Anda di halaman 1dari 4

Mapel : Nahwu

Kelas : XI MIPA dan IIS


Pertemuan : Kamis, 23 April 2020
Pengampu : Muhamad Hasan, S.S.

‫النعت الحقيقي والنعت السببي‬


(Lanjutan Materi Sebelumnya)
Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Kaifa halukum abnai at-thalabah?. Semoga kalian di rumah tetap sehat dan selalu dalam
lindungan Allah subhanahu wa ta’ala. Mari kita senantiasa bersyukur kepada Allah Swt dengan
meningkatkan ibadah dan amal sholih kepada-Nya. Tidak lupa juga mari kita bershalawat kepada Rasul,
Muhammad Saw yang kita jadikan panutan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Wa Ba’du.

Baik, pada pertemuan ini kita akan melanjutkan pembahasan tentang NAAT HAQIQI DAN NAAT
SABABI agar lebih tajam. Kita akan mengupas tentang contoh-contoh Na’at Sababi beserta
pembahasannya. Sebelum kita masuk ke contoh-contoh, silahkan dibaca ulang dengan seksama materi
pertemuan sebelumnya.

Perhatikan contoh-contoh di bawah ini!

‫النعت السببي‬ ‫النعت الحقيقي‬


َ ‫ضيِّ َقةٌ َس‬
ُ‫احتُه‬ َ ‫ه َذا َمْن ِّزٌل‬ ‫ضيِّ ٌق‬
َ ‫ ه َذا َمْن ِّزٌل‬-1
(Ini adalah rumah yang halamannya sempit ) (Ini adalah rumah yang sempit)
Jika kita perhatikan kalimat di atas. Mana Na’at Perhatikan contoh di atas!. Kata yang
dan mana man’utnya?. bergaris bawah, yaitu ‫ضيِّ ٌق‬ َ adalah na’at dan
‫ َمنْ ِّزٌل‬adalah man’ut.
Na’atnya adalah ٌ‫ضيِّ َقة‬ َ dan man’utnya adalah ‫مْن ِّزٌل‬.
َ
Jika kita amati dengan seksama, mengapa lafadz Apakah susunan na’at man’ut di atas sudah
na’at man’utnya berbunyi ٌ‫ضيِّ َقة‬ َ ‫منْ ِّزٌل‬,
َ kan sesuai dengan kaidah?.
seharusnya ‫ضيِّ ٌق‬
َ ‫? َمْن ِّزٌل‬. Apakah kalimat di atas
salah?. Tidak! Ya, sudah. Karena ‫( َمْن ِّزٌل‬man’ut) adalah ism
mufrod, nakirah, mudzakkar, dan marfu’.
Baik, masih ingat ketentuan na’at sababi?. Ya, Dan kata ‫ضيِّ ٌق‬
َ (na’at) juga ism mufrod,
na’at sababi itu mengikuti man’utnya (kata yang nakirah, mudzakkar, dan marfu’.
terletak sebelum na’at) hanya dalam 2 hal, yaitu
1. makrifah dan nakirah. Oleh karena itu syarat na’at kepada man’ut
2. I’rabnya (marfu’, manshub, dan majrur). di atas sudah terpenuhi semua, yaitu :
1. man’utnya ism mufrod, na’atnya
Dan mengikuti kata yang terletak setelahnya juga ism mufrod,
(yang disifati) dalam hal : 2. man’utnya nakirah, na’atnya juga
1. Mudzakkar dan muannatsnya saja. nakirah,
2. Bentuk na’at sababi selamanya mufrod 3. man’utnya mudzakkar, na’atnya
juga mudzakkar,
Jadi lafadz ٌ‫ضيِّ َقة‬
َ ‫ َمنْ ِّزٌل‬tidak ada masalah, karena ‫َمنْ ِّزٌل‬ 4. man’utnya marfu’, na’atnya juga
nakirah maka ٌ‫ضيِّ َقة‬ َ juga nakirah. Karena ‫َمنْ ِّزٌل‬ marfu’.
marfu’ maka ٌ‫ضيِّ َقة‬ َ juga marfu’.
Inilah yang disebut dengan na’at haqiqi,
Lalu apa alasan na’at tersebut berbunyi ٌ‫ضيِّ َقة‬
َ yaitu na’at yang mensifati pada diri
(muannats)?
Ya, karena pada hakikatnya na’at sababi itu man’utnya secara langsung. Kata ‫ضيِّ ٌق‬
َ
mensifati kata yang memiliki ikatan dengan langsung mensifati ‫مْن ِّزٌل‬.
َ
man’utnya. Dalam hal ini adalah kata ُ‫احتُه‬ َ ‫َس‬
“halamannya”. Kata ُ‫احتُه‬ َ ‫ َس‬memiliki ikatan dengan
kata ‫ َمْن ِّزٌل‬dengan dibuktikan adanya dhomir
mudzakkar, yaitu ُ‫ ـه‬yang melekat pada kata ُ‫احة‬ َ ‫َس‬
yang kembalinya kepada kata ‫منْ ِّزٌل‬. َ Karena kata
yang disifati adalah ُ‫احتُه‬َ ‫( َس‬muannats), maka
na’atnya juga ikut muannats. Sehingga berbunyi
ٌ‫ضيِّ َقة‬
َ bukan ‫ضيِّ ٌق‬.
َ

Inilah yang dimaksud dengan na’at sababi. Na’at


yang pada hakikatnya dia mensifati kata yang
memiliki ikatan dengan man’utnya (letaknya
setelah na’at) bukan mensifati secara langsung
pada diri man’utnya sendiri (letaknya sebelum
na’at).

Jadi,

َ ‫ضيِّ َقةٌ َس‬


ُ‫احتُه‬ َ ‫ه َذا َمْن ِّزٌل‬
(Ini adalah rumah yang halamannya sempit )

Kata ٌ‫ضيِّ َقة‬ َ ‫ َس‬bukan ‫مْن ِّزٌل‬.


َ mensifati ُ‫احتُه‬ َ Inilah alasan
mengapa na’at berbunyi ٌ‫ضيِّ َقة‬ َ bukan ‫ضيِّ ٌق‬. َ
ِّ ْ‫ت بِّالطَّائِّريْ ِّن الْغَ ِّري‬
‫ب َش ْكلُ ُه َما‬ ُ ‫َعثَـ ْر‬ ‫ت بِّالطَّائَِّريْ ِّن الْغَ ِّريْـبَـْي ِّن‬
ُ ‫ َعثَـ ْر‬-2
َ
(Aku menemukan dua burung yang bentuknya (Aku menemukan dua burung yang unik)
unik)
Jika kita perhatikan kalimat di atas. Mana Na’at Perhatikan contoh di atas!. Kata yang
dan mana man’utnya?. dicetak merah, yaitu ‫ الْغَ ِّريْـبَـيْ ِّن‬adalah na’at
dan ‫ الطَّائَِّريْ ِّن‬adalah man’ut.
Na’atnya adalah ‫ب‬ ِّ ْ‫ الْغَ ِّري‬dan man’utnya adalah
‫الطَّائَِّريْ ِّن‬. Jika kita amati dengan seksama, mengapa Apakah susunan na’at man’ut di atas sudah
lafadz na’at man’utnya berbunyi ‫ب‬ ِّ ْ‫بِّالطَّائِّريْ ِّن الْغَ ِّري‬, kan sesuai dengan kaidah?.
َ
seharusnya ‫? بِّالطَّائَِّريْ ِّن الْغَ ِّريْـبَـيْ ِّن‬. Apakah kalimat di
atas salah?. Tidak! Ya, sudah. Karena ‫( الطَّائَِّريْ ِّن‬man’ut) adalah ism
mutsanna, makrifah, mudzakkar, dan majrur
Baik, masih ingat ketentuan na’at sababi?. Ya, (dengan ya’ karena ism mutsanna). Dan kata
na’at sababi itu mengikuti man’utnya (kata yang ‫( الْغَ ِّريْـبَـْي ِّن‬na’at) juga ism mufrod, makrifah,
terletak sebelum na’at) hanya dalam 2 hal, yaitu mudzakkar, dan majrur (dengan ya’ karena
1. makrifah dan nakirah. ism mutsanna).
2. I’rabnya (marfu’, manshub, dan majrur).
Oleh karena itu syarat na’at kepada man’ut
Dan mengikuti kata yang terletak setelahnya di atas sudah terpenuhi semua, yaitu :
(yang disifati) dalam hal : 1. man’utnya ism mutsanna na’atnya
3. Mudzakkar dan muannatsnya saja juga ism mutsanna,
4. Bentuk na’at sababi selamanya mufrod 2. man’utnya makrifah, na’atnya juga
makrifah,
Jadi lafadz ‫ب‬ ِّ ْ‫ بِّالطَّائِّريْ ِّن الْغَ ِّري‬tidak ada masalah, karena 3. man’utnya mudzakkar , na’atnya
َ
‫ الطَّائَِّريْ ِّن‬makrifah maka ‫ب‬ ِّ ْ‫ الْغَ ِّري‬juga makrifah. Karena juga mudzakkar,
4. man’utnya majrur (dengan ya’
‫ الطَّائَِّريْ ِّن‬majrur maka ‫ب‬ ِّ ْ‫ الْغَ ِّري‬juga majrur.
karena ism mutsanna), na’atnya
juga majrur (dengan ya’ karena ism
mutsanna).
Lalu apa alasan na’at tersebut berbunyi ‫ب‬ ِّ ْ‫الْغَ ِّري‬
(mufrod) bukan ‫( الْغَ ِّريْـبَـْي ِّن‬mutsanna)? Inilah yang disebut dengan na’at haqiqi,
yaitu na’at yang mensifati pada diri
Ya, karena sesuai kaidahnya bahwa na’at sababi man’utnya secara langsung. Kata ‫الْغَ ِّريْـبَـْي ِّن‬
selamanya berbentuk mufrod dan pada langsung mensifati ‫الطَّائَِّريْ ِّن‬.
hakikatnya na’at sababi itu mensifati kata yang
memiliki ikatan dengan man’utnya. Dalam hal
ini adalah kata ‫“ َش ْكلُ ُه َما‬bentuk keduanya”. Kata
‫ َش ْكلُ ُه َما‬memiliki ikatan dengan kata ‫ الطَّائَِّريْ ِّن‬dengan
dibuktikan adanya dhomir ‫ ـهما‬yang melekat
pada kata ‫ْل‬ ُ ‫( َشك‬ism mufrod) yang kembalinya
kepada kata ‫الطَّائَِّريْ ِّن‬. Karena kata yang disifati
adalah ‫ َش ْكلُ ُه َما‬yang berbentuk mudzakkar, maka
na’atnya juga ikut mudzakkar. Sehingga
berbunyi ‫ب‬ ِّ ْ‫( الْغَ ِّري‬mudzakkar) bukan ‫الْغَ ِّريْـبَ ِّة‬
(muannats) apalagi ‫( الْغَ ِّريْـبَـيْ ِّن‬mutsanna) jadi
salah kaprah.

Inilah yang dimaksud dengan na’at sababi. Na’at


yang pada hakikatnya dia mensifati kata yang
memiliki ikatan dengan man’utnya (letaknya
setelah na’at) bukan mensifati secara langsung
pada diri man’utnya sendiri (letaknya sebelum
na’at).

Jadi,
ِّ ْ‫ت بِّالطَّائِّريْ ِّن الْغَ ِّري‬
‫ب َش ْكلُ ُه َما‬ ُ ‫َعثَـ ْر‬
َ
(Aku menemukan dua burung yang bentuknya
unik).

Kata ‫ب‬ ِّ ْ‫ الْغَ ِّري‬mensifati ‫ َش ْكلُ ُهما‬bukan ‫الطَّائِّريْ ِّن‬. Inilah


َ َ
alasan mengapa na’at berbunyi ‫ب‬ ِّ ْ‫( الْغَ ِّري‬mufrod
dan mudzakkar) bukan ‫( الْغَ ِّريْـبَ ِّة‬muannats) apalagi
‫( الْغَ ِّريْـبَـيْ ِّن‬mutsanna)

Sekali lagi, na’at sababi harus berbentuk


mufrod tidak boleh mutsana ataupun jamak
‫َه ُؤََل ِّء طَالِّبُـ ْو َن َعاقِّلَةٌ أ َُّم َهاتُـ ُه ْم‬ ‫ َه ُؤََل ِّء طَالِّبُـ ْو َن َعاقِّلُ ْو َن‬-3
(ini adalah murid-murid yang ibu-ibunya pandai) (ini adalah murid-murid yang pandai)
Baik, setelah membaca 2 penjelasan contoh di Perhatikan contoh di atas!. Kata yang
atas. Kita to the point saja. dicetak merah, yaitu ‫ َعاقِّلُ ْو َن‬adalah na’at dan
‫ طَالِّبُـ ْو َن‬adalah man’ut.
Pertanyaannya pertama. Mengapa na’at
tersebut berbunyi ٌ‫ َعاقِّلَة‬bukan ‫ َعاقِّلُ ْو َن‬seperti contoh Apakah susunan na’at man’ut di atas sudah
di samping? sesuai dengan kaidah?.

Jawabannya adalah karena hakikatnya kata ٌ‫َعاقِّلَة‬ Ya, sudah. Karena ‫( طَالِّبُـ ْو َن‬man’ut) adalah
(munnats dan mufrod) mensifati kata jamak, nakirah, mudzakkar, dan marfu
setelahnya, yaitu ‫( أ َُّم َهاتـُ ُه ْم‬muannats dan jamak) (dengan wawu karena jamak mudzakkar
bukan kata sebelumnya, yaitu ‫( طَالِّبُـ ْو َن‬mudzakkar salim). Dan kata ‫( َعاقِّلُ ْو َن‬na’at) juga jamak,
dan jamak) nakirah, mudzakkar, dan marfu’ (dengan
wawu karena jamak mudzakkar salim).
Pertanyaan kedua. Mengapa na’at berbentuk
mufrod ٌ‫ َعاقِّلَة‬bukan ‫ت‬ ِّ
ٌ ‫ َعاق ََل‬berbentuk jamak Oleh karena itu syarat na’at kepada man’ut
padahal kata yang disifati adalah berbentuk di atas sudah terpenuhi semua, yaitu :
jamak, yaitu ‫? أ َُّم َهاتُـ ُه ْم‬ 1. man’utnya jamak na’atnya juga ism
jamak,
2. man’utnya nakirah, na’atnya juga
Jawabannya adalah karena na’at sababi itu
nakirah,
hanya berbentuk mufrod saja tidak boleh
3. man’utnya mudzakkar , na’atnya
mutsanna ataupun jamak. Dia (na’at sababi)
juga mudzakkar,
hanya menyesuaikan dengan kata yang disifati
man’utnya marfu’ (dengan wawu karena
(kata yang terletak setelah na’at sababi) dalam
jamak mudzakkar salim), na’atnya juga
hal mudzakkar atau muannatsnya saja tanpa
marfu’ (dengan wawu karena jamak
memperhatikan mutsanna ataupun jamak.
mudzakkar salim).
Pertanyaan ketiga. Mengapa kata yang terletak
setelah na’at sababi pasti marfu’? Inilah yang disebut dengan na’at haqiqi,
yaitu na’at yang mensifati pada diri
Jawabannya adalah karena kata yang setelan man’utnya secara langsung. Kata ‫َعاقِّلُ ْو َن‬
na’at sababi menduduki sebagai fa’il (jika na’at langsung mensifati ‫طَالِّبُـ ْو َن‬.
sababi berbentuk ism fa’il atau shifat
musyabbahah) dan na’ibul fa’il (jika na’at sababi
berbentuk ism maf’ul).

Demikian penjelas tentang Naat Haqiqi dan Na’at Sababi, jika ada hal-hal yang belum dipahami
bisa tanya teman atau langsung ke saya via Whatsapp.

‫يسركم الله في تعلمكم‬

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Anda mungkin juga menyukai