SISTEM 2
Disusun Oleh :
PURWOKERTO
2021
A. KASUS
Nama : Tn. SD
No. Rekam Medik :-
Tanggal Lahir/Umur : 15/04/1972
BB : 60 kg
TB : 165 cm
Tanggal MRS : 17/08/2021
DPJP : dr R, Sp.PD
Assessment DPJP : CKD, DM
Riwayat sakit : pasien pasca operasi retina mata kanan e.c retinopati
diabetikum di RSUP Sardjito
Merokok : - batang/hari
Riwayat Alergi : kopi/hari
Riwayat MRS : Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala mendadak
sejak 1 malam smrs, nyeri kepala dirasakan terus
menerus, mual (+), muntah kurang lebih 10x,
BAK<100ml/24 jam.
Riwayat pengobatan : metformin 2x500 mg tab, amlodipin 1x10 mg tab, dan
irbesartan 1x300 mg tab
Parameter Penyakit
Muntah + - - - -
Nyeri kepala + + - - -
Bengkak di + + + + +
kedua kaki
Pemeriksaan Laboratorim
Parameter Satuan Nilai Tanggal
Normal
Laboratorium
17/8/21 18/8/21 19/8/21 20/8/21 21/8/21
Hemoglobin 12 11,4
Hematokrit 37
Eritrosit 4,05
trombosit 457.000
NLR 19,12
Tindakan
Tanggal : 19/8/21
Tindakan : hemodialisis
Terapi Pengobatan yang Diberikan Selama di RS
B. PATOFISIOLOGI
1. CKD
Paparan setiap faktor resiko (seperti diabetes) dapat menyebabkan
berkurangnya massa nefron. Permulaan kerusakan struktur tergantung pada penyakit
primer yang mempengaruhi ginjal. Cedera pada glomerulus menyebabkan
pengurangan area filtrasi yang juga di inisiasi DM dan arteriosklerosis. Akibat
pengurangan area filtrasi, nefron mengimbanginya melalui proses autoregulasi
(adaptive hemodinamic changes). Hasilnya penurunan tekanan perfusi dan GFR,
pelepasan renin dari aparatus juxtaglomerular meningkat dan mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II
(ATII). ATII adalah vasokonstriktor kuat dari aferen dan eferen arteriol, tetapi lebih
mempengaruhi arteriol eferen, yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam kapiler
glomerulus dan akibatnya meningkatkan fraksi filtrasi. Awalnya, tindakan kompensasi
ini mungkin adaptif dan bermanfaat. Namun, seiring waktu hal tersebut dapat
menyebabkan perkembangan hipertensi dan hipertrofi intraglomerular dan penurunan
lebih lanjut dalam jumlah nefron yang berfungsi. Tekanan Intraglomerular kapiler
tinggi mengganggu fungsi size-selective glomerulus permeability barrier yang
mengakibatkan peningkatan ekskresi urin albumin dan proteinuria. Perkembangan
hipertensi intraglomerular biasanya paralel dengan perkembangan hipertensi sistemik.
ATII, serta aldosteron, mungkin juga memediasi perkembangan CKD melalui efek
non-hemodinamik dengan meningkatkannya faktor pertumbuhan (misalnya, mengubah
faktor pertumbuhan beta [TGF-β]) dan penyebab proliferasi seluler dan hipertrofi sel
endotel glomerulus, sel epitel, dan fibroblas akhirnya mengakibatkan peradangan lebih
lanjut dan fibrosis (Dipiro, 2020).
Cedera endotel menstimulasi proteinuria yang akan menyebabkan hilangnya
massa nefron secara progresif sebagai hasil dari kerusakan sel langsung. Keberadaan
protein di tubulus ginjal menyebabkan peningkatan inflamasi dan vasoaktif sitokin.
Akhirnya mengarah pada jaringan parut pada interstitium, hilangnya struktural unit
nefron secara progresif dan penurunan GFR. Infiltrasi ginjal yang rusak dengan sel
inflamasi ekstrinsik. Aktivasi, proliferasi, dan hilangnya sel ginjal intrinsik (melalui
apoptosis, nekrosis, mesangiolisis, dan podocytopenia). Deposisi extracellular matrix
(ECM) mengantikan struktur normal. Rangkaian tersebut menyebabkan jaringan parut
dan fibrosis. Selanjutnya, kondisi hipertensi sistemik dan intraglomerular, hipertrofi
glomerulus, pengendapan kalsium fosfat intrarenal, dan mesangial expansion memicu
entitas histologis yang disebut segmental fokal glomerulosklerosis yang memicu
progresifitas penyakit ginjal (Dipiro, 2020 dan Vaidya et al, 2021).
2. Diabetes melitus
Dua faktor utama yang berperan dalam patofisologi diabetes melitus tipe 2
adalah resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin merupakan
keadaan dimana sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara
normal. Resistensi insulin banyak terjadi akibat obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
penuaan, faktor genetik, dan kebiasaan makan makanan tinggi karbohidrat secara
berlebihan (Fatimah, 2015). Perjalanan penyakit diabetes melitus tipe 2 dimulai
dengan terjadinya hiperinsulinemia untuk mengkompensasi terjadinya peningkatan
kadar glukosa sehingga kadar glukosa tetap dalam batas normal. Jika hal tersebut
berlangsung terus menerus maka dapat mengganggu fungsi insulin sehingga terjadi
resistensi insulin. Resistensi insulin yang terjadi terutama pada postreseptor.
Peningkatan produksi insulin secara terus menerus akan menyebabkan kelelahan pada
sel beta pankreas sehingga terjadi gangguan sekresi insulin yang mengakibatkan
timbulnya gangguan toleransi glukosa (Kelana et al., 2015).
Adanya gangguan toleransi glukosa dan penurunan fungsi sel beta pankreas
yang terus menerus menyebabkan terjadinya hiperglikemia postprandial. Hal tersebut
dapat dilihat dari penurunan respon sekresi insulin fase pertama. Jika keadaan tersebut
terus berlanjut akan menyebabkan gangguan sekresi insulin fase kedua yang ditandai
dengan hiperglikemia pada saat puasa (Kelana et al., 2015). Pada penderita DM tipe 2
juga dapat terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi
kerusakan sel-sel beta langerhans secara autoimun seperti DM tipe 1. Defisiensi
fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut
(Fatimah, 2015).
3. Hipertensi
Tanda dan gejala klinis anemia terjadi akibat hipoksia jaringan karena
penurunan pasokan oksigen. Gejala anemia bervariasi bergantung pada tingkat
keparahan anemia dan seberapa cepat anemia terjadi. Banyak kasus anemia awalnya
asimtomatik atau tidak menunjukkan gejala. Diagnosis mungkin tidak terduga karena
anemia berkembang pelan dan dalam waktu yang begitu lama sehingga tubuh pasien
telah beradaptasi dengan kondisi anemianya sehingga sudah terbiasa dan tidak
menyadari gejala yang dialaminya. Tidak jarang pasien dengan anemia kronis
menolak diobati karena merasa tidak mengalami gangguan kesehatan.
(NICE, 2021)
2. Diabetes melitus
(KDIGO, 2020)
3. Hipertensi
(PERHI, 2019)
D. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN
1. DRP (DRUG-RELATED PROBLEM)
Diabetes melitus Lemah, bengkak di GDS tinggi DRP : Improper Drug Selection Merekomendasikan penggunaan
(250 mg/dl)
kedua kaki Pasien menerima terapi insulin insulin detemir (Savu et al,
Diagnosis
novorapid. Menurut Perkeni 2016) dengan dosis 0.1/kg/day
dokter : (2019) sasaran utama terapi yaitu 6 IU/day (Iyer dan
diabetes
hiperglikemia dengan Tanenberg, 2016 ).
melitus
mengendalikan glukosa darah
basal menggunakan insulin basal.
DRP : Interaksi Obat Rekomendasi monitoring kadar
gula darah pasien.
Irbesartan dan insulin mengalami
interaksi kategori yang dapat Rekomendasi untuk monitoring
menurunkan kadar gula dalam nilai HbA1c setelah 3 bulan
darah (Drugs.com) menggunakan insulin (Perkeni
2019).
DRP : Subterapeutik dose Merekomendasikan pemberian
citikolin untuk menurunkan
Setelah operasi retinopati
intraocular pressure dari hari
diabetikum pasien perlu diberi
pertama.
anti-glaukoma seperti citikolin
(Shukla et al., 2021)
Hipertensi Pusing, Mual dan Tekanan darah DRP: Kebutuhan terapi Rekomendasi memberikan
250/150 tambahan
Muntah terapi tambahan nitrogliserin
Perlu diberikan terapi tambahan dengan dosis 5 mg/menit
karena nilai tekanan darah yang naikkan tiap 5 menit sampai
tinggi (PERHI, 2019). tekanan darah 140/80 (PERHI,
2019).
(Nina, 2012)
(Nina, 2012)
(Claudia et al,2019)
(Hayes, 2018)
(Sartika, 2021)
3) Drug Interaction
Terdapat interaksi antara antibiotik empiris ceftriaxone dan furosemid,
sehingga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan kultur bakteri agar diketahui
terapi antibiotik defitinif yang sesuai untuk pasien
(Drugs.com)
b. Diabetes melitus
1) Improper drug selection
Pasien menerima terapi insulin novorapid, Menurut Perkeni (2019)
sasaran utama terapi hiperglikemia dengan mengendalikan glukosa darah basal
menggunakan insulin basal. Merekomendasikan penggunaan insulin detemir
(Savu et al., 2016) karena detemir lebih efektif pada pasien dengan end stage
renal disease dan sedang menjalani hemodialisis. Insulin detemir dapat
mengontrol nilai HbA1c, menurunkan kejadian hipoglikemik dan menurunkan
kadar glukosa darah pasien labih baik daripada insulin glargine. Menurut Iyer
dan tanenberg (2016) dosis insulin untuk pasien rawat inap pada gagal ginjal
kronis dengan nilai GFR < 10 mL/min yaitu 0.1/kg/hari. Berat badan pasien
60 kg sehingga dosis insulin pasien yaitu 6 IU/hari.
(Drugs.com., 2021).
3) Subterapeutik dose
Pada kasus pasien diberikan citikolin pada tanggal 20 yaitu 4 hari
setelah MRS. Menurut Shukla et al., (2021) pada pasien pasca operasi
retinopati diabetikum perlu diberikan anti-glaukoma untuk menurunkan
tekanan intraocular yang dapat terjadi setelah melakukan operasi. Oleh karena
itu dapat diberikan citikolin sebagai anti-glaukoma yang dapat menurunkan
tekanan intraocular pada mata pasien (Oddone et al., 2021).
c. Hipertensi
1) DRP: Dibutuhkan terapi tambahan
Pasien pada hari pertama masuk rumah sakit tekanan darahnya 250/150
mmHg dan mengeluhkan sakit kepala dan pusing disetai muntah dan mual.
Menurut PERHI (2019) dikategorikan mengalami hipertensi stage 3/hipertensi
emergensi, maka dapat dipertimbangkan penambahan terapi nitrogliserin
dengan dosis 5 mg/menit naikkan tiap 5 menit sampai tekanan darah
terkontrol. Setelah tekanan darah pasien tekontrol maka diberikan kombinasi 3
obat yaitu injeksi furosemide, amlodipine dan irbesartan.
(PERHI, 2019)
d. Anemia
1) DRP Untreated Indication
Pasien mengalami penurun Hemoglobin, Anemia yang terjadi pada
pasien ini kemungkinan berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Kami
merekomendasikan diberikan terapi Iron IV ,namun menurut KDIGO (2012)
pada pasien anemia yang belum mendapat terapi besi maupun terapi ESA,
disarankan untuk diberikan terapi besi (trial therapy), secara IV pada pasien
Hemodialisis dan oral pada PGK-ND dan PGK-PD selama 1-3 bulan, bila satT
< 30% dan feritin < 500ng/mL. Maka perlu pengecekan satT dan feritin
pasien, jika sudah sesuai maka dapat diberikan terapi Iron IV.
(KDIGO,2012)
3. Monitoring
Monitoring
Obat Target Keberhasilan
Keberhasilan ESO
Ondansetron Mual, Muntah Konstipasi, Diare Mengatasi mual muntah
teratasi (Medscape, akbat kadar ureum tinggi
2021) (Nina, 2019)
Insulin HbA1c dan GDS Hipoglikemia GDS Pasien < 200 mg/dL
Citikolin Retina mata Hipertensi, Mata kanan dapat melihat
Insomnia, sakit dengan jelas kembali
kepala (ISO (Bogdanov, et all 2018)
2019)
Amlodipin Tekanan darah Edema perifer, Targetkan tekanan darah <
Pusing, Sakit 140/80 (Unger T et al.,
kepala, kelelahan 2020)
Nasofaringitis
(Fares, 2016)
Irbesartan Hiperkalemia
(Medscape, 2021)
Furosemide Hiperurisemia,
Hipokalemia
(Dipiro, 2020)
Inj. Nitrogliserin Sakit kepala,
(PERHI, 2019)
Iron iv Hemoglobin Konstipasi, Diare HB > 12 g/dL
(Medscape,
2021)
Ringer Asetat Kebutuhan cairan Edema Terpenuhi kebutuhan
cairan pasien
2) Diabetes melitus
Aktivitas fisik
Melakukan olahraga rutin 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 30-45 menit.
Olahraga yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50-70% denyut nadi maksimal), meliputi jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang
Menjaga asupan kalori yang masuk ke dalam tubuh
Menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh pasien DM, antara lain dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB
Mengatur pola makan
Komposisi makanan yang dianjurkan untuk pasien DM adalah karbohidrat yang
berserat tinggi 45-65% total asupan energi, lemak 20-25% total asupan energi,
asupan protein pada pasien yang sudah menjalani hemodialisa adalah 1-1,2
g/kgBB/hari, asupan natrium <1.500 mg/hari, dan serat 20-35 g/hari.
(PERKENI, 2019)
3) Hipertensi
Diet garam dengan menghindari atau batasi konsumsi makanan tinggi garam
seperti kecap, makanan cepat saji dan makanan olahan termasuk roti dan sereal
tinggi garam.
Diet sehat dengan makan diet yang kaya biji-bijian, buah-buahan, sayuran,
lemak dan produk dan mengurangi makanan tinggi gula.
Penurunan berat badan
Aktivitas fisik secara teratur selama 30 menit dalam 5-7 hari per minggu.
(Unger, T.et.al.2020)
4) Anemia
Memperbaiki gizi makanan yang dimakan
Memperbaiki pola makan dengan memakan makanan yang banyak
mengandunf zat besi seperti labu kuning, ubi ungu, dan beras merah
Lalu memakan makanan seperti buah-buahan dan sayur-sayuran seperti sayur
berdaun hijau yaitu bayam, kangkung, cesin, daun labu, daun singkong, daun
ubi jalar dan buah-buahan yang berwarna merah seperti buah anggur, pepaya,
dan jeruk
Mengkonsumsi makanan dengan kelompok zat pembangun seperti makanan
nabati dan hewani berupa lauk-pauk juga susu.
(Eernawati et all.
2018)
5. KIE
a. Untuk Tenaga Kesehatan
Jelaskan kepada keluarga pasien mengenai obat yang diresepkan dan cara
penggunaan yang tepat, seperti nama obat, dosis, dan frekuensi penggunaan
(MIMS, 2016).
Memberikan edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan dasar tentanf DM.
Memberikan edukasi cara pencegahan perburukan penyakiMonitoring GDS
pasien
Cara pemakaian insulin yang benar
b. Untuk Pasien
Menjaga kebersihan, cuci tangan dahulu sebelum makan
Minum air putih yang cukup 2-3 liter/hari
Melakukan olahraga ringan setiap hari
Kurangi untuk makanan dan minuman yang manis
Diwajibkan untuk mengkonsumsi gula rendah kalori seperti tropicana,
diabteasol dll
Informasikan kepada pasien tentang kemungkinan komplikasi ginjal, sehingga
pasien akan mengontrol dietnya dan dapat meningkatkan aktifitas fisiknya.
Informasikan kepada pasien untuk terus rajin mengontrol tekanan darah dan
kreatinin. Kadar kalium dan fosfat pasien juga perlu diperhatikan mengingat
komplikasi ginjal yang tidak terbatas.
Berikan informasi kepada pasien tentang pentingnya kepatuhan dalam
mengkonsumsi obatnya. (Dipiro et al., 2020)
c. Keluarga pasien
Mengingatkan pasien untuk selau menerapkan perilaku hidup sehat
Mengingatkan pasien untuk tidak berlebihan mengkonsumsi gula dan harus
digantikan dengan gula yang rendah kalori
Memberikat support moril kepada pasien
E. KESIMPULAN
1. Terdapat 4 problem medik pasien yang sesuai diagnose yaitu CKD, Diabetes Melitus,
Hipertensi, dan Anemia.
2. Terdapat beberapa DRP pada pengobatan pasien Tn. SD yaitu Untreated Indication
dan Improper Drug Selection pada problem medik CKD, Improper Drug Selection
dan Interaksi Obat pada problem medik DM, Untreated Indication pada problem
medik Anemia, dan Kebutuhan terapi tambahan pada Hipertensi. Namun hal tersebut
dapat dicegah dengan melakukan pengkajian, perencanaan dan follow up terhadap
pasien.
DAFTAR PUSTAKA