Anda di halaman 1dari 347

Cari persamaan regresi liniernya, pada masing-masing data

dibawah ini !

Suhu 75ºC Suhu 90ºC


t (jam) C (mg) t (jam) C (mg)
0 500 0 500
1 485 1 480
6 410 6 400
12 325 12 305
24 150 24 110

Pada persamaan regresi linier, terdapat nilai a dan b. Jelaskan apa


yang dimaksud dari masing-masing nilai tersebut !
Penekanan materi sebelumnya yang harus dikuasai agar
tidak menemukan kesulitan pada materi selanjutnya

Cara memilih dan menggunakan kertas grafik semilog dan


milimeter dalam membuat grafik dari data berbentuk
logaritma dan non-logaritma
Pendahuluan
1. Gaya Ikatan Antarmolekul
2. Wujud Zat
a) Wujud Gas
b) Wujud Cair
c) Wujud Padat
3. Kesetimbangan Fase
Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


Wujud Zat
(Diagram 3
Fase)

Ikatan
Antramolekul

Atom, Unsur,
Molekul,
Senyawa
Gaya Ikatan Molekul
Pendahuluan
Gaya Ikatan Molekul
Pendahuluan
Atom adalah Satuan terkecil dari suatu materi yang terdiri atas inti;

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


proton (muatan+) dan neutron (netral), dan kulit berisi (muatan-) yaitu
elektron. Ada juga yang menyebutkan bahwa atom adalah partikel
penyusun unsur.

Anggapan yang salah


Gabungan/ikatan beberapa atom akan membentuk unsur (SALAH).

Yang benar: Unsur adalah nama untuk kumpulan/himpunan


atom yang punya karakter sama.

Gabungan/ikatan dari beberapa atom bukan membentuk unsur tapi


membentuk molekul. Bedakan himpunan dan ikatan!
Molekul adalah Gabungan dari beberapa atom unsur, dapat terdiri dari

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


dua atau lebih. Artinya ketika berbicara molekul maka yang dibayangkan
adalah gabungan atom-atom (bukan 1 atom). Molekul adalah partikel
terkecil dari suatu unsur/senyawa.

Jika gabungan dari atom unsur yang sama jenisnya, maka disebut
Molekul Unsur.
Contohnya: O2, H2, O3, N2

Jika gabungan dari atom unsur


yang berbeda jenisnya, maka
disebut Molekul Senyawa.
Contohnya: H2O, CO2, C2H5
Gaya Ikatan Molekul
Pendahuluan
Gaya Ikatan Molekul
Pendahuluan
Unsur adalah Sekelompok atom yang memiliki jumlah proton yang sama

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


pada intinya.
Jumlah ini disebut sebagai nomor atom unsur. Unsur didefinisikan pula
sebagai zat tunggal yang sudah tidak bisa dibagi-bagi lagi menjadi bagian
yang lebih kecil.

Senyawa adalah zat tunggal yang terdiri atas beberapa unsur yang saling
kait-mengait. Senyawa dibentuk dari minimal 2 unsur yang berbeda.
Walaupun dibentuk dari unsur yang berbeda, namun senyawa tetap
disebut zat tunggal, karena sifat-sifat unsur yang membentuknya tidak
dapat di temukan pada senyawa. Dengan kata lain senyawa telah
menjadi suatu zat baru, contoh H2O.
Ion adalah Atom yang bermuatan listrik. Ion yang bermuatan listrik

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


positif (kation), dan ion negatif (anion).

Kation dan anion dapat berupa ion tunggal hanya terdiri dari satu jenis
atom, seperti Na+ dan Cl-, atau dapat pula berupa ion poliatom
mengandung dua atau lebih atom yang berbeda, seperti CH3COO-, SO42-.

Perbedaan Senyawa dan molekul


“Setiap senyawa adalah molekul, namun setiap molekul belum tentu
senyawa”.

Senyawa adalah gabungan minimal 2 atom berbeda, sedangkan molekul


gabungan minimal 2 atom bisa sama (Molekul Unsur) bisa juga berbeda
(Molekul Senyawa).
Gaya Ikatan Molekul
Pendahuluan
1. Jari-jari Atom, jarak antara inti atom dengan kulit terluar.

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


2. Afinitas Elektron, energi yang dibutuhkan atau dilepaskan untuk
menangkap elektron membentuk ion negatif (Anion)
3. Keelektronegatifan, kecenderungan suatu unsur untuk menarik
elektron
4. Energi Ionisasi, energi minimum yang dibutuhkan untuk melepaskan
elektron membentuk ion positif (Kation)

Pada Susunan Periodik Unsur


Kiri – Kanan
Jari-jari atom (-); Afinitas elektron (+), Elektronegatifan (+), Energi
ionisasi (+)
Atas – Bawah
Jari-jari atom (+); Afinitas elektron (-), Elektronegatifan (-), Energi ionisasi
(-)
Ikatan kimia adalah gaya tarik menarik kuat antaratom atau

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


antarmolekul yang bertanggung jawab terhadap kestabilan atom dan
molekul serta berbagai sifat fisiknya.
Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


Ikatan ion adalah ikatan yang terjadi akibat transfer/perpindahan
elektron dari satu atom ke atom lain karena adanya perbedaan muatan
dan tingkat afinitas elektron yang tinggi.

Prinsipnya sama dengan magnet; tarik-menarik antar kutub berlawanan


dan tolak-menolak antar kutub sejenis.
Ikatan kovalen adalah adalah ikatan yang terbentuk karena penggunaan

Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


bersama pasangan elektron. Ikatan kovalen terdiri dari:
1. Kovalen Tunggal
2. Kovalen Rangkap
3. Kovalen Kordinasi
Inti-inti atom H

+ +
Elektron ditarik bersama oleh kedua inti
Pendahuluan

Gaya Ikatan Molekul


Ikatan logam adalah ikatan kimia yang terbentuk akibat penggunaan
bersama elektron-elektron valensi antar atom-atom logam. Senyawa
yang terbentuk hasil dari ikatan logam dinamakan logam (jika semua
atom adalah sama).
Gaya Ikatan Molekul
Gaya Ikatan Molekul
Ikatan Hidrogen adalah interaksi antara molekul yang memiliki atom

Gaya Ikatan Molekul

Gaya Ikatan Molekul


Hidrogen dengan atom yang memiliki elektronegatifitas tinggi, seperti F,
O atau N.

Atom Hidrogen memiliki ukuran yang kecil dan medan elektrostatis yang
besar, atom H dapat mendekat ke atom elektronegatif dan membentuk
jenis gabungan elektrostatis,
yaitu Ikatan hidrogen atau
Jembatan Hidrogen
Interaksi Van der Waals adalah gaya lemah yang melibatkan dispersi

Gaya Ikatan Molekul

Gaya Ikatan Molekul


muatan dalam suatu molekul yang disebut dipol.

Tugas Belajar
Jelaskan perbedaan mekanismenya melalui konsep dipol –nya (polaritas)
Gaya Ikatan Molekul
Gaya Ikatan Molekul
1. Zat memberikan wujud, karena memiliki kisi-kisi partikel/kristal

Pendahuluan

Wujud Zat
(crystal lattice) dalam menyusun kerangkanya.Semakin padat dan
rapat kisi-kisi partikelnya, maka zat tersebut akan memberikan
wujud berupa padatan.
2. Kerapatan dan jarak antar partikel
3. Sifat gerakan partikel,
yakni: Aktif dan Non-aktif.
4. Gaya tarik-menarik antar
partikel: Kohesi dan Adhesi.
5. Bobot Jenis.
sublimation exothermic

melting vaporizing

solid liquid gas

freezing condensing

deposition
endothermic
Gas, memiliki sifat:

Wujud Gas

Wujud Zat
1. Gerakannya aktif dan kuat  Tubrukan antar partikel dan wadah
2. Arah gerakan tidak beraturan
3. Molekul gas menggunakan tekanan, gaya per satuan luas (dyne/cm2)
4. Pengukuran tekanan (atm) melalui barometer air raksa (mmHg)
5. Volume dalam liter atau sentimeter kubik (1 cm3 = 1 mL)
6. Suhu dalam persamaan gas adalah suhu absolut (0°C = 273,15°K)
Hukum Gas Ideal, dirumuskan oleh Boyle, Charles, dan Gay-Lussac yang

Wujud Gas

Wujud Zat
berlaku pada keadaan ideal. Yaitu tidak terdapat interaksi antarmolekul
dan tabrakan yang bersifat elastis sempurna sehingga tidak terjadi
pertukaran energi pada saat tabrakan.
Hukum ini mengaitkan keadaan atau wujud yang spesifik, yi tekanan,
volume dan suhu dari sejumlah tertentu molekul gas.

PV=nRT

Dimana:
P = Tekanan (atm; 1 atm = 76 cmHg = 760 mmHg)
V = Volume (Liter)
n = Jumlah molekul gas (mol)
R = Konstanta gas ideal (Tetapan Reamur)
T = Suhu absolut (°K)
Untuk mendapatkan harga R, dilakukan percobaan pada kondisi: volume

Wujud Gas

Wujud Zat
satu mol gas ideal pada suhu dan tekanan standar (STP), yaitu pada 0°C
dan 760 mmHg (1 atm) adalah 22,414 liter
Catatan:
1 atm (1,10133.106 dyne/cm2) dengan BJ Hg = 13,595 g/cm3
1 joule = 107 erg; 1 kal = 4,184 joule

PV = n RT
1 atm . 22,414 L = 1 mol . R . 273,16°K
22,414 atm.L = R. 273,16 mol.K
R = 0,08205 atm.L/mol.°K = 0,0821 atm.L/°mol (1)
Atau
R = 8,314 joule/mol.°K = 8,314 joule/°mol (2)
R = 1,987 kal/mol.°K = 1,987 kal/°mol (3)
Berat Molekul (BM) suatu gas dapat ditentukan dengan menggunakan

Wujud Gas

Wujud Zat
Hk. Gas Ideal dengan menggantikan bentuk jumlah mol gas (n) dengan
bentuk yang setara.
mol = gram/BM

PV = n RT
PV = (gram/BM) RT (1)

gram/BM = (PV) / (RT)


BM = (gram RT) / (PV) (2)

Atau
BM = (gram.L atm/°mol.K) / (atm.L)
BM = gram/mol (3)
PV = n RT  Perlu beberapa asumsi

Wujud Gas

Wujud Zat
1. Gas terdiri atas partikel yang disebut atom atau molekul, dimana
volume totalnya dapat diabaikan karena kecil yang terjadi pada P
rendah, T tinggi (saat molekul gas terpisah jauh).
2. Partikel gas tidak saling menarik, tetapi bergerak bebas (pada P
rendah).
3. Partikel bergerak acak secara terus-menerus  energi kinetik yang
dimilikinya E = (3/2) RT.
4. Tumbukan lenting sempurna.
Wujud Gas

Wujud Zat
Dimana:
P = Tekanan (atm; 1 atm = 76 cmHg = 760 mmHg)
V = Volume (Liter)
n = Jumlah molekul gas (mol)
m = Massa (gram)
c = Kecepatan rata-rata (cm/det) atau biasa ditulis (µ)
R = Konstanta gas ideal (0,0821 L.atm/°mol)
M = Berat molekul (gram/mol)
(Kerjakan lengkap dengan satuannya)

Wujud Gas

Wujud Zat
1. Berapakah tekanan dari 47,65 L suatu gas ideal yang ditempatkan
pada suhu kamar, bila diketahui jumlah gasnya sebanyak 2 mol ?
2. Suatu cairan mudah menguap sebanyak 200 mL berada pada suhu
ruangan 100°C, bila diketahui berat cairan tersebut adalah 300 mg
dan memberikan tekanan 760 mmHg maka berapakah bobot molekul
senyawa tersebut ?
3. Pada suhu (°T) berapakah oksigen akan memiliki kecepatan kuadrat
4,82 x 104 cm/det apabila diketahui berat molekul oksigen adalah
32,0 gram/mol ?
Persamaan Van der Waals untuk 1 mol gas, dan untuk n mol gas:

Wujud Gas

Wujud Zat
Dimana:
P = Tekanan (atm; 1 atm = 76 cmHg = 760 mmHg)
V = Volume (Liter)
n = Jumlah molekul gas (mol)
R = Konstanta gas ideal (0,0821 L.atm/°mol)
T = Suhu absolut (°K)
Persamaan Van der Waals untuk 1 mol gas, dan untuk n mol gas:

Wujud Gas

Wujud Zat
Dimana:
P = Tekanan (atm; 1 atm = 76 cmHg = 760 mmHg)
V = Volume (Liter)
n = Jumlah molekul gas (mol)
R = Konstanta gas ideal (0,0821 L.atm/°mol)
T = Suhu absolut (°K)
a = Konstanta Van der Waals yang lemah (L2.atm/mol2)
b = Konstanta Van der Waals (L/mol)
Tc = Temperature Critics (°K)
Pc = Pressure Critics (atm)
Konstanta Van der Waals untuk sejumlah gas telah ditetapkan, beberapa

Wujud Gas

Wujud Zat
diantaranya a.l:
(Kerjakan lengkap dengan satuannya)

Wujud Gas

Wujud Zat
1. Suatu sampel CHCl3 0,193 mol ditempatkan dalam bejana 7,35 L pada
suhu kamar. Hitunglah tekanan yang dihasilkan apabila diketahui nilai
a dan b untuk CHCl3 adalah 15,17 L2.atm/mol2 dan 0,1022 L/mol ?
2. Pada volume berapakah CO2 akan memberikan tekanan 11,69 atm
dalam suhu 27°C pada saat suhu kritis dan tekanan kiritisnya adalah
31,0°C dan 72,9 atm?
1. Jika gas didinginkan, gas akan kehilangan Ek dalam bentuk panas

Wujud Cair

Wujud Zat
sehingga wujud akan berubah menjadi cair
2. Jika gas ditekan, molekul dibawa dalam area gaya interaksi van der
waals berubah  cair.
3. Perubahan wujud zat tidak hanya dipengaruhi oleh suhu, tetapi juga
tekanan.
4. Suhu kritis adalah suhu dimana tidak ada lagi wujud cair
(suhu kritis air 374°C = 647°K).
5. Tekanan kritis adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencairkan
suatu gas pada suhu kritisnya
(tekanan kritis air = 218 atm).
Prinsip dalam mencairkan gas dapat dilakukan dengan:

Wujud Cair

Wujud Zat
Gas  T ↓ (didinginkan)  Kec dan Ek ↓  Interaksi ↑ (ikatan antar
molekul)  wujud cair.
Gas  P ↑ (ditekan)  Interaksi ↑ (ikatan antar molekul)  wujud cair.

Metoda untuk mencairkan gas:


1. Pendinginan yang intensif dapat dibantu campuran pembeku
2. Ekspansi (V↑  T↓ P ↑) adiabatis untuk gas ideal
3. Efek Joule-Thomson untuk gas non-ideal

Ekspansi (V↑  T↓ P ↑)
Ekspansi adiabatik, yaitu apabila tidak ada panas yang melewati sistem,
dan kerja yang diterima oleh sistem digunakan seluruhnya untuk
mengubah energi di dalam sistem.
Aerosol secara harfiah berasal dari dua kata yaitu Aero = Udara/Gas, dan

Wujud Cair

Wujud Zat
Sol = Solution/Larutan. Jadi aerosol adalah sediaan yang zat aktifnya
dilarutkan dalam pembawa/media gas yang inert, dengan kata lain
“Cairan/larutan yang digaskan”.

Prinsipnya
Gas dapat dicairkan pada tekanan tinggi (P↑) dalam suatu bejana
tertutup selama suhu diatur untuk tetap berada dibawah suhu kritisnya
(T↓) (suhu kritis air 374°C = 647°K). Jika tekanan dikurangi (membuka
katup), maka molekul akan memuai dan cairan kembali menjadi gas.
Perubahan wujud in bersifat reversibel.

LNG (Liquid Natural Gas) dan LPG (Liquid Petroleum Gas), saat dikemas
menggunakan prinsip yang sama, namun perbedaannya LNG/LPG adalah
“Gas yang dicairkan”.
Titik Didih adl suatu keadaan saat cairan ditempatkan pada wadah

Wujud Cair

Wujud Zat
terbuka dan dipanaskan sampai tekanan uapnya sama dengan tekanan
atmosfer, dan uap akan membentuk gelembung yang naik dengan cepat
melalui cairam dan melepaskan diri dalam wujud gas.

Panas yang diabsorpsi (baik dari hasil pengapian atau panas lingkungan)
diabsorpsi oleh cairan dan digunakan untuk mengubah wujud cair
menjadi uap/gas, dan suhu tidak akan naik sampai semua cairan
menguap seluruhnya.

Semakin tinggi suatu tempat, maka tekanan atmosfernya akan semakin


berkurang dan begitu pula dengan suhu titik didihnya.
Tekanan 760 mmHg; Td = 100°C (Panas yang diabsorpsi 539 kal/g atau
9720 kal/mol)
Tekanan 700 mmHg; Td = 97,7°C
Tekanan 17,5 mmHg; Td = 21°C
Hubungan antara tekana uap dan suhu absolut cairan:

Wujud Gas

Wujud Zat
Dimana:
P = Tekanan (atm)
T = Suhu bsolut (°K)
R = Konstanta gas ideal (0,0821 L.atm/°mol)
ΔHv = Panas penguapan molar (kal/mol)
= Panas yang diabsorpsi oleh 1 mol cairan untuk berubah → gas
 Seluruh bangun padatan kristal, tersusun dari rangkaian

Wujud Padat

Wujud Zat
kisi-kisi kristal yang berulang-ulang.
 All unit cells in a specific crystal are the same size and
contain the same number of molecules or ions arranged in the
same way.
 There are seven primitive unit cells (Figure 1.1):
(1) cubic, (2) hexagonal, (3) trigonal, (4) tetragonal, (5)
orthorhombic, (6) monoclinic, and (7) triclinic.
 Bagian yang menyusun bangun kristal dapat berupa: Atom,
molekul atau ion.
 Bentuk bangun padatan kristal, dapat berubah baik untuk
keperluan yang memang disengaja/dikendalikan (modifikasi
bentuk zat) atau rusak akibat proses yang tidak kita
kendalikan (proses yang terjadi di alam).
 Morfis atau morfo, adalah bentuk/struktur luar.

Wujud Padat

Wujud Zat
 Amorf (A = tidak, dan morfis = bentuk), adalah suatu sebutan
untuk suatu zat yang tidak memiliki bentuk/struktur kristal
yang teratur (seperti sifat zat cair). Umumnya akan lebih
mudah larut karena sifatnya yang seperti cairan.
 Polimorfisa (Poli = banyak, dan morfis = bentuk), adalah
suatu sebutan untuk suatu zat yang memiliki lebih dari satu
bentuk/struktur kristal.
 Umumnya polimorfisa dari suatu zat karena memiliki: titik
leleh, dan kelarutan yang berbeda-beda.
 Hampir semua senyawa organik dengan rantai panjang adalah
polimorfisa.
Suatu zat yang memperlihatkan karakter polimorfisa akibat

Wujud Padat

Wujud Zat
perbedaan: titik leleh adalah:
Contoh: Oleum cacao/theobroma (memiliki 4 struktur kristal)
1. Bentuk α, meleleh pada 22ºC.
2. Bentuk β’, dengan titik leleh 28º-31ºC.
3. Bentuk β, dengan titik leleh 34º-35ºC (stabil).
4. Bentuk γ, dengan titik leleh 18ºC (tidak stabil).
Suatu zat yang memperlihatkan karakter polimorfisa akibat perbedaan:

Wujud Padat

Wujud Zat
kelarutan adalah:
Contoh: Kloramfenikol palmitat (memiliki 3 struktur kristal)
Bentuk A, B, C dan amorf. Masing-masing bentuk kristal akan
mempengaruhi laju disolusinya, dimana hanya untuk bentuk B dan
amorf saja yang dapat dihidrolisis oleh usus.

Bioavailability differences
The difference in the bioavailability of different polymorphic forms of a
drug is usually insignificant but is a problem in the case of the
chloramphenicol palmitate, one (form A) of the three polymorphic forms
of which is poorly absorbed.
Aplikasi “Diagram 3 Fase” untuk bidang farmasi yang berfungsi sebagai

Autoclave

Kesetimbangan Fase
alat sterilisasi.
Aplikasi “Diagram 3 Fase”

Autoclave

Kesetimbangan Fase
dalam keseharian
Aplikasi “Diagram 3 Fase”

Autoclave

Kesetimbangan Fase
dalam industri penyulingan
minyak atsiri
Latihan membuat grafik pada semilog dan milimeter dengan mencari contoh soal

Tugas

Wujud Zat
dari berbagai pustaka/jurnal ilmiah

Jelaskan tentang senyawa “Polar dan Non-Polar”, ditinjau dari:


1. Definisi
2. Afinitas elektron; Kelektronegatifan; Momen dipol
3. Ikatan kimia; apa saja yang berhubungan dengan pembentukan senyawa polar
dan non-polar
4. Sifat fisikokimia

Apa yang Saudara dapat jelaskan tentang “Wujud Zat”, ditinjau dari:
1. Ikatan antarmolekul; Kerapatan/jarak antar partikel; Energi ikatannya
2. Mengapa zat padat dapat dilihat dan dipegang; zat cair hanya dapat dilihat tapi
tidak dapat dipegang; dan gas tidak dapat dilihat maupun dipegang

Jelaskan pemanfaatan pengetahuan “Diagram 3 Fase” dalam kefarmasian terutama


pada proses “Freeze Dry (Liofilisasi)” dan “Rotary Vaccum Evaporator”!

Apa yang dimaksud dengan “Compressible Liquid” dan “Cairan Super Kritis”?
Sinko, JP (2011). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi 5,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
“Sampaikanlah ilmu walaupun hanya satu ayat"
(Baginda Besar Muhammad Rasulullah saw)
Penentuan pH terendah (asam lemah) atau pH tertinggi

Wujud Gas

Wujud Zat
(basa lemah) yang masih bisa mempertahankan kelarutan.
Asam
pHp = pKa + Log (S-So)/So
Dimana
pHp = pH terendah yang masih bisa melarutkan
So = Kelarutan molar asam
S = Konsentrasi zat
Basa
pHp = pKa – (pKb + Log(S-So)/So)
Berapakah persen gliserin yang harus ditambahkan sebagai pelarut

Wujud Gas

Wujud Zat
campur agar dihasilkan campuran pelarut air-gliserin dengan konstanta
dielktrik 72?

Diketahui
So = 0,002 mol/L
pKa = 7,12
BM = 304 g/mol
Zat = 5% = 5 g/100 mL
Ditanya
pHp ?
Jawab
S = (g/BM) x (1000/V)
S = (5 g/304 g/mol) x (1000/100 mL)
S = 0,1645 mol/mL
pHp = pKa + log (S-So/So)
pHp = 7,12 + log (0,1645 mol/mL - 0,002 mol/L / 0,002 mol/L)
pHp = 9,03
 Untuk meningkatkan kelarutan suatu zat yang hidrofob atau

Wujud Gas

Wujud Zat
sukar larut dalam air dapat dilakukan dengan menngunakan
pelarut campur (kosolven) agar dihasilkan KD pelarut ~ KD zat
terlarut
 Kosolvensi merupakan suatu fenomena dimana zat terlarut
memiliki kelarutan yang lebih besar dalam campuran pelarut
dibandingkan dalam satu jenis pelarut
 Kosolvent adalah pelarut yang digunakan dalam kombinasi
untuk meningkatkan kelarutan solut.

KD =(%pel A x KD pel A) + (%pel B X KD pel B)+……


Berapakah persen gliserin yang harus ditambahkan sebagai pelarut

Wujud Gas

Wujud Zat
campur agar dihasilkan campuran pelarut air-gliserin dengan konstanta
dielektrik 72?

Diketahui
KDpel campur = 72 Permisalan
KDair = 78,5 %air + %gliserin = 100% = 1
KDgliserin = 42,5 %gliserin = 1 - %air
Ditanya
%Gliserin ?
Jawab
KDpel campur = (%air x KDair) + (%glis x KDglis)
72 = (%air x 78,5) + ((1-%air) x 42,5)
72 = (78,5 %air) + (42,5 - 42,5 %air)
72 – 42,5 = 78,5 %air - 42,5 %air
29,5 = 36 %air
%air = 0,82 = 82%
%glis = 1 - 0,82 = 0,18 = 18%
Dapar asam

Wujud Gas

Wujud Zat
pH = pKa + log ([Garam] / [Asam])
pH = pKa + log ([A-] / [HA])

Dapar basa
pOH = pKb + log ([Garam]/[Basa])
pH = 14 - pOH

Dimana
pH = - log H+
pOH = - log OH-
pKa = - log Ka
pKb = - log Kb
Kapasitas Dapar

Wujud Gas

Wujud Zat
adalah besarnya penahanan perubahan pH oleh dapar atau perbandingan
penambahan basa kuat (atau asam) dengan perubahan pH yang terjadi
akibat penambahan basa.

β = ∆B/ ∆pH
(β = kapasitas dapar; ∆B =basa/asam yang ditambahkan (gr/liter) )

β = 2,303 C Ka.[H3O+]
{ Ka + [H3O+] }2

βmaks = 0,576 C (terjadi pada saat pH = pKa)


C = Konsentrasi dapar total
C = [Garam] + [Asam] = [A-] + [HA]
Berapa gram Na Asetat dan Asam Asetat yang dibutuhkan untuk membuat

Wujud Gas

Wujud Zat
1 liter dapar pH 5,0 (pKa Asam asetat = 4,74 dan β = 0,15) ?

Diketahui
pH = 5,0 → H+ = 10-5
pKa = 4,74 → Ka = 1,82.10-5
Β = 0,15
Ditanya
Bobot garam dan asam lemah ?
Jawab
β = 2,303C Ka.[H3O+]
{Ka + [H3O+]}2
0,15 = 2,303C 1,82.10-5 x 10-5
{1,82.10-5 + 10-5}2
0,15 = 2,303C x 0,229
2,303C = 0,655
C = 0,284
Pers. Dapar Asam

Wujud Gas

Wujud Zat
pH = pKa + log ([Garam] / [Asam])
5 = 4,74 + log ([Garam] / [Asam])
0,26 = log ([Garam] / [Asam])
[Garam] / [Asam] = 1,82
[Garam] = 1,82 [Asam]

Diperoleh: C = 0,284 mol/L


C = [Garam] + [Asam]
0,284 = 1,82 [Asam] + [Asam]
0,284 = 2,82 [Asam]
[Asam] = 0,284/2,82 = 0,1 mol/L
[Garam] = 0,284 – 0,1 = 0,184 mol/L

Mencari BM masing-masing
[Asam] = CH3COOH = 14+3+14+16+16+1 = 64 g/mol
[Garam] = CH3COONa = 14+3+14+16+16+23 = 86 g/mol
Diperoleh:

Wujud Gas

Wujud Zat
[Asam] = 0,1 mol/L; BM = 64 g/mol
[Garam] = 0,184 mol/L; BM = 86 g/mol

Mencari bobot masing-masing


Bobot Asam = mol . BM = 0,1 mol . 64 g/mol = 6,4 g
Bobot Garam = mol . BM = 0,184 mol . 86 g/mol = 15,824 g
Anda diminta untuk membuat larutan dapar dengan pH = 7 dan kapasitas

Wujud Gas

Wujud Zat
daparnya 0,1. Pilih pasangan dapar yang cocok dan hitung pula
konsentrasi yang diperlukan ! (Dapar pospat: pKa1 = 2,21; pKa2 = 7,21;
pKa3 = 12,67)

Diketahui
pH = 7,0 → H+ = 10-7
pKa = 7,21 → Ka = 6,166.10-8
Β = 0,1
Ditanya
pKa dan C?
Jawab
β = 2,303C Ka.[H3O+]
{Ka + [H3O+]}2
0,1 = 2,303C 6,166.10-8 x 10-7
{6,166.10-8 + 10-7}2
0,1 = 2,303C x 0,236
2,303C = 0,424
C = 0,184 mol/L
Pers. Dapar Asam

Wujud Gas

Wujud Zat
pH = pKa + log ([Garam] / [Asam])
7 = 7,21 + log ([Garam] / [Asam])
-0,21 = log ([Garam] / [Asam])
[Garam] / [Asam] = 0,616
[Garam] = 0,616 [Asam]

Diperoleh: C = 0,184 mol/L


C = [Garam] + [Asam]
0,184 = 0,616 [Asam] + [Asam]
0,184 = 1,616 [Asam]
[Asam] = 0,184/1,616 = 0,114 mol/L
[Garam] = 0,184 – 0,114 = 0,07 mol/L
Sinko, JP (2011). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi 5,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
“Sampaikanlah ilmu walaupun hanya satu ayat"
(Baginda Besar Muhammad Rasulullah saw)
DIFUSI DISOLUSI
 Difusi, Osmosis, Ultrafiltrasi, Reverse Osmose, Dialisis
 Transfer membran (3 jenis)
 AOLM (6 jenis)
 Kondisi Tunak, Kondisi Sink, Kondisi Kuasistasioner
Pendahuluan
1. Faktor Pengaruh Stabilitas Obat
2. Faktor Pengaruh Laju Reaksi Penguraian Obat
3. Laju dan Tingkat Reaksi Penguraian Obat
4. Uji Stabilitas Dipercepat
5. Pedoman Uji Stabilitas Dipercepat
Suatu keadaan yang tidak mengalami perubahan

Pendauluan

Stabilita
(tetap), atau berubah dalam jumlah yang tidak
signifikan/ambang batas → STABIL

Suatu keadaan yang mengalami perubahan (tidak


tetap), yaitu berkurang, bertambah atau habis →
TIDAK STABIL
Pendauluan

Stabilita
Adalah kemampuan suatu sediaan farmasi

agar tetap berada pada batas spesifikasi yang telah
ditentukan

untuk menjamin obat yang diproduksi
bermutu, aman dan berkhasiat
Pendauluan

Stabilita
Adalah periode penggunaan dan penyimpanan

yang menyatakan pada periode waktu tersebut

obat masih memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan
Pendauluan

Stabilita
Adalah waktu (bulan/tahun) yang dicantumkan pada
label kemasan

menyatakan bahwa produsen menjamin produk obat
tersebut masih memenuhi spesifikasi yang telah
ditetapkan

bila disimpan sesuai kondisi penyimpanan yang telah
ditentukan
Aspek Kefarmasian

Pendauluan

Stabilita
Adalah waktu yang dihitung pada suhu simpannya (suhu kamar
25°C atau sesuai ketentuan) ketika kadar zat aktif telah terurai
sebanyak 10% (tersisa 90% dari C0) atau sesuai ketentuan masing-
masing monografi zat aktifnya (beberapa zat aktif ada yang
dinyatakan 85%).

Bila dalam sediaan terdapat lebih dari satu zat aktif, maka waktu
kadaluarsa ditetapkan terhadap zat aktif yang paling cepat
waktu kadaluarsanya
Pendauluan

Stabilita
• Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tangan
Waktu pasien

• Bila obat tidak stabil akan terjadi perubahan secara


Urai fisika, kimia dan biologi

• Dapat merugikan dan membahayakan bagi pasien


Safety yang menggunakan
 Ber(-) / (+) potensi/kadar zat aktif atau eksipien  efek

Pendauluan

Stabilita
terapetik tidak tercapai
 Perubahan BA (Bioavaibilitas) obat
 Terbentuknya hasil urai yang toksik  Keamanan
 Sediaan menjadi tidak homogen
 Menurunnya status mikrobiologi sediaan
 Berkurangnya keterimaan pasien terhadap sediaan
Pendauluan

Stabilita
Meniliti perubahan karakteristik obat
karena pengaruh fisika, kimia dan biologi

Memperoleh data stabilitas bahan baku dan sediaan

Menetapkan usia simpan dan waktu kadaluarsa


Pendauluan

Stabilita
Bentuk
sediaan
dan
formulasi

Bahan
Cara kemasan
simpan Kegunaan yang akan
digunakan

Waktu
kadaluarsa
Faktor yg Mempengaruhi Stabo

Stabilita
Fisika • Perubahan fisik

• Reaksi Hidrolisis
Kimia • Reaksi Oksidasi
• Reaksi Fotolisis
(Reaksi penguraian) • Reaksi Isomerisasi
• Reaksi Polimerisasi

Biologi • Cemaran mikroorganisme


Faktor yg Mempengaruhi Stabo

Stabilita
Fotolisis

Oksidasi Isomerisasi

Reaksi
Hidrolisis Penguraian Polimerisasi
Obat
 Penguraian oleh air yang dapat dikatalisis oleh ion H+ (asam)

Faktor yg Mempengaruhi Stabo

Stabilita
atau ion OH- (basa).
 Umumnya terjadi juga pada senyawa mengandung gugus (-
acyl)  pemutusan ikatan atom C dan X oleh H2O.
 Obat yang mengandung gugus fungsi ester, amida, laktam,
imida, akan rentan mengalami hidrolisis

 Solusi:
1) Pengaturan pH stabilitas optimum
2) Penambahan/penggunaan pelarut non air (pelarut campur)
3) Mengendalikan kadar air (konsentrasi air
dikurangi/dihilangkan)
4) Obat dibuat dalam bentuk sediaan solid (padat)
 Obat yang rentan terkena reaksi oksidasi adalah steroid,

Faktor yg Mempengaruhi Stabo

Stabilita
sterol, asam lemak tak jenuh, fenotiazin, dan obat lain yang
mengandung ikatan rangkap terkonjugasi.
 Reaksi okdasi yang terjadi biasanya berupa reaksi rantai
radikal bebas (Inisiasi, Propagasi dan Terminasi).

 Solusi:
1) Mengurangi kadar oksigen
2) Hidari kontak dengan logam
3) Hindari paparan cahaya
4) Penambahan antioksidan
 Zat dapat mengabsorpsi cahaya/energi radiasi pada panjang

Faktor yg Mempengaruhi Stabo

Stabilita
gelombang tertentu.
1) Sinar UV (50 – 400 nm)
2) Sinar Tampak (400 – 750 nm)
3) Infra Merah (750 – 10.000 nm)
 Penguraian akibat paparan cahaya yang dapat terjadi pada
fenotiazin, hidrokortison, prednison, dll.

 Solusi:
1) Wadah tidak tembus cahaya atau opaque
2) Tablet salut
3) Hindari paparan cahaya
4) Penambahan antioksidan
Reaksi Isomerisasi

Faktor yg Mempengaruhi Stabo

Stabilita
 Proses perubahan (konversi) obat/zat aktif menjadi bentuk
isomer optik atau isomer geometriknya  aktivitas terapi
lebih kecil (adrenalin, tetrasiklin, cefalosforin).
 Reaksi isomerasi dapat terjadi karena pengaruh pH/cahaya.
 Solusi:
1) Membuat sediaan pada pH stabilitasnya
2) Wadah tidak tembus cahaya atau opaque

Reaksi Polimerisasi
Proses penggabungan dua atau lebih molekul obat yang identik
membentuk senyawa kompleks.
Kecepatan/Laju Reaksi, merupakan kecepatan reaksi ber(-)nya

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
konsentrasi reaktan atau ber(+)nya konsentrasi produk per satuan
waktu.

Orde/Tingkat Reaksi, merupakan tingkatan dari laju reaksi


penguraian obat yakni: Orde 0, Orde 1, Orde 2.

Hubungannya dengan stabilitas obat


Semakin cepat (k↑)  Penguraian ↑  Obat terurai ↑  Stabilitas ↓
Semakin lambat (k↓)  Penguraian ↓  Obat terurai ↓  Stabilitas ↑
F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
Reaksi
Kesetimbangan
(Reversibel)

Reaksi
Kompleks

Reaksi Paralel Reaksi Seri


(Bersamaan) (Berurutan)
(a) Reaksi Reversibel (bolak-balik/kesetimbangan):

Reaksi Kompleks

Stabilita
(b) Reaksi Paralel (samping/serentak):

(c) Reaksi Seri (berututan/konsekutif):


 Kelembaban; Kandungan air

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
 Eksipien; Sifat fisikokimia
 Suhu
 Cahaya; Fotolisis
 Oksigen; Oksidasi
 pH

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
 Suhu
 Kekuatan ion
 Efek pelarut
 Cahaya
 Oksigen
F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
Katalis
Asam -
Basa

Temperatur
Laju Konstanta
Reaksi Dielektrik

Kekuatan
Ion
 Laju Reaksi berhubungan langsung dengan jumlah tabrakan

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
molekul yang terjadi per satuan waktu.
 Pada saat suhu me ↑, jumlah tabrakan molekul pun akan me ↑
 Laju reaksi akan me↑

 Barrier yang mencegah Reaktan  Produk; disebut dengan


Energi Aktivasi (Ea).
 Jadi, agar Produk dapat terbentuk maka sistem harus
melampaui energi awal Reaktannya.
F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
−𝐸𝐸𝐸𝐸 ⁄𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐸𝐸𝐸𝐸 1
𝑘𝑘 = 𝐴𝐴. 𝑒𝑒 ln 𝑘𝑘 = ln 𝐴𝐴 − � . �
𝑅𝑅 𝑇𝑇

Intersep = a
Slope = b = Ea/R
Ea =b.R
y= a ― b. x
Dimana:
k = Konstanta laju reaksi
A = Intersep (a)
Ea = Energi aktivasi (kal/°mol)
R = Tetapan Reamur (1,987 kal/°mol)
T = Temperatur (°K)
Katalis

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
Suatu zat yang digunakan untuk mempercepat laju reaksi tanpa
mengalami perubahan/terpakai oleh reaksi itu sendiri (inert).

Fungsi Katalis
Katalisator (+) → Me↑ laju reaksi (prohibitor), karena Ea di↓
Katalisator (―) → Me↓ laju reaksi (inhibitor), karena Ea di ↑

Larutan dapar digunakan untuk mempertahankan larutan pada


pH tertentu
Asam lemah + Basa konjugat (garam)
Basa lemah + Asam konjugat (garam)
Katalis Asam-Basa Spesifik

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
Suatu zat terurai dalam larutan dapar tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi komponen asam [HA] dan garam [A-] yang digunakan,
tetapi dipengaruhi oleh konsentrasi ion [H+] dan [OH-].
Contoh: Reaksi hidorlisis ester

𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑘𝑘. [𝑆𝑆𝑆𝑆 +]. [𝑅𝑅] = 𝑘𝑘1 . [𝑆𝑆][𝐻𝐻 +]
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑

Katalis Asam-Basa Umum


Suatu zat terurai dalam larutan dapar dipengaruhi oleh
konsentrasi komponen asam [HA] dan garam [A-] yang digunakan.
[𝑨𝑨−]
𝒑𝒑𝒑𝒑 = 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 + 𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥
[𝑯𝑯𝑯𝑯]
(1) pH > pKa (2) pH < pKa (3) pH = pKa

[𝑨𝑨−] [𝑨𝑨−] [𝑨𝑨−]


𝒑𝒑𝒑𝒑 = 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 + 𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥 𝒑𝒑𝒑𝒑 = 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 + 𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥 𝒑𝒑𝒑𝒑 = 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 + 𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥𝐥
[𝑯𝑯𝑯𝑯] [𝑯𝑯𝑯𝑯] [𝑯𝑯𝑯𝑯]
[𝐴𝐴−] [𝐴𝐴−] [𝐴𝐴−]
5 = 2 + log 2 = 5 + log 5 = 5 + log
[𝐻𝐻𝐻𝐻] [𝐻𝐻𝐻𝐻] [𝐻𝐻𝐻𝐻]
[𝐴𝐴−] [𝐴𝐴−] [𝐴𝐴−]
3 = log −3 = log 0 = log
[𝐻𝐻𝐻𝐻] [𝐻𝐻𝐻𝐻] [𝐻𝐻𝐻𝐻]
[𝐴𝐴−] −3
[𝐴𝐴−] [𝐴𝐴−]
103 = 10 = 1=
[𝐻𝐻𝐻𝐻]
[𝐻𝐻𝐻𝐻] [𝐻𝐻𝐻𝐻]

[𝑨𝑨−] = 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟑𝟑 [𝑯𝑯𝑯𝑯] [𝑨𝑨− ] = 𝟏𝟏𝟏𝟏−𝟑𝟑 [𝑯𝑯𝑯𝑯] [𝑨𝑨−] = [𝑯𝑯𝑯𝑯]


Pada saat kondisi yang terjadi:
(1) pH ↑ → [HA] yang terbentuk akan ↑ (bentuk asam)
(2) pKa ↑ → [A-] yang terbentuk akan ↑ (bentuk garam/t’ionisasi)
(3) pH = pKa → [HA] yang terbentuk akan sama dengan [A-]
Pengaruh pH dan Kelarutan

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
Untuk mengetahui bentuk sediaan suatu zat pada pH tertentu,
dapat digunakan data:
1. Kelarutan zat pada pH tersebut (S)
2. Kelarutan instrinsik zat (So)

Melalui persamaan Henderson Hasselbach:


𝑆𝑆 − 𝑆𝑆𝑆𝑆
𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝑝𝑝𝐾𝐾𝑎𝑎 + 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑘𝑘0 = 𝑘𝑘𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 × 𝐶𝐶𝑠𝑠
𝑆𝑆𝑆𝑆

Apabila, kondisinya:
S > Dosis  Suspensi (Ordo 0) 𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝐶𝐶0 − 𝑘𝑘. 𝑡𝑡
S < Dosis  Larutan (Ordo 1) 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶0 − 𝑘𝑘. 𝑡𝑡
Persamaan yang menggambarkan pengaruh elektrolit (ion)

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
terhadap kecepatan reaksi peguraian digambarkan oleh
persamaan Bronsted-bjerrum.

log 𝑘𝑘 = log 𝑘𝑘0 + 1, 02 . 𝑍𝑍𝐴𝐴 . 𝑍𝑍𝐵𝐵 . �𝜇𝜇

Dimana
k = Konstanta laju reaksi
ZA & ZB = Muatan ion (+) atau (―)
µ = Kekuatan ion

Hubungannya dengan Stabo


ZA .ZB = (―)  k↓  me↑ stabilitas
ZA .ZB = (+)  k↑  me↓ stabilitas
ZA .ZB = (tidak bermuatan)  log k = log k0
Pada reaksi penguraian yang melibatkan ion atau molekul obat

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
yang bermuatan.

𝑁𝑁. 𝑍𝑍𝐴𝐴 . 𝑍𝑍𝐵𝐵 . 𝑒𝑒 2


ln 𝑘𝑘 = ln 𝑘𝑘∞ − � �
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟 ∗ 𝜀𝜀

Dimana
k = Konstanta laju penguraian
k∞ = Konstanta laju penguraian pada Kd tak berhingga
ZA & ZB = Muatan ion (+) atau (―)
N = Bilangan Avogadro (6,022 . 1023 mol-1)
e = Satuan muatan listrik
R = Tetapan Reamur (1,987 kal/°mol)
T = Temperatur (°K)
r* = Jarak ion pada molekul kompleks yang teraktivasi
ε = Konstanta dielektrik larutan
Hubungan antara ln k dengan 1/ε adalah linier
Pengaruhnya terhadap konstanta laju reaksi dan stabilitas obat:

F. P. Laju Reaksi Penguraian Obat

Stabilita
𝑁𝑁. 𝑍𝑍𝐴𝐴 . 𝑍𝑍𝐵𝐵 . 𝑒𝑒 2
ln 𝑘𝑘 = ln 𝑘𝑘∞ − � �
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑟𝑟 ∗ 𝜀𝜀

Hubungannya dengan Stabo


ε (↑)  me↓ k  me↑ stabilitas
ε (↓)  me↑ k  me↓ stabilitas

ZA .ZB = (―)  me↑ k  me↓ stabilitas


ZA .ZB = (+)  me↓ k  me↑ stabilitas
ZA .ZB = (tidak bermuatan)  log k = log k0
Kecepatan/Laju Reaksi, merupakan kecepatan reaksi ber(-)nya

Laju dan Tingkat Reaksi

Stabilita
konsentrasi reaktan atau ber(+)nya konsentrasi produk per satuan
waktu.

Orde/Tingkat Reaksi, merupakan tingkatan dari laju reaksi


penguraian yakni: Orde 0, Orde 1, Orde 2 atau ber(+)nya
konsentrasi produk per satuan waktu.

Hal-hal seperti: Reaksi Penguraian, Laju Reaksi dan Orde


Reaksinya inilah yang disebut kinetika stabilitas obat.

Kerjakan latihan setelah bahasan ini, kemudian simpulkan apa


perbedaan antara Reaksi Penguraian yang mengikuti Orde 0, 1
dan 2 ditinjau dari kecepatan reaksinya serta banyaknya
konsentrasi obat yang terurai. Bedakan satuan k untuk @Orde
Reaksi.
Cara menentukan Orde Reaksi Penguraian suatu obat:

Laju dan Tingkat Reaksi

Stabilita
Metoda Grafik
Menentukan nilai yang menjadi sumbu x dan y
Mencari persamaan regresi liniernya (y = a + bx)

Metoda Substitusi
Memasukkan nilai persamaan regresi linier yang diperoleh ke
dalam rumus orde reaksi
 Reaksi penguraian dikatakan mengikuti Orde 0, bila terjadi pada
kecepatan yang konstan dan tidak tergantung pada konsentrasi
produk urai
 Biasanya terjadi pada sediaan tablet atau “suspensi” (Orde 0 semu)

𝑑𝑑𝐶𝐶𝑡𝑡
− = 𝑘𝑘 𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝐶𝐶0 − 𝑘𝑘. 𝑡𝑡
𝑑𝑑𝑡𝑡

Dimana
dCt/dt = Laju reaksi penguraian (mg/ml/jam)
k = Konstanta laju reaksi (mg/ml/jam)
C0 = Konsentrasi awal (mg/ml)
Ct = Konsentrasi pada waktu t (mg/ml)
t = Waktu terjadinya penguraian (jam)
Reaksi kompleks yang terjadi pada sediaan suspensi:

Reaksi ini secara kinetika seharusnya mengikuti Ordo 1, karena kecepatan


penguraiannya yang terjadi dalam bentuk larutan.

Tetapi, karena kelarutan A (padatan) menjadi B (larutan) merupakan suatu


tetapan yang konstan. Maka, [B] akan selalu konstan  [P] akan selalu
konstan (tidak dipengaruhi oleh [Reaktan] dan [Produk])  Kinetika Ordo
0. Jadi, suspensi tidak termasuk Ordo 1 melainkan Ordo 0 semu (pseudo-
zero order kinetics).

Catatan:
Orde 0 (tidak bergantung pada [P] atau [Urai])
Selama, kec pelarutan > kec penguraian [B] dan [P] akan selalu konstan
Orde 1 (bergantung pada [A] atau [Reaktan])
Kalau, kec penguraian > kec pelarutan [B] dan [P] tidak akan konstan
 Misal reaksi A  B + C
 Bila kecepatan reaksi penguraiannya dipengaruhi oleh konsentrasi
reaktan (konsentrasi A)
 Biasanya terjadi pada sediaan larutan

𝑑𝑑𝐶𝐶𝑡𝑡 𝑘𝑘
𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶0 − 𝑘𝑘. 𝑡𝑡
− = 𝑘𝑘. 𝐶𝐶0 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶0 −
2,303
. 𝑡𝑡
𝑑𝑑𝑡𝑡

Dimana
dc/dt = Laju reaksi penguraian (mg/ml/jam)
k = Konstanta laju reaksi (jam-1)
C0 = Konsentrasi awal (mg/ml)
Ct = Konsentrasi pada waktu t (mg/ml)
t = Waktu terjadinya penguraian (jam)
Misal :
Reaksi A  B + C* atau
Reaksi A + B  C + D**
* Disebut orde 2 bila kecepatan reaksi dipengaruhi oleh A
** Disebut orde 2 bila kecepatan reaksi dipengaruhi oleh A dan B

𝑑𝑑𝐶𝐶𝑡𝑡 1 1 1 1
− = 𝑘𝑘. 𝐶𝐶0 2 −
𝐶𝐶𝑡𝑡 𝐶𝐶0
= 𝑘𝑘. 𝑡𝑡 = + 𝑘𝑘. 𝑡𝑡
𝑑𝑑𝑡𝑡 𝐶𝐶𝑡𝑡 𝐶𝐶0

Dimana
k = Konstanta laju reaksi (ml/mg/jam)
C0 = Konsentrasi awal (mg/ml)
Ct = Konsentrasi pada waktu t (mg/ml)
t = Waktu terjadinya penguraian (jam)
 Orde 0 mg/ml = mg/ml ― k . jam
k = 𝑚𝑚𝑚𝑚�
𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝐶𝐶0 − 𝑘𝑘. 𝑡𝑡 𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗

 Orde 1 ln mg/ml = ln mg/ml ― k . Jam


k = jam-1
𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶𝑡𝑡 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 𝐶𝐶0 − 𝑘𝑘. 𝑡𝑡

 Orde 2 1 1
𝑚𝑚𝑚𝑚 = 𝑚𝑚𝑚𝑚 + 𝑘𝑘. 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗
�𝑚𝑚𝑚𝑚 �𝑚𝑚𝑚𝑚
1 1
= + 𝑘𝑘. 𝑡𝑡 𝑚𝑚𝑙𝑙�
𝑚𝑚𝑔𝑔
𝐶𝐶𝑡𝑡 𝐶𝐶0 k =
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗
Waktu yang diperlukan suatu zat untuk meluruh atau terurai menjadi
setengahnya

t½  Ct = 50% . C0
Rumus waktu paruh:
Orde 0  t½ = Co/2k
Orde 1  t½ = 0,693/k
Orde 2  t½ = 1/c0k

Hitunglah:
5 x t1/2, berapa persen yang sudah terurai?
7 x t1/2, berapa persen yang sudah terurai?
t1/2 Dosis % Dosis %
1 250,0 100,0% 500,0 100,0%
2 125,0 50,0% 250,0 50,0%
3 62,5 25,0% 125,0 25,0%
4 31,3 12,5% 62,5 12,5%
5 15,6 6,3% 31,3 6,3%
6 7,8 3,1% 15,6 3,1%
7 3,9 1,6% 7,8 1,6%
8 2,0 0,8% 3,9 0,8%
9 1,0 0,4% 2,0 0,4%
10 0,5 0,2% 1,0 0,2%
Parameter k (konstanta laju reaksi)

Laju dan Tingkat Reaksi

Stabilita
Carilah konstanta laju reaksi untuk masing-masing Orde Reaksi
jika diketahui nilai konsentrasi awal, konsentrasi pada waktu t,
dan waktunya adalah sama yaitu berturut-turut adalah 150 mg;
134 mg; dan 12 bulan !

Parameter Ct (konsentrasi pada waktu yang ditetapkan)


Carilah Ct untuk masing-masing Orde Reaksi yang diketahui nilai
konsentrasi awal dan waktunya adalah adalah 150 mg; 12 bulan
serta konstanta laju reaksi masing-masing orde reaksi sesuai
dengan yang diperoleh pada soal sebelumnya !

Parameter t (waktu yang dibutuhkan untuk penguraian)


Carilah t untuk masing-masing Orde Reaksi yang diketahui nilai
konsentrasi awal (150 mg), konsentrasi pada waktu t (134 mg),
dan konstanta laju reaksi masing-masing orde reaksi sesuai
dengan yang diperoleh pada soal sebelumnya !
Kesimpulan

Laju dan Tingkat Reaksi

Stabilita
Semakin ↑ Orde/Tingkat Reaksi Penguraian suatu obat:
 Semakin ↑ Laju Reaksi Penguraiannya
 Semakin ↑ Konsentrasi obat yang terurai

Itulah pentingnya untuk menentukan Orde Reaksi terlebih dahulu


dari suatu obat, karena:
Salah menentukan Orde Reaksi  Salah menetapkan waktu
kadaluarsa.
1. Waktu sampling (bergantung laju penguraian obat)

Uji Stabilitas Dipercepat

Stabilita
2. Replikasi penentuan kadar (triplo)
3. Jumlah sampel yang digunakan
4. Wadah penyimpanan (inert dan tertutup rapat)
5. Instrumen penunjang
6. Metoda analisis :
 Ketelitian (accuracy)
 Ketepatan (precission)
 Spesifisitas (spesificity)
 Kepekaan (sensitivity)
 Reproduksibilitas
 Linieritas
 Batas deteksi dan Kuantitaif
1. Uji ini dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan

Uji Stabilitas Dipercepat

Stabilita
(apabila tidak dinyatakan lain umumnya 40°, 50°, dan 60°).
2. Berguna dalam tahap pengembangan formula untuk mencari
Ea.
3. Untuk memperkirakan waktu kadaluarsa.
4. Harus dibandingkan dengan sampel per tinggal (retained
sample) yang disimpan pada kondisi normal/sesuai etiket.
5. Untuk mempersingkat waktu dalam menguji stabilitas obat.
6. Umumnya waktu kadaluarsa obat adalah saat obat tersisa 90%
(apabila tidak dinyatakan lain).
Suatu senyawa obat dilakukan uji stabilitas dipercepat untuk mengetahui
umur simpannya. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh data di bawah ini;
Tentukanlah waktu kadaluarsa obat yakni saat konsentrasinya
mencapai 90% dari konsentrasi awal!

Suhu 75ºC Suhu 90ºC


t (jam) C (mg) t (jam) C (mg)
0 500 0 500
1 485 1 480
6 410 6 400
12 325 12 305
24 150 24 110
Langkah 1
Menentukan Orde Laju Reaksi Penguraian

Sumbu ordinat untuk masing-masing Ordo Reaksi:


Orde 0 → Sumbu x (t=jam); Sumbu y (Ct)
Orde 1 → Sumbu x (t=jam); Sumbu y (ln Ct)
Orde 2 → Sumbu x (t=jam); Sumbu y (1/Ct)
Orde Reaksi ditentukan dari nilai R yang mendekati 1
Suhu 75°
Rekapitulasi persamaan regresi linier untuk @Orde Reaksi:
Orde 0  y = -14,5584x + 499,2020 (r = 0,9999)
Orde 1  y = -0,0497x + 6,2696 (r = 0,9766)
Orde 2  y = 1.10-05x + 0,001 (r = 0,920)
Kesimpulan: Ordo reaksi 0  r yang paling mendekati 1

Suhu 90°
Rekapitulasi persamaan regresi linier untuk @Orde Reaksi:
Orde 0  y = -16,1596x + 497,9726 (r = 0,9999)
Orde 1  y = -0,0623x + 6,2956 (r = 0,9649)
Orde 2  y = 1.10-05x + 0,001 (r = 0,890)
Kesimpulan: Ordo reaksi 0  r yang paling mendekati 1
Perolehan
Suhu 75°
Orde 0  y = -14,5584x + 499,2020 (r = 0,9999)
a = 499,2020
b = k = 14,5584

Suhu 90°
Orde 0  y = -16,1596x + 497,9726 (r = 0,9999)
a = 497,9726
b = k = 16,1596
Langkah 2
Obat dikatakan telah kadaluarsa adalah waktu (t) dimana obat terurai 10% dari
konsentrasi awalnya, atau dengan kata lain telah kadarnya menyusut menjadi
90%.
Menghitung waktu kadaluarsa (t90%) hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan
Ordo Reaksi penguraian obatnya, yakni dari Langkah 1 diperoleh mengikuti Ordo
Reaksi 0.

Rumus Orde 0:
Ct = Co — k.t
Rumus untuk mencari Waktu Kadaluarsa (t90%):
C90% = Co — k25°.t90%
Rumus Orde 0:
Ct = Co — k.t
Rumus untuk mencari Waktu Kadaluarsa (t90%):
C90% = Co — k25°.t90%

Data yang sudah dimiliki adalah:


Co = 500 mg (konsentrasi awal obat pada saat t = 0 jam)
C90% = 90% x Co = 90/100 x 500 mg = 450 mg
k25° = Konstanta laju penguraian pada suhu 25°C (belum ada datanya, jadi perlu
dicari terlebih dahulu)
t90% = Waktu kadaluarsa (ditanyakan)
Mencari k25°

Suhu 75°
Orde 0  y = -14,5584x + 499,2020 (r = 0,9999)
a = 499,2020
b = k75° = 14,5584
Suhu 90°
Orde 0  y = -16,1596x + 497,9726 (r = 0,9999)
a = 497,9726
b = k90° = 16,1596
Mencari k25°
T = 75°  k75° = 14,5584
T = 90°  k90° = 16,1596
Nilai k yang diperoleh masih berbeda suhu, jadi dilakukan kalibrasi nilai k
agar diperoleh nilai k universal.
Kita tidak dapat menggunakan rumus orde reaksi karena tidak ada
parameter suhu (Ct = Co – kt), jadi yang digunakan adalah pers Arrhenius.

Sumbu ordinat
𝐸𝐸𝐸𝐸 1 Sumbu x (1/T); Sumbu y (ln k)  T (Kelvin)
ln 𝑘𝑘 = ln 𝐴𝐴 − � . � Persamaan Regresi Linier
𝑅𝑅 𝑇𝑇
y = 5,203 – 878,7x (r = 1)
a = 5,203
b = k = 878,7

y= a ― b. x
Mencari k25°
Persamaan Regresi Linier
𝐸𝐸𝐸𝐸 1 y = 5,203 – 878,7x (r = 1)
ln 𝑘𝑘 = ln 𝐴𝐴 − � . � a = 5,203
𝑅𝑅 𝑇𝑇
b = k = 878,7

Hitung k25°
ln k25º = 5,203 — {878,7 . (1/25+273)}
ln k25º = 5,203 — (878,7 . 0,00356)
y= a ― b. x ln k25º = 5,203— 2,9489
ln k25º = 2,2541
k25º = anti ln 2,2541
k25º = 9,5267
Mencari t90%
Rekapitulasi data yang diperoleh, adalah:
Co = 500 mg
C90% = 450 mg
k25° = 9,5267
t90% = Waktu kadaluarsa

Penyelesaian
C90% = Co — k25°.t90%
450 = 500 — 9,5267 . t90%
9,5267 . t90% = 500 — 450
9,5267 . t90% = 50
t90% = 50/9,5267
t90% = 5,2484 jam
Stabilitas merupakan faktor essensial dari kualitas, keamanan,

Pedoman Uji Stabilitas

Stabilita
dan efektivitas produk obat dimana tidak terjadi:
 Perubahan fisik (kekerasan, laju disolusi, pemisahan fase, dll)
 Perubahan karakteristik kimia (terjadi dekomposisi senyawa)
 Cemaran mikroba (untuk produk obat steril)
Untuk melihat terjadinya perubahan kualitas obat dari waktu ke

Pedoman Uji Stabilitas

Stabilita
waktu akibat faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan
cahaya untuk akhirnya menentukan usia produk/shelf life dan re-
test period juga memberikan rekomendasi tentang kondisi
penyimpanan produk.
Stabilita
Pedoman Uji Stabilitas
Pedoman Uji Stabilitas

Stabilita
Tipe Kondisi
Produk pada kemasan primer 30oC ±2oC/75% ±5% RH
permeabel uap air
Produk pada kemasan primer 30oC ±2oC/RH tidak ditetapkan
impermeabel uap air
Studi stabilitas dipercepat 40oC ±2oC/75% ±5% RH
Stress studies Tidak penting bila studi stabilitas
dipercepat pada kondisi di atas
tersedia

Berdasarkan pertemuan negara-negara ASEAN, WHO dan


International Federation of Pharmaceutical Manufacturers &
Association di Jakarta, 12-13 Januari 2004,diketahui bahwa
pembagian kondisi iklim menurut WHO dan ICH guidelines tidak
sesuai dengan kondisi mayoritas negara-negara ASEAN
Amandemen WHO stability guidelines membagi zone IV menjadi 2

Pedoman Uji Stabilitas

Stabilita
bagian:
 Zone IVa : Suhu 30oC dan 65% RH
 Zone Ivb : Suhu 30oC dan 75% RH
Pemilihan dan jumlah batch uji stabilitas (ASEAN guidelines)

Pedoman Uji Stabilitas

Stabilita
 Pengujian pada NCE (New Chemical Entity) dilakukan minimal
pada 3 batch pertama.
 Untuk produk Generik dan variasinya :
Sediaan konvensional (larutan, tablet biasa) dan obat
dikenal stabil: minimal 2 pilot
Sediaan critical (prolonged release) dan obat dikenal tidak
stabil: minimal 3 batch, 2 batch pertama dapat dalam skala
pilot
Frekuensi (ASEAN
pengujian
guidelines)
uji stabilitas
Kondisi Produk Frekuensi Pengujian
Penyimpanan

Real time NCE, Generik dan Bulan ke 0, 3, 6, 9,


variasinya 18, 24 dan tiap tahun
sampai waktu
kadaluarsa

Accelerated* NCE, Generik dan Bulan ke 0, 3 dan 6


macamnya

Alternatif uji Generik dan Bulan ke 0, 1 dan 3


Accelerated macamnya

* Bila terjadi perubahan signifikan saat pengujian maka perlu dilakukan uji
tambahan
Baik dengan menambah sampel pada pengujian terakhir atau dengan
melakukan uji Ke-4
Kondisi penyimpanan sampel uji
(ASEAN GUIDELINES)
Tipe Kemasan/Pengujian Kondisi Penyimpanan
Produk dengan kemasan 300 C± 20 C dan 75% RH ± 5% RH
primer permeabel
terhadap uap air
Produk dengan kemasan 300 C± 20 C dan RH tidak spesifik
primer impermeabel
terhadap uap air
Accelerated 400 C± 20 C dan 75% RH ± 5% RH
Kondisi penyimpanan sampel uji (ASEAN
GUIDeLINES)
Produk Dengan Penyimpanan dalam Lemari Es

Pengujian Kondisi Periode Jumlah


Penyimpanan minimum Batch
Pengujian

Real Time 50 C± 30 C dan 12 bulan Minimum 3 batch

Accelerated 250 C± 20 C dan 6 bulan Minimum 3 batch


60% RH ± 5% RH
Kondisi penyimpanan sampel uji (ASEAN
GUIDeLINES)
Produk Obat yang Disimpan dalam Freezer

Pengujian Kondisi Periode minimum


Penyimpanan Pengujian

Real time -200 C± 20 C 12 bulan

Produk Obat Dengan Kondisi Penyimpanan di Bawah -200 C


Pengujian harus ditinjau kasus per kasus
Sinko, J.P. (2011). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika,
Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sinko, J.P., and Singh, Y. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences: Physical Chemical and
Biopharmaceutical Principles in the Pharmaceutical Sciences,
6th-Edition, Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins,
China.
“Sampaikanlah ilmu walaupun hanya satu ayat"
(Baginda Besar Muhammad Rasulullah saw)
Pendahuluan
1. Difusi Keadaan Tunak
2. Difusi Melalui Membran (Difusi Sel)
3. Difusi Biologis
Pengetahuan Dasar

Pendahuluan
Difusi

Absorpsi
Ultrafiltrasi dan
dan Dialisis Eliminasi
Difusi dan Obat
Pelepasan
Obat

Pelepasan
Osmosis
Obat
Adalah proses transfer massa molekul tunggal suatu senyawa

Difusi

Pendahuluan
yang terjadi karena gerakan molekul acak dan dikaitkan dengan
adanya gaya dorong seperti gradiensi konsentrasi melalui suatu
batas (membran biologis  permeasi).

Difusi obat melalui membran biologis dibutuhkan agar obat


dapat, a.l.:
 Di-Absorpsi ke dalam tubuh
 Di-Distribusikan melalui darah untuk mencapai tempat
kerjanya
 Di-Metabolisme di hati
 Di-Eliminasi keluar dari tubuh melalui ginjal
Pendahuluan
Difusi
Pada prinsipnya mekanisme transfer massa secara garis besar

Transfer Massa

Pendahuluan
hanya dibagi menjadi:
1. Transeluler (transmembran) → Menembus medium (kelarutan
dalam bahan penyusun medium)
2. Paraseluler (paramembran) → Melalui antar pori/celah
(ukuran dan bentuk molekul yang berdifusi dengan diameter
dan bentuk pori/celah medium)

Transfer massa dalam ilmu farmasetika, meliputi:


 Pelepasan dan disolusi obat (tablet, serbuk, granul)
 Liofilisasi, ultrafiltrasi dan proses mekanik lainnya
 Pelepasan obat dari basis salep dan supositoria
 Lewatnya uap air, gas, obat dan eksipien pada bentuk sediaan
melalui: salut, kemasan, lapisan tipis, dinding wadah plastik,
segel dan tutup
 Permeasi dan distribusi molekul obat dalam jaringan hidup
Zat terlarut/pelarut, memiliki beberapa cara untuk dapat

Transfer Membran

Pendahuluan
melewati membran fisik atau membran biologis meliputi:
(a) Difusi molekuler atau permeasi melalui medium tidak
berpori
→ Bergantung pada kemampuan melarutnya molekul yang akan
berpenetrasi (kelarutan)
dalam bahan penyusun
membran.
Zat terlarut/pelarut, memiliki beberapa cara untuk dapat

Transfer Membran

Pendahuluan
melewati membran fisik atau membran biologis meliputi:
(b) Difusi molekuler atau permeasi melalui medium berpori
Pergerakan molekul melalui pori yang berisi pelarut sebagai
media pembawanya, proses ini → bergantung pada ukuran relatif
molekul yang akan berpenetrasi dan ukuran diameter pori-pori
yang akan dilewati.

Proses ini serupa dengan


“Filtrasi Sederhana”.
Transfer obat melalui

Transfer Membran

Pendahuluan
kulit:
Lewatnya molekul steroid
yang disubstitusi dengan
gugus hidrofilik melalui
kulit manusia terutama
melibatkan transpor melalui;
 Folikel rambut
 Saluran sebum
 Pori-pori keringat
Zat terlarut/pelarut, memiliki beberapa cara untuk dapat

Transfer Membran

Pendahuluan
melewati membran fisik atau membran biologis meliputi:
(c) Difusi molekuler/permeasi melalui dan/atau diantara rantai
membran berserabut (anyaman; pori/celah asimetris)
→ Melalui pori-pori/celah (filtrasi) membran; bergantung pada
ukuran dan bentuk molekul yang berdifusi
→ Menembus membran; (untuk molekul yang ukurannya besar
dan bentuknya yang
tidak cocok dengan
pori/celah);
bergantung pada
kelarutan molekul
pada matriks mem-
bran yang akan di
penetrasi
Difusi melalui membran biologis merupakan suatu faktor penting

Absorpsi dan Eliminasi Obat

Pendahuluan
bagi obat untuk memasuki tubuh (Absoprsi) ataupun keluar dari
tubuh (Eliminasi).

Proses difusi lintas membran yang dialami oleh proses Absoprsi


Obat secara prinsip mekanisme kerjanya adalah sama dengan
proses obat keluar dari tubuh/Eliminasi.

Prinsip u/ memahami Konsep Absorpsi Obat Lintas Membran:


1. Fraksi/Bentuk terionisasi (Garam; dari asam+basa) →
Polaritas↑ → Hidrofilik → Kelarutan dalam cairan biologis
(air)↑ → Disolusi dalam air↑
2. Fraksi/Bentuk tidak terionisasi (Larut secara molekular;
bentuk asam/basa) → Polaritas↓ → Lipofilik → Kelarutan
dalam bahan penyusun membran biologis (lipid)↑ → Absoprsi
lintas membran↑
Secara gasir besar mekanisme Absoprsi Obat Lintas Membran

Absorpsi Obat

Pendahuluan
(AOLM), meliputi:
1. Filtrasi (Transpor Konvektif); Ukuran molekul Vs Diameter
pori/celah membran
2. Difusi Pasif (pH partisi hipotesis); Koefisien partisi obat
dalam lemak Vs air melalui sifat keasamannya
3. Transpor Aktif (terfasilitasi oleh “transporter”); Tidak
terpengaruh oleh gradien konsentrasi, perpindahannya
difasilitasi transporter dan memerlukan energi.
4. Difusi Sederhana (terfasilitasi oleh “transporter”); Gradien
konsentrasi, perpindahannya difasilitasi transporter dan tidak
memerlukan energi.
5. Pinositosis; Pembentukan vesikula (bintil) - “fagositosis”
6. Transpor oleh pasangan ion; Pembentukan kompleks netral
oleh senyawa endogen.
Absorpsi Obat

Pendahuluan
1. Filtrasi (Transpor Konvektif)

2. Difusi Pasif (pH partisi


hipotesis)
Absorpsi Obat

Pendahuluan
3. Transpor Aktif (terfasilitasi
oleh “Transporter”)

4. Difusi Sederhana
(terfasilitasi oleh “Transporter”)
Absorpsi Obat

Pendahuluan
5. Pinositosis

6. Transpor oleh pasangan ion


Adalah proses lepasnya obat (zat aktif) dari matriks pembawa

Pelepasan Obat

Pendahuluan
atau eksipiennya pada tempat/rute pemberiannya, tahapannya
meliputi:
 Difusi (transfer massa); sed. Transdermal/semisolid/supo
 Desintegrasi (penghancuran matriks pembawa obat); tablet
 Deagregasi (penghancuran agregat); granul
 Disolusi (kelarutan dalam media pembawa); hampir seluruh
bentuk sediaan

Catatan:
Saat berbeicara “disolusi”, berarti dapat saja kelarutan zat aktif
dalam media pembawa (umumnya berupa: air atau lipid; baik
yang dimodifikasi/dikondisikan seperti media disolusi tablet yang
menggunakan pelarut air mengandung enzym atau flora/m.o
normal yang ada di lambung).
Pendahuluan
Pelepasan Obat
Awalnya, didefinisikan sebagai berpindahnya zat terlarut maupun

Osmosis

Pendahuluan
pelarut melewati membran.

Sekarang, didefinisikan secara umum sebagai suatu aksi ketika


hanya pelarut yang dipindahkan (gradiensi volume pelarut).
Yakni pelarut melewati suatu membran semipermeabel untuk
mengencerkan larutan yang mengandung zat terlarut dan pelarut
pada kompartemen sebelahnya.

Sedangkan, peristiwa pindahnya zat terlarut bersama-sama


dengan pelarut dikenal sebagai difusi atau dialisis.
Pendahuluan
Osmosis
Pendahuluan
Osmosis
Pendahuluan
Osmosis
Ultrafiltrasi, digunakan untuk memisahkan partikel koloid dan

Ultrafiltrasi dan Dialisis

Pendahuluan
makromolekul dengan menggunakan membran berpori dengan
ukuran mikrometer.

Proses ini memerlukan tekanan untuk mendorong pelarut


melewati membran yakni dengan menggunakan pompa hidraulik,
sedangkan membran bermikropori akan mencegah lewatnya
molekul zat terlarut yang berukuran besar.

Proses ini biasa juga dikenal dengan istilah “Reverse Osmosis”


atau osmosis terbalik, dimana terjadi proses perpindah pelarut
dari yang konsentrasi rendah ke tinggi. Walaupun yang
terpindahkan tidak hanya pelarutnya saja melainkan zat
terlarutnya juga (dialisis) yang berukuran lebih kecil atau sama
dengan pori membran.
Pendahuluan
Ultrafiltrasi dan Dialisis
Dialisis, adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan

Ultrafiltrasi dan Dialisis

Pendahuluan
kecepatan/laju solute dan solvent dalam melewati membran
mikropori.

Hemodialisis, membersihkan darah dari produk buangan


metabolik (molekul kecil) serta mengawetkan komponen darah
yang berbobot molekul besar.

Pemisahan berlangsung spontan dan tidak melibatkan penggunaan


tekanan/pompa hidraulik atau osmosis terbalik.
Pendahuluan
Ultrafiltrasi dan Dialisis
Pendahuluan
Ultrafiltrasi dan Dialsis
Pergerakan massa (trans- por

Dasar Termodinamik

Difusi Kead Tunak


massa). Pada prinsipnya atom
atau molekul itu dinamis dan
selalu bergerak secara acak
(Brownian) dikarenakan untuk
mencari posisinya yang paling
stabil sesuai dengan:
 Potensial kimia
 Potensial fisika
 Energi yang dimilikinya
 Perlakuan yang diberikan
Seperti faktor T, P, Energi
ikatan/kinetik, konsentrasi,
ukuran/bentuk molekul dll.

Keadaan Tunak (Kesetim-


bangan), adalah saat tidak
terjadi lagi pergerakan/
perpindahan zat terlarut atau
pelarut.
Hukum Difusi Fick (Hk. Fick I)

Hukum Fick I

Difusi Kead Tunak


Sejumlah M bahan, mengalir melalui suatu satuan luas penam-
pang melintang (S), dalam suatu waktu (t) disebut dengan
“Fluks/aliran” (J):

𝒅𝒅𝒅𝒅
𝑱𝑱 =
𝑺𝑺 . 𝒅𝒅𝒅𝒅

Dimana:
J = Fluks atau aliran (g/cm2.det atau mol/cm2.det)
M = Massa bahan yang mengalir/berpindah (gram atau mol)
S = Luas permukaan (cm2)
t = Waktu yang dibutuhkan bahan untuk berpindah (detik)
Hukum Difusi Fick (Hk. Fick I)

Hukum Fick I

Difusi Kead Tunak


“Fluks/aliran” (J) juga berbanding lurus dengan perbedaan
konsentrasi (dC/dx):
𝒅𝒅𝑪𝑪 𝑪𝑪𝒆𝒆𝒙𝒙 − 𝑪𝑪𝒊𝒊𝒊𝒊
𝑱𝑱 = −𝑫𝑫 Analogi >> 𝑱𝑱 = −𝑫𝑫
𝒅𝒅𝒙𝒙 𝒙𝒙𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝒙𝒙𝒆𝒆𝒆𝒆

Dimana:
J = Fluks atau aliran (g/cm2.det)
D = Koefisien difusi (cm2/det)
C = Konsentrasi (g/cm3 atau g/mL)
x = Jarak perpindahan yang tegak lurus dengan penampang (cm)

Tanda negatif (−) menandakan arah berlawanan dengan ke↑ konsentrasi


(dimana arah x adalah positif). Jadi, difusi terjadi pada arah pe↓
konsentrasi sehingga fluks/aliran (J) selalu bernilai positif.
Difusi akan berhenti saat tidak ada lagi gradiensi/perbedaan

Leadaan Tunak

Difusi Kead Tunak


konsentrasi (dC/dx = 0) sehingga J = 0.
Atau
Saat nilai fluks/aliran Jex = Jin; yaitu (dC/dx)ex = (dC/dx)in.

Sink Condition >>


Kondisi Sink (pengkondisian suatu sistem yang dijaga agar tetap

Kondisi Sink

Difusi Kead Tunak


terjadi proses difusi atau tidak terjadi kondisi tunak; dC/dx).
Yaitu suatu keadaan dimana difusi berdasarkan gradiensi
konsentrasi tetap dijaga agar terus berjalan, dengan kata lain
fluks/aliran tidak diperbolehkan (J = 0) atau (Jex = Jin).

Pengkondisian ini dilakukan dengan cara:


Mengeluarkan dan mengganti pelarut pada kompartemen internal
(reseptor) dengan pelarut baru secara konstan agar
konsentrasinya tetap rendah, sehingga konsentrasi pada
kompartemen external (donor) selalu lebih tinggi dan terus
berpindah ke kompartemen internal (reseptor).

Catatan:
Ilustrasi gambar ada pada slide sebelumnya
Kondisi Kuasistasioner (Kondisian suatu sistem yang seakan-akan

Kondisi Kuasistasioner

Difusi Kead Tunak


serupa dengan kondisi kondisi tunak; dC/dt).
Yaitu suatu keadaan dimana konsentrasi yang tidak selalu
konstan, melainkan dapat terjadi sedikit variasi terhadap waktu
sehingga (dC/dt tidak benar-benar 0).

Sehingga dengan kesalahan kecil, kondisi ini dapat dianggap


sebagai kondisi tunak.

Catatan:
Ilustrasi gambar ada pada slide sebelumnya
Hukum Fick II

Hukum Fick II

Difusi Membran
Persamaan yang dikembangkan dari Hk. Fick I, dimana nilai jarak
(x = cm) diganti dengan tebal membran (h = cm):

𝑫𝑫 𝒉𝒉 𝑪𝑪𝒆𝒆𝒙𝒙 − 𝑪𝑪𝒊𝒊𝒊𝒊
𝑱𝑱 = (𝑪𝑪𝒆𝒆𝒙𝒙 − 𝑪𝑪𝒊𝒊𝒊𝒊 ) → 𝑹𝑹 = → 𝑱𝑱 =
𝒉𝒉 𝑫𝑫 𝑹𝑹

Dimana:
J = Fluks atau aliran (g/cm2.det)
D = Koefisien difusi (cm2/det)
Cex = Konsentrasi kompartemen external/donor (g/cm3 atau g/mL)
Cin = Konsentrasi kompartemen internal/reseptor (g/cm3 atau g/mL)
h = Tebal membran (cm)
R = Resistensi difusi (det/cm)
Kondisi Sebelum atau Non-Tunak

Difusi Tunak Membran Lapis Tipis

Difusi Membran
>> Sink Condition (Cr = 0)

Kondisi Tunak >>


Saat profil C pada selaput linier
(tetap sama) dan J konstan.
Umumnya nilai C1 dan C2 dalam membran tidak diketahui, tetapi

Permeabilitas

Difusi Membran
digantikan oleh koefisien partisi (K) pada Cex dan Cin.

𝒅𝒅𝒅𝒅 𝑪𝑪𝒆𝒆𝒙𝒙 − 𝑪𝑪𝒊𝒊𝒊𝒊 𝑪𝑪𝒆𝒆𝒆𝒆 𝑪𝑪𝒊𝒊𝒊𝒊 𝒅𝒅𝒅𝒅 𝑪𝑪𝒅𝒅 − 𝑪𝑪𝒓𝒓


𝑱𝑱 = = 𝑫𝑫 � � ; 𝑲𝑲 = = ; = 𝑫𝑫𝑺𝑺𝑺𝑺 � �
𝑺𝑺 . 𝒅𝒅𝒅𝒅 𝒉𝒉 𝑪𝑪 𝒅𝒅 𝑪𝑪 𝒓𝒓 𝒅𝒅𝒅𝒅 𝒉𝒉

Saat “Sink condition” dipertahankan (Cr = 0):


𝒅𝒅𝒅𝒅 𝑪𝑪𝒅𝒅 𝑫𝑫𝑲𝑲
= 𝑫𝑫𝑺𝑺𝑺𝑺 � � = 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑪𝑪𝒅𝒅 ; dimana (P = cm/det) 𝑷𝑷 =
𝒅𝒅𝒅𝒅 𝒉𝒉 𝒉𝒉

(asumsi Cd = kosntan) → 𝑴𝑴 = 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑪𝑪𝒅𝒅 . 𝒕𝒕

Saat Cd berubah seiring waktu:


𝑷𝑷𝑷𝑷
𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍 𝑪𝑪𝒅𝒅 = 𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍 𝑪𝑪𝒅𝒅 (𝟎𝟎) − � � . 𝒕𝒕
𝟐𝟐, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 . 𝑽𝑽𝒅𝒅
Obat melintas melalui membran hidup mengikuti 2 (dua) kelas

Absropsi pada GI

Difusi Biologis
utama:
1. Transpor pasif (Difusi sederhana; gradiensi konsentrasi)
2. Transpor aktif (Difusi terfasilitasi dan memerlukan energi)
 Absorpsi pada GIT juga terjadi melalui mekanisme difusi pasif

Absropsi Obatpada GI

Difusi Biologis
(melintasi sel-sel dinding saluran cerna  liofilik)
 Obat-obatan biasanya berupa asam atau basa lemah yang
proses absorpsinya sangat dipengaruhi oleh keadaan ionisasi
 Bentuk tidak terionisasi merupakan bentuk yang mudah
melewati penghalang biologik (liofilik)
Contoh:
Asam lemah (HA) bisa menjadi 2 bentuk yaitu bentuk tidak terionisasi
(HA, dalam suasana asam) dan bentuk terionisasi (A- dalam suasana
basa)
Molekul asam lemah 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏

[𝑨𝑨 ] % 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 =
𝒑𝒑𝒑𝒑 = 𝒑𝒑𝒑𝒑 + 𝟏𝟏 + 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 (𝒑𝒑𝒑𝒑𝒂𝒂 − 𝒑𝒑𝒑𝒑)
𝒂𝒂
[𝑯𝑯𝑨𝑨]
Molekul basa lemah 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏
% 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 =
𝟏𝟏 + 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 (𝒑𝒑𝒑𝒑 − 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒂𝒂 )
Penetrasi perkutan, yaitu:

Absropsi Obat perkutan

Difusi Biologis
(a) Disolusi obat dalam pembawanya
(b) Difusi obat yang tersolubilisasi (zat terlarut) dari pembawa
menuju permukaan kulit
(c) Penetrasi obat melalui lapisan-lapisan kulit

Scheuplein, menemukan bahwa Konstanta Permeabilitas rata-


rata (Pskin) untuk air ke dalam kulit yaitu 1,0 x 10-3 cm/jam.
Konstanta Difusi rata-rata (Dskin) adalah 2,8 x 10-10 cm2/det.
Difusi Biologis
Absropsi Obat perkutan
Sinko, J.P. (2011). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika,
Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sinko, J.P., and Singh, Y. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences: Physical Chemical and
Biopharmaceutical Principles in the Pharmaceutical Sciences,
6th-Edition, Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins,
China.
“Sampaikanlah ilmu walaupun hanya satu ayat"
(Baginda Besar Muhammad Rasulullah saw)
SURFAKTAN
 Surfaktan memiliki sifat amfifil atau dapat bersifat
hidrofil (suka air) ataupun lipofil (suka minyak)
 Dengan kata lain surfaktan memiliki gugus polar dan
non polar
 Sifat surfaktan tersebut membuat surfaktan akan
berada/diadsorpsi pada permukaan atau antar muka
suatu cairan
Contoh Surfaktan
 Natrium Lauril Sulfat
 Tween (Polioksietilena sorbitan)
 Span (Sorbitan)
SURFAKTAN
 Surfaktan akan selalu berapa pada antarmuka suatu
cairan bila jumlah gugus hidrofil dan lipofilnya
seimbang
 Bila suatu surfaktan memiliki gugus hidrofil>lipofil,
maka surfaktan akan lebih berada pada fase air dan
sedikit berada pada antarmuka
 Sebaliknya bila suatu surfaktan memiliki gugus
hidrofil<lipofil, maka surfaktan akan lebih berada
pada fase minyak dan sedikit berada pada
antarmuka
HLB
 HLB / Hydrophilic Lypophilic Balance adalah
ukuran keseimbangan hidrofilik-lipofilik dari
suatu zat aktif permukaan
 Griffin adalah orang pertama yang
merancang suatu skala sembarang dari
berbagai angka sebagai suatu angka HLB
 Semakin tinggi suatu HLB maka semakin
hidrofilik zat tersebut
Skala HLB
Perhitungan HLB
 Untuk surfaktan berupa esteralkohol polihidrat
Contoh: gliserilmonostearat

HLB= 20 1-S/A( )
Ket: S= bilangan penyabunan, A=bilangan asam dari
asam lemak
Perhitungan HLB
 Devies menghitung nilai HLB surfaktan
dengan memecah surfaktan menjadi gugus-
gugusnya
 Setiap gugus mempunyai angka tertentu

HLB = jumlah angka-angka gugus hidrofilik


– jumlah angka-angka gugus lipofilik + 7
Kegunaan Surfaktan
 Menurunkan tegangan permukaan
suatu cairan
 Surfaktan berada pada permukaan sehingga
menghubungan antara cairan dan udara dan dapat
meningkatkan gaya adesi dari cairan dan udara
 Surfaktan menurunkan tegangan permukaan
sampai batas tertentu saja yaitu sampai seluruh
permukaan jenuh oleh surfaktan
Kegunaan Surfaktan
 Sebagai Zat Pembasah
 Surfaktan dapat bertindak sebagai zat pembasah
karen adapat menurunkan sudut kontak antara
permukaan padat dan cairan pembasah
 Semakin kecil sudut kontak artinya zat tersebut
semakin mudah dibasahi
Kegunaan Surfaktan
 Sebagai Emulgator  zat yang dapat
menstabilkan suatu emulsi (campuran air dan
minyak)
 Sifat surfaktan yang amfifilik membuat surfaktan
dapat menjadi perantara pencairan air dan
minyak karena surfaktar berada pada antarmuka
air dan minyak
Kegunaan Surfaktan
 Meningkatkan kelarutan suatu zat
 Surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan sampai pada titik tertentu
yang disebut dengan KMK (konsentrasi misel kritik)
 Setelah permukaan suatu campuran jenuh oleh surfaktan maka surfaktan
yang berlebih akan masuk ke dalam cairan dan membentuk misel
 Misel adalah suatu agregat yang mengandung lebih dari 50 monomer
surfaktan
 Bagian nonpolar dari surfaktan mengarah kedalam dengan dilindungi oleh
bagian polar  misel bentuk bulat
 Pada konsentrasi setelah KMK surfaktan dapat meningkatkan kelarutan zat
yang tidak larut air karena zat tersebut dapat tersembunyi di dalam misel
Misel
Kegunaan Surfaktan
 Detergen
 Surfaktan dapat berperan sebagai detergen yang
berfungsi untuk menghilangkan kotoran
 Proses pembersihan oleh detergen diawali oleh
proses pembasahan kemudian pengemulsian
atau pelarutan partikel kotoran
Sifat-Sifat Listrik Antarmuka
 Pada suatu antar muka
pada tan akan muncul
lapisan listrik ganda
 Potensial nernst
perbedaan potensial antara
permukaan sesungguhnya
dengan daerah netral listrik
 Potensial zeta (ζ) adalah
perbedaan potensial antara
lapisan yang terikat kuat
dengan daerah netral listrik
Sifat-Sifat Listrik Antarmuka
 Harga potensial zeta penting untuk dipelajari
pada dunia farmasi terutama berkaitan
dengan pembuatan sediaan dispersi kasar
(suspensi)
 Bila harga potensial zeta terlalu kecil maka
gaya tolak menolak antara partikel
tersuspensi menjadi lemah dan kemungkinan
terjadi penggabungan partikel (flokulasi)
2
3
4
5
6
Liquids

7
Pharmaceutical emulsion must contain, (at least two liquids that
couldnt mixed).
Active ingredients (soild and/or liquids) , Emulsifying agent and may
contain a range of excipients :
 Continous phase, usually water or oil
 Emulsifying agent, e.g. CMC Na, cetyl alcohol
 Preservative, e.g. Sorbic acid, boric acid, sodium benzoate,
metil and propil paraben.
 Antioxidants, e.g. Water based (sorbic acid, sodium
formaldehyde sulphoxylate), and Oil based (butylated
hydroxyanisole, butylated hydroxytoluene).
 Corrigentia agents, e.g. Saporis, odoris and coloris.

8
9
10
11
Hidrofilik

Lipofilik

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Formula:
Diminta untuk dibuat “Emulsi minyak zaitun” sebanyak 60mL, yang mengandung:
Bahan-bahan Formula I Formula II
Minyak Zaitun 30g 30g
Emulgator total 3% 5%
Polioksietilena sorbitan monostearat
Sorbitan monostearat

Pertanyaan:
Berapa berat Polioksietilena sorbitan monostearat dan Sorbitan monostearat yang
dibutuhkan, untuk Formula I dan Formula II?
Diketahui:
Bila diketahui nilai HLB masing-masing berurutan adalah 14,9 dan 4,7; sedangkan
untuk membuat emulsi minyak zaitun ini stabil nilai HLB butuhnya adalah 9.

37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
 Tahap Disrupsi : Pemecahan fase minyak menjadi globul-globul kecil
sehingga fasa terdispersi lebih mudah terdispersi dalam fasa pendispersi
 Tahap stabilisasi : Stabilisasi globul-globul yang terdispersi dalam medium
pendispersi dengan menggunakan emulgator dan bahan pengental

49
50
51
Wassalamu’alaikum...
52
SUSPENSI
Sani Ega, S.Si., Apt.
SUSPENSI
 Suspensi adalah suatu dispersi kasar dimana partikel
zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu
medium cair
 Ukuran partikel >10µm
 Partikel suspensi dapat dilihat pada mikroskop biasa
 Dapat dipisahkan dengan penyaringan
 Dalam bidang farmasi sediaan suspensi dibuat untuk
membuat sediaan cair menggunakan zat aktif
tertentu yang tidak larut air
Persyaratan Suspensi
 Partikel tidak menggumpal dan tetap terdistribusi merata di
seluruh sistem dispersi
 Zat yang tersuspensi tidak boleh cepat mengendap
 Bila partikel-partikel mengendap tidak boleh membentuk
gumpalan padat (harus terdispersi kembali bila dikocok)
 Tidak boleh terlalu kental sehingga mudah dituang dari botol
atau melewati jarus injeksi
 Untuk sediaan obat luar harus cukup cair sehingga dengan
mudah tersebar di permukaan tetapi tidak boleh terlalu mudah
bergerak sehingga gampang hilang dari permukan
Sifat Antar Muka Partikel
Tersuspensi
 Suspensi adalah suatu sistem yang secara antar muka tidak
stabil
 Hal ini dikarenakan besarnya luas permukaan partikel (akibat
ukuran partikel kecil) menyebabkan meningkatnya energi
bebas permukaan (w)  kondisi tidak stabil
 Untuk menjadi lebih stabil partikel akan memilih untuk
berkelompok sehingga memperkecil luas permukaan dan
memeperkecil pula energi bebas permukaan
 SOLUSI  dapat ditambahkan surfaktan untuk memperkecil
tegangan permukaan dan menurunkan energi bebas

W= ΔF= γSL . ΔA
Flokulasi dan Deflokulasi
 Ketidakstabilan suatu suspensi menyebabkan
suspensi dapat mengalami pengendapan dan
penggumpalan partikel
 Tipe pengendapan yang dapat terjadi adalah flokulasi
dan deflokulasi
Deflokulasi
 Jika energi tolak-menolak antara partikel tersuspensi tinggi
(akibat potensial zeta terlalu tinggi atau terlalu kecil) maka
partikel tidak akan menggumpal (berkelompok)
 Bila partikel mengendap secara sempurna maka partikel-partikel
tersebut membantuk susunan yang tertutup dengan partikel
kecil mengisi ruang-ruang dari partikel besar
 Partikel-partikel di bawah semakin tertekan oleh partikel diatas
sehingga lama-lama menjadi masa yang kompak (caking) dan
tidak dapat dikembalikan dengan pengocokan.
Flokulasi
 Flokulasi terjadi apabila gaya tolak menolak antar
partikel relatif kecil sehingga partikel cenderung
untuk mendekat dan menggumpal dengan jarak yang
cukup untuk membuat flokulat yang renggang
 Partikel yang terflokulasi akan mengendap dengan
cepat tetapi, karena ikatan antar partikel lemah
menjadi mudah untuk didispersikan kembali
Pengendapan dalam Suspensi
Pengendapan pada partikel suspensi mengacu pada hukum stokes

V = 2r2(ρ-ρ0)g

 V= Kecepatan sedimentasi
 r= Jari-jari partikel
 ρ= Berat jenis partikel
 ρ0= Berat jenis medium
 ή=viskositas (kekentalan)
Parameter Pengendapan
 Volume pengendapan/Derajat flokulasi
(F)

F = Vu/Vo
F= derajat flokulasi
Vu=Volume akhir endapan
Vu=volume awal suspensi
Parameter Pengendapan
 Derajat Deflokulasi (β)

β = Vu/V~

β= Derajat deflokulasi
Vu=Volume akhir endapan terflokulasi
V~=Volume akhir endapan terdeflokulasi
Formulasi Suspensi
Membasahkan partikel
 Serbuk-serbuk yang akan dibuat suspensi terkadang
sulit untuk terbasahi akibat adanya absorbsi udara
pada permukaan partikel atau lemak  ditambahkan
zat untuk membasahkan
 Humektan (zat pembasah)  membuat air bisa berpenetrasi
ke permukaan partikel dengan mengusir udara di
permukaan partikel (alkohol,gliserin, propilenglikol)
 Surfaktan menurunkan sudut kontak (tween dan span)
Formulasi Suspensi
Flokulasi Terkontrol
 Setelah membuat endapan terbasahi tahapan selanjutnya adalah menghasilkan
suspensi dengan flokulasi terkontrol sehingga mencegah terbentuknya caking
 Metodenya
 Penambahan elektrolit
Elektrolit terbukti dapat menurunkan harga potesial zeta sehingga
mengurangi gaya tolak dan barier elektrik antar partikel sehingga ikatan
partikel menjadi longgar
Contoh :
-partikel bismuth subnitrat (sangat +) ditambahkan anion sulfat (-) akan
mencegah deflokulasi
-Sufamerazin (sangat -) ditambahkan AlCl3 sehingga kation Al diabsorbsi
Formulasi Suspensi
 Flokulasi Terkontrol
 Penambahan polimer
 Polimer adalah suatu senyawa berantai panjang dengan bobot
molekul yang tinggi dan mengandung gugus aktif disepanjang
rantainya
 Partikel diabsorpsi oleh palimeer dengan sisa rantai menjadi
jembatan pembatas antar partikel dan terjadi flokulasi
 Penambahan surfaktan
 Surfaktan dapat menyebabkan flokulasi
Formulasi Suspensi
Flokulasi dengan Pembawa Terstruktur
 Pada cara flokulasi terkontrol hanya membuat
sediaan megalami flokulasi tetapi tetap terjadi
sedimentasi
 Sehingga perlu ditambahkan suspending
agent untuk mencegah pengendapan flokulat
Contoh: CMC Na, Carbopol, Veegum,
Tragakan, Bentonit
FARMASI FISIKA
Materi VII

G.C. Eka Darma, S.Farm., Apt.


Abstraksi Materi Kuliah
Viskositas & Rheologi
 Fenomena viskositas dan rheologi dalam
kehidupan sehari-hari, definisi dan tipe
aliran.
 Tipe aliran sistem Newton, pengertian
serta perhitungan dari: shear-stress
(tegangan geser), dan shear-rate
(kecepatan geser).
 Tipe aliran sistem Non-Newton meliputi:
Tidak dipengaruhi waktu (plastis, pseudo-
plastis dan dilatan), dan Dipengaruhi
waktu (tiksotropik, antitiksotropik, dan
rheopeksi).
 Menerangkan tentang macam-macam
viskometer.
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Chapter 1
Pendahuluan
Hikmah adalah rezeki berupa ilmu dari Sang Maha Guru:
 Air 10.000.000 kali lebih cair daripada aspal, 1.000 kali lebih cair
daripada gliserin, 100 kali lebih cair daripada minyak zaitun, dan
25 kali lebih cair daripada asam sulfat.
 Kekentalan air yang rendah sangat penting bagi kita dan semua
mahluk hidup lainnya:
Bayangkan jika air sedikit saja lebih kental, tidak akan mungkin
darah dialirkan ke seluruh tubuh melalui sistem kapiler.
Bayangkan bila air sedikit saja lebih kental, maka pembuluh-
pembuluh kecil daun yang tampak pada gambar sebelumnya tidak
dapat menyerap dan mengangkut air.
Rheologi
 Berasal dari bahasa Yunani: Rheo → mengalir, logos → ilmu.
 Adalah ilmu yang memperlajari sifat aliran suatu zat cair (fluid) atau
perubahan bentuk (deformasi) zat di bawah tekanan/tegangan (stress)
[Bingham & Crawford].
Viskositas
 Adalah suatu ukuran/nilai tahanan (resistensi) dari suatu cairan untuk
mengalir.
 Semakin tinggi nilai viskositas → semakin besar tahanannya.
Aplikasi dalam bidang Farmasi
 Rheologi dalam farmasi  pencampuran dan aliran bahan, penuangan
dari botol, pengeluaran dari tube, pelewatan jarum suntik, penerimaan
pasien, dan avaibilitas biologis.
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Chapter 2
Asas Rheologi
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Pengantar
Rheology
 Rheology is the science of the flow and deformation of matter
(liquid or “soft” solid) under the effect of an applied force.

 Deformation
Change of the shape and the size of a body due to applied forces
(external forces and internal forces).
− Flow → irreversible deformation (matter is not reverted to
the original state when the force is removed).
Aliran kental murni, perubahan yang terjadi tidak dapat
kembali ke kondisi semula.
− Elasticity → reversible deformation (matter is reverted to the
original form after stress is removed).
Elastis, perubahan yang terjadi dapat kembali ke kondisi
semula.
Deformation
 Solids or liquids in rest keep their shape (=form) unchanged.

 When forces act on these bodies, deformation can occur if the


force exerted is larger than the internal forces holding the body in
its original form.

 Deformation is the transient or permanent shape change of a given


body.
− Transient or reversible deformation (elasticity): when the force
acting upon the body ends, the shape reverts to its original
state and the deformation work (=energy) is recovered
− Permanent or irreversible deformation (flow): shape does not
re-vert to its original state, the deformation energy can not
be re-covered
Deformation Force
The deformation forces (also often called loading) which act on a
solid body or a liquid can be.

Static
The force is acting constantly
and its direction and
magnitude are constant
(constant loading)
Dynamic
The magnitude and/or
direction of the force(s) are
variable as a function of time
(variable loading)
Ideal and Real Bodies
Ideal bodies
1. Ideally elastic
Hookean body (only reversible deformation, linear relation
between stress and strain)
2. Ideally viscous
Newtonian fluids (continuous irreversible deformation, flow)
3. Ideally plastic
(no permanent deformation below the yield stress, and
continuous shear rate at and above the yield stress)

Real bodies (combination of the properties above)


1+2: viscoelastic materials
2+3: plastic materials
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Shear Stress & Shear Rate/Strain


Definitions
 Strain
Deformation in term of relative displacement of the particles
composing the body.
 Stress
Measure of internal forces acting within a (deformable) body.
 Shear
Deformation of a body in one direction only (resulting from the
action of a force per unit area τ=shear stress) and having a given
perpendicular gradient (γ=shear strain/shear rate).
Definitions
 Shear stress
Force (F) on area (A) to effect a movement in the liquid element between
the two plates. The velocity (v) of
the movement at a given force is
controlled by the internal forces
of the material.
 Shear rate/strain
By applying shear stress (τ) a laminar shear flow is generated between two
plates. The uppermost layer moves at the maximum velocity (vmax), while
the lowermost layer remains at rest. The shear rate is defined as:
In a laminar flow the velocity differential between
adjacent layers of like thickness is constant (dv=const.,
dh=const.). The differential can thus be approximated
as follows:
Fundamental Rheological Terms
Fluidity
 Sir Isaac Newton adalah orang pertama yang mempelajari sifat-
sifat aliran dari zat cair (fluiditas) secara kuantitatif.
 Zat cair (fluid) diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul
yang sejajar satu sama lain.
 Memahami mekanika fluiditas terlebih dahulu harus mengerti betul
apa yang menjadi sebab dan akibat dari terjadinya suatu aliran
zat cair (fluiditas).
 Yaitu, shear stress (shearing stress) dan shear rate/strain (rate
of shear).
Fundamental Rheological Terms

 Lapisan terbawah tetap diam, dengan adanya gaya/daya (F)


sedangkan lapisan atasnya bergerak jarak (x) dengan kecepatan
(v) konstan.
 Sehingga setiap lapisan → bergerak dengan kecepatan (dv) yang
berbanding lurus dengan jaraknya (dx) terhadap lapisan
terbawah yang tetap.
Shear Stress and Rate/Strain
Shear Stress (tegangan geser), is how hard you push the material.
Yaitu, gaya (F’) per satuan luas (A) → (F’/A) yang diperlukan untuk
menyebabkan terjadinya aliran.
Shear stress → simbol adalah F atau τ .
Shear Rate/Strain (laju geser/regangan geser), is how the material
moves or resists to your pushing.
Yaitu, perbedaan (selisih) kecepatan (dv) antara dua lapisan yang
dipisahkan dengan jarak (dx) → (dv/dx).
The velocity Gradient, adalah gradiensi kecepatan atau perbedaan
(selisih) kecepatan atau kecepatan geser atau rate of
deformation, Shear rate → simbol adl G (S) atau γ .
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Viscosity
Definitions
 Dynamic viscosity
Viscosity describes the thougness of a material.

The unit Pa.s (or m.Pa.s) is used for viscosity.


1 Pa.s = 1000 m.Pa.s
Old unit:
1 P (Poise) = 100 cP (Centipoise) = 100 mPas (Mili Pascal second)
 Kinematic viscosity
adalah viskositas mutlak yakni Dynamic viscosity (η) dibagi oleh kerapatan
cairan tersebut (ρ). Satuan viskositas kinematik adalah stoke (St) dan
centistoke (cSt)
Old unit:
cSt(Centistokes) = mm2/s
Factors affecting viscosity

1. Substance; depends on its physical and chemical properties


2. Temperature
3. Shear rate
4. Time
5. Pressure
6. Others: pH value, magnetic and electric filed
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Chapter 3
Newtonian System
Sir Isaac Newton menemukan, bahwa:
Semakin besar viskositas (η) suatu cairan, akan makin besar pula gaya
persatuan luas (shearing stress (F) = F/A) yang diperlukan untuk
menghasilkan rate of shear (G = dv/dx) tertentu.

Shear stress → Sebab (gaya/kemampuan yang dibutuhkan untuk


mengalir atau melakukan deformasi).
Shear rate → Akibat (hasil dari gaya/kemampuan yang diberikan
untuk mengalir atau terjadinya deformasi).
Rate of shear harus berbanding lurus dengan shearing stress,
persamaannya adl:
Shear stress = η . Shear rate
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Chapter 4
Non-Newtonian System
Non-Newtonian System

Time-Dependent Time-Independent

Shear-
Thixotrophy Antithixotropy Plastic
Dependent

Shear-Thinning Shear-Thickening
Rheopexy
(Pseudoplastic) (Dilatancy)
Sistem Non-Newton adalah tipe cairan yang tidak mengikuti Hukum
Newton, dimana viskositasnya (ŋ) akan berbeda pada setiap
shearing rate (rpm).
Sehingga, untuk menetukan viskositasnya (ŋ) diperlukan pengukuran
pada beberapa shearing rate.
Hampir seluruh sistem dispersi/
viscous material termasuk
emulsi, suspensi dan semisolid
adl Sistem Non-Newton
(Non Newtonian Bodies).

Hub antara shear stress dengan


shear rate tidak linier
Hysteresis adalah kecenderungan material untuk kembali ke kondisi
semulanya. Proses transisi ini ada yang memerlukan waktu ada yang
tidak; pseudoplastic – thixotrophic dan dilatancy – rheopexy
Hysteresis loop adalah area diantara dua kurva terjadinya proses
transisi tersebut (kurva transisi awal dan kurva transisi kembali ke
kondisi semulanya).
Pseudoplastic & Dilatancy (tidak bergantung waktu), sehingga saat
pemberian atau tegangan dihentikan maka material akan langsung
kembali ke kondisi awalnya. Kurva transisinya berhimpit rapat,
sehingga hanya berupa satu garis (tidak membentuk hysteresis loop).
Thixotrophic & Rheopexy (bergantung waktu), sehingga saat
pemberian atau tegangan dihentikan maka material akan tidak
langsung kembali ke kondisi awalnya. Kurva transisinya tidak
berhimpit rapat, sehingga akan terbentuk hysteresis loop.
Yield value adalah harga yang harus dipenuhi agar cairan mulai mengalir,
sebelum yield value zat bertindak sebagai bahan elastis (meregang lalu
kembali ke kondisi semula/tidak mengalir).
Setelah melewati yield value sistem mengalir sesuai dengan sistem newton
dimana shearing stress (F atau τ) berbanding lurus dengan rate of shear (G
atau S atau D).
Shearing (geseran) adalah hasil perlakuan yang diberikan kepada suatu
material, baik shearing stress (tekanan/tegangan geser) atau rate of
shear/shear strain (laju geseran/regangan geser).
Pada polimer, rantai panjang akan bertanggung jawab pada karakter ke
“soft” solid (rigid/toughness), sedangkan rantai pendek pada karakter
liquidity (sampai semisolid).
Semakin banyak rantai panjang  rigid (viscous), semakin banyak rantai
pendek  liquid (cair/encer).
Rantai panjang memiliki kecenderung untuk bergelung (karena energinya
paling kecil/stabil), sehingga semakin banyak yang bergelung  titik kontak
↑  energi ikatan semakin ↑  viscous/soft solid
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Sifat Aliran
Pengantar
Rate of shear

Rate of shear

Rate of shear
Shearing stress Shearing stress Shearing stress

a. Aliran Plastis b. Aliran Pseudoplastis c. Aliran Dilatan


Pseudoplastic
 Time-independent, Shear-thinning (similar with Thixotrophic)
 Kurva tidak linier dan tidak ada yield value (melengkung)
 Viskositas ↓ dengan ↑ rate of share (γ, G, S, D)
 Terjadi pada molekul berantai panjang seperti polimer-polimer termasuk
gom, tragakan, na-alginat, metil selulosa, karboksimetilselulosa.
 Meningkatnya shearing stress menyebabkan keteraturan polimer sehingga
mengurangi tahanan dan lebih meningkatkan rate of share pada shearing
stress berikutnya
Dilatancy
 Time-independent, Shear-thikening (similar with Rheopexy)
 Istilah dilatan dikaitkan dengan meningkatnya volume
 Dimiliki oleh suspensi yang berkonsentrasi tinggi (>50%) dari partikel yang
terdeflokulasi
 Viskositas ↑ dengan ↑ rate of share (γ, G, S, D)
 Mekanisme:
• Pada keadaan diam partikel-partikel tersusun rapat dengan volume
antar partikel kecil
• Pada saat shearing stress meningkat bulk dari sistem memuai 
meningkatkan volume kosong  hambatan aliran menigkat (tidak
dibasahi)  terbentuk pasta kaku
Plastic
 Time-independent
 Disebut dengan bingham bodies
 Kurva tidak melewati titik (0,0) tetapi memotong sumbu shearing stress
pada yield value
 Contoh : Pada sistem suspensi yang terflokulasi, yield value adalah nilai
yang dibutuhkan untuk memecah ikatan antar partikel terflokulasi
Rheograph

Keterangan:
S = Shear rate (dv/dx)
F’ = Shear stress (F/A)
ŋ = Viskositas (cps)
 Pada sistem pseudoplastik, dan dilatan ketika shearing stress yang
sebelumnya dinaikkan, kemudian diturunkan kembali maka kurva transisi
awal akan berhimpit dengan kurva transisi akhir.
 Bila kurva turun ternyata berada sebelah kanan kurva menaik 
thiksotropi
 Celah antara kurva naik dan kurva turun disebut ‘hysteresis loop’.
 Thiksotropi terjadi karena proses pemulihan yang lambat dari konsistensi
 Gel  Sol  Gel (proses pertama berlangsung cepat sedangkan proses
kedua berlangsung lebih lambat)
 Constant shear causes an decrease in viscosity
 Bila kurva turun ternyata berada sebelah kiri kurva menaik  Rheopexy
 Pengocokkan perlahan dan teratur mempercepat pemadatan suatu sistem
dilatan
 Constant shear causes an increase in viscosity
DOWN

UP

DOWN DOWN

UP
UP

dilatancy
Bila dilakukan pengukuran dan penambahan tegangan geser secara
berulang akan diperoleh viskosita yang terus bertambah sampai
akhirnya konstan
Viskositas & Rheologi
Farmasi Fisika

Chapter 5
Viscometer
Untuk sediaan farmasi cair tipe aliran yang diinginkan adalah
thiksotropik:
– Mempunyai konsistensi tinggi dalam wadah (mencegah
pengendapan)
– Akan menjadi cair bila dikocok dan mudah untuk dituang
Viskometer satu titik menentukan cairan newton
– Viskometer kapiler (Ostwald)  Viskositas berbanding lurus dengan
waktu yang dibutuhkan cairan untuk melewati 2 tanda pada kapiler
– Viskometer bola jatuh (Hoppler) Viskositas suatu cairan
berbanding lurus dengan waktu yang dibutuhkan bola untuk jatuh
pada tabung gelas hampir vertikal yang berisi cairan yang diuji.
Viskometer banyak titik  menentukan cairan newton dan non
newton
 Viskometer Cup dan Bob (mangkok dan rotor)
 Mangkuk yang diputar  tipe ‘cautte’ contoh viskometer MacMichael
 Rotor yang diputar  tipe searle, contoh viskometer stormer
 Harga shearing stress bisa berubah-ubah dengan mengganti beban
 Kecepatan putaran rotor diplot sebagai harga Rate of Shear (RPM)
 Viskometer putar (Rotational Viscometer)
Viskometer Brookfield  mengubah-ubah harga rpm putara spindel dan
menghitung harga viskositas dari masing-masing spindel
Daftar Pustaka
Sinko, J.P. (2011). Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi 5, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Sinko, J.P., and Singh, Y. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences: Physical Chemical and Biopharmaceutical Principles in the
Pharmaceutical Sciences, 6th-Edition, Wolters Kluwer-Lippincott Williams &
Wilkins, China.
Apakah ini telah menjadi dalil dalam hidupmu?
 Roda hidup itu berputar, tidak selamanya kita selalu berada di
bawah. Suatu saat nanti pasti kita akan berada di atas
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum
itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka” (QS Ar-
Ra’d:11). Kita akan selalu tetap berada di bawah jika tidak berusaha
untuk naik.

 Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita mau
Inginnya kita lulus dan mendapatkan nilai bagus, kalau ternyata kenyataannya
berbanding terbalik artinya “Allah swt tahu yang kita butuhkan adalah belajar lagi,
agar lulus dan mendapatkan nilai bagus”.

 Pengalaman hidup adalah “Guru Terbaik”


Gusti Allah swt adalah Guru Terbaik lalu diikuti Rasul-Nya.
Hatur nuhun
Farmasi Fisika
Viskositas & Rheologi

Anda mungkin juga menyukai