Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN REMAJA
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Pasa masa
ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak
tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari
masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi
untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Monks, dkk. (2001), batasan usia remaja adalah antara usia 12 tahun hingga usia 21
tahun. Monks membagi masa remaja menjadi tiga fase, yaitu: 
1. Fase remaja awal dalam rentang usia 12–15 tahun,  
2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15–18 tahun, 
3. Fase remaja akhir dalam rentang usia 18–21 tahun.  
Sementara di Indonesia, masa remaja masih merupakan masa belajar di sekolah,
umumnya mereka masih belajar di Sekolah Menengah Pertama,Menengah Atas atau
Perguruan Tinggi. Negara Indonesia, menetapkan batasan remaja mendekati batasan usia
remaja (youth) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu, usia 14-24 tahun.
Usia 24 tahun merupakan batas maksimal untuk  individu yang belum dapat memenuhi
persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Hukum Indonesia hanya
mengenal anak-anak dan dewasa, berdasarkan Undang-undang Kesejateraan Anak (UU
No. 4/1979) menganggap semua orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah
sebagai anak-anak (dalam Sarwono, 2006). 

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja
dimulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir sampai ia matang secara
hukum, rata-rata batasan usia remaja berkisar antara usia 12 hingga 24 tahun, dengan
pembagian fase remaja awal berkisar antara usia 12 -15 tahun, fase remaja madya
berkisar antara  usia 15 – 18 tahun dan fase remaja akhir berkisar antara usia 18 – 21
tahun. Batasan maksimum usia 24 tahun, untuk individu yang belum dapat memenuhi
persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis dan belum menikah. 

2.2 PERANAN ORANG TUA PADA REMAJA


2.2.1   Peran
a.    Pengertian
Peran sebagai suatu tugas yang harus dilaksanakan oleh seseorang yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya di suatu
lingkungan tempat tinggal atau masyarakat tertentu (Andira, 2010:1). Peran
orang tua sebagai titik awal proses identifikasi diri bagi remaja yang dapat
memberikan pengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja (Aryani, 2010 : 1).

b.    Peranan Orang Tua


Orang tua adalah ayah kandung dan ibu kandung dari anak yang membentuk
keluarga inti (Nuclear family) (Rumbiak, 2007: 57). Secara biologis orang tua
dan ibu melahirkan anak-anak dan membesarkan, sedangkan secara sosial
ekonomi orang tua langsung bertanggung jawab untuk memelihara,
membesarkan dan memenuhi berbagai kebutuhan fisiologis dan kebutuhan
psikologis anak-anak mereka harus dilindungi agar mereka aman dan sejahtera.
Tanggung jawab orang tua pada anak adalah memelihara (membesarkan dan
mendewasakan) anak-anak sejak lahir, masa kanak-kanak sampai masa remaja,
atau selama mereka masih bergantung pada orang tua, sampai saat mereka mulai
mandiri bila seorang anak sudah bekerja dan sudah berkeluarga maka berarti
secara absolut sudah mandiri dan dapat terlepas dari tanggung jawab orang tua.

Menurut Gunarsa (2007: 57) peranan orang tua dalam keluarga adalah:
1)      Pemberian pendidikan (informasi)
Kunci pertama dalam mengarahkan pendidikan dan membentuk mental
si anak terletak pada peranan orang tuanya, sehingga baik buruknya budi
pekerti itu tergantung kepada budi pekerti orang tuanya.
Sesungguhnya sejak lahir anak dalam keadaan suci dan telah membawa
fitrah beragama, maka orang tuanyalah yang merupakan sumber untuk
mengembang fitrah beragama bagi kehidupan anak dimasa depan. Sebab
cara pergaulan, aqidah dan tabiat adalah warisan orang tua yang kuat untuk
menentukan subur tidaknya arah pendidikan terhadap anak.
Orang tua diharapkan dapat menjadi media komunikasi untuk
memberikan informasi dan pelatihan moral bagi pemahaman dan
pengembangan seksual remaja. Pendidikan seksualitas informal dalam
keluarga biasanya terjalin dalam bentuk komunikasi yang hangat antara
anak dan anggota keluarga lainnya (Purwandari, 2002: 56).
Orang tua (khususnya ibu) adalah tokoh yang mendidik anak-anaknya,
yang memelihara perkembangan anak-anaknya dan juga mempengaruhi
aktivitas-aktivitas anak diluar rumahnya. Ibu merupakan tokoh yang dapat
melakukan apa saja untuk anaknya, yang dapat mengurus serta memenuhi
kebutuhan fisiknya dengan penuh pengertian.
Ibu merupakan sumber informasi yang paling penting tentang masalah
haid. Ibu dapat memberikan keterangan spesifik yang sederhana, misalnya
seberapa sering haid terjadi, berapa lama berlangsungnya atau seberapa
banyak darah yang keluar dan bagaimana cara menggunakan pembalut
(Syarief, 2003 : 35)
Orang tua mempunyai peranan yang besar dalam memberikan informasi
tentang perkembangan pada remaja, oleh karena itu, orang tua terutama ibu
diharapkan dapat memberikan dukungan emosi sehingga remaja merasa
nyaman dan tidak takut untuk mengalami perkembangan terutama pada
remaja putri yaitu mengalami menstruasi pertama (menarche). Pengetahuan
yang dapat diberikan kepada remaja tentang menstruasi pertama berupa
pengetahuan tentang proses terjadinya menstruasi secara biologis, dukungan
emosional, dan dukungan psikologis (Aboyeji, 2005: 63).
Peran orang tua sangat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
anak perempuannya tentang menstruasi, sehingga anak bisa melewati masa
menarchea pada usia dini dan terjaga kesehatan reproduksinya. Selain itu
orang tua merupakan orang terdekat bagi anak untuk melakukan komunikasi
dan orang tua juga merupakan pendidik utama, pendidik yang pertama dan
yang terakhir bagi anaknya. Agar anak tidak mendapatkan informasi yang
keliru mengenai kesehatan reproduksi maka peran orang tua sangat
diharapkan (Masysaroh, 2004: 67).
2)      Kasih sayang
Orang tua yang memberi kasih sayang dan kebebasan bertindak sesuai
dengan umur para remaja dapat diharapkan akan mengalami perkembangan
yang optimal.
Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan.
Namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang
telah melahirkan kita yaitu Ibu dan Bapak. Ibu dan bapak selain telah
melahirkan kita ke dunia ini, ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang
telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik
dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah
memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia mi dan
menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak.
Maka pengetahuan yang pertama diterima oleh anak adalah dan orang
tuanya.
Orang tua adalah pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab
berkenalnya dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan
pemikirannya dikemudian ban terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang
tuanya di permulaan hidupnya dahulu. Jadi, orangtua atau ibu dan bapak
memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan
anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di
sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan biasanya
seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan
tugasnya dengan baik dan penuh kasih sayang. Ibu merupakan orang yang
mula-mula dikenal anak yang menjadi temanya dan yang pertama untuk
dipercayainya.
3)      Dukungan
Orang tua yang tidak mendukung anak dalam memperkembangkan
keinginan bertindak sendiri, atau mungkin sama sekali menentang keinginan
anak untuk bertindak sendiri, maka perkembangan perubahan-perubahan
peranan sosial tidak dapat diharapkan mencapai hasil yang  baik.
Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari
anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk istirahat
serta pemulihan penguasaan emosi.
Remaja membutuhkan dukungan yang berbeda dari masa sebelumnya,
karena pada saat ini remaja sedang mencari dalam mengeksplorasi diri
sehingga dengan sendirinya keterikatan dengan orang tua berkurang.
Pengertian dan dukungan orang tua, sangat bermanfaat bagi perkembangan
remaja (Soetjiningsih, 2004 : 62).
4)      Bimbingan dan bantuan
Orang tua membimbing anaknya karena kewajaran karena kodratnya
dan selain itu karena cinta. Tujuan orang tua membimbing anaknya itu
menjadi anak yang shaleh. Anak yang shaleh dan berprestasi dalam belajar
dapat mengangkat nama baik orang tuanya yang telah membimbing anaknya
dengan penuh kasih sayang.
Bimbingan orang tua merupakan faktor penguat yang memberikan
peran untuk mempertahankan perilaku. Faktor penguat yang mencakup
peran sosial, peran teman orang tua, serta saran dan umpan balik dari tenaga
kesehatan mengenai proses terjadinya perkembangan pada diri remaja.
Penguatan mungkin juga berasal dari individu maupun kelompok atau
institusi di lingkungan atau masyarakat (Puspitaningrum, 2010: 67).
Orang tua merupakan tokoh yang dapat ditiru sang anak. Mereka adalah
tokoh yang menaruh perhatian bila anak dalam kesulitan atau nestapa.
c.    Cara-Cara yang Dilakukan Oleh Orang Tua Pada Remaja
Promosi kesehatan reproduksi pada remaja sering dikonotasikan sebagai
pendidikan seks dimana sebagaian besar masyarakat Indonesia masih
mentabukan hal ini. Sementara itu, masa remaja adalah fase pertumbuhan dan
perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu
ini terjadi perubahan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan
fungsi organ reprodukai. Seiring dengan pertumbuhan fisik, remaja juga
mengalami perubahan jiwa. Remaja menjdai individu yang sensitif, mudah
menangis, mudah cemas, frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Perubahan emosi
menjadikan remaja sebagai individu agresif dan mudah bereaksi terhadap
rangsangan. Remaja mulai mampu berfikir abstrak, senang mengkritik, dan ingin
mengetahui hal baru (Al-Mighwar, 2010: hal 45).
Cara-cara yang perlu diajarkan kepada orang tua / keluarga dalam rangka
memfasilitasi perkembangan remaja adalah sebagai berikut (Al - Mighwar,
2010; hal 73);
1) Jelaskan tentang ciri-ciri perkembangan remaja yang normal dan
menyimpang
2) Jelaskan cara yang dapat dilaksanakan orang tua/keluarga untuk
memfasilitasi perkembangan remaja yang normal dengan cara:
a)    Fasilitasi remaja berinteraksi dalam kelompok sebaya
b)   Anjurkan remaja untuk bergaul dengan orang lain yang membuat
remaja nyaman mencurahkan perasaa, perhatian dan
kekhawatirannya
c)  Anjurkan remaja untuk mengikuti organisasi yang mempunyai
kegiatan positif
d)    Berperan sebagi teman berbagi cerita bagi remaja
e)   Berperan sebagai contoh peran (role model) bagi remaja dalam
melakukan interaksi sosial yang baik
f)    Berikan lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan
aktivitas bersama kelompoknya
g)    Membimbing remaja dalam menentukan rencana masa depannya
Perilaku remaja sangat rentan terhadap penngaruh lingkungan. Di satu
pihak, remaja mempunyai keinginan kuat untuk mengadakan interaksi sosial
dalm upaya memdapatkan kepercayaan dari lingkungan, sedangkan di lain pihak
ia mulai memikirkan kehidupan secara mandiri serta terlepas dari pengawasan
orang tua dan sekolah. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan anak. Usai 4-5 tahun dianggap sebagai titik awal proses
identifikasi diri menurut jenis kelamin, sehingga peran ibu dan ayah atau orang
tua pengganti (nenek, kakek, dan orang dewasa lain) sangat besar. Apabila
proses identifikasi ini tidak berjalan dengan lancar, maka dapat timbul proses
identifikasi yang salah (Al-Mighwar, 2010: 74).

2.3 Remaja dengan Ketergantuangan Game Online


Di Indonesia, fenomena bermain game sudah banyak melibatkan remaja. Online
game mendapatkan sambutan yang luar biasa, terutama bagi remaja. Game Online
adalah salah satu contoh permainan modern yang sering dimainkan oleh remaja saat
ini. Game Online merupakan permainan yang bersifat soliter yang dimainkan sendiri
tanpa orang lain, sehingga akan mengurangi kuantitas hubungan sosial anak dengan
teman sebaya. Studi terakhir melaporkan bahwa remaja yang bermain selama lebih
dari 1 jam di konsol atau internet video game memiliki kemungkinan gejala
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) yang lebih intens atau
inatensi daripada mereka yang tidak bermain game. Individualistis remaja menjadi
sangat tinggi dan interaksi dengan lingkungan sosial menjadi berkurang. Masalah
mental emosional yang didapatkan dari bermain game online mempengaruhi masalah
mental emosional pada kehidupan nyata. Kehidupan pemain game agak
terpinggirkan secara sosial, mungkin mempunyai tingkat emosional yang tinggi,
kesepian dan / atau mempunyai kesulitan dalam berinteraksi di kehidupan sosial
yang nyata daripada berinteraksi dalam dunia maya.
Kecanduan game online (online-gaming addiction) merupakan penggunaan yang
berlebihan terhadap video game online, role playing games, atau permainan interaktif
melalui internet. Tanda-tanda yang ditunjukkan antara lain, bermain hampir setiap
hari dan dalam waktu yang lama (lebih dari 4 jam), merasa gelisah atau pemarah jika
tidak dapat bermain, dan mengorbankan kegiatan sosial (Young, 2009). Remaja akan
kesulitan mengatur waktu yang dihabiskan dalam aktivitas online yang sedang
berlangsung tanpa pengawasan yang efektif dan disiplin dalam keluarga, seperti pada
bermain game online (Yen dkk, 2007). Remaja yang telah ketergantungan dengan
game online ingin selalu terhubung dengan internet. Orang tua merupakan seseorang
yang penting dan berpengaruh pada anak, pengasuhan dari orang tua dapat
meningkatkan atau mencegah perkembangan masalah yang berhubungan dengan
internet (Livingstone & Helsper, 2008).
Griffiths (Young, 2011) membuat enam dimensi kecanduan, yaitu:
1. Salience.
Salience terjadi ketika penggunaan game online menjadi aktivitas yang paling
penting dalam kehidupan individu.
2. Mood modification
Mood modification mengacu pada pengalaman subjektif yang dipengaruhi oleh
penggunaan game online.
3. Tolerance (Toleransi)
Tolerance merupakan proses yang membutuhkan peningkatan jumlah
penggunaan game online secara progresif selama rentang periode tertentu untuk
mendapatkan kepuasan. Pemain akan merasa perlu untuk meningkatkan lamanya
waktu bermain game online.
4. Withdrawal symptom (Tanda-tanda ketidaknyamanan)
Perasaan tidak menyenangkan yang muncul saat aktivitas dihentikan atau
ketidakmungkinan melakukan aktivitas yang diperlukan. Pemain akan merasa cemas
dan gelisah ketika tidak dapat bermain game online.
5. Conflict (Konflik)

Conflict mengacu pada pertentangan yang muncul antara pengguna game online
dengan orang-orang di sekitar atau lingkungan (konflik interpersonal), konflik
dengan kegiatan lain (pekerjaan, sekolah, kehidupan sosial, hobi, dan minat) atau
konflik dalam diri sendiri (konflik intrapersonal) yang berkaitan dengan waktu yang
dihabiskan dalam penggunaan game online.
6. Relapse
Kecenderungan untuk melakukan pengulangan terhadap pola-pola awal tingkah
laku kecanduan atau bahkan menjadi lebih parah walaupun setelah bertahun-tahun
hilang dan dikontrol
Pengaruh media (seperti game online), media merupakan pembawa informasi
yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pengetahuan, sikap dan perilaku
anggota masyarakat. Penyebaran internet menggerakan perhatian masyarakat kepada
efek dari sebuah media yang baru. Karena sebuah penelitian menunjukkan bahwa
banyaknya tayangan kekerasan pada video game lebih besar dampaknya dalam
memicu perilaku agresif anak dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh
tayangan kekerasan televisi. Menurut Teori belajar sosial Albert Bandura
(Hergenhahn dan Olson, 2009) Menyatakan bahwa perilaku seseorang diperoleh
melalui proses peniruan perilaku orang lain. empat proses yang mempengaruhi
belajar observasional adalah proses atentional (Menaruh perhatian)Seorang yang
ingin melakukan Observasional Learning harus memperhatikan dan mempelajari
modelnya terlebih dahulu. Bandura mengatakan jika manusia dapat belajar secara
langsung tapi hanya pada hal- hal yang diamati yang dianggap menarik dan
memberikan keuntungan saja, seorang itu mampu lakukan belajar. Pengamatan bisa
dipengaruhi penguatan masa lalu. Misalnya pengamatan masa lalu yang dipelajari
terbukti berguna untuk mendapatkan suatu penguatan, maka perilaku yang sama akan
diperhatikan pada situasi modeling berikutnya.
Proses retensional (menyimpanan pesan) Ketika seorang telah mengamati maka
seorang akan memperoleh informasi akan disimpan atau diingat. Bandura
berpendapat ada dua proses penyimpanan informasi melalui imajinasi dan verbal.
Penyimpanan melalui Imaginasi tidak lebih kuat dibandingkan dengan verbal.
Simbol verbal lebih memuat berbagai pengetahuan yang lebih kongkret daripada
hanya imijanasi visual saja. Penyimpanan informasi ini bisa digunakan untuk waktu
yang sama dan apabila seorang mengalami hal yang sama diwaktu lalu (Delayed
Modellin).
Proses pembentukan perilaku Informasi yang telah didapatkan akhirnya akan
mendorong seseorang untuk melakukan perilaku yang sama, namun menurut
Bandura seorang diberi Retensi untuk memikirkan perilaku sudah sesuai dengan
keadaan atau kebutuhan kita sebelum melakukan suatu peniruan model seorang akan
membandingkan ketepatan dengan kondisi model sehingga akan ada kesesuaian
antara dua pihak.dan proses motivasi Proses motivasi akan memberikan pengaruh
keputusan seorang ingin melakukan suatu hal peniruan atau tidak. Penguatan
mempunyai dua peran yaitu menciptakan ekspektasi dalam diri pengamat bahwa
mereka bertindak sesuai dengan model yang akan diperkuat pada aktivitas tertentu,
maka mereka akan diperkuat juga. Kedua mereka akan mampu untuk melakukan
insentif atau motif untuk melakukan perilaku tertentu.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan yang dihadapi seseorang
secara kebetulan. Lingkungan itu kerap kali dipilih dan dirubah oleh orang itu
melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura bahwa sebagian besar manusia belajar
melalui pengamatan (observational learning) secara selektif dan mengingat tingkah
laku orang lain. Konsep teoritis utama Albert Bandura mengatakan bahwa belajar
observasional (pengamatan) terjadi secara independen dari penguatan tetapi bukan
berarti variabel lainnya tidak mempengaruhinya.
Faktor yang menyebabkan perilaku kecanduan akan game online pada subyek
berawal dari faktor keluarga dan faktor sosial. Dalam keluarga, subyek memiliki
fasilitas game yang dibutuhkan seorang gamers. Hal ini menjadi salah satu faktor
pendukung seorang gamers memainkan perannya dalam menghibur diri dan untuk
kesenangannya. Fakta yang terjadi pada kedua subyek berawal dari tersedianya
fasilitas game di rumah dan pergaulan sosial dengan temant eman serta keinginan
yang kuat untuk menguasai game tersebut dengan berbagai cara seperti mencari tahu
lewat internet, browsing atau bertanya dengan temannya di dunia maya. Rasa ingin
tahu yang besar dari seorang anak akan game yang sedang mendunia menjadi pijakan
pertama seorang anak untuk mengeksplore game tersebut dengan berbagai cara. Ada
beberapa ciri-ciri seseorang dikatakan gamers atau kecanduan terhadap game online,
seperti selalu memikirkan tentang game, mencari waktu untuk bisa bermain game,
meminta perangkat game, pandai menyimpan uang jajan untuk bermain game,
bahkan sampai berbohong dengan keluarganya.
Dampak perilaku kecanduan bermain game Online ialah ada dampak negatif dan
dampak positif yang dapat diambil. Penggunaan yang berlebihan dan perilaku yang
muncul oleh pemain menjadi negatif maka efek buruk dari bermain game online
menjadi sangat lekat pada diri si pemain. Keadaan tersebut telah dirasakan oleh
kedua subyek peneliti, dimana tanpa mereka sadari perilaku addictive bermain game
online telah menjamah pada dirinya dengan sikap dan perilaku yang berlebihan akan
bermain game online.
Berbagai dampak negatif yang timbul dari hasil bermain game online seperti;
kurangnya sosialisasi terhadap lingkungan, melupakan kehidupan sebenarnya,
membuat ketagihan, lupa waktu, mempengaruhi pola piker dan sebagainya. Beberapa
hal tersebut dialami oleh kedua subyek yang secara rutin bermain game online atau
jenis game yang lainnya sebagai sarana alternative bermain game. Apa yang
dilakukan kedua subyek dalam aktifitas bermain game, kadang-kadang tidak
diketahui oleh orang tua dan orang tua pun hanya mengetahui anaknya berangkat ke
sekolah untuk belajar tetapi hal itu terkadang menjadi lain. Orang tua juga
beranggapan bahwa anak bermain game karena kesenangan semata, akan tetapi
mereka kurang pahami bahwa anak-anak akan terus mencari kesenangan itu yang
akhirnya menjadi ketergantungan. Kontrol dan pengawasan orang tua sangat
berperan dalam aktifitas bermain anak, baik di sekolah, lingkungan bermain atau di
dalam rumah. Melihat kasus kedua subyek ratarata mereka mendahulukan aktifitas
bermainnya ketimbang aktifitas belajarnya atau yang lain. Hal ini membuktikan
bahwa bermain game menjadi prioritas utama kedua anak tersebut untuk mencari
kesenangan.
Selain dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktifitas bermain game online, ada
juga dampak positif yang menurut peneliti bisa menjadi nilai lebih dari bermain
game diantaranya, mendapatkan teman baru, mampu mempelajari komputer lebih
baik dengan bahasa inggris dalam game dan bahasa internet, meningkatkan
konsentrasi dan strategi. Hal tersebut diharapkan dapat lebih menonjol jika
diterapkan dalam perilakunya. Penguasaan komputer saat ini sangat diperlukan guna
peningkatan daya imajinasi dan kreasi dalam pembangunan.Hampir semua bidang
keilmuan menggunakan perangkat komputer sebagai sarana penunjang utama dalam
menjalankan kegiatannya. Fenomena ini kadang-kadang tidak diberikan tindak lanjut
kepada siswa gemar bermain game yang menguasai komputer sehingga kesannya
siswa tersebut hanya bermain game untuk kesenangan semata.
Menurut Caldwell & Cunningham (2010), Kegiatan dalam rangka pencegahan
adiksi internet yang semakin meluas ini harus menyediakan dasar informasi yang
kuat tentang adiksi, diskusi tentang tanda-tanda peringatan yang akan terjadi,
penilaian sederhana tentang gejala adiksi internet termasuk game online, dan sumber
daya baik dari lokal dan berbasis web yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penanganan adiksi internet menurut Young (Caldwell & Cunningham, 2010);
menyebutkan beberapa cara penanganan kecanduan game online dapat berupa:
1. Mengurangi waktu bermain game
2. Membuat jadwal pembagian waktu antara bermain game dan kewajiban
3. Memberi dukungan sosial melalui orang atau teman bermain
4. Terlibat langsung dengan pemain game sehingga mengetahui sejauh mana
efek ketergantungan terjadi dan menjalin komunikasi yang baik agar tercipta
suasana nyaman dan berada dalam control yang baik.
Adapun beberapa cara lain penanganan ketergantungan game online pada remaja
yang tidak hanya dibebankan kepada orang tua dan remaja itu sendiri tapi dengan
bantuan dari pihak sekolah yaitu:
1. Bagi pihak sekolah memberikan kepercayaan kepada konselor sekolah atau
guru BK untuk mengadakan seminar / workshop kepada orang tua siswa
tentang game online dan masalah yang akan ditimbulkan.
2. Mengatur waktu belajar dan waktu bermain anak
3. Dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah sebaiknya memasukkan materi
tentang game online dan dampaknya kepada siswa serta memberikan
penyaluran yang baik dalam memilih jenis-jenis game yang edukatif.
4. Menjalin komunikasi interpersonal agar anak dapat terbuka dengan orang tua
5. Memberikan waktu khusus untuk bermain game dan mengajarkan anak untuk
bertanggungjawab dengan apa yang dilakukan.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan:
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press 
Singgih, D Gunarsa. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
Gunung Mulia.
Apriyanti, Merry Fitria. 2015. Perilaku Agresif Remaja yang Gemar Bermain Game
Online. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Diakses tanggal 11
Mei 2016 www.jurnal.unesa.co.id
Syahran, Ridwan. 2015. Ketergantungan Online Game dan Penanganannya. Bimbingan
dan Konseling, FKIP Universitas Tadulako. Diakses tanggal 11 Mei 2016
www.unm.ac.id
Purnama, Azmi Ervita. 2013. Hubungan Perilaku Anak Remaja Mengenai Permainan
Game Online dengan Keluhan Kekelahan Mata. Program Sarjana Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Universitas Sumatra Utara. Diakses tanggal 11
Mei 2016 www.jurnal.usu.co.id
Putri, Devi. 2014. Hubungan Durasi dan Frekuensi Bermain Video Game dengan Masalah
Mental Emosional pada Remaja. Program Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Diakses tanggal 11 Mei 2016 www.jurnal.undip.co.id

Anda mungkin juga menyukai