihan terapi untuk
pasien pada penyakit ginjal kronik dengan anemia defisiensi besi adalah
terapi besi oral, diantaranya ferrous gluconate, ferrous fumarate, ferrous
sulphate, dan iron polysaccharide. Pemberian terapi besi parenteral
dianjurkan apabila pasien tidak dapat mempertahankan Feritin serum ≥
100 ng/ml dan transferrin saturation ≥ 20% setelah tiga bulan terapi
(PERNEFRI, 2011). Tidak ada perbedaan signifikan terhadap efikasi dan
keamanan suplemen besi oral tersebut, namun ferrous fumarate
merupakan pilihan karena lebih murah serta mengandung besi elemental
yang lebih banyak dari sediaan lain sehingga dapat mengurangi frekuensi
minum suplemen bagi pasien (Terrie, 2014). Dosis ferrous fumarate yang
diberikan kepada pasien yaitu 200 mg dengan kandungan besi elemental
65 mg diminum 3x sehari PO saat perut kosong. Setelah 3 bulan
pemberian ferrous fumarate, dilakukan pemantauan terhadap kadar
Feritin serum dan transferrin saturation pasien.
b. Merekomendasikan kepada dokter untuk meningkatkan dosis Valsartan
menjadi 160 mg 1x sehari dengan atau tanpa makan
Pemberian terapi hipertensi dengan kombinasi obat Adalat OROS
30 mg 1x sehari dan Valsartan 80 mg 1x sehari belum mampu mencapai
target tekanan darah untuk pasien dengan komplikasi penyakit ginjal
kronis. Oleh sebab itu, direkomendasikan peningkatan dosis Valsartan
menjadi 160 mg 1x sehari. Valsartan adalah antihipertensi golongan
Angiotensin Renin II Blockers (ARB). Semua ARB memiliki efektivitas
antihipertensi yang serupa dengan kurva respon dosis yang cukup datar.
Penambahan Calsium Channel Blocker (CCB) atau diuretik tiazid secara
signifikan meningkatkan efektivitas antihipertensi (DiPiro, 2015).
Apabila dengan peningkatan dosis Valsartan belum dapat mencapai target
terapi, maka sesuai tatalaksana terapi dari PERHI, 2019. perlu
ditambahkan antihipertensi golongan diuretik.
c. Merekomendasikan kepada dokter untuk menurunkan dosis Gliklazid
menjadi 40 mg 1 x sehari PO saat pagi hari bersama sarapan
Penyesuaian dosis didasarkan pada GFR pasien yang dihitung
dengan rumus Cockroft-Gault, didapatkan nilai GFR pasien sebesar 34,4
mL/menit yang artinya perlu penyesuaian dosis pada pasien dengan
gangguan ginjal yaitu 20-40 mg 1 x sehari. Oleh karena itu,
direkomendasikan kepada dokter untuk menurunkan dosis gliklazid
E. KIE
Adalat OROS
• Adalat OROS 30 mg diminum 1 kali sehari dengan atau tanpa makanan
digunakan untuk menurunkan tekanan darah.
• Efek samping yang mungkin terjadi adalah edema pedis dan sakit kepala.
Edema adalah pembengkakan pada tangan, lengan, kaki atau pergelangan
kaki.
• Dianjurkan untuk membatasi konsumsi garam yaitu 1 sendok teh garam
dapur per hari.
• Dianjurkan untuk konsumsi makanan seimbang yang mengandung sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu rendah lemak, gandum,
ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta membatasi
asupan daging merah dan asam lemak jenuh.
• Dianjurkan untuk berolahraga teratur setidaknya 30 menit latihan aerobik
dinamik berintensitas sedang (seperti: berjalan, joging, bersepeda, atau
berenang) 5-7 hari per minggu.
Valsartan
• Valsartan 160 mg dikonsumsi 1 kali sehari secara per oral dengan atau tanpa
makan untuk menurunkan tekanan darah
• Efek samping yang mungkin terjadi antara lain hiperkalemia, kerusakan
fungsi ginjal, angioedema, dan hipotensi / sinkop
• Dianjurkan untuk membatasi konsumsi garam yaitu 1 sendok teh garam
dapur per hari.
• Dianjurkan untuk konsumsi makanan seimbang yang mengandung sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu rendah lemak, gandum,
ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta membatasi
asupan daging merah dan asam lemak jenuh.
• Dianjurkan untuk berolahraga teratur setidaknya 30 menit latihan aerobik
dinamik berintensitas sedang (seperti: berjalan, joging, bersepeda, atau
berenang) 5-7 hari per minggu.
Gliklazid
• Gliklazid 40 mg 1x sehari PO digunakan untuk mengobati diabetes mellitus
pasien
• Gliklazid 40 mg diminum 1x sehari saat pagi hari bersama sarapan
• Efek samping yang mungkin terjadi diantaranya Gliklazid membuat gula
darah terlalu rendah. Ketika hal ini terjadi, dapat diimbangi dengan makan
sesuatu yang manis atau minum jus buah
• Efek samping lain Gliklazid adalah dapat meningkatkan berat badan.
• Menyarankan pasien untuk mengecek kadar gula darah secara teratur.
Ferrous fumarate
• Tablet Ferrous fumarate 200 mg digunakan untuk mengobati anemia
defisiensi besi
• Tablet Ferrous fumarate 200 mg diminum 3x sehari saat perut kosong
• Efek samping yang mungkin terjadi diantaranya ketidaknyamanan pada
perut atau sakit perut. Bila hal tersebut terjadi, untuk selanjutnya Tablet
ferrous fumarate diminum bersama makan
• Efek samping ferrous fumarate yang lain adalah reaksi alergi, tinja berwarna
gelap, diare, dan mual muntah. Pasien disarankan untuk kembali
berkonsultasi dengan dokter bila hal tersebut terjadi
• Tablet ferrous fumarate harus diminum secara teratur selama 3 bulan
• Menyarankan untuk konsumsi makanan yang tinggi besi seperti brokoli,
bayam, ikan tuna
F. EVALUASI
Evaluasi (frekuensi/periode evaluasi dan target terapi sesuai indikasi dari tiap
obat.)
Adalat OROS
• Evaluasi respons TD 2-4 minggu setelah memulai atau membuat perubahan
terapi. Setelah tujuan nilai TD diperoleh, pantau TD setiap 3-6 bulan, dengan
asumsi tidak ada tanda atau gejala penyakit organ target akut.
• Evaluasi lebih sering pada pasien dengan riwayat kontrol yang buruk,
ketidakpatuhan, kerusakan organ target yang progresif, atau gejala efek
samping obat.
• Pantau efek samping obat 2-4 minggu setelah memulai obat baru atau dosis
meningkat, kemudian setiap 6 hingga 12 bulan pada pasien stabil.
• Apabila Adalat OROS setelah dinaikan dosisnya tidak memberi efek,
ditambahkan terapi dengan diuretik
(DiPiro, dkk., 2015)
Valsartan
• Evaluasi respons TD 2-4 minggu setelah memulai atau membuat perubahan
terapi. Setelah tujuan nilai TD diperoleh, pantau TD setiap 3-6 bulan,
dengan asumsi tidak ada tanda atau gejala penyakit organ target akut.
• Evaluasi lebih sering pada pasien dengan riwayat kontrol yang buruk,
ketidakpatuhan, kerusakan organ target yang progresif, atau gejala efek
samping obat
• Pantau efek samping obat 2-4 minggu setelah memulai obat baru atau dosis
meningkat, kemudian setiap 6 hingga 12 bulan pada pasien stabil.
H. KESIMPULAN
Masalah terkait obat (DRP) yang ditemukan antara lain:
1. Pasien mendapat obat yang salah
Berdasarkan kasus di atas, pasien menderita anemia defisiensi besi absolut
sehingga obat yang tepat adalah besi oral (Ferrous fumarate).
2. Dosis terlalu rendah sehingga target tekanan darah pasien belum tercapai
Pasien mendapat terapi hipertensi dengan adalat OROS dan valsartan namun
belum mencapai target tekanan darah, sehingga perlu dilakukan peningkatan
dosis valsartan untuk mencapai target terapi
3. Pasien mendapat obat yang tidak perlu
Pasien mendapat obat meloksikam tanpa indikasi.
4. Perlunya penyesuaian dosis pada pasien ginjal kronis
Dosis Gliklazid yang diberikan kepada pasien belum sesuai dengan nilai GFR
pasien sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis.
I. TANYA JAWAB
1. Mengapa terapi obat pengganti utk anemia dipilih suplemen Fe? mengapa tidak
merekomendasikan eritropoeitin / transfusi darah mengingat Hb sangat rendah?
(Febriyanti_11262)
Jawab:
Sebelum terapi ESA, harus dilakukan pemeriksaan status besi. Status besi
dikatakan cukup bila saturasi transferin (satT)> 20 % dan feritin serum > 100 ug/L
(pasien pre-dialisis) dan > 200 ug/L (pasien dialisis). Bila ditemukan defisiensi besi
maka defisiensi besi haruslah dikoreksi terlebih dahulu. Kondisi pasien mengalami
defisiensi besi absolut (Transferin saturation 14% dan Feritin serum : 80 ng/ml)
sehingga status besi harus diperbaiki (PERNEFRI, 2011).
Tindakan transfusi dihindari pada pasien PGK karena banyak komplikasi yang
bisa timbul. Penyulit yang sering terjadi adalah: kelebihan cairan di sirkulasi,
transmisi penyakit infeksi, reaksi transfusi, kelebihan zat besi. Transfusi
dipertimbangkan, misalnya pada pasien yang terapi ESA nya tidak efektif,
perdarahan yang mengancam jiwa, perioperatif yang memerlukan koreksi cepat.
Transfusi sebaiknya diberikan secara bertahap untuk mencegah kelebihan cairan
di sirkulasi.
2. Mengapa ferrous fumarate 200mg diberikan dalam perut kosong dan mengapa
memilih gliklazid dipilih terapi antidiabetik bukan glipizid? (Leiren_11272)
Jawab:
Ferrous fumarat lebih baik dikonsumsi 30 menit sampai 1 jam sebelum makan
untuk memastikan besi fumarat masuk ke dalam tubuh saat perut dalam keadaan
kosong. Hal ini dikarenakan absorpsi besi di dalam lambung dapat berkurang
karena adanya makanan, teh, susu, antasid dan beberapa antibiotik (OUH, 2015).
Pemilihan glikazid didasarkan obat yang sebelumnya sudah dikonsumsi pasien.
Alasan tidak ada perubahan dalam penggunaan obat ini adalah tidak ada data profil
gula darah, sehingga tidak bisa dievaluasi apakah penggunaan obat sudah tepat
atau belum. Sehingga perlu dilakukan pengecekan profil gula darah terlebih dahulu
sebelum memutuskan adanya perubahan obat.
3. Mengapa adalat oros (nifedipin) yang merupakan golongan CCB tidak digantikan
dengan obat hipertensi golongan diuretik? (Ayu_1147)
Jawab:
Pemilihan untuk tetap melanjutkan terapi dengan adalat oras karena jika mengganti
dengan obat lain, pasien harus mengalami penyesuaian kembali. Sehingga kami
memilih untuk tetap menggunakan adalat oros dan meningkatkan dosis valsartan.
(PERHI, 2019)
5. Melihat dari nilai BUN pasien sebesar 50 mg/dL, apakah masih termasuk rentang
normal untuk pasien dengan ginjal kronis? Lalu dari semua obat yang diresepkan,
apakah perlu pertimbangan penyesuaian dosis, mengingat kondisi ginjal nya?
(Delzila_11250)
Jawab:
Nilai BUN sebesar 50 mg/dL tidak termasuk rentang normal. Rentang normal
BUN adalah 6-23 mg/dL (CDC, 2013).
J. DAFTAR PUSTAKA
Ashley, C., Currie, A., dan Burns, A. (Editor), 2009. The Renal Drug Handbook,
3. ed. ed. Radcliffe, Oxford.
Breckles, 2006, Anemia Management in Chronic Kidney Disease, Pharmacy
Practice.
CDC, 2013, Laboratory Procedure Manual,
https://wwwn.cdc.gov/nchs/data/nhanes/20132014/labmethods/BIOPRO_H
_met_Blood_Urea_Nitrogen.pdf. diakses pada 15 September pukul 07:56
WIB.
Chrisolm-Burns, MA. dkk., 2016. Pharmacotherapy: Principles & Practice,
Fourth Edition. McGraw Hill.
DiPiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., dan DiPiro, C.V., 2015.
Pharmacotherapy Handbook.
Fox, K.M., Yee, J., Cong, Z., Brooks, J.M., Petersen, J., Lamerato, L., Gandra, S.R.,
2012. Transfusion burden in non-dialysis chronic kidney disease patients
with persistent anemia treated in routine clinical practice: a retrospective
observational study. BMC Nephrol. 13, 5.
Gooch, K., Culleton, B.F., Manns, B.J., Zhang, J., Alfonso, H., Tonelli, M., dkk.,
2007. NSAID Use and Progression of Chronic Kidney Disease. The
American Journal of Medicine, 120: 280.e1-280.e7.
OUH, 2015, Taking Iron Suplement : Information for Patient,
https://www.ouh.nhs.uk/patient-guide/leaflets/files/11903Piron.pdf, diakses
pada 14 September 21.51
PERHI, 2019, Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019, Perhimpunan Dokter
Hipertensi Indonesia, Jakarta.
PERKENI, 2015, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2
di Indonesia, PB PERKENI, Indonesia.
PERNEFRI, 2011, Konsensus Manajemen Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik,
PB. PERNEFRI, Jakarta.
Pionas, 2015, Anemia Megaloblastik, http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-9-gizi-dan-
darah/91-anemia-dan-gangguan-darah-lain/912-anemia-megaloblastik,
diakses pada 20 September 2020 pukul 22.19 WIB.
Rayburn WF, Stanley JR, Garret E., 1996, Periconceptional folete intake and
neutral defets. AJCN ,5:121-5.
Sarkar, A., Tiwari, A., Bhasin, P.S., Mitra, M., 2011. Pharmacological and
Pharmaceutical Profile of Gliclazide: A Review. J. Appl. Pharm. Sci. 9.
Sihotang, R.C., Ramadhani, R., dan Tahapary, D.L., 2018. Efikasi dan Keamanan
Obat Anti Diabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 5: 150.
Terrie, Yvette, C., 2016, Iron Supplements: Treating Iron-Deficiency Anemia,
www.pharmacytimes.com diakses pada Minggu, 20 September 2020 pukul
22.12 WIB.