Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PERKEMBANGAN SOSIAL PADA BAYI

Disusun Oleh:

1. Elsa rahmadi januastuti


2. Husnul aini
3. Laros septi
4. Lina agustina
5. Rani renata dhiya

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MATARAM
TA. 2021/2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERKEMBANGAN SOSIAL PADA BAYI

Pokok pembahsan : Perkembangan sosial pada bayi

Sub pokok pembahasan:

1. Definisi psikososial
2. Perkembangan psikosial emosi pada bayi
3. Perkembangan psikosial Temperamen pada bayi
4. Perkembangan psikosial Attachment pada bayi
5. Perkembangan psikosial Rasa percaya pada bayi
6. Perkembangan psikosial Otonomi pada bayi
7. Asuhan Keperawatan perkembangan psikosial pada bayi
Sasaran : Masyarakat
Hari/Tanggal : Rabu, 01 November 2021
Waktu : 25 menit
Pukul : 10:00 WITA
Tempat : via zoom
Penyuluh : Elsa rahmadi januastuti
Husnul aini
Laros sepsi
Lina agustina
Rani renata dhiya

B. Latar belakang
Perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis, dan terorganisir yang
mempunyai tujuan tertentu. Perkembangan psikososial berarti perkembangan sosial
seorang individu ditinjau dari sudut pandang psikologi. Manusia sendiri merupakan
makhluk sosial, dimana Allah menciptakan manusia agar melakukan interaksi sosial.
Dalam, berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, dianjurkan kepada kita untuk
menampilkan perilaku sosial yang baik. Dalam sebuah teori dari dua orang toko yaitu
Erikson dan Piaget menyebutkan bahwa manusia melewati delapan tahapan psikososial.
Pada tiap tahap, seseorang dihadapkan pada tantangan atau konflik emosional dan sosial
yang berbeda.
Perkembangan psikososial telah dimulai sejak bayi, dimana masa bayi adalah
masa keemasan sekaligus masa kritis perkembangan seseorang. Dikatakan masa kritis
karenapada masa bayi sangat peka terhadap lingkungan dan dikatakan masa keemasan
karena masa bayi berlangsung sangat singkat dan tidak dapat diulang kembali (Depkes,
2009). Jumlah bayi di Indonesia sendiri sebanyak 4.372.600 jiwa dari 21.805.008 balita
atau 20,05% (kementrian kesehatan RI, 2011). Berdasarkan rentang usia penduduk
Indonesia paling banyak pada usia 0-4 tahun dan 10-14 tahun masing-masing sebesar
22,6 juta jiwa (9,54%) (Badan Pusat Statistik, 2012).
Anak adalah pribadi menakjubkan yang ingin mencapai banyak hal sekaligus.
Perkembangan psikologi, sosial dan kognitif anak berinteraksi serta bergantung pada
kemampuannya untuk menguasai keterampilan motorik dan bahasanya dan
juga perkembangan sosial seorang anak meningkat ditandai dengan adanya
perubahan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang kebutuhan dan peraturan-
peraturan yang
berlaku. Anak yang mencapai tugas perkembangan akan membawa keuntungan
psikososial yang jelas dan membuat dia tumbuh dan berkembang lebih jauh lagi.
Dalam
perkembangan anak, emosi memiliki peranan-peranan tertentu, seperti, media untuk
penyesuaian diri dan mempertahankan kelangsungan hidup (adaptation&survival).

C. Analisa Situasi
1. Peserta
Sembilan orang dari KK binaan
2. Ruang / Tempat
Tempat melakukan penyuluhan adalah via zoom meating
3. Penyuluh
Mahasiswa program S1 Keperawatan STIKES Mataram.
D. Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan jiwa
pekembangan psikososial pada bayi
2. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan penyuluhan klien maupun keluarga dan pengunjung
mampu memahami bagaimana:
a. Definisi psikososial
b. Perkembangan psikosial emosi pada bayi
c. Perkembangan psikosial Temperamen pada bayi
d. Perkembangan psikosial Attachment pada bayi
e. Perkembangan psikosial Rasa percaya pada bayi
f. Perkembangan psikosial Otonomi pada bayi
g. Asuhan Keperawatan perkembangan psikosial pada bayi
E. Metode
1. Ceramah
2. Demonstrasi
F. Media
 laptop
 ppt
 vidio
G. Sasaran
Keluarga KK binaan

H. Denah penyuluhan

Rekan Penyaji

Seluruh audies
I. Pokok penyuluhan
1. Definisi psikososial
2. Perkembangan psikosial emosi pada bayi
3. Perkembangan psikosial Temperamen pada bayi
4. Perkembangan psikosial Attachment pada bayi
5. Perkembangan psikosial Rasa percaya pada bayi
6. Perkembangan psikosial Otonomi pada bayi
7. Asuhan Keperawatan perkembangan psikosial pada bayi
J. Kegiatan penyuluhan
No. Tahap kegiatan Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan sasaran
1. pembukaan 2 Menit 1. Memberi salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Membalas
3. Menjelaskan tujuan penyuluhan dan 3. Mendengarkan
pokok materi yang akan
disampaikan
4. Melakukan apersepsi
5. Memberikan reinforcement positif
atas tanggapan peserta
2. kerja 15 1. Menjelaskan materi 1. Mendengarkan
Menit a. Definisi psikososial 2. Bertanya
b. Perkembangan psikosial emosi
pada bayi
c. Perkembangan psikosial
Temperamen pada bayi
d. Perkembangan psikosial
Attachment pada bayi
e. Perkembangan psikosial Rasa
percaya pada bayi
f. Perkembangan psikosial
Otonomi pada bayi
g. Asuhan Keperawatan
perkembangan psikosial pada
bayi
2. Memberikan sesi untuk bertanya
3. penutup 8 menit 1. Meminta peserta untuk menjelaskan 1. Mendengarkan
kembali materi yang telah di berikan 2. Menjawab
dengan singkat. pertanyaan
2. Menyimpulkan hasil penyuluhan 3. Mendengarkan d
3. Menutup acara, dengan salam an menjawab
penutup salam

K. Evaluasi
1. Evaluasi dilaksanakan selama proses dan pada akhir kegiatan penkes dengan
memberikan pertanyaan secara lisan sebagai berikut:
a. Definisi psikososial
b. Perkembangan psikosial emosi pada bayi
c. Perkembangan psikosial Temperamen pada bayi
d. Perkembangan psikosial Attachment pada bayi
e. Perkembangan psikosial Rasa percaya pada bayi
f. Perkembangan psikosial Otonomi pada bayi
g. Asuhan Keperawatan perkembangan psikosial pada bayi
2. Keretaria evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) Menyiapkan SAP
2) Menyiapkan materi dan media
3) Kontrak waktu dengan sasaran
4) Menyiapkan tempat
5) Menyiapkan pertanyaan
b. Evaluasi proses
1) Sasaran memperhatikan dan mendengarkan selama penkes
berlangsung
2) Sasaran aktif bertanya bila ada hal yang belum dimengerti
3) Sasaran memberi jawaban atas pertanyaan pemberi materi
4) Sasaran tidak meninggalkan tempat saat penkes berlangsung
5) Tanya jawab berjalan dengan baik
c. Evaluasi hasil
1) Pendkes dikatakan berhasil apabila sasaran mampu menjawab
pertanyaan 80 % lebih dengan benar
2) Penkes dikatakan cukup berhasil / cukup baik apabila sasaran mampu
menjawab pertanyaan antara 50 – 80 % dengan benar
3) Pendkes dikatakan kurang berhasil / tidak baik apabila sasaran hanya
mampu menjawab kurang dari 50 % dengan benar.
L. Daftar fustaka

Sujono, Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu


Suliswati, dkk. 2012. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
MATERI PENYULUHAN

A. Definisi Psikososial pada bayi


Psikososial merupakan hal yang penting bagi bayi. Karena pada tahap
perkembangan psikososial bayi inilah yang akan mempengaruhi perkembangan-
perkembangan bayi selanjutnya dalam berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan
sekitar. Tumbuh-kembang tercepat terjadi pada masa bayi yang terlihat melalui
peningkatan kendali motorik yang mengikuti prinsip tumbuh-kembang, yaitu pola
sefalokaudal dan prokosimodistal. Bayi dapat mengendalikan kepalanya pada usia 3
bulan, mengendalikan torso usia 6 bulan, pengendalian terhadap tungkai pada usia 9
bulan. Koordinasi mata –tangan sehingga bayi dapat mengambil dan memegang sesuatu
pada usia 6 bulan. Begitu juga pada usia yang sma sudah dapat berguling yang
selanjutnya secara bertahap belajar berjalan pada usia sekitar 12 bulan (Suliswati, 2012).
Perkembangan psikososial pada bayi melibatkan semua aspek utama
perkembangan yang penting untuk proses maturasi pada tahap yang lebih lanjut, yaitu
perkembangan emosi, kognitif, dan moral. Perkembangan emosional merupakan
kelanjutan pembinaan rasa percaya versus rasa tidak percaya yang telah dimulai sejak
masa neonatus. Penyelesaian tahap ini sangat menentukan bagaimana individu
menyelesaikan tahap tumbuh-kembang selanjutnya. Pada tahun pertama kehidupannya,
bayi bergantung pada orang tua dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis maupun
psikologisnya. Pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut diperlukan bayi untuk
mengembangkan perasaan percaya melalui sikap orang tua yang:
1. Secara konsisten berespons terhadap kebutuhan bayi
2. Membuat lingkungan yang aman melalui rutinitas
3. Peka terhadap kebutuhan bayi dan pemenuhan kebutuhan secara terampil dan
sesegera mungkin
Pada usia 7 hingga 9 bulan, bayi mulai menyadari bahwa dirinya merupakan
bagian terpisah dari orng tuanya. Bayi akan menangis jika dipisahkan dari orang tua atau
pengasuhnya. Harga diri terbentuk melalui kegiatan fisik dan reaksi orang lain terhadap
bayi.
B. Perkembangan Emosi Pada Masa Bayi
Emosi yaitu respon yang timbul dari stimulus yang menyebabkan perubahan-
perubahan fisiologis disertai dengan perasaan kuat. Bayi mengekspresikan sebagian
emosi jauh lebih awal dibandingkan dengan beberapa emosi lain, lalu mengekspresikan
dengan rinci dua perilaku ekspresif emosional yang penting yaitu menangis dan
tersenyum.
Untuk menentukan apakah bayi benar-benar mengekspresikan suatu emosi
tertentu, kita memerlukan beberapa sistem untuk mengukur emosi. Menurut Carroll Izard
(1982) mengembangkan suatu sistem semacam itu, Maximally Discriminative Facial
Movement Coding Symtem ( Sistem Koding Gerakan Wajah Diskriminatif Maksimum)
disingkat “MAX” ialah sistem pengkodean ekspresi wajah bayi yang berkaitan dengan
emosi yang dikembangkan oleh Izard.
Dengan menggunakan MAX, pengkode memperhatikan rekaman gerakan lambat
reaksi wajah bayi terhadap rangsangan. Rangsangan yang diberikan diantaranya ialah
memberi bayi kubus air, menempelkan isolasi pada punggung bayi, memberi bayi mainan
kesukaannya dan kemudian mengambilnya, memisahkan bayi dari ibunya lalu
mempertemukan mereka, menyuruh orang asing mendekati bayi, mengekang kepala bayi,
menaruh jam yang berdetik ke dekat telinga bayi, meletuskan balon di depan wajah bayi,
dan memberi kamper (kapur barus) untuk dibaui dan kulit jeruk asam serta jus jeruk
untuk dikecap.
Kemarahan diperlihatkan ketika alis bayi menurun secara tajam dan menyatu,
mata menyempit atau mengedip, dan mulut terbuka dalam bentuk kaku dan persegi.
Berdasarkan system klasifikasi Izard, minat, stres, dan rasa muak muncul pada saat lahir
dan senyuman sosial tampak pada usia kira-kira 4 hingga 6 minggu Kemarahan,
keheranan, dan kesedihan terjadi pada saat usia kira-kira 3-4 bulan, ketakutan
diperlihatkan pada usia kira-kira 5 hingga 7 bulan, rasa malu dan enggan diperlihatkan
pada usia kira-kira 6 hingga 8 bulan, dan rasa hina serta rasa bersalah tidak muncul
hingga usia 2 tahun.
1. Menangis
Menangis adalah mekanisme yang paling penting yang dikembangkan oleh
bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi dengan dunianya. Hal ini benar karena
tangisan pertama bayi membuktikan adanya udara dalam paru-paru bayi. Tangisan
juga dapat membantu dokter atau peneliti untuk meneliti sesuatu tentang system
syaraf pusat. Tangisan bayi ada 3 macam yaitu:
a. Tangisan dasar (basic cry) adalah suatu pola berirama yang biasanya terdiri dari
satu tangisan, yang diikuti oleh diam sesaat, diteruskan dengan satu siulan kecil
pendek dengan nada agak lebih tinggi dibandingkan dengan tangisan utama, lalu
diakhiri dengan istirahat singkat sebelum tangisan berikutnya, biasanya tangisan
seperti ini adalah pada saat bayi lapar.
b. Tangisan kemarahan (angry cry) ialah suatu variasi dari tangisan dasar. Akan
tetapi, di dalam tangisan kemarahan lebih banyak udara dikeluarkan melalui pita
suara.
c. Tangisan kesakitan (pain cry) yang dirangsang oleh rangsangan yang
intensitasnya tinggi, berbeda dari tipe tangisan lain dalam arti ada suatu
kemunculan tangisan keras yang tiba-tiba tanpa rintihan atau erangan
pendahuluan, dan suatu tangisan awal yang panjang diikuti oleh suatu upaya
menarik nafas cukup lama.
2. Senyuman
Senyuman ialah perilaku komunikatif bayi yang juga penting. Ada dua tipe
senyuman pada bayi yaitu:
a. Senyuman Refleks
Senyuman refleksi tidak terjadi sebagai respons terhadap rangsangan dari luar.
Senyuman ini tampak selama bulan pertama setelah kelahiran, biasanya selama
pola tidur yang tidak teratur dan bukan ketika bayi sedang berada dalam keadaan
terjaga.
b. Senyuman Sosial
Sebaliknya, senyuman sosial terjadi sebagai respons terhadap suatu rangsang dari
luar, yaitu pada awal perkembangan, khususnya sebagai respons terhadap suatu
wajah yang ia lihat. Senyuman social tidak terjadi hingga usia 2 hingga 3 bulan.

C. Perkembangan Temperamen
Temperamen (tabi’at, perangai) merupakan salah suatu dimensi psikologis yang
berhubungan dengan aktivitas fisik dan emosional serta merespons. Secara
sederhana,Goleman merumuskan temperamen sebagai “The moods that typify our
emotional life”. Jelasnya temperamen adalah perbedaan kualitas dan intensitas respons
emosional serta pengaturan diri yang memunculkan perilaku individual yang terlihat
sejak lahir, yang relative stabil dan menetap dari waktu ke waktu dan pada semua situasi,
yang dipengaruhi oleh interaksi antara pembawaan, kematangan, dan pengalaman.
Sejak lahir, bayi memperlihatkan berbagai aktivitas individual yang berbeda-
beda. Beberapa bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya tanpa henti-
hentinya, tetapi bayi yang lain terlihat lebih tenang. Sebagian bayi merespons dengan
hangat kepada orang lain, sementara yang lain cerewet, rewel dan susah diatur. Semua
gaya perilaku ini merupakan temperamen seorang bayi.
Kebanyakan peneliti mengakui adanya perbedaan dalam kecenderungan reaksi
utama, seperti kepekaan terhadap rangsangan visual atau verbal, respons emosional, dan
keramahan dari bayi yang baru lahir. Peneliti Alexander Tomas dan Stella Chess
misalnya, memperlihatkan adanya perbedaan dalam tingkatan aktivitas bayi, keteraturan
dari fungsi jasmani (makan, tidur, dan buang air), pendekatan terhadap stimuli dan situasi
baru. Kemampuan beradaptasi dengan situasi dan orang- orang baru, reaksi emosional,
kepekaan terhadap rangsangan, kualitas suasana hati, dan jangkauan perhatian.Dari hasil
penelitian ini, Alexander Tomas dan Stella Chessmengklasifikan temperamen atas tiga
pola dasar:
1. Bayi yang bertemperamen sedang (easy babies)
Menunjukkan suasana hati yang lebih positif, keteraturan fungsi tubuh, dan
mudah beradaptasi dengan situasi baru.
2. Bayi yang bertemperamen tinggi (difficult babies)
Memperlihatkan suasana hati yang negative, fungsi-fungsi tubuh tidak teratur,
dan stress dalam menghadapi situasi baru.
3. Anak yang bertemperamen rendah (slow to warm up babies)
Memiliki tingkat aktivitas yang rendah dan secara relatif tidak dapat
menyesuaikan diri dengan pengalaman baru, suka murung serta
memperlihatkan intensitas suasana hati yang rendah.
Pola-pola temperamen tersebut merupakan suatu karakteristik tetap sepanjang
masa bayi dan anak-anak yang akan dibentuk dan diperbarui oleh pengalaman anak
dikemudian hari. Misalnya anak usia 2 tahun yang digolongkan ekstrem sebagai pemalu
dan penakut pada usia 8 tahun. Ini menunjukkan adanya konsistensi perkembangan
temperamen sejak lahir. Konsistensi temperamen ini di tentukan oleh faktor keturunan,
kematangan, dan pengalaman, terutama pola pengasuhan orang tua.

D. Perkembangan Attachment
Bayi yang baru lahir telah memiliki perasaan sosial untuk berinteraksi dan
melakukan penyesuaian sosial terhadap orang lain. Oleh sebab itu, tidak heran kalua bayi
dalam semua kebudayaan mengembangkan kontak dan ikatan sosial yang kuat dengan
orang yang mengasuhnya, terutama ibunya.

Kontak sosial pertama bayi dengan pengasuhnya ini diperkirakan mulai terjadi
pada usia 2 bulan, yaitu pada saat bayi mulai tersenyum ketika memandang wajah ibunya
dan hal itu untuk memperkukuh hubungan ibu dan anak. Perkembangan awal kontak
sosial pada bayi ini merupakan dasar bagi pembentukan hubungan sosial di kemudian
hari
Pada usia 8 bulan, muncul “objek permanen” bersamaam dengan kekhawatiran
terhadap orang yang tidak di kenal, yang disebut stranger anciety. Pada masa ini bayi
mulai memperlihatkan reaksi ketika didekati oleh orang yang tidak dikenalnya. Setelah
usia 8 bulan, seorang bayi dapat membentuk gambaran mental tentang orang- orang atau
keadaan, yang disebut skema, pada usia 12 bulan umumnya bayi melekat erat pada orang
tuanya ketika ketakutan atau mengira akan ditinggalkan. Ketika mereka bersama kembali,
mereka akan mengumbar senyuman dan memeluk orang tuanya, perasaan cinta antara
bayi dan ibu ini disebut dengan attachment.
Attachment adalah sebuah istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh J. Bowlby
tahun 1958 untuk menggambarkan pertalian atau ikatan antara ibu dan anak. Kebanyakan
ahli psikologi perkembangan mempercayai bahwa attachment pada bayi merupakan dasar
utama bagi pembentukan kehidupan sosial anak di kemudian hari. Menurut J. Bowlby,
pentingnya attachment dalam tahun pertama kehidupan bayi adalah karena bayi dan
ibunya secara naluriah memiliki keinginan untuk membentuk suatu katerikatan Menurut
Sujono (2009) Ada 4 tahap perkembangan attachment pada bayi:
1. Tahap indiscriminate sosibility (0-2 bulan)
Bayi tidak membedakan antara orang- orang dan merasa senang dengan atau
menerima dengan senang orang yang dikenal dan yang tidak dikenal.
2. Tahap attachment is the makin (2-7 bulan)
Bayi mulai mengakui dan menyukai orang-orang yang dikenal, tersenyum pada
orang yang lebih dikenal.
3. Tahap specific, clear-cut attachment (7-24 bulan)
Bayi telah mengembangkan keterikatan dengan ibu atau pengasuh pertama
lainnya dan akan berusaha untuk senantiasa dekat dengannya, akan menangis
ketika berpisah dengannya.
4. Tahap goal-coordination partenerships (24- seterusnya)
Bayi merasa lebih aman dalam berhubungan dengan pengasuh pertama, bayi
tidak merasa sedih selama berpisah dengan ibunya atau pengasuh pertamanya
dalam jangka waktu yang lama.
Kegagalan membentuk keterikatan dengan sesorang atau beberapa orang pada
tahun pertama kehidupannya, akan berakibat ketidakmampuan mempererat hubungan
sosial yang akrab pada masa dewasa. Penelitian Baltes dan rekan- rekannya juga
menunjukkan bahwa ibu-ibu yang diperkenankan berinteraksi segera setelah dia
melahirkan anaknya, ternyata di kemudian hari jarang ditemui persoalan-persoalan,
seperti ibu yang melalaikan anak, menyiksa atau pergi meninggalkan anak.
Sejumlah peneliti berkesimpulan bahwa semua bayi terikat pada ibunya dalam
tahun pertama.Akan tetapi kualitas ikatan tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tingkat
respon ibu terhadap kebutuhan mereka. Ainswoth (1979) membedakan keterikatan bayi
atas dua bentuk, yaitu, keterikatan yang aman (secure attachment) dan keterikatan yang
tidak aman (insecure attachment).

E. Perkembangan rasa Percaya

Menurut Erik Erikson (1968), pada tahun pertama (bayi usia 1-2 bulan)
kehidupan ditandai dengan adanya tahap perkembangan rasa percaya dan rasa tidak
percaya. Erikson meyakini bayi dapat mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh
dengan cara yang konsisten. Rasa tidak percaya dapat muncul apabila bayi tidak
mendapatkan perlakuan yang baik. Gagasannya tersebut banyak persamaanya dengan
konsep Ainsworth tentang keterikatan yang aman ( secure attachment).

Rasa percaya dan tidak percaya tidak muncul hanya pada tahun pertama
kehidupan saja.Tetapi rasa tersebut muncul lagi pada tahap perkembangan selanjutnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat anak-anak memasuki sekolah dengan
rasa percaya dan tidak percaya dapat mempercayai guru tertentu yang banyak
memberikan waktu baginya sehingga membuatnya sebagai orang yang dapat dipercayai.
Pada kesempatan kedua ini , anak mengatasi rasa tidak percaya sebalumnya.
Sebaliknya,anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya pasti pada
tahap selanjutnya masih dapat memiliki rasa tidak percaya, yang mungkin terjadi karena
adanya konflik atau perceraian kedua orang tuanya. Erikson menekankan bahwa tahun
kedua kehidupan ditandai oleh tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu.

Ketika bayi baru lahir, maka terdapat tahapan sampai bayi berusia dua bulan
sebagai berikut:

1. Bayi 0-1 bulan


Kelekatan hanya bisa tercipta jikalau orang tua mengenal bayi dan mengurus
sendiri bayi sejak awalnya. Jika orang tua sedang menantikan kelahiran bayi
pertama, lebih baik untuk memilih lahir normal (jika memungkinkan). Sekalipun
kedengarannya lebih mengerikan dibandingkan dengan operasi, kelahiran
normal memberikan memory tersendiri antara anda-suami-anak. Memory itu
dapat mempererat hubungan orang tua. Dalam tahap ini, orang tua utamanya ibu
lebih baik memilih tidur sekamar dengan bayi.Keberadaan ayah di tengah malam
juga sangat menolong.(bread feeding father)
2. Bayi 1-2 bulan
Sekitar usia 6 minggu, sistem penglihatan bayi sudah mulai berkembang. Pada
level ini, bayi mulai memasuki level interaksi sosialnya. Ia mulai menatap wajah
ibu dan mulai membesarkan matanya. Pada saat inilah untuk pertama kalinya ibu
merasa si bayi memandangi wajahnya dan mulai berinteraksi lebih hangat lagi
dengan si bayi.

Bagi orang tua hendaknya memberikan mainan yang berbunyi di dekat mata
bayi dan gerakan dari kiri ke kanan dan sebaliknya, jauh - dekat, dan sebaliknya.Hal ini
dapat melatih penglihatan bayi. Pada waktu usia 2 bulan, orang tua akan menemukan bayi
tersenyum manis didepannya. Bukan lagi senyum refleks pada saat tidur, tapi senyum
yang memancing respon anda untuk membuatnya tersenyum lebih lebar.Pada saat inilah
orang tua mengetahui bahwa tiba saatnya perannya dibutuhkan untuk mulai pendidikan
sosial bagi bayi. Sekalipun pada usia ini senyumannya belum terarah kepada orang
tertentu (karena keterbatasan penglihatan), stimulasi orang tua sangatlah dibutuhkan.
Pada saat bayi tersenyum, orang tua hendaknya memberikan respon dengan mengajak
berbicara, tersenyum kembali, atau menggelitik dagunya.

Bayi akan tersenyum kembali, kadang lebih lebar atau bahkan tertawa dan
mengeluarkan suara. Respon bayi ini akan mendorong orang tua untuk memberikan
stimulasi kembali. Maka terjadilah interaksi atau komunikasi yang sederhana antara bayi
dengan orang tua. Diketemukan bahwa interaksi seperti ini mempengaruhi perkembangan
kecerdasan anak. Anak-anak yang mencapai nilai tinggi dalam test intelegensi telah
mendapatkan stimulasi yang baik dari orang tua ketika mereka masih bayi. orang tua
mengajak berbicara, tersenyum, bermain, mendengarkan, meniru, dan memberikan
respon yang konstan kepada senyuman bayi.Pada usia 2 bulan bayi akan menggapaikan
tangannya di hadapan mukanya. Pada saat seperti itu orang tua dapat membiarkannya
sendiri di baby box dan pergi mengerjakan hal-hal lain. Diskusikan persepsi pasien
tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini, perasaan dan harapan yang dulu dan saat
ini terhadap citra tubuhnya.

F. Perkembangan Otonomi
Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk
memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan
dirinya sendiri. Menurut Erikson,. Pada tahap ini, bayi tidak hanya dapat berjalan, tetapi
mereka juga dapat memanjat, membuka dan menutup , menjatukan, menolak dan
menarik, memegang otonomi atau kemandirian merupakan tahap ke dua perkembangan
psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan.
Otonomi dibangun di atas perkembangan kemampuan mental dan kemampuan
motorikdan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan prestasi ini dan ingin melakukan
segala sesuatu sendiri. Selanjtnya mereka juga dapat belajar mengendalikan otot mereka
dan dorongan keinginan diri mereka sendiri.
Dengan demikian, setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi
mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai
menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka.
Pada tahap ini bila orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri
di atas dua kaki mereka sendiri, sambil melatih kemampuan-kemampuan mereka, maka
anak akan mampu mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan, lingkungan dan
diri sendiri (otonom). Sebaliknya, jika orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau
terlalu membatasi hak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan
mengembangkan suatu rasa malu dan ragu-ragu yang berlebihan tentang kemampuan
mereka untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan dunia mereka.
Erikson yakin tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi
yang penting bagi perkembangan kemandirian dan identitas selama remaja.
Perkembangan otonomi selama tahun-tahun balita memberi remaja dorongan untuk
menjadi individu yang mandiri , yang dapat memiliki dan menentukan masa depan
mereka sendiri. Meskipun demikian menurut Santrock (1995), terlalu banyak otonomi
sama bahayanya dengan terlalu sedikit otonomi. Pada tahap ini jika bayi mempercayai
pengasuhnya, mereka akan menegaskan independensi dan menyadari kehendaknya
sendiri. Jika bayi terlalu banyak dibatasi, mereka akan mengembangkan sikap malu dan
ragu. Tahap ini berlangsung ketika bayi berusia sekitar 1-2 tahun.

G. Asuhan Keperawatan Perkembangan Psikososial Pada Bayi

1. Perkembangan psikososial bayi (0-18 bulan) : Rasa percaya Vs Rasa Tidak Percaya

1) Pengertian
Perkembangan psikososial bayi normal adalah proses perkembangan yang
ditandai dengan pemupukan rasa percaya pada orang lain dan diawali dengan
kepercayaan terhadap orang tua, khususnya ibu. Rasa aman secara fisik dan
psikologis berpern penting dalam pembentukan rasa percaya bayi. Jika rasa
percaya tidak terpenuhi, akan terjadi penyimpangan yang berupa rasa tidak
percaya dan setelah dewasa akan menjadi orang yang mudah curiga dan tidak
dapat menjalin hubungan baru.

2) Ciri perkembangan bayi yang normal : berkembangnya rasa percaya


1) Tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang lain
2) Menolak saat akan digendong orang yang tidak dikenalnya
3) Menangis saat digendong orang yang tidak dikenalnya
4) Menangis saat merasa tidak nyaman (basah,lapar,haus,sakit,panas)
5) Bereaksi senang ketika ibunya menghampirinya
6) Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya
7) Memperlihatkan atau memandang wajah ibu atau orang yang mengajak
bicara
8) Mencari suara ibu atau orang lain yang memanggil namanya
3) Ciri perkembangann bayi yang menyimpang : berkembangnya rasa tidak percaya
1) Menangis menjerit-jerit saat berpisah dengan ibunya
2) Tidak mau berpisah sama sekali dengan ibunya
3) Tidak mudah berhubungan dengan orang lain
4) Diagnosa keperawatan
1) potensial (normal) : berkembang rasa percaya
2) Resiko (penyimpangan) : resiko berkembang rasa tidak percaya
5) Tindakan keperawatan
1) Tindakan keperawatan untuk perkembangan psikososial bayi bertujuan:
a) Bayi merasa aman dan nyaman
b) Bayi dapat mengembangkan rasa percaya
c) Tindakan keperawatan untuk perkembangan psikososial bayi
2) perkembangan yang normal : rasa percaya
a) Panggil bayi sesuai namanya
b) Gendong dan peluk bayi saat menangis
c) Identifikasi kebutuhan dasar bayi yang terganggu (lapar, haus,
basah, sakit) saat menangis dan penuhi kebutuhan tersebut
d) Buai saat bayi menangis
e) Beri minum atau makaan saat bayi lapar
f) Selimuti bayi saat menangis
g) Bicara dengan bayi saat merawatnya
h) Bayi menangis saat berpisah dengann ibunya, tetapi tidak lama
i) Ajak bayi bermain ( bersuara lucu, memperlihatkan benda
berwarna menarik, menggerakkan benda )
3) penyimpangan perkembangan : rasa tidak percaya
a) Penuhi kebutuhan dasar dan rasa aman dan nyaman
b) Fokuskan perhatian pada bayi saat menyusui, jangan sambil
melakukan pekerjaan lain
c) Tidak membiarkan bayi tidur sendirian, tetapi tetap bersama orang
tua
d) Kontak dengan bayi sesering mungkin
4) Tindakan keperawartan untuk keluarga bertujuan:
a) Keluarga mampu menjelaskan perilaku yang menggambarkan
perkembangan yang normal dan menyimpang
b) keluarga mampu menjelaskan cara menstimulasi perkembangan
anaknya
c) keluarga mampu merencanakan tindakan untuk menstimulasi
perkembangan anaknya
6) Tindakan keperawatan untuk keluarga
a) perkembangan yang normal : rasa percaya
 Jelaskan pengertian perkembangan psikososial, karakteristik
perilaku bayi yang normal dan menyimpang
 Jelaskan cara memupuk rasa percaya bayi pada ibu atau
keluarga
o Panggil bayi sesuai namanya
o Berespons secara konsisten terhadap kebutuh
• Susui segera saat bayi menangis
• Ganti popok/celana bila basah/kotor
• Lindungi dari bahaya jatuh
b) perkembangan yang menyimpang : rasa tidak percaya
 Informasikan penyebab rasa tidak percaya bayi
 ajarkan cara membina hubungan saling percaya pada bayi

Anda mungkin juga menyukai