Disusun Oleh :
Gresia Indah Fitri
Harry Dewantara
Nurlia Mellyana 185140016
Nadiyah Riasti 185140059
Ni Kadek Riska Febriantika 185140061
Rosa Bella 185140072
Tami Oktariani
FAKULTAS KESEHATAN
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kmb yang berjudul evidence based
practice.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam menyusun makalah ini.
Terlepas dari itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik
dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini, dapat memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
BAB I...................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Sistem Saraf..............................................................................................................................5
2.2 Penyusun Sel Saraf......................................................................................................................................6
2.3 Fungsi Sistem Saraf.....................................................................................................................................7
2.4 Penggolongan System Saraf.......................................................................................................................7
2.5 Mekanisme Penghantar Implus...................................................................................................................9
2.6 Kelainan Yang Disebabkan Oleh Gangguan Sistem Saraf..........................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................................11
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................11
3.1 Jurnal.........................................................................................................................................................11
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................12
METODE......................................................................................................................................................13
HASIL PENELITIAN.......................................................................................................................................15
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................18
SIMPULAN...................................................................................................................................................21
SARAN.........................................................................................................................................................23
KEPUSTAKAAN............................................................................................................................................23
3.2 Critical.......................................................................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas menerima
rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap
rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera. Pengolah
rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan
yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Sistem koordinasi merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua sistem organ agar dapat
bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya dan
kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan. Setiap rangsangan-rangsangan yang kita
terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian otak akan meneruskan rangsangan tersebut
ke organ yang bersangkutan.
1.3 Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke
susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit
terkecil pelaksanaan kerja sistem saraf ialah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam
iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup bisa menyesuaikan diri dan menanggapi
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas yaitu kemampuan menanggapi
rangsangan.
Sistem saraf terdiri dari berjuta-juta sel saraf yang bentuknya bervariasi.Sistem ini terdiri dari sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan
sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf memiliki
tiga fungsi utama, yakni menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus; memproses
informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan.
Sistem saraf tersusun atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron merupakan unit struktural dan
fungsional dari sistem saraf. Neuron memiliki kemampuan mersepon rangsangan yang cukup kuat.
Neuron tidak bisa mengalami pembelahan sehingga tidak dapat diganti jika sudah rusak. Neuron
bersatu membentuk jaringan untuk mengantarkan suatu impuls (rangsangan).
1. Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit merupakan perluasan dari
badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
2. Badan Sel adalah bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima
rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan
sitoplasma.
3. Nukleus adalah inti sel saraf yang berfungsi sebagai pengatur kegiatan sel saraf (neuron).
4. Neurit (Akson) adalah tonjolan sitoplasma yang panjang (lebih panjang daripada dendrit), berfungsi
untuk menjalarkan impuls saraf meninggalkan badan sel saraf ke neuron atau jaringan lainnya. Jumlah
akson biasanya hanya satu pada setiap neuron.
5. Selubung Mielin adalah sebuah selaput yang banyak mengandung lemak yang berfungsi untuk
melindungi akson dari kerusakan. Selubung mielin bersegmen-segmen. Lekukan di antara dua segmen
disebut nodus ranvier.
6. Sel Schwann adalah jaringan yang membantu menyediakan makanan untuk neurit (akson) dan
membantu regenerasi neurit (akson).
5
7. Nodus ranvier berfungsi untuk mempercepat transmisi impuls saraf. Adanya nodus ranvier tersebut
memungkinkan saraf meloncat dari satu nodus ke nodus yang lain, sehingga impuls lebih cepat sampai
pada tujuan.
8. Sinapsis adalah pertemuan antara ujung neurit (akson) di sel saraf satu dan ujung dendrit di sel
saraf lainnya. Pada setiap sinapsis terdapat celah sinapsis. Pada bagian ujung akson terdapat kantong
yang disebut bulbus akson. Kantong tersebut berisi zat kimia yang disebut neurotransmiter.
Neurotransmiter dapat berupa asetilkolin dan kolinesterase yang berfungsi dalam penyampaian impuls
saraf pada sinapsis.
Sistem saraf terdiri dari 2 bagian utama yakni sistem saraf pusat dan juga sistem saraf tepi (sering
disebut sebagai sistem saraf perifer). Sistem saraf pusat meliputi bagian otak dan juga bagian sumsum
tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi meliputi bagian atas sistem saraf somatik dan juga
bagian sistem saraf otonom.
Sistem saraf sendiri memiliki tiga fungsi yang dianggap paling utama, yakni meliputi menerima semua
informasi yang ada di sekitarnya dalam bentuk suatu rangsangan atau pun stimulus, kemudian
digunakan untuk memproses semua informasi yang diterima, serta digunakan untuk memberikan suatu
tanggapan atau pun respon terhadap semua rangsangan yang diberikan.
Sumsum tulang belakang adalah kumpulan saraf berbentuk silinder yang dimulai dari otak bagian
bawah kemudian memanjang menyusuri kanal tulang belakang. Sumsum tulang belakang terbagi
menjadi beberapa segmen, masing-masing segmen memiliki sepasang akar saraf di kanan dan kiri.
Akar saraf depan (ventral) atau saraf eferen bertindak sebagai motorik, sedangkan akar saraf belakang
(dorsal) atau saraf aferen bertindak sebagai sensorik. Secara anatomis, sumsum tulang belakang
merupakan kumpulan sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang
belakang atau biasa disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak.
Secara rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai
berikut:
1. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk daerah tengkuk.
7
2. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan membentuk bagian
belakang torax atau dada.
3. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk daerah lumbal
atau pinggang.
4. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk os sakrum
(tulang kelangkang).
5. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan membentuk tulang koksigeus
(tulang tungging)
Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut.
a) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori.
b) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut merupakan saraf
motorik.
c) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut merupakan saraf
gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf kranial.
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, diantaranya melalui sel saraf dan sinapsis. Berikut
ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.
a. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson)
dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada
waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian
dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya
pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan
sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial bervariasi antara 1
sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau tidaknya selubung
myelin. Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh impuls,
karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat). Untuk dapat berfungsi
kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik.
Energi yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria dalam sel
saraf. Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls
yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di atas ambang maka impuls akan
dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih
besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.
Gangguan pada sistem saraf akan berakibat pada pola gerak maupun memori seseorang. Gangguan
tersebut dapat diakibatkan oleh ketuaan, bakteri, virus atau kerusakan akibat kecelakaan. Tiga contoh
penyakit akibat gangguan sistem saraf adalah:
a) Alzheimer
9
Alzheimer merupakan penyakit akibat gangguan fungsi otak yang ditandai oleh kehilangan memori,
pengenalan kepribadian, dan kekuatan mental. Alzheimer disebabkan oleh artrofi korteks serebral.
Artrofi tersebut diduga disebabkan oleh slow viruses, sejenis virus yang memerlukan waktu lama
untuk merusak. Infeksinya terjadi waktu muda, dan akibatnya baru muncul setelah lanjut usia.
b) Amnesia
Amnesia merupakan penyakit gangguan otak dimana penderita kehilangan memori diikuti
ketidakmampuan membentuk suatu memori baru. Penyebabnya bervariasi dimulai dari kerusakan otak
karena kecelakaan, stroke, ensefalitis, defisiensi vitamin B12, kanker otak atau suplai darah yang
kurang ke daerah memori, sampai pada alasan psikologikal.
c) Ataksia
Ataksia merupakan gangguan sistem saraf yang ditandai oleh gangguan koordinasi gerak otot seperti
gerakan tubuh yang tidak teratur dan tidak akurat. Penyebabnya adalah setiap kejadian yang
mengganggu pusat pengontrol gerak di otak atau jalur saraf yang menuju otak. Ataksia yang bersifat
permanen dapat disebabkan oleh kerusakan otak, korda spinalis atau saraf spinalis.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Jurnal
ABSTRACT
60
12
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 61
yaitu 15% dari jumlah lansia (Hartati & Quasy-Eksperiment. Populasi target pada
Widayanti, 2010).
Data awal survey di Puskesmas Kupang
yang terdiri dari 9 desa, Desa Canggu
merupakan desa dengan jumlah lansia
terbanyak yaitu 798 orang (usia ≥ 60 tahun).
Peneliti melakukan wawancara dengan bidan
Desa Canggu, Dusun Kedungsumur
merupakan dusun dengan lansia terbanyak
yaitu 100 lansia. Hasil wawancara dengan 100
lansia yang dilakukan dengan metode door to
door dan mendatangi perkumpulan PKK
sehingga mendapatkan 36 lansia yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 36
lansia, 6 lansia memliki nilai kognitif 1 yang
memiliki arti bahwa lansia mengalami
gangguan kognitif berat, 18 lansia memiliki nilai
kognitif 2 dengan intepretasi gangguan kognitif
sedang, serta 12 lansia memliki nilai kognitif 3
(gangguan kognitif ringan) yang dikukur
menggunakan clock drawing test.
Huang (2015) menjelaskan bahwa lansia
demensia memiliki masalah dengan aspek
kognitif dan tingkah laku serta diikuti dengan
penurunan aktivitas fisik, mental, gangguan
fungsi sosial, dan penurunan kualitas hidup.
Gangguan tingkah laku dan fungsional pada
demensia merupakan penyebab
ketergantungan lansia pada orang disekitarnya
serta memberikan dampak terhadap kualitas
hidup bagi lansia maupun keluarga (Cotelli,
2012).
Terapi kenangan merupakan salah satu
terapi non-farmakologi. Terapi kenangan
merupakan sistem perawatan yang melibatkan
penerimaan dan sikap empati pada lansia
tentang ingatan dan pengalaman masa lalu,
memiliki efek bahagia, serta mengurangi
depresi serta meningkatkan fungsi kognitif pada
lansia (Nakamae, 2014).
Terapi tersebut mengingatkan lansia pada
kenangan masa lalu yang membahagiakan,
salah satunya dengan bermain. Permainan
tradisional 3 jadi dimainkan saat masa anak-
anak (sekolah dasar) sehingga lansia akan
mengingat masa-masa bahagia dan dapat
mengurangi depresi dari para lansia dengan
demensia. Permainan tersebut dapat
mengasah strategi, meningkatkan daya
konsentrasi, dan berfikir secara logika. Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti tentang
pengaruh permainan tradisional 3 jadi terhadap
progresifitas demensia (perubahan tingkat
kognitif dan tingkat depresi lansia).
METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah
13
penelitian ini adalah lansia demensia di yakni terdapat 5
Kabupaten Mojokerto sebanyak 15.341 lansia
dari 18 kecamatan. Kecamatan Jetis
merupakan kecamatan dengan lansia tertinggi
yakni 1039 lansia (16 desa). Desa Canggu
merupakan desa tertinggi dengan jumlah
lansia yakni 120 lansia dari 8 dusun. Dusun
Kedungsumur terpilih menjadi lokasi penelitian
dikarenakan memiliki jumlah lansia terbanyak.
Populasi terjangkau (telah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi) di Dusun
Kedungsumur sebanyak 36 orang. Kriteria
inklusi dalam penelitian adalah : lansia dengan
usia 60 - 74 tahun, berada dalam keluarga,
memiliki nilai kognitif ≤ 3, yang diukur
menggunakan Clock Drawing Test (CDT),
dapat bermain permainan 3 jadi, bersedia
mengikuti kegiatan intervensi secara penuh,
bersedia untuk diteliti. Kriteria eksklusi : Lansia
memiliki gangguan fungsi luhur sistem saraf
pusat (stroke, Alzheimer, Parkinson, dan
trauma kepala) dan memiliki riwayat gangguan
jiwa.
Responden tiap kelompok dipilih melalui
probability sampling dengan teknik simple random
sampling. Besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan sebanyak 20 lansia dengan pembagian
10 lansia per kelompok.
14
62 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Karakteristik responden di Dusun Kedungsumur Kabupaten Mojokerto
Kontrol Perlakuan Jumlah
No Karakteristik
f(x) (%) f(x) (%) f(x) (%)
1. Usia
a. 60-65 th 7 70 3 30 10 50
b. 66-70 th 1 10 4 40 5 25
c. 71-74 th 2 20 3 30 5 25
b. Perempuan 7 70 6 60 13 65
Independent T-test p = 0.660
3. Pekerjaan terdahulu
a. Buruh 3 30 2 20 5 25
b. Wiraswasta 2 20 1 10 3 15
c. PNS 0 0 3 30 3 15
d. Tidak bekerja 5 50 4 40 9 45
b. SD 5 50 5 50 10 50
c. SMP 1 10 1 10 2 10
d. SMA 2 20 0 0 2 10
e. Perguruan Tinggi 0 0 3 30 3 15
Tabel 2. Perbedaan Kognitif dan Depresi Sebelum Diberikan Permainan Tradisional 3 Jadi 03
Kognitif Depresi
Kelompok Jumlah Mean SD p Va Jumlah Mean SD pV
Kontrol 10 5.60 lue 10 14.60
1.647 4.719
Perlakuan 10 5.30 1.636 0.6 10 13.30 2.312 0.4
88
Tabel 3. Perbedaan Kognitif dan Depresi Setelah Diberikan Permainan Tradisional 3 Jadi
Kognitif Depresi
Kelompok Jumlah Mean SD p Va Jumlah Mean SD pV
Kontrol 10 4.30 lue 10 15.90
1.059 4.012
Perlakuan 10 6.00 1.155 0.0 10 8.00 2.039 0.0
15
alue
alue
44
00
Tabel 4. Perbedaan Kognitif dan Depresi Pre-test dan Post-test pada Responden Kelompok
Perlakuan
Kognitif Depresi
Tes Jumlah Mean SD p Va
Pre-test 10 5.30 1.636 lue Jumlah Mean SD p Value
0.0 10 13.30 2.312
Post-test 10 6.00 1.155
10 0.000
10 8.00 2.039
Tabel 1 membahas tentang karakteristik kedua kelompok didominasi oleh perempuan.
responden kedua kelompok. Kelompok kontrol Kelompok kontrol sebanyak 70% dan kelompok
didominasi oleh lansia berumur 60-65 th perlakuan sebanyak 60%. Pada kelompok
sebanyak 70% sedangkan pada kelompok pekerjaan terdahulu, responden terbanyak
perlakuan usia lansia didominasi umur 65-70 th adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 50% untuk
yaitu sebanyak 40%. Penggolongan kelompok kontrol dan 40% untuk kelompok
berdasarkan jenis kelamin pada tabel diatas, perlakuan. Mayoritas tingkat pendidikan pada
didapatkan bahwa responden lansia pada
16
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 63
responden kelompok kontrol maupun perlakuan terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan
adalah SD sebanyak 50%. dan kontrol setelah diberikan permainan
Uji kesetaraan dilakukan untuk melihat
kesetaraan data demografi responden dari
kedua kelompok berbeda atau tidak yang
menggunakan uji statistik Independent T-Test.
Pada kelompok usia responden didapatkan
hasil p = 0.196. Pada kelompok jenis kelamin
responden, hasil uji statistik adalah p = 0.660.
Kelompok pekerjaan terdahulu memiliki hasil uji
statistik p = 1.000. Tingkat pendidikan
responden memiliki hasil uji statistik p = 0.320.
Hasil uji kesetaraan karakteristik responden
yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan terdahulu pada tabel
5.1 menunjukkan bahwa p ˃ 0.05. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa data demografi antara
kelompok kontrol dan perlakuan adalah setara.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
bahwa hasil rerata tingkat kognitif pre-test
kelompok perlakuan adalah 5.30 dengan
simpangan baku 1.636 sedangkan kelompok
kontrol memiliki rerata 5.60 dengan simpangan
baku 1.647. Hasil rerata timgkat depresi pre-
test kelompok perlakuan adalah 13.30 dengan
simpangan baku 2.312 sedangkan hasi rerata
kelompok kontrol adalah 14.60 dengan
simpangan baku 4.719.
Hasil analisis menggunakan uji statistik
Independent T-Test (membandingkan hasil pre- test
antara kedua kelompok) didapatkan hasil p
17
tradisional 3 jadi dalam hal kognitif. Hasil post-
test tingkat depresi memiliki perbedaan yang
signifikan yakni p = 0.000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
depresi antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol setelah diberikan permainan
tradisional 3 jadi.
Tabel 4 menjelaskan tentang rerata dan
simpangan baku tingkat kognitif dan depresi
pada responden kelompok perlakuan. Hasil uji
statistik Paired T-Test (membandingkan pre-
test dan post-test kelompok perlakuan)
didapatkan hasil p = 0.010 sehingga p<0.05.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara nilai kognitif sebelum dan
sesudah dilakukan permianan tradisional 3
jadi. Hasil yang didapatkan sesudah
menggunakan uji statistik Paired T-Test
(membandingkan hasi pre-test dan post-test
kelompok perlakuan) adalah p = 0.000
sehingga p<0.05. Kesimpulan dari hasil
tersebut adalah terdapat perbedaan antara
nilai depresi sebelum dan sesudah diberikan
permainan tradisional 3 jadi.
PEMBAHASAN
Uji yang dilakukan pada hasil pre-test
dan pos-test kelompok perlakuan telah
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil
yang didapatkan dari uji Paired T-Test pada
kognitif dengan p = 0.010 serta hasil uji
statistik untuk tingkat depresi dengan p =
0.000. Berdasarkan data tersebut, rerata
reponden sebelum permainan tradisional 3 jadi
memiliki gangguan kognitif sedang-berat dan
depresi ringan. Hal tersebut disebabkan lansia
masih belum menjalani kegiatan yang
berhubungan dengan melatih kognitif lansia.
Pada hasil tes kognitif dan depresi yang
dilakukan setelah permainan tradisional 3 jadi
menunjukkan bahwa tingkat kognitif menjadi
rimgan serta tidak mengalami depresi.
Lansia yang mengalami gangguan
memori ringan akan diikuti dengan depresi. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Salary & Moghadam (2013)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kognitif dan depresi
yang disebabkan karena perubahan pada
lobus frontal sehingga memengaruhi emosi
lansia. Penelitian lain yang dapat memperkuat
adalah penelitian yang dilakukan oleh Ganguli
(2009) yang menjelaskan bahwa depresi
memiliki kontribusi yang erat terhadap
perkembangan penurunan fungsi kognitif yang
progresif.
Penelitian yang dilakukan oleh Nakamae
(2014) yang membuktikan bahwa Productive
Activities with reminiscence in Occupational
18
64 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”
Therapy (PAROT) dapat meningkatkan kognitif (2005) yang menjelaskan bahwa pekerjaan over
lansia serta mengalami perubahan tingkat depresi. worker seperti buruh, petani, serta tidak
Penilaian dilakukan menggunakan CSSD (Cornell
Scale for Depression in Dementia) dan MOSES
(Mukltidimensional Observation Scale for Elderly
Subjects). Penelitian lain yang dapat mendukung
adalah penelitan yang dilakukan oleh Woods (2012)
menunjukkan reminiscence group memiliki efek
pada fungsi kognitif dan gejala depresi pada lansia.
Lansia dapat berbagi pengalaman hidup dengan
sesama lansia. Lansia dapat bercerita dengan lansia
lain.
19
bekerja dapat mempercepat proses penuaan
termasuk fungsi kognitif yang cepat menurun.
Tingkat pendidikan yang telah ditempuh
oleh lansia pun berpengaruh pada kognitif
lansia. Hal tersebut didukung penelitian yang
dilakukan oleh Khasanah & Ardiansyah (2012)
menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi
angka prevalensi demensia Alzheimer.
Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan
lansia, semakin baik kemampuan lansia untuk
mengkompensasi defisit intelektual. Otak
apabila semakin sering dilatih maka
kemunduran kognitif dapat diperlambat
(Ngandu, et al, 2007).
Hasil uji statistik pre-test tingkat depresi
menunjukkan signifikasi p = 0.444 sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan pada tingkat depresi antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Pada pengolahan data hasil post-test
menggunakan Independent T-Test
menunjukkan signifikansi p = 0.000. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat depresi antara kelompok
kontrol dan perlakuan. Karakteristik responden
yang berhubungan erat dengan tingkat depresi
adalah jenis kelamin dan umur. Mayoritas jenis
kelamin pada kedua kelompok adalah
perempuan. Responden kelompok kontrol
sebagian besar berusia 60-65 tahun
sedangkan pada kelompok perlakuan
mayoritas berusia 66-70 tahun.
Perempuan lebih sering mengalami
depresi, hal ini disebabkan perempuan sering
terpajan dengan stressor lingkungan dan
memiliki tingkatan ambang stressor lebih
rendah dibanding dengan laki-laki. Depresi
pada perempuan juga berhubungan erat
dengan ketidakseimbangan hormon dalam
siklus menstruasinya yang berhubungan
dengan kehamilan, kelahiran, dan menopouse
(Ibrahim, 2011).
Pertambahan usia pada lansia
menyebabkan jumlah sel dalam otak pun juga
ikut menurun sehingga mekanisme perbaikan
sel otak menjadi terganggu (Maryam, 2008;
Jett, 2014). Pada lansia, jumlah neuron
menurun dan kurangnya korelasi antar dendrit
sehingga menyebabkan proses berpikir pada
lansia pun berkurang (Jett, 2014). Hal tersebut
menyebabkan lansia mengalami gangguan
kognitif yang menyebabkan terjadi penuruanan
kemampuan perawatan diri serta semakin
bergantung pada orang lain sehingga lansia
sangat mudah mengalami depresi.
20
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 65
22
66 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”
2. Terdapat pengaruh permainan tradisional 3 jadi Jett, T. A. (2014). Gerontological Nursing and Healthy
terhadap progresifitas demensia (perubahan Aging Fourth Edition. US America: Mosby
tingkat kognitif dan depresi) pada lansia. Elsevier.
SARAN
Permainan tradisional 3 jadi dapat
digunakan untuk meningkatkan kognitif dan
menurunkan depresi lansia demensia di Dusun
Kedungsumur. Kerjasama dan partisipasi dari
pihak Puskesmas Kupang sangat diperlukan
untuk memperbaiki kognitif dan depresi lansia
demensia agar didapatkan kesehatan yang
optimal.
KEPUSTAKAAN
Alligood, M. R. (2006). Nursing Theorists and Their
Work Sixth Edition. Missouri: Mosby Elsevier
23
Karimi, H., & al, e. (2010). Effectiveness of Satku, K. (2007). Clinical Practice Guidlines
Integrative and Dementia. Singapore: Ministry of Health
Instrumental
Singapore.
Reminiscence Therapies on Depression
Symptoms Reduction in Institutionalized
Older Adults: An Empirical Study. Aging
Mental Health; 14(7), 881-887.
24
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 67
25
3.2 Critical
Judul Apakah judul menarik, Judul dalam penelitian ini terdiri dari 12 kata dan
jelas dan dapat tidak terlalu panjang dan pendek, dalam judul juga
menggambarkan isi sudah mengidentifikasikan tujuan penelitian yaitu
penelitian ? untuk mengetahui pengaruh dari program edukasi
tentang ginjal di kalangan pasien gagal ginjal
kronik yang tidak terencana dialisis di Rumah sakit.
Dalam bentuk apa hasil Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan hasil
penelitian disajikan? penelitian dalam bentuk tabel. Hal ini sesuai dengan
pendapat Clegg (2000) bahwa penyajian hasil
penelitian dalam penelitian kuantitatif dapat
disajikan dengan menggunakan tabel atau diagram.
28
Apakah hasil penelitian Penelitian ini dapat diaplikasikan dalam bidang
dapat diimplementasikan keperawatan karena hasil yang didapatkan adalah
di keperawatan? signifikan meskipun statistiknya kurang begitu
mendalam. Tetapi dalam penelitian ini dapat
didukung oleh hasil penelitian yang lain.
Daftar Apakah daftar pustaka Daftar pustaka yang digunakan dalam penelitian ini
pustaka yang dicantumkan up to up to date, dari mulai tahun 2005 - 2016. Hampir
date? Apakah daftar sebagian besar daftar pustaka yang digunakan sudah
pustaka yang digunakan sesuai dengan penelitian ini, yaitu banyak
sesuai? membahas tentang pendidikan pre dialisis untuk
pasien gagal ginjal akhir.
I : Intervensi permainan tradisional 3 jadi digunakan untuk melatih fungsi kognitif dan
mengurangidepresi lansia.
O : lansia akan mendapatkan peningkatan kognitif dan penurunan tingkat depresi untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri setelah meyelesaikan permainan mereka
T : kegiatan dilaksanakan sebanyak 9 kali selama 3 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu
29
DAFTAR PUSAKA
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=10&q=ebp+trend+dan+isu+sistem+saraf+pusat&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&u=%23p
%3DtF4erNWNu5gJ
https://www.updateinfoo.com/2020/09/makalah-sistem-saraf.html?m=1
30