Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................1
D. Manfaat..............................................................................................................................2
E. Metode...............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
ISI...............................................................................................................................................3
ZAMAN KHULAFA AL-RASYIDIN (11-40 H/ 632-661M)...............................................3
A. Pengertian Khulafa Al - Rasyidin...................................................................................3
B. ABU BAKAR AS-SHIDIDIQ ( 11-13 H/632-634 M )..................................................4
1. Riwayat Hidup Abu Bakar As-Siddiq............................................................................4
2. Proses Pengangkatan Khalifah Abu Bakar Assidiq........................................................5
3. Keberhasilan yang Dicapai di Masa Abu Bakar Ra.......................................................7
4. Pandangan Terhadap Pembentukan Khilafah.................................................................9
C. Khalifah Umar ibn Al-Khathathab..................................................................................11
1. Kelahiran Umar ibn Al-Khaththab...............................................................................11
2. Latar Belakang Kehidupan Umar ibn Al - Khaththab..................................................12
3. Pengankatan Umar ibn Al-Khaththab sebagi Khalifah.................................................13
4. Umar ibn Khathathab: Madinah Sebagai Negara Adikuasa.........................................14
5. Peradaban Pada Masa Khalifah Umar..........................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
A. Kesimpulan......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Khulafaur Rasyidin adalah empat pemimpin Islam setelah Nabi Muhammad
SAW wafat. Empat pemimpin itu adalah Abu Bakar, Umar bin Khathab, Ustman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Empat orang ini adalah sahabat yang paling dekat
dengan Rasullulah. Setelah Rasullah wafat kepemimpinan menjadi kosong, umat
islam saat itu dalam keadaan bingung tanpa adanya pemimpinnya.

Lalu terpilihlah Abu Bakar untuk menjadi pemimpin umat islam yang
menggantikan Rasullulah yang pertama. Mengpa Abu Bakar bisa terpilih menjadi
pengganti Rasullah apa yang menjadi latar belakangnya, dan apa saja konstribusinya
terhadap Islam pada saat itu? Lalu setelah Abu Bakar menjalani masa
kekhalifahannya, mengapa Umar bin Khatab bisa terpilih dan apa saja konstribusi
Umar terhadap Islam? Didalam makalah ini akan lebih terfokuskan terhadap dua
tokoh Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khathab.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis merumuskan masalah yang
akan menjadi pada penulisan makalah adalah sebagai berkut:

1. Bagaimana penjelasan mengenai Khulafaul Rasyidin secara terperinci?

2. Bagaimana penjelasan mengenai kepemimpinan Abu Bakar Assidiq?

3. Bagiamana pejelasan mengenai kepemimpinan Umar bin Khattab?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai Khulafaul Rasyidin secara terperinci.

2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai kepemimpinan Abu Bakar Assidiq.

3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai kepemimpinan Umar bin Khattab.

1
D. Manfaat
Dengan tercapainya tujuan diatas maka manfaat yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
1. Pembaca dapat mengetahui penjelasan mengenai Khulafaul Rasyidin secara
terperinci.
2. Pembaca dapat mengetahui penjelasan mengenai kepemimpinan Abu Bakar
Assidiq.
3. Pembaca dapat mengetahui penjelasan mengenai kepemimpinan Umar bin
Khattab .

E. Metode
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah dengan
membaca buku di perpustakaan.

2
BAB II
ISI

ZAMAN KHULAFA AL-RASYIDIN (11-40 H/ 632-661M)


A. Pengertian Khulafa Al - Rasyidin
Khulafa al-Rasyidin adalah pemimpin umat Islam setelah Nabi Muhhamad
Saw. Wafat, yakni khalifah-khalifah yang terpercaya atau yang mendapat pentunjuk.
Secara teknis, term al-khulafa al-Rasyidin berasal dari sebuah riwayat yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Yang bersabda: “Umatku akan
terpecah-pecah menjadi 73 golongan, semuanya akan ditempatkan dineraka,
kecuali satu golongan saja.” “apa satu golongan itu?” Tanya seorang sahabat.
Nabi Saw menjawab: “kelompok Ahlusunnah wal Jamaah.” Sababat bertanya lagi:
“siapakah mereka?” Nabi Saw. Menjawab: “mereka yang taat pada sunnahku dan
sunah al-Khalifa al-Rasyidin”.

Khalifah “penerus Nabi” merupakan jabatan yang dipangku para Sahabat


setelah Nabi Saw wafat. Pengertian penerus Nabi pun bukanlah siapa yang akan
menggantikan Muhammad sebagai nabi, melainkan menggantikan sebagai
Pemimpin umat. Khalifah merupakan singkatan dari khalifah Rasulullilah,
sedangkan khilafah merupakan pemerintahanya. Teori khilafah itu timbul dari
realitas sejarah segera setelah Nabi Saw. Wafat, bertolak dari dasar pemikiran
tentang keharusan dibentuknya lembaga kekuasaan yang mewarisi, menggantikan
dan meneruskan tradisi yang telah dijalankan Rasulullah Saw.

Nabi Muhammad Saw. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikanaya sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Beliau
nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum Muslimin sendiri untuk
menentukanya. Hal ini membuktikan bahwa Nabi berjiwa demokratis, tidak otoriter.
Tidak lama setelah beliau wafat sebelum jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh
Muhajjirin dan Anshar berkumpul di Saqiyah Bani Saidah, Madinah. Mereka
bermusyawarah mengenai siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah
itu berjalan cukup alot, kerena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun
Anshar sama-sama berhak menjadi pemimpin umat islam. Walaupun dengan

3
demikian semangat ukhuwat islamiyah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih
menjadi Khalifah pertama. Kekhalifahan selanjutnya berturut-turut dipangku oleh
Umar Ibnu al-Khattab, Utsman ibnu Affan, dan Ali ibnu Abi Thalib.

Mengenai jumlah khalifah yang termasuk Khulafa al-Rasyidin, para ulama


berbeda dalam menafsirkanya sesuai dengan istihajnya. Ibnu al-Musyyab
berpendapat bahwa khalifah yang Rasyidin itu, hanya tiga: Abu Bakar as-Shiddiq,
Umar ibnu al-Khattab, dan Umar ibn al-Aziz. Sementara itu, Sufyan al-Tsauri dan
ulama pada umunya berpendapat bahwa khalifah yang Rasyidin itu ada lima: Abu
Bakar as-Shiddiq, Umar ibnu al-Khattab, Usman ibnu Affan, Ali ibnu Abi Thalib
dan Umar ibn al-Aziz.

B. ABU BAKAR AS-SHIDDIQ ( 11-13 H/632-634 M )


1. Riwayat Hidup Abu Bakar As-Siddiq
Nama lengkap Abu Bakar adalah Abdullah ibnu Abi Quhafah at-Tamimi.
Sisilah keturunanya berjumpa dengan silsilah Nabi Muhammad pada Moyang
Murra Ibnu Ka’ab, yakni sebagai berikut: Abu Bakar Ibnu Ustman (Abu
Quhafah) ibnu amir ibnu amr ibnu Sa’d ibn Taim ibnu Murra ibnu Ka’ab ibnu
Lu’ayy ibnu Talib ibnu Fihr ibnu Nadr ibnu Malik. Ibunya bernama Ummu
Khair Salma binti Sakhr. Garis keterunan ayah dan ibunya bertemu pada
neneknya bernama Ka’n ibnu Sa’d ibnu Taim ibnu Murra, suku besar Quraisy
dari belahan Bani Ta’im. Abu Bakar sewktu kecil bernama Abdul Ka’bah,
kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah, karena ia paling cepat masuk
islam. Menurut A-Suyuthi, mana Abu Bakar adalah ‘Atiq, karena terpelihara,
terbebas dari api neraka. Ia diberi kunyah Abu Bakar, yang artinya “ orang yang
pegi-pagi betul masuk Islam “ As-Siddiq merupakan gelar yang diberikan
padanya setelah dia membenarkan peristiwa Isra Mik’raj Rasulullah. Abu Bakar
lahir pada tahun 573 M di Mekah. Setelah ia masuk islam seluruh hidupnya
dibangkitkan untuk membela islam. Karena Dakwahnya banyak orang yang
Quraisy ternama masuk islam, seperti Ustman ibnu ‘Affan, Zubair Ibnu
‘Awwan, Abdurrahman ibnu Auf, Sa’ad ibnu Abi Waqas dan Thalhah ibnu
Ubaidillah.

4
Abu Bakar mempunyai empat istri: pertama Kutayla binti Abd ‘Uzza yang
melahirkan Abdullah dan ‘Asma; Ummu Ramman yang melahirkan
Abdulrahman dan Aisyah; ketiga Asma ibnu Umasy yang melahirkan
Muhammad ibnu Abi Bakar; keempat, Habibah ibu Kharaja yang melahirkan
Ummu Kultsum. Beliau ikut hijrah ke Madinah bersama Nabi, dan bersama
Nabi pula bersembunyi di Gua Tsur. Dari lama dan eratnya hubungan
persahabatan beliau dengan Rasulullah serta kejujuran dan kesucian hatinya,
beliau dapat mendalami jiwa dan semangat islam lebih dari pada yang didapat
orang-orang islam lainya. Jika berhalangan, Abu Bakarlah yang menjadi Imam
Shalat. Pada tahun 623 M, bersamaan dengan hari wafatnya Rasulullah, beliau
diangkat menjadi khalifah setelah dibaiat oleh kaum muslim. Setelah
menjalankan tugas khalifah selama 2 tahun 3 bulan dan 10 hari, beliau wafat
pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13 H atau 23 Agustus 634 M karena sakit.

2. Proses Pengangkatan Khalifah Abu Bakar Assiddiq


Setelah nabi Saw. wafat, umat islam dihadapkan kepada masalah yang
cukup pelik yang tak pernah timbul di kala Nabi masih hidup, serta tak dijumpai
penyesalannya dalam Al-Qur’an yaitu masalah suksesi. Siapa yang
menggantikan Nabi sebagai kepala negara Madinah. Untuk menyelesaikan
persoalan ini, terjadi pertemuan antara pemuka-pemuka Muhajirin dan Anshar di
Saqifah (tempat pertemuan) Bani Sa’idah. Karena tidak adanya petunjuk yang
jelas dalam Al-Quran tentang siapa pengganti Nabi sebagai kepala negara
Madinah, nyaris pertemuan itu menimbulkan perpecahan dikalangan umat
Islam. Dalam pertemuan di Saqifah itu, tampilah Sa’ad ibnu Ubadah yang
berpidato memajukan argumen keutamaan dan peranan golongan anshar dalam
membela perjuangan Rasulullah, sehinggga beliau berhasil menaklukkan Mekah
dan menyebarkan Islamdi seluruh semenanjung Arabia yang tiada lain berkat
pertolongan kaum Anshar. Karena itu, kekhalifahan menjadi hak golongan ini.
Mendengar pidato ini, orang-orang Anshar mengusulkan Sa’ad ibnu Ubadah
menjadi khalifah.

5
Kaum Muhajirin pun mengajukan argumentasi mereka, yakni karena
merekalah yang pertama-tama mendukung dakwah Rasulullah sehingga Islam
berkembang dari jumlah yang sangat kecil, lama-kelamaan bertambah besar. Di
samping argumen diatas, Muhajirin juga mengemukakan perkataan Nabi.: “
Pemimpin itu dari suku Quraisy” serta perbuatan Nabi Saw., yakni mewakilkan
pelaksanaan tugas imam shalat kepada Abu Bakar ketika Nabi Saw. sakit.
Argumentasi Muhajirin dengan menghubungkan kepada Nabi Saw., berhasil
bukan saja menutup kesempatan golongan Anshar, tetapi akhirnya diterima
sebagai ajaran politik Islam hingga beberapa abad kemudian.
Tokoh-tokoh dari Muhajirin yang hadir di Saqifah Bani Saidah itu di
antaranya Abu Bakar, Umar ibnu Khattab, dan Ubaidah ibnu al-Jarrah. Abu
Bakar mengusulkan salah seorang dari Umar ra. atau Abu Ubaidah menjadi
pemimpin. Namun keduanya menolak bahkan sebaliknya, mereka mencalonkan
Abu Bakar dengan alasan dialah sahabat Rasulullah yang menemani Rasulullah
Saw. dalam gua Tsur dan pernah ditunjuk Nabi sebagai imam shalat.
Salah satu dari Anshar mengusulkan supaya dari kelompok Muhajirin dan
Anshar masing-masing ada seorang pemimpin. Umar menolak dan mengatakan
bahwa tidak mungkin dalam satu sarung ada dua pedang. Pada saat kritis ini
Umar tetap mencalonkan Abu Bakar, dan Abu Bakar pun menerimanya. Abu
Bakar kemudian mengulurkan tangannya. Umar ra., diikuti oleh orang-orang
yang hadir di Saqifah itu melakukan baiat pada Abu Bakar dan baiat ini disebut
baiat khassah. Hari berikutnya Abu Bakar dibaiat oleh Umar di masjid Nabi dan
baiat ini disebut Baiat Ammah.
Abu Bakar terpilih sebagai pengganti Rasulullah dan dibaiat oleh seluruh
umat. Keluarga dekat Nabi termasuk Ali (menantu Rasulullah) tak ikut campur
dalam kompromi kepemimpinan itu karena sibuk mengurusi jenazah dan
penguburan Nabi. Bahkan Ali baru menyatakan baiatnya setelah istrinya,
Fatimah, wafat lebih kurang 75 hari setelah Nabi Saw. Namun demikian, Abu
Bakar tidak mengalami adanya oposisi terbuka terhadap keabsahan
kepemimpinannya, baik dari Ali ra. maupun dari keluarga dekat Nabi.
Sewaktu Abu Bakar diangkat menjadi khalifah sebagai pengganti Nabi
mengepalai negara Madinah, salah satu perkataan dalam pidatonya adalah: “Aku

6
baru saja diangkat untuk menjadi pemimpin bagi kamu sekalian, sedangkan aku
bukanlah yang terbaik di antara kamu. Apabila aku bejalan lurus bantulah aku,
tetapi jika aku salah jalan, luruskanlah aku.”

3. Keberhasilan yang Dicapai di Masa Abu Bakar Ra


Sistem pemerintahan yang dijalankan Abu Bakar bersifat sentralistis, sama
seperti zaman Nabi Muhammad Saw., yakni kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudikatif terpusat di satu tangan. Selama kepemimpinannya yang berlangsung
relatif singkat (2 tahun 3 bulan 10 hari), Abu Bakar mencapai keberhasilan
sebagai berikut.
a. Perang Riddah
ketika Nabi Muhammad Saw. wafat, suku-suku bangsa Arab tidak mau
lagi tunduk kepada pemerintahan Madinah. Abu Bakar melakukan peperangan
yang dinamakan perang Riddah (Hrb ar-Riddah). Beliau berhasil memerangi
orang-orang yang keluar dari ajaran Islam (murtad); memerangi para nabi
palsu; dan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Diantara
nabi palsu tersebut adalah Musailamah al-Kadzb dari Bani Hanifah di al
Yamamah, yang istrinya bernama Sajah dari Bani Tamim, Al-Aswad al-‘Ansi
di Yaman, dan Thulaihah ibnu Khuwailid dari Bani Asad. Jenderal yang
banyak jasanya dalam mengatasi perang Riddah ini adalah Khalid ibnu al-
Walid.
b. melanjutkan Rencana Nabi
setelah kondisi dalam negeri stabil, Abu Bakar meneruskan rencana Rasul
yang belum terlaksana, yaitu mengadakan peperangan dengan Persia dan
Byzantium karena kasus Bendhi. Khalid ibnu al-Walid dibantu oleh Al-
Mutsanna ibnu Haritsah dikirim ke persia (Irak) dan dapat mengusai Hirah tahun
634 M. Pasukan yang dipimpin empat orang jenderal dikirim ke Syam (Syiria)
yang menjadi jajahan Romawi (Byzantium), yaitu Abu Ubaidah ibnu Jarrah
(pimpinan tertinggi empat pasukan) ke Hims, Yazid ibnu Abi Sufyan ke
Damaskus, Amr ibnu Ash ke Palistina, dan Syurahbil ibnu Hasanah ke lembah
Yordania.

7
Melihat pasukan yang menang hanya Amr ibnu Ash di perbatasan
Palestina, Abu Bakar menyatukan pasukan menghadapi laskar Romawi di
Yarmuk. Jenderal Khalid ibnu al-Walid pun diperintahkan meninggalkan Irak
untuk memperkuat pasukan di Syam. Beliau memimpin pasukan berkekuatan
30.000 personil di bawah panglima Theodore, saudara Heraklius, di
pertempuran Ajnadain tahun 13 H. Pada pertempuran itu, tentara Islam
memperoleh kemenangan, mencoreng muka dan memalukan Hiraklius sehingga
beliau meninggalkan Hims, melarikan diri ke Anthakiah (Antiokhia). Saat
Khalid ibnu al-Walid dan pasukannya memenangkan perang di Ajnadain, datang
surat dari Madinah yang menyatakan Khalifah Abu Bakar meninggal dunia dan
di gantikan Umar ibnu Khattab.
c. Pembagian Wilayah
Wilayah-wilayah dalam kekuasaan negara Madinah asa Abu Bakar
dipimpin oleh amir dan wali. Amir merupakan pemimpin wilayah yang memiiki
otonomi penuh, sedangkan wali tidak memiliki otonomi penuh. Di antara amir
dan wali itu menurut Abd al-Wahhab al-Najjar yang dikutip oleh Mubarok
adalah: (1) Amir kota Mekah yaitu Atab ibnu Asyad, (2) Amir kota Thaif yaitu
‘Utsman ibnu al’Ash, (3) Wali kota Hadhramaut yaitu Ziyad ibnu Labid, (5)
Wali kota Khaulan yaitu Ya’la ibnu Umayyah, (6) Wali kota Zubaid wa Rima’
yaitu Abu Musa al-Asy’ari, (7) Amir kota Jand yaitu Mu’adz ibnu Jabal, (8)
Wali kota Najran yaitu Jarir ibnu ‘Abd Allah, (9) Wali kota Jarsy yaitu Abd
Allah ibnu Tsaur, dan Wali kota Bahrain yaitu al-‘Ala’ ibnu al-Hadhrami. Abu
Bakar tidak mengangkat perdana menteri dan sekretaris, namun beliau
membentuk Bait al-Maal untuk kepentingan umat islam.
d. Kodifikasi al-Quran
Kodifikasi al-Quran merupakan pengumpulan dan pembukuan ayat-ayat
al-Quran yang masih berserakan menjadi satu naskah pada tahun 11 H atas
inisiatif Umar bin Khattab. Pengodifikasian al-Quran ini terinpirasi setelah
peristiwa Yamamah, yang menyebabkan kurang lebih 70 orang penghafal al-
Quran meninggal dunia. Pada waktu itu, ayat-ayat al-Quran masih tertulis pada
daun atau pelepah kurma atau pada batu, tulang, dan dada-dada penghafal al-
Quran. Panitia pengodifikasian al-Quran pada masa ini dipimpin oleh Zaid ibnu

8
Tsabit, salah seorang penulis wahyu Al-Quran ketika wahyu turun pada masa
Nabi. Seluruh ayat-ayat al-Quran berhasil dikumpulkan, kemudian disimpan
oleh Abu Bakar sampai beliau meninggal. Selanjutnya, naskah al-Quran
disimpan oleh Umar ibnu Khattab sebagai khalifah kedua pengganti Abu Bakar.
Sepeninggal Umar, naskah al-Quran oleh salah seorang putrinya, Siti Hafshah,
mantan istri Nabi Muhamad Saw.

4. Pandangan Terhadap Pembentukan Khilafah


Pertemuan para sahabat di Saqifah Bani Sa’idah setelah Nabi Muhammad
Saw wafat, menurut Fazlur Rahman merupakan pelaksanaan prinsip syura yang
pertama. Kejadian ini kemudian diikuti dengan pidato pelantikan Abu Bakar
sebagai khalifah pertama. Dalam pidato pelantikannya itu, secara kategoris ia
menyatakan dirinya telah menerima mandat dari rakyat yang memintanya
melaksanakan al-Quran dan sunnah, ia didukung terus. Tetapi bila ia melakukan
pelanggaran berat maka ia harus diturunkan.
Pidato Abu Bakar itu menurut Rahman bahwa khilafaah atau pemerintahan
Islam mendapatkan sanksinya dari komunitas Islam dan karena itu sepenuhnya
demokratik. Demokrasi di sini berarti sistem pemerintahannya mengakui hak
segenap anggota masyarakat mempengaruhi keputusan politik, baik secara
langsung maupun melalui perwalian.
Dalam kasus pemilihan di Saqifah Bai Sa’idah itu, bai’at memang dilakukan
oleh orang-orang tertentu. Menurut Al-Marwadi, pengangkatan Abu Bakar dipilih
oleh Umar ibnu Khattab, Abu Ubaidah bin al-Jarrah Usaid bin Hudhair, Basyir bin
Sa’ad dan Salim Maulana Abi Hudzaifah setelah mereka mengadakan musyawarah.
Namun demikian, orang-orang itu tidak dipilih terlebih dahulu, sehingga belum
dapat dikatakan wakil seperti dalam demokrasi perwakilan. Karena itu, cara pilihan
yang dilakukan di Saqifah Bani Sa’idah belum dapat dikatakan sistem demokrasi.
Tetapi karena pada ba’iat ‘Amanah ternyata mendapat dukungan dari kaum
muslimin secara umum, dapatlah dikatakan bahwa pemilihann tersebut demokratis.
Di samping dalam arti kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun
temurun.

9
Menurut Nurcholis Madjid, istilah khalifah sebagai nama jabatan yang
pertama kali dipegang oleh Abu Bakar itu adalah pemberian orang banyak (rakyat),
tidak secara langsung berasal dari kitab ataupun sunnah. Menanggapi pidato Abu
Bakar, Nurcholis Madjid mengetakan:”pidato itu oleh banyak ahli sejarah dianggap
suatu statemen politik yang amat maju”. Pidato ini menurutnya merupakan
manifesto politik yang secara singkat dan padat menggambarkan kontinuitas
prinsip-prinsip tatanan masyarakat yang telah diletakan Nabi Saw. Pidato ini
memuat prinsip-prinsip: pertama, pengakuan Abu Bakar sendiri bahwa dia “orang
kebanyakan” dan mengharap agar rakyat membantunya jika ia bertindak benar, dan
meluruskannya jika ia keliru; kedua, seruan agar semua pihak menepati etika
kejujuran sebagai amanat, dan jangan melakukan kecurangan kianat; ketiga,
penegasan persamaan prinsip, persamaan manusia dan keadilan sosial, adanya
kewajiban yang pasti atas kelompok yang kuat untuk kelompok lemah yang harus
diwujudkan oleh pemimpin masyarakat; keempat, seruan untuk tetap memelihara
jiwa perjuangan, yaitu sikap hidup penuh cita-cita luhur melihat jatuh ke masa
depan; kelima penegasan bahwa kewenangan kekuasaan yang diperolehnya
menuntut ketaatan rakyat, tidak karena pertimbangan partikularistik pribadi
pimpinan, tetapi karena nilai universal prinsip-prinsip yang dianut dan
dilaksanakannya. Dalam istilah modern, kekuasaan Abu Bakar adalah kekuasaan
konstitusional.
Dapat dikatakan bahwa keunikan Islam dbandingkan dengan agama-agama
lain berada dalam pandangannya tentang politik yang menurut ukuran kemanusiaan
amat maju sebagaimana telah disinggung di atas. Bahkan Robert N. Bellah, adalah
sarjana sosiologi agama terkemuka, menyebutnya dengan “sangat modern”.
Khususnya pandangan dan praktek politik yang berlaku di zaman khalifah yang
empat.
Letak kemoderenan di sini menurut Robert N. Bellah ialah: pertama,
kedudukan pimpinan kenegaraan yang terbuka terhadap penilaian berdasarkan
kemampuan (prestasi). Kedua, karena itu pimpinan ditetapkan melalui proses
pemilihan terbuka, dengan cara apapun pemilihan itu dilakukan dalam kenyataan
sejarahnya, sesuai dengan keadaan. Ketiga, semua warga masyarakat dan negara,
yang disebut umat mempunyai hak dan kewajiban yang sama berdasarkan

10
pandangan persamaan manusia di depan Allah dan Hukum-Nya. Keempat, hak-hak
tertentu yang luas dan adil juga diakui ada pada golongan agama-agama lain
tentang konsep Ahl al-Kitab, yang didalam piagam Madinah dimasukan menjadi
bagian dari umat. Pemilihan Abu Bakar menjadi khalifah sebenarnya mengikuti
cara-cara yang bisa dipergunakan oleh bangsa Arab, kepemimpinan tidak bersifat
turun temurun, akan tetapi dipiih, kriteria pemilihan didasarkan rutama atas
senioritas anggota, keberaniandan sifat-sifat utama lainnya. Sementara itu ,
pengangkatan seorang khlifah. Pertama, syura (musyawarah); kedua, Aqd (kontrak
sosial); ketiga, bai’at (pengakuan umat).
Alasan bahwa khalifah harus dipilih oleh golongan Quraisy, sebagaimana
muncul dalam pidato-pidato di Tsaqifah Bani Saidah, sebenarnya dapat dipahami
karena Quraisy adalah kabilah terbesar saat itu. Berkenan dengan perkataan Nabi
tentang pemimpin itu dari Quraisy. Syed Amir Ali mengutip pendapat itu Khaldun
tanpa mempersoalkan kebenaran hadits itu menerangkan bahwa ucapan itu harus
disikapi sebagai anjuran saja disebabkan karena keadaan waktu itu, bangsa
Quraisylah yang berpotensi dan pantas menjadi pemimpin. Rasionalisasi dari
tindakan Umar bin Khattab bersama beberpa sahabat setelah Nabi Saw wafat yang
terjadi tiba-tiba adalah: pertama, keharusan adanya pemimpin negara yang akan
menggantikan Nabi Saw karena Islam adalah agama dan negara; kedua, begitu
pentingnya dilakukan demi kelangsungan umat Islam dan menjaga terjadinya
kekacauan sehingga penguburan jenazah Nabi Saw merupakan fardu kifayah, yang
sudah ditangani oleh keluarganya agak tertunda; ketiga, karena Nabi Saw sendiri
tidak pernah menentukan siapa yang akan menjadi pengganti kepala negara.
Penunjukan Abu Bakar dengan pensponsor dari Umar bin Khattab r.a
agaknya lebih mirip dengan tindakan darurat, tercermin dari penggunaan istilah
khalifah olehnya tugasnya itu. Baru setelah di masa Umar, sifat darurat itu mulai
menghilang dan tumbuh ifat kepermanenan jabatan pemimpin umat Islam. Untuk
sebutan resmi jabatannya, Umar memilih mana atau gelar Amir al-Mu’minin.1

1
Ratu Suntiah dan Maslani, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017) hal. 67-
78.

11
C. Khalifah Umar ibn Al-Khathathab
1. Kelahiran Umar ibn Al-Khaththab
Umar ibn lil-Khaththab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin
Khaththab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin
Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan
Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang
sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW. Kebesarannya terletak pada
keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai
mujtahid yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas
prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dalam banyak hal, Umar ibn Al-Khaththab dikenal sebagai
tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan genius.
Peranan Umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang
paling menonjol karena perluasan wilayahnya, di samping kebijakan - kebijakan
politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan
Umar merupakan fakta yang diakui kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan,
ada yang mengatakan, kalau tidak karena penaklukan-penaklukan yang
dilakukan pada masa Umar, Islam belum akan tersebar seperti sekarang.

2. Latar Belakang Kehidupan Umar ibn Al - Khaththab


Umar ibn Al-Khaththab dilahirkan di Mekah dari keturunan suku
Quraisy yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya
Perang Fijar atau sebagaimana yang ditulis oleh Muhammaq Al-Khudari Bek,
tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW.
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk di antara kaum kafir Quraisy yang paling
ditakuti oleh orang - orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh dan
penentang Nabi Muhammad SAW. yang paling gatra, dan kejam, bahkan sangat
besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad dan pengikut-
pengikutnya. Dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi Muhammad
sebagai penyair tukang tenung.
Setelah Umar masuk agama Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun
setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kepribadiannya bertolak belakang

12
dengan keadaan sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih dan
setia membela agama Islam. Bahkan, dia termasuk seorang sahabat yang
terkemuka dan paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW.

3. Pengankatan Umar ibn Al-Khaththab sebagi Khalifah


Penunjuk Abu Bakar terhadap umar yang dilakukan disaat ia mendadak
jatuh sakit pada masa jabatnya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat
bahwa penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang
diserahkan pad persetujuan umat. Abu Bakar dalam penujukan Umar sebagi
pengganti tetap mengadakan musyawarah dengan beberapa sahabat senior antara
lain, Abdul Rahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir, seorang
tokoh Anshar. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilhanya pada Umar
secara objektif. Setelah itu hasil konsultasi dengan beberapa orang sahabat senior
itu masih ditawarkan kepada kaum muslimin yang sedang berkumpul di masjid
Nabawi. Apakah rela menerima orang yang dicalonkan sebagai penggantinya?
Dalam pertemuan tersebut kaum muslimin menerima dan menetujui orang yang
telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar menerima persetujuan kaum
muslimin atas pilihanya, ia meniggal Utsman bin Affan untuk menuliskan teks
Penggangkatan Umar (bai’at Umar).

Kami menilai bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar dalam suksesi
kepemimpinan di Negara Madinah pada saat itu merupakan langkah yang tepat.
Dan apa yang dilakukan itu merupakan implementasi yang optimal terhadap
prinsip musyawarah.
Sebagaimana Abu Bakar, Uamar bin Khaththab begitu diabi’iat atau
dilantik menjadi khalifah menyampaikan pidato penerimaan penerimaan
jabatanya di Masji Nabi dihadapan kaum muslim. Pidato tersebut
menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan khalifah adalah tugas yang
berat sebagi amanah dan ujian. Antra pemimpin dan yang dipimpin harus terjalin
huuubungan timbal balik yang seimbang dalam melaksanakan tanggung jawab
itu. Setiap urusan harus diurus dan selesaikan oleh khalifah yang baik. Khalifah
harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang amanah untuk

13
membantunya. Hukum harus ditegakan terhadap pelaku tanpa memandang dari
pihak manapun.

4. Umar ibn Khathathab: Madinah Sebagai Negara Adikuasa


Semenjak penaklukan Persia dan Romawi pemerintahan Islam menjadi
adikuasa dunia yang memiliki wilayah kekuasaan luas, meliputi semenanjung
Arabia, Palestina, Siria, Irak, Persia, dan Mesir.
Umar ibn Al-Khathab dikenal sebagai Negarawan, administrator terpandai
dan terampil, dan seorang pembaharu berbuat berbagai kebijakan mengenai
pengelolaan wilayah yang sangat luas, ia menata struktur kekuasaan dan
Administrasi pemerintahan Negara Madinah berdasarkan semanagat demokrasi.
Sebagaimana Rasulullah Saw. Dan Abu Bakar, Khalifah Umar juga sangat
condong menanamkan semnagat Demokrasi secara insentif dikalangan
masyarakat, dan dikalangan pejabat dan para Administrator pemerintahan. Ia
selalu mengadakan musyawarah dengan rakyat untuk memecahkan masalah
masalah umum dan kenegaraan yang dihadapi. Ia tidak bertindak sewenang-
wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertkan warga Negara,
baik warga Negara muslim mapun warga Negara non-muslim.

5. Peradaban Pada Masa Khalifah Umar


Peradaban yang peling signatif pada masa Umar, selain pola Administratif
pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan.
Pemikiran khalifah Umar bin Khathab khususnya dalam peradilan yang masih
berlaku sampai sekarang dikutip M. Fauzan, sebagai berikut

Naskah Asas – asas Hukum Acara


Dari Umar Amamirul Mu’Minin kepada Abdullah bin Qais, mudah –
mudahkan Allah melimpahkan kesejahteraan dan rahmat-Nya kepada engkau.
1. Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukan lembaga peradilan di tengah-tengah masyarakat suatu Negara
hukumnya wajib dan sunnah yang harus diikuti atau dipatuhi
2. Memahami kasus paersoalan, baru memutuskan

14
Pahami persoalan suatu kasus gugatan yang diajukan kepada Anda, dan
ambilah keputusan setelah jelas persoalan mana yang benar dan mana yang
salah. Karena sesungguhnya sesuatu yang kebenaran yang tidak memperoleh
perhatian hakim akan sia-sia.
3. Samakan pandangan adnda kepada kedua belah pihak dan berlaku adilah
Dudukan kedua belah pihak di majelis secara sama, pandangan mereka
dengan pandangan yang sama, agar orang yang terhormat tidak melecehkan
anda, dan orng yang lemah tidak merasa teraniaya.
4. Kewajiban pembuktian
Penggugat wajib membuktikan gugatanya, dan tergugat wajib membuktikan
bantahanya.
5. Lembaga damai
Penyelesaian perkara secara damai diberikan, sepanjanhgg tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
6. Penundaan persidangan
Barang siapa menyatakan ada suatu hal yang tidak ada ditempatnya atau suatu
keterangan, berilah tenpo kepadanya untuk dilaluinya. Kemuadian jika ia
memberi keterangan, hendaklah anda memberikan padanya haknya. Jika ia
tidak mampu memberikan demikian, and adapt memutuskan perkara yang
merugikan haknya, karna yang demikian itu lebih mantap bagi keudzuranya
dan lebih menampakan apa yang bersembunyi.
7. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
Janganlah anda dihalangi oleh suatu keputusan yang telah anda putuskan pada
hari ini. Kemudian anda ditinjau kembali putusan itu lalu anda ditunjuk pada
keberaran untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu adalah suatu
hal yang qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali pada yang
hak, lebih baik dari pada terus bergelimang dalam kebatilan.
8. Kewajiban meninggalkan hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis
Pergunakan kekuatan logis pada suatu kasus perkara yang diajukan apabila
anda dengan menggali akan memahami hukum yang hidup.
9. Orang islam haruslah berprilaku adil

15
Orang islam dengan orang islam lainya haruslah berprilaku adil, terkecuali
orang yang sudah pernah menjadi saksi palsu aatu pernah dijatuhi hukuman
atas had bagi orang yang pernah dirugikan.
10. Larangan bersidang ketika sedang bmosionl
Jauhi diri anda dari marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang, dan
beprilaku kasar terhadap para pihak.2

2
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Putaka Setia, 2016) hal. 77-84.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Khulafaur Rasyidin adalah empat pemimpin Islam setelah Nabi Muhammad
SAW wafat. Empat pemimpin itu adalah Abu Bakar, Umar bin Khathab, Ustman
bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Empat orang ini adalah sahabat yang paling dekat
dengan Rasullulah. Setelah Rasullah wafat kepemimpinan menjadi kosong, umat
islam saat itu dalam keadaan bingung tanpa adanya pemimpinnya.

Abu Bakar lahir pada tahun 573 M di Mekah. Setelah ia masuk islam seluruh
hidupnya dibangkitkan untuk membela islam. Karena Dakwahnya banyak orang
yang Quraisy ternama masuk islam, seperti Ustman ibnu ‘Affan, Zubair Ibnu
‘Awwan, Abdurrahman ibnu Auf, Sa’ad ibnu Abi Waqas dan Thalhah ibnu
Ubaidillah. Umar ibn lil-Khaththab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar
bin Khaththab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin
Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu
Bakar Ash-Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah
sesudah Nabi Muhammad SAW.

17
DAFTAR PUSTAKA

Supriadi, Dedi. 2016. SEJARAH PERADABAN ISLAM. Bandung. CV. Pusaka Setia

Santiah, Ratu dan Maslani. 2017. SEJARAH PERADABAN ISLAM. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya.

18

Anda mungkin juga menyukai