Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ENTOMOLOGI

MENGANALISIS PERILAKU SERANGGA

Dosen Pengampu : Mhd.Hasyim Ansyari Berutu, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok IV

Siti Humayroh : 0310193092


Agus Wahyuda : 0310193093
Azzahra Putri Ramadana : 0310193094
Armita Ningsih : 0310193095
Widiya Tri Utami : 0310193096

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSTAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalammualaiku, Wr.Wb
Puja dan puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam kita kirimkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang mana telah membawah kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang
penuh ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu
penulis dalam penyusunan makalah tentang Menganalisis perilaku serangga dari awal hingga
akhir. Semoga allah swt membalasnya. Dengan segala pengharapan dan doa semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Hal ini mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis sebagai
manusia biasa. Selain itu makalah ini ditulis agar para pembaca dapat memahami dan
mempelajari. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
sehingga kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. . Dan penulis juga mengharapkan
saran dan masukan yang sifatny membangun dari Bapak Mhd . Hasyim Ansyari Berutu, M.Pd
Wassalammualaikum Wr. Wb
Medan, 13 mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1. .................................................................................................................... Latar
Belakang .................................................................................................................. 1
1.2. .................................................................................................................... Rumu
san Masalah ............................................................................................................. 1
1.3. .................................................................................................................... Manfa
at .............................................................................................................................. 2
1.4. .................................................................................................................... Tujua
n .............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3


2.1. ..................................................................................................................... Penge
rtian sistem koordinasi/sistem saraf .......................................................................... 3
2.2. .....................................................................................................................
Sistem saraf pada serangga ........................................................................................ 3
2.3. .....................................................................................................................
Sistem Otot dan Pergerakan ...................................................................................... 8
2.4. ..................................................................................................................... Integr
asi Ayat Al-Qur’an dengan materi ........................................................................... 13

BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 14


3.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 14
3.2. Saran ......................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam mempelajari Struktur Perkembangan Hewan, sistem Koordinasi (Sistem Saraf)
merupakan penyampaian informasi dengan menggunakan sinyal listrik yang tidak dapat
dipisahkan dengan system endokrin (Hormon). Karena Hormon pada umumnya beredar
didalam system peredaran dan menimbulkan respon pada reseptor yang terdapat diseluruh
bagian tubuh. Bukan saja karena Sistem Endokrin ada dibawah pengaruh sistem saraf, tetapi
juga karena banyak sel saraf yang mengkhususkan diri dalam mensekresikan atau Penyimpanan
neuro hormon yang berperan mengaktifkan beberapa sel efektor. (Ridwan, 2011)
Berbeda dengan tumbuhan, hewan mempunyai daya gerak, cepat tanggap terhadap
rangsang eksternal, tumbuh mencapai besar tertentu, memerlukan makanan dalam bentuk
kompleks dan jaringan tubuhnya lunak. Setiap individu, baik pada hewan yang uniseluler
maupun pada hewan yang multiseluler, merupakan suatu unit. Hewan itu berorganisasi, berarti
setiap bagian dari tubuhnya merupakan subordinate dari individu sebagai keseluruhan, baik
sebagai bagian satu sel maupun seluruh sel. (Ridwan, 2011)
Sistem saraf merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua sistem organ agar
dapat bekerja secara serasi. Sistem saraf itu bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya
dan kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan tadi. Setiap rangsangan-rangsanga
yang kita terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian otak akan meneruskan
rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan. Setiap aktivitas yang terjadi di dalam tubuh,
baik yang sederhana maupun yang kompleks merupakan hasil koordinasi yang rumit dan
sistematis dari beberapa sistem dalam tubuh. (Ridwan, 2011)
Sistem koordinasi pada hewan meliputi sistem saraf beserta indera dan sistem
endokrin(hormon). Sistem saraf merupakan sistem yang khas bagi hewan, karena sistem saraf
ini tidak dimiliki oleh tumbuhan. Sistem saraf yang dimiliki oleh hewan berbeda-beda, semakin
tinggi tingkatan hewan semakin komplek sistem sarafnya. (Ridwan, 2011)

1.2. Rumusan Maslah

Dengan menimbang latar belakang penelitian yang telah penulis kemukakan, maka
penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud dengan sistem saraf
2. Bagaimana cara kerja sistem saraf

1
3. Apa-apa saja yang terdapat di dalam sistem saraf
4. Bagaimna sistem saraf yang terjadi pada serangga

1.3. Manfaat

Manfaat akan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana materi tentang
Reseptor dan sistem saraf pada serangga serta untuk memahami apa-apa saja yang di terapkan
dalam materi-materi tersebut.

1.4. Tujuan
Yang menjadi tujuan dalam pembutan makaah ini adalah:
1. Untuk mendapatkan jawaban dari rumusan
2. untuk mendapatkan pengetahuan dari materi tersebut

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sistem Koordinasi/Sistem Saraf


Sistem koordinasi merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua sistem organ
agar dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan,
mengolahnya dan kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan tadi. Setiap
rangsangan-rangsanga yang kita terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian otak
akan meneruskan rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan. Setiap aktivitas yang terjadi
di dalam tubuh, baik yang sederhana maupun yang kompleks merupakan hasil koordinasi yang
rumit dan sistematis dari beberapa sistem dalam tubuh. Sistem koordinasi pada hewan meliputi
sistem saraf beserta indera dan sistem endokrin (hormon). Sistem saraf merupakan sistem yang
khas bagi hewan, karena sistem saraf ini tidak dimiliki oleh tumbuhan. Sistem saraf yang
dimiliki oleh hewan berbeda-beda, semakin tinggi tingkatan hewan semakin komplek sistem
sarafnya. (Fajri, 2013)

2.2. Sistem Saraf Pada serangga


1. Sel Saraf
Setiap sel hidup mampu menghantarkan rangsang dari satu sel ke sel lainnya. Suatu sel
saraf mempunyai kekhususan sebagai suatu sel yang dapat menghantarkan rangsangan dan
dapat mengadakan perpaduan stimulus yang datang dari luar ataupun dari dalam tubuh
(Soedarto, 1989). Sama dengan hewan lain, komponen utama sistem saraf serangga adalah sel
saraf, atau neuron. Neuron serangga jumlahnya agak terbatas karena ukuran tubuh serangga
yang relatif kecil, namun neuron tersebut dapat digunakan dengan sangat efisien karena adanya
serangkaian pola tingkah laku yang telah terbawa sejak lahir atau bersifat “built-in” (Busnia,
2006; Hadi, dkk., 2009).
Sel saraf (neuron) terdiri dari badan sel (cel body) dan satu atau beberapa serat. Serat
tersebut ada yang disebut dengan dendrit yang berfungsi untuk menerima rangsang dan akson
yang berfungsi meneruskan informasi, baik ke neuron lain atau ke organ efektor seperti otot.
Jika akson tersebut bercabang maka cabang akson tersebut disebut dengan kollateral. Sel saraf
berkumpul dan membentuk jaringan saraf. Secara keseluruhan, jaringan saraf mempunyai
fungsi untuk mengalirkan impuls elektrik, menerima informasi dari keadaan sekeliling dan dari
tubuh serangga itu sendiri, dan mengumpulkan berbagai informasi indera eksternal dan
informasi fisiologis internal yang didapat lalu mengintegrasikannya. Kemudian hasil integrasi

3
disampaikan ke otot yang merupakan hasil reaksi serangga terhadap keterangan dari sekitarnya
(Busnia, 2006; Hadi, dkk., 2009).
Menurut fungsinya, terdapat tiga tipe neuron yaitu neuron sensori, neuron motor, dan
interneuron. Neuron sensori memiliki serat-serat reseptor yang muncul secara langsung dari
tubuh sel yang terhubung ke organ-organ indera. Akson neuron sensori membawa impuls
ganglia pada sistem saraf pusat. Tubuh sel dan fibril-fibril reseptor neuron motor terletak di
dalam sistem saraf pusat dan memiliki akson yang bercabang ke jaringan otot. Akson neuron
motor membawa impuls saraf keluar dari sistem saraf pusat. Sedangkan interneuron semuanya
terletak di dalam sistem saraf pusat dan menghubungkan neuron sensori dan neuron motor (
Hadi, dkk., 2009).
Menurut Gullan dan Cranston (1994) dalam Busnia (2006), terdapat empat tipe
neuron yaitu:
a. Neuron indera (sensory neuron), memiliki satu sampai sejumlah dendrit dan
berfungsi menerima rangsang dari lingkungan eksternal dan diteruskan ke sistem
saraf pusat. Neuron indera memiliki serat reseptor yang timbul secara langsung dari
badan sel dan tersambung ke organ indera (sense organ).
b. Interneuron (neuron asosiasi), berfungsi menerima informasi dari salah satu neuron
dan meneruskannya ke neuron yang lain.
c. Neuron motor, berfungsi menerima informasi dari interneuron dan meneruskannya
ke otot.
d. Sel neuroendokrin, neuron yang telah mengalami modifikasi yang terdapat dalam
sistem saraf.
Sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf visceral. Pada
dasarnya, sistem saraf pusat dibentuk dari otak, terletak di kepala, dan korda saraf ventral yang
memanjang dari otak ke abdomen sepanjang dasar rongga tubuh. Sistem saraf pusat
mensupervisi dan mengkoordinir aktifitas-aktifitas tubuh serangga. Sedangkan komponen
utama sistem saraf visceral adalah apa yang sering disebut sebagai sistem saraf stomodeal.
Sistem stomodeal mengontrol aktifitas-aktifitas gut (usus) anterior dan pembuluh dorsal. Sistem
ini terdiri dari ganglion frontal yang terhubung ke otak dan ganglia-ganglia kecil lainnya (Hadi,
dkk., 2009).
2. Transmisi Impuls Saraf
Unit dasar sistem saraf yang berfungsi menghantarkan impuls saraf adalah sel saraf.
Impuls saraf yang bergerak sepanjang akson merupakan gelombang elektrik. Impuls ini
terbentuk dari aliran ion sodium positif melalui membran sel dan menyebabkan depolarisas.
Depolarisasi menghasilkan aksi potensial yang bergerak cepat sebagai gelombang melewati
4
akson. Aksi potensial berlangsung hanya sepersekian ribu per detik, pada saat itu pintu
membran sodium tertutup. Ketika pintu sodium tertutup, ion potasium positif mengalir keluar
dan menyimpan potensial istirahat sel-sel. Hal ini diikuti oleh pertukaran sodium di dalam
dengan potasium di luar sel-sel dan kembali ke distribusi ion awal (istirahat). Tipe transmisi
saraf ini dinamakan transmisi aksonik, transmisi ini membawa impuls dari titik kedatangan
sepanjang akson ke neuron lainnya, otot, atau kelenjar, atau dari sel reseptor (Hadi, dkk., 2009).
Tipe lain transmisi impuls adalah transmisi sinaptik yang bekerja secara kimia. Sinaps
adalah penghubung antara neuron dan sel-sel lain. Diantara tempat lainnya sinaps terjadi pada
penghubung antara interneuron dan neuron motor. Reaksi lengkap dari neuron sensori melalui
interneuron dan langsung menuju neuron motor, menyebabkan kontraksi otot yang dinamakan
reaksi refleks. Contoh reaksi ini terjadi pada tubuh manusia ketika kita secara otomatis tanpa

sadar menarik jari tangan saat terkena benda panas. Dalam kejadian ini, impuls saraf melewati
rute pendek dari jari ke korda spinal dan langsung ke otot lengan, hubungan informasi dengan
otak dalam kasus ini tidak terjadi (Hadi, dkk., 2009).
Gambar 1. Mekanisme refleks sederhana pada serangga dalam bentuk diagram. Panah menunjukkan garis
impuls saraf sepanjang serat sel saraf (akson dan dendrit).
Pada neuron indera, rangsangan atau impuls berjalan sepanjang dendrit terus ke badan
sel sebelum mencapai akson. Impuls pada neuron motor dan interneuron berpindah hanya
sepanjang akson dan umumnya tidak masuk ke dalam badan sel (Gambar 1). Awalnya impuls
saraf terjadi pada beberapa struktur indera dan kemudian impuls tersebut menyebabkan
perubahan ion yang menyebabkan depolarisasi membran. Depolarisasi tersebut menciptakan
potensial aksi berbentuk gelombang yang merambat dengan cepat di dalam akson. Karena
neuron tersebut panjang dalam bentuk akson maka impuls dapat dibawa secara lebih cepat dan
efisien dibandingkan jika pesan tersebut harus melewati seluruh serangkaian sel yang berukuran
normal (Busnia, 2006)

5
Ketika impuls bergerak melewati akson menuju sinaps, impuls itu segera hilang.
Seketika itu, suatu senyawa kimia disekresikan melewati sinaps kemudian menginduksi dan
menstimulasi impuls disekitar neuron atau menstimulasi otot atau kelenjar. Transmitter kimiawi
seperti ini yang paling dikenal adalah asetilkolin, walaupun masih banyak juga yang lainnya.
Dalam transmisinya, sinaps kembali ke kondisi istirahat melalui enzim asetilkolinesterase, yang
mengurai transmitter kimiawi pada asetilkolin (Hadi, 2009).
3. Ganglia
Badan sel interneuron dan neuron motor menyatu dengan serat-serat yang
menghubungkan (menginterkoneksikan) semua jenis sel saraf sehingga terbentuk pusat saraf
yang disebut ganglia. Di dalam ganglia terjadi penggabungan informasi dari neuron untuk
menghasilkan berbagai tingkah laku serangga (yang sangat kompleks). Jaringan saraf muncul
pada awal perkembangan embrionik dari neuroblast dan tersegmentasi sewaktu terjadi
pembentukan masing-masing metamer. Jaringan saraf tersebut membentuk sepasanag ganglia
pada masing-masing segmen. Ganglia merupakan basis dari sitem saraf pusat karena ganglia
tersebut berperan sebagai pengkoordinasi pusat saraf untuk masing-masing segmen dimana
ganglia tersebut berada (Busnia, 2006).

Gambar 2. Sistem saraf pusat berbagai jenis serangga yang menunjukkan perbedaan susunan ganglia pada
korda saraf ventral. Berbagai tingkat penggabungan ganglia terjadi dari yang sederhana sampai yang khas:
(a) tiga ganglia toraks dan delapan ganglia abdomen yang terpisah, seperti pada Dyctyopterus (Coleoptera:
Lycidae) dan Pulex (Siphonaptera: Pulicidae); (b) tiga ganglia toraks dan enam abdomen, seperti pada
Blatta (Blattodea: Blattidae) dan Chironomus (Diptera: Chironomidae); (c) dua ganglia toraks dan ganglia
abdomen yang menyatu, seperti pada Musca, Calliphora dan Lucilia (Diptera: Muscidae, Calliphoridae);
(e) penyatuan yang sangat ekstrim sehingga tidak ada pemisahan ganglion subesofagus, seperti pada
Hydrometra (Hemiptera: Hydrometridae) dan Rhizotrogus (Scarabaeidae) (Gullan dan Cranston, 2010).

6
Sistem saraf pusat (Gambar 2) terdiri dari sejumlah ganglia yang dihubungkan oleh
sepasang korda saraf longitudinal yang disebut konektif. Secara primitif terdapat satu pasang
ganglia untuk setiap segmen tubuh. Namun juga banyak terjadi penyatuan ganglia dari segmen
toraks dan abdomen, dan seluruh ganglia segmen kepala berkoalisi membentuk dua pusat
ganglion yaitu otak atau ganglion supraesofagus dan ganglion subesofagus rangkaian ganglia
toraks dan abdomen yang terdapat pada dasar rongga tubuh disebut korda saraf sentral. Otak
atau pusat ganglion dorsal kepala, terdiri dari tiga pasang ganglia yang menyatu (dari tiga
segmen kepala yang pertama), yaitu:
a. Protoserebrum, yang berhubungan dengan mata majemuk dan oselli dan selanjutnya
menghasilkan lensa optik, dan merupakan bagian utama dari otak. Hubungannya
secara langsung ke fotoreseptor menunjukkan bahwa rangsangan cahaya sangat
berpengaruh terhadap serangga.
b. Deutoserebrum, menerima rangsangan dari antenna (embelan dari segmen kedua
tubuh) dan mengkoordinasikannya dengan otak. Deutoserebrum berperan
mengendalikan pergerakan serangga.
c. Tritoserebrum, tidak sama dengan bagian otak yang lain, yaitu tetap terpisah menjadi
dua cuping dan menerima saraf dari frontal ganglion, labrum dan ganglion
subesofagus, berkaitan dengan penanganan signal yang datang dari tubuh. Ganglia
subesofagus terdapat di bawah esofagus dan berfungsi mengkoordinasikan indera
dan aktivitas gerakan embelan segmen keempat, lima dan enam (mandible, maksila
dan labium). Sarafnya juga menyebar ke kelenjar ludah dan hipofarinks.
Sistem saraf visceral (atau simpatetik) terhubung ke sistem saraf pusat melalui
tritoserebrum. Sistem saraf simpatetik menginervasi saluran pencernaan, organ reproduksi dan
sistem trakhea, terdiri atas tiga subsistem, yaitu stomodeal atau stomatogastrik, yang mencakup
ganglion frontal (bagian depan), visceral ventral, dan visceral kaudal. Secara bersama-sama
saraf dari ganglia dan subsistem tersebut menuju saluran pencernaan anterior dan posterior,
beberapa organ endokrin (corpora kadiaka dan corpora allata), organ reproduksi, dan sistem
trakhea yang juga termasuk spirakel.
Sistem saraf periferal yaitu semua akson neuron motor yang menyebar ke otot dan
ganglia sistem saraf pusat dan sistem saraf stomodeal ditambah neuron indera dari struktur
indera kutikula (organ perasa) yang menerima rangsangan mekanik, kimia, panas atau visual
dari lingkungan serangga (Gullan dan Cranston, 2010).
Tidak sama dengan vertebrata, sebagian besar koordinasi fungsi tubuh dan tingkah laku
serangga bersifat desentralisasi. Sebagai contoh, betina ngegat cecropia mampu memelihara
berbagai aktifitas yang mendukung hidupnya, berkopulasi dengan jantan, dan melakukan
7
oviposisi apabila dipisahkan dengan bagian tubuh yang lain. Kepala serangga jantan mantid
sering dimakan oleh serangga betina pada saat kawin namun jantan tersebut tetap mampu
melanjutkan kopulasi dan berjalan (Busnia, 2006).

2.3. Sistem Otot dan Pergerakan

Sebagian besar keberhasilan serangga tidak terlepas dari kemampuannya yang dapat
berpindah-pindah di dalam lingkungannya. Dari kajian terhadap fosil serangga, kemampuan
terbang yang dimilikinya telah ada setidaknya sejak 340 juta tahun yang lalu. Terbang
merupakan kemajuan terbesar alat gerak hewan darat (terrestrial), sedangkan pada saat itu alat
gerak hewan air (akuatik) juga telah berkembang dengan sangat baik. Tenaga untuk bergerak
berasal dari otot yang bekerja terhadap sistem skeleton, baik terhadap eksoskeleton kutikula
yang kaku, maupun terhadap skeleton hidrostatik yang terdapat pada larva bertubuh lunak
(Gullan dan Cranston, 2010).
1. Otot
Otot merupakan daerah sel hidup, bentuknya memanjang dan mempunyai fungsi khusus,
yaitu menimbulkan ketegangan di antara dua bagian. Protoplasma mempunyai fibril yaitu suatu
elemen yang dapat berkontraksi dan menimbulkan ketegangan. Energi yang dipergunakan untuk
kontraksi didapatkan dari pembakaran karbohidrat.
Hubungan saraf dan otot pada serangga berbeda dengan vertebrata. Pada serangga saraf
akan menempel pada seluruh panjang sel otot, sehingga proses pengaktifan terdapat pada
hampir seluruh otot. Perubahan potensi tidak tampak bergerak sepanjang dinding otot seperti
pada vertebrata. Dapat dibedakan dua proses kontraksi, yaitu kontraksi isomeri dimana panjang
otot tidak berubah, dan hanya terjadi suatu tegangan, sedangkan kontraksi isotonis dimana
tegangan sama, tetapi panjang otot yang berubah.
Biasanya satu impuls saraf menyebabkan satu kontraksi, tetapi pada otot-otot khusus
dapat berosilasi pada frekuensi tinggi, sehingga otot dapat berkontraksi beberapa kali sebagai
akibat satu impuls saraf. Kecepatan otot untuk berosilasi sangat tergantung pada sifat
mekanikanya dan struktur tempat otot melekat. Kontraksi otot membutuhkan energi metabolik,
sehingga otot mempunya sistem trakhea yang baik. Hal ini terutama terjadi pada otot-otot
terbang dimana sistem respirasi traspesialisasi untuk mempertahankan suplai oksigen selama
serangga terbang. Pada kebanyakan otot, trakheolus berhubungan rapat dengan bagian luar
serabut otot (Hadi, dkk., 2009).
Vertebrata dan berbagai kelompok invertebrata yang bukan serangga mempunyai otot
lurik atau berkerut (striated) dan otot polos (smooth) sedangkan serangga hanya memiliki otot

8
lurik saja. Otot tersebut dikatakan otot lurik (berkerut) karena terjadi tumpang tindih filamen
miosin yang lebih tebal dan aktin yang lebih tipis dan secara mikroskopik nampak seperti pita
melintang (cross-banding). Setiap serat otot lurik terdiri dari banyak sel, yang biasanya
mempunyai membran plasma dan sarkolemma, atau lapisan bagian luar. Sarkolemma
mengalami invaginasi (pelekukan ke dalam) pada tempat trakheol pensuplai-oksigen menembus
serat otot tersebut, namun sarkolemma tersebut tetap dapat berkontak dengan serabut otot.
Kemudian, terdapat miofibril kontraktil sepanjang serta tersebut, yang tersusun dalam sarung
atau silinder (Gullan dan Cranston, 2010).
Apabila dilihat di bawah perbesaran tinggi, satu miofibril terdiri dari filamen aktif yang
tipis, yang terselip diantara sepasang filamen miosin yang lebih tebal. Kontraksi otot dirangsang
oleh impuls saraf sehingga menyebabkan pergeseran satu filamen hingga melewati filamen
yang lain. Innervasi (rangsangan saraf) berasal dari satu sampai tiga akson motor per ikatan
serat. Setiap ikatan otot tersebut memiliki sistem trakhea sendiri-sendiri dan setiap ikatan otot
tersebut disebut sebagai satu unit otot. Beberapa unit otot tergabung menjadi satu otot
fungsional (Gullan dan Christon, 2010).
Otot dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe. Pengelompokkan otot yang
sering dilakukan adalah:
a. Otot yang memiliki respon secara sinkron. Pada otot tipe ini siklus kontraksi terjadi
satu kali per impuls.
b. Otot fibrilar yang mana kontraksi terjadi secara tidak sinkron, kontraksi terjadi
beberapa kali untuk satu impuls, sebagai contoh seperti yang ditemukan pada
beberapa jenis otot terbang dan otot timbal (tymbal) pada cicada.
Tidak ada perbedaan yang mendasar dari segi cara kerja antara otot serangga dan
vertebrata, meskipun otot serangga dapat menghasilkan daya kerja muscular yang sangat tinggi,
seperti melompat pada flea atau stridulasi (gesekan) yang berulang-ulang pada tympanum
cicada. Serangga memiliki kelebihan dengan ukuran tubuhnya yang kecil tersebut. Hasil
tersebut berkaitan dengan bentuk hubungan antara tenaga dan massa tubuh. Tenaga
berhubungan secara proporsional dengan bagian melintang otot dan berkurang akibat penurunan
ukuran secara akar kuadrat. Di lain pihak, massa tubuh berkurang dengan cara penurunan
ukuran secara akar pangkat tiga. Maka kekuatan berbanding massa akan meningkat sewaktu
ukuran tubuh berkurang (Gullan dan Cranston, 1994 dalam Busnia, 2006).
2. Tempat Otot Menempel
Pada vertebrata, otot bekerja terhadap skeleton internal, sedangkan pada serangga otot
harus menempel pada permukaan bagian dalam skeleton eksternal. Karena otot berasal dari
mesodermal dan eksoskeleton berasal dari ektodermal, maka antara keduanya harus terjadi
9
penggabungan. Penggabungan tersebut terjadi melalui tonofibril yaitu serat halus yang
menghubungkan ujung epidermis otot dengan lapisan epidermis (Gambar 3a,b). Tonofibril akan
terbuang bersama kutikula pada saat molting. Oleh karena itu, tonofibril harus terbentuk
kembali setelah molting.
Tonofibril menempel pada kutikula bagian dalam (inner kutikula). Pada tempat tersebut
kutikula sering bertambah keras, yang dinamakan dengan apodema. Apodema tersebut ada yang
memanjang disebut apofisis (Gambar 3c). Pada tempat otot menempel sering terdapat resilin.
Resilin berfungsi memberi elastisitas seperti yang terdapat pada tendon vertebrata. Resilin
tersebut sering terdapat pada apodema yang berbentuk silinder dan panjang yang merupakan
tempat menempel otot-otot tertentu (Busnia, 2006)

Gambar 3. Alat tambahan sebagai tempat otot menempel ke dinding tubuh: (a) tonofibril yang
menghubungkan epidermis dari otot ke kutikula; (b) otot yang menempel pada kumbang dewasa
Chrysobothrus femorata (Coleoptera: Buprestidae); (c) apodema multiseluler dengan otot yang menempel
ke salah satu ‘tendon’ kutikula, seperti benang (Snodgrass, 1935).
Pada beberapa jenis serangga, misalnya larva yang bertubuh lunak, sebagian besar
kutikulanya fleksibel dan tipis sehingga tidak memiliki bagian yang kaku untuk menambatkan
otot. Dengan demikian dibutuhkan cara lain untuk membentuk bagian yang kaku sehingga otot
dapat menempel. Caranya adalah kandungan tubuh membentuk skeleton hidrostatik,
kekakuannya dijaga oleh ‘turgor’ otot dinding tubuh yang dengan berselang-seling dan secara
terus-menerus berkontraksi terhadap cairan yang tidak dapat dimampatkan dari hemosol,
sehingga dapat memberi dasar kekuatan bagi otot yang lain. Apabila dinding tubuh larva
dilubangi, sehingga mengakibatkan cairan tubuh bocor maka hemosol dapat dimampatkan
sehingga otot yang dalam keadaan turgor akan dapat memompa hemosol ke luar dan
menyebabkan larva menjadi lembek (Gullan dan Cranston, 2010).
3. Gerak
a. Merayap, Menggeliat, Berenang dan Berjalan
Larva bertubuh lunak yang memiliki skeleton hidrostatik bergerak dengan cara merayap.
Kontraksi otot pada salah satu bagian tubuh dapat menyebabkan bertambah panjangnya bagian

10
tubuh tertentu dan pemanjangan tersebut sebanding dengan pemampatan yang terjadi pada
bagian tubuh yang lain. Pada larva apoda (tidak berkaki), seperti larva diptera, otot-otot turgor
berkontraksi dan relaksasi secara berurutan dari kepala ke ekor sehingga membentuk
gelombang. Lengan kait atau tubersel yang dapat menempel akan mencengkeram dan kemudian
terlepas dari substrat untuk memberi gerak maju ke depan. Beberapa tempayak menggunakan
kait mulut (mouth hook) untuk memegang substrat sewaktu bergerak (Busnia, 2006).
Di dalam air, gelombang lateral dari kontraksi terhadap skeleton hidrostatik dapat
menimbulkan gerak berenang berliku sperti ular, sedangkan gelombang dari anterior ke
posterior memberikan gerakan berombak. Pada larva yang memiliki kaki toraks dan kaki palsu
(proleg) pada abdomen, seperti ulat, maka gelombang kontraksi otot turgor berjalan dari
posterior ke anterior. Pada saat tertentu dapat dilihat lebih dari tiga gelombang. Otot lokomotor
digunakan dalam siklus suksesi, yaitu menempel dari kaki toraks, menggapai ke depan dan
memegang substrat. Siklus tersebut terjadi dengan cara memompa, mengempes dan bergerak ke
depan dari kaki palsu posterior (Busnia, 2006).
Pada serangga dengan eksoskeleton luar yang kokoh, pergerakan diperoleh dari
kontraksi dan relaksasi dari pasangan otot-otot antogonistik dan agonistik yang melekat pada
kutikula. Serangga tersebut bergerak dengan berjalan atau berlari menggunakan enam kaki
dada. Dibandingkan dengan crustacea dan myriapoda, serangga mempunyai lebih sedikit kaki
yang terletak lebih ke ventral dan berdekatan satu sama lain pada dada memungkinkan
konsentrasi otot-otot pergerakan baik untuk berjalan maupun terbang. Hal ini menghasilkan
pergerakan yang lebih efisien dan lebih mudah terkontrol. Ketika serangga berjalan, pergantian
pertumpuan tripod dari kaki depan dan kaki belakang pada satu sisi dan kaki tengah pada sisi
yang lain mendorong ke belakang sedangkan kaki-kaki yang lain diangkat ke depan sehingga
menghasilkan gerakan maju. Dengan tripod, pergerakan menjadi stabil karena titik berat tubuh
berada di antara tiga kaki (Gullan dan Cranston, 2010).
b. Meloncat
Gerakan meloncat dimungkinkan karena adanya kaki belakang yang termodifikasi
(femur belakang yang membesar). Bahkan ada beberapa serangga yang mempunyai kebiasaan
sering melompat-lompat. Aktifitas melompat dapat terjadi melalui beberapa cara. Pada
Orthoptera tegangan otot meningkat secara bertingkat dan akan tersimpan dengan cara
mengubah arah letak (distorsi) tibia, sedangkan pada fleas berlangsung dengan cara menekan
bantalan resilin elastic. Secara tiba-tiba tegangan tersebut terlepas sehingga menghasilkan daya
dorong ke udara.
c. Mendayung

11
Gerakan mendayung pada lapisan permukaan air dimungkinkan karena adanya tegangan
permukaan air dan pada telapak kaki serangga terdapat kutikula atau rambut-rambut yang
bersifat menolak air.
d. Terbang
Kemampuan terbang memungkinkan serangga untuk mempunyai mobilitas lebih tinggi
yang membantu dalam memperoleh pakan, pasangan kawin, penyebaran dan mengeksploitasi
lingkungannya. Kemampuan terbang hanya dimiliki oleh serangga dewasa. Terbang berarti
harus melawan dua gaya yaitu gravitasi dan gesekan dengan udara. Penerbangan bisa dilakukan
secara aktif menggerakkan otot-otot terbang atau secara pasif atau melayang relatif terhadap
angin. Naik dan turun dalam gerakan melayang dilakukan dengan mengatur sudut sisi depan
sayap yaitu antara 30o dan 50o . Kemampuan manuver serangga ini lebih baik dari pada pesawat
terbang yang hanya kurang dari 20o.
Frekuensi pergerakan sayap berbeda dari spesies ke spesies, misalnya pada kupu-kupu 5
Hz (5 kali/detik) sedangkan pada lebah 180 Hz. Untuk berbelok, serangga merubah amplitudo
gerakan pada salah satu sisi sayap. Ditinjau dari hubungannya dengan sayap, otot terbang ada
dua macam yaitu otot langsung dan otot tidak langsung. Otot langsung mempunyai perlekatan
dengan sayap dan bekerja secara langsung menggerakkan sayap. Otot tidak langsung melekat
pada dinding toraks bagian dalam dan kontraksinya menyebabkan perubahan bentuk dada dan
secara tidak langsung menggerakkan sayap (Gullan dan Cranston, 2010).

Gambar 4. Mekanisme otot terbang langsung ((a), (b)) dan tidak langsung ((c),(d)). Toraks capung
sewaktu (a) bergerak ke atas dan (b) bergerak ke bawah. Toraks lalat rumah sewaktu sayap (a)
bergerak ke atas dan (b) bergerak ke bawah. Otot yang bintik-bintik berkontraksi pada masing-masing
ilustrasi tersebut.

12
3. 4. Integrasi ayat Al-Qur’an Dengan materi

Al-Qur’an surah Al-Hud ayat 56 :

ٌۢ
ْ ‫ِّرب ْيِّع َٰلىِّص َراطٍ ِّ ُّم‬
ٍ‫ستَقيْم‬ َ ‫ِّو َرب ُك ْمِّۗ َماِّم ْنِّد َۤابَّةٍِّا ََّّلِّ ُه َو ِّٰاخذِّبنَاصيَتهَاِّۗا َّن‬
َ ‫ِّرب ْي‬ ‫ه‬
َ ‫ىِّاّٰلل‬‫ع َل‬ ُ ‫اِنِّ ْيِّت َ َو َّك ْل‬
َ ِّ‫ت‬

Terjemahan
Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak satu pun
makhluk bergerak yang bernyawa melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya
(menguasainya). Sungguh, Tuhanku di jalan yang lurus (adil).
Tafsir
Sesungguhnya aku bertawakal dengan menyerahkan semua urusanku hanya kepada
Allah Tuhanku dan Tuhanmu, karena Dialah yang mememeliharaku dan dapat menghindarkan
diriku dari tipu dayamu. Tidak satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di muka bumi
melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya, yakni menguasai, mengatur, dan mengurus
semua makhluk-Nya. Sungguh, Tuhanku berada di jalan yang lurus, yakni jalan yang benar dan
adil sehingga kamu tidak bisa semenamena berbuat zalim terhadap diriku karena Allah
menolongku. Ayat ini menganjurkan untuk berserah diri kepada Allah terhadap segala urusan,
setelah berusaha secara maksimal.

13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sistem Koordinasi merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua sistem organ
agar dapat bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan,
mengolahnya dan kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan tadi. Setiap
rangsangan-rangsanga yang kita terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian otak
akan meneruskan rangsangan tersebut ke organ yang bersangkutan. Setiap aktivitas yang terjadi
di dalam tubuh, baik yang sederhana maupun yang kompleks merupakan hasil koordinasi yang
rumit dan sistematis dari beberapa sistem dalam tubuh serangga.
Sistem Koordinasi pada hewan meliputi sistem saraf beserta indera dan sistem
endokrin(hormon). Sistem saraf merupakan sistem yang khas bagi serangga maupun hewan
lainnya, karena sistem saraf ini tidak dimiliki oleh tumbuhan. Sistem saraf yang dimiliki oleh
hewan berbeda-beda, semakin tinggi tingkatan hewan semakin komplek sistem sarafnya.

3.2. Saran
Demikian makalah ini kami susun. Dan penyusun mengucapkan banyak terima kasih
atas pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga kami dapat
menyelesaikannya.
Kami merasa cukup sekian kata penutup yang disampaikan. “Tak ada gading yang tak
retak”. Dalam makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran
dan kritik yang dapat membangun perbaikan makalah ini sedikit banyak kami ucapkan terima
kasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Busnia, Munzir. 2006. Entomologi. Padang: Andalas University Press.

Gullan, P.J. dan P.S. Cranston. 2010. The Insects An Outline of Entomology. Hong Kong:
Graphicraft Limited.

Hadi, Mochamad, Udi Tarwotjo dan Ruly Rahadian. 2009. Biologi Insekta Entomologi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soedarto. 1989. Entomologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Snodgrass, RE. 1935. Principles of Insect Morphology. New York: McGraw Hill Book
Company.

15

Anda mungkin juga menyukai