Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

EDVIDENCE BASE PRACTICE TENTANG SISTEM SYARAF


PUSAT

Disusun Oleh :
Gresia Indah Fitri
Harry Dewantara
Nurlia Mellyana 185140016
Nadiyah Riasti 185140059
Ni Kadek Riska Febriantika 185140061
Rosa Bella 185140072
Tami Oktariani

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kmb yang berjudul evidence based
practice.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam menyusun makalah ini.
Terlepas dari itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik
dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini, dapat memberikan manfaat dan menambah
pengetahuan terhadap pembaca.

Bandar Lampung,14November 2020

2
DAFTAR ISI
BAB I...................................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................................5
2.1 Pengertian Sistem Saraf..............................................................................................................................5
2.2 Penyusun Sel Saraf......................................................................................................................................6
2.3 Fungsi Sistem Saraf.....................................................................................................................................7
2.4  Penggolongan System Saraf.......................................................................................................................7
2.5 Mekanisme Penghantar Implus...................................................................................................................9
2.6 Kelainan  Yang Disebabkan Oleh Gangguan Sistem Saraf..........................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................................11
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................................11
3.1 Jurnal.........................................................................................................................................................11
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................12
METODE......................................................................................................................................................13
HASIL PENELITIAN.......................................................................................................................................15
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................18
SIMPULAN...................................................................................................................................................21
SARAN.........................................................................................................................................................23
KEPUSTAKAAN............................................................................................................................................23
3.2 Critical.......................................................................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas menerima
rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap
rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera. Pengolah
rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan
yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Sistem koordinasi merupakan suatu sistem yang mengatur kerja semua sistem organ agar dapat
bekerja secara serasi. Sistem koordinasi itu bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya dan
kemudian meneruskannya untuk menaggapi rangsangan. Setiap rangsangan-rangsangan yang kita
terima melalui indera kita, akan diolah di otak. Kemudian otak akan meneruskan rangsangan tersebut
ke organ yang bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf?


2. Apa saja penyusun sistem saraf?
3. Apa saja fungsi sistem saraf?
4. Apa saja penggolongan sistem saraf?
5. Bagaimana mekanisme penghantar impuls ?
6. Apa saja kelainan pada sistem saraf ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian sistem saraf.


2. Untuk mengetahui penyusun sistem saraf.
3. Untuk mengetahui fungsi sistem saraf.
4. Untuk mengetahui penggolongan sistem saraf.
5. Untuk mengetahui mekanisme penghantar implus.
6. Untuk mengetahui kelainan pada sistem saraf.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sistem Saraf 

Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke
susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit
terkecil pelaksanaan kerja sistem saraf ialah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam
iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup bisa menyesuaikan diri dan menanggapi
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas yaitu kemampuan menanggapi
rangsangan.
Sistem saraf terdiri dari berjuta-juta sel saraf yang bentuknya bervariasi.Sistem ini terdiri dari sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan
sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf memiliki
tiga fungsi utama, yakni menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus; memproses
informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan. 

2.2 Penyusun Sel Saraf

Sistem saraf tersusun atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron merupakan unit struktural dan
fungsional dari sistem saraf. Neuron memiliki kemampuan mersepon rangsangan yang cukup kuat.
Neuron tidak bisa mengalami pembelahan sehingga tidak dapat diganti jika sudah rusak. Neuron
bersatu membentuk jaringan untuk mengantarkan suatu impuls (rangsangan).

1. Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit merupakan perluasan dari
badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel. 

2. Badan Sel adalah bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel berfungsi untuk menerima
rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan
sitoplasma. 

3. Nukleus adalah inti sel saraf yang berfungsi sebagai pengatur kegiatan sel saraf (neuron).

4. Neurit (Akson) adalah tonjolan sitoplasma yang panjang (lebih panjang daripada dendrit), berfungsi
untuk menjalarkan impuls saraf meninggalkan badan sel saraf ke neuron atau jaringan lainnya. Jumlah
akson biasanya hanya satu pada setiap neuron. 

5. Selubung Mielin adalah sebuah selaput yang banyak mengandung lemak yang berfungsi untuk
melindungi akson dari kerusakan. Selubung mielin bersegmen-segmen. Lekukan di antara dua segmen
disebut nodus ranvier. 

6.  Sel Schwann adalah jaringan yang membantu menyediakan makanan untuk neurit (akson) dan
membantu regenerasi neurit (akson). 

5
7.  Nodus ranvier berfungsi untuk mempercepat transmisi impuls saraf. Adanya nodus ranvier tersebut
memungkinkan saraf meloncat dari satu nodus ke nodus yang lain, sehingga impuls lebih cepat sampai
pada tujuan. 

8.  Sinapsis adalah pertemuan antara ujung neurit (akson) di sel saraf satu dan ujung dendrit di sel
saraf lainnya. Pada setiap sinapsis terdapat celah sinapsis. Pada bagian ujung akson terdapat kantong
yang disebut bulbus akson. Kantong tersebut berisi zat kimia yang disebut neurotransmiter.
Neurotransmiter dapat berupa asetilkolin dan kolinesterase yang berfungsi dalam penyampaian impuls
saraf pada sinapsis. 

Menurut fungsinya, ada tiga jenis sel saraf yaitu:


1. Sel saraf sensorik adalah sel saraf yang mempunyai fungsi menerima rangsang yang datang kepada
tubuh atau panca indra, dirubah menjadi impuls (rangsangan) saraf, dan meneruskannya ke otak.
Badan sel saraf ini bergerombol membentuk ganglia, akson pendek, dan dendritnya panjang. 
2. Sel saraf motorik adalah sel saraf yang mempunyai fungsi untuk membawa impuls saraf dari pusat
saraf (otak) dan sumsum tulang belakang menuju otot. Sel saraf ini mempunyai dendrit yang pendek
dan akson yang panjang. 
3. Sel saraf penghubung adalah sel saraf yang banyak terdapat di dalam otak dan sumsum tulang
belakang. Neuron (sel saraf) tersebut berfungsi untuk menghubungkan atau meneruskan impuls
(rangsangan) dari sel saraf sensorik ke sel saraf motorik.  

2.3 Fungsi Sistem Saraf

Sistem saraf mempunyai beberapa fungsi, diantaranya yaitu sebagai berikut.


A. Menerima berbagai sensasi dari dalam dan luar tubuh.
B. Bereaksi pada sensasi tersebut, menghadapinya secara otomatis atau merasakan dan
memikirkannya.
C. Menyimpan memori dan melepaskannya bila dibutuhkan.
D. Mengekspresikan emosi.
E. Mengirimkan pesan untuk bagiab sistem saraf lain, untuk otot, kelenjar endokrin dan organ lain.
F. Mengontrol tubuh dengan mempertahankan kesehatan, menghindari atau menghadapi bahaya dan
mengingatkan aktivitas yang menyenangkan.

2.4  Penggolongan System Saraf

Sistem saraf terdiri dari 2 bagian utama yakni sistem saraf pusat dan juga sistem saraf tepi (sering
disebut sebagai sistem saraf perifer). Sistem saraf pusat meliputi bagian otak dan juga bagian sumsum
tulang belakang. Sedangkan sistem saraf tepi meliputi bagian atas sistem saraf somatik dan juga
bagian sistem saraf otonom.
Sistem saraf sendiri memiliki tiga fungsi yang dianggap paling utama, yakni meliputi menerima semua
informasi yang ada di sekitarnya dalam bentuk suatu rangsangan atau pun stimulus, kemudian
digunakan untuk memproses semua informasi yang diterima, serta digunakan untuk memberikan suatu
tanggapan atau pun respon terhadap semua rangsangan yang diberikan.

1. System saraf pusat 


Sistem saraf pusat mempunyai fungsi utama dalam memegang semua kendali dan juga pengaturan
terhadap keseluruhan kerja dari bagian jaringan saraf sampai ke bagian sel saraf. Sistem saraf pusat
6
meliputi bagian atas otak besar, bagian otak kecil, bagian sumsum lanjutan, dan juga bagian sumsum
tulang belakang. 
a. Otak besar (cerebrum)
Otak besar mempunyai bentuk lunak, kenyal, terdapat banyak lipatan, dan juga lebih berminyak.
Bagian ini di kelilingi oleh suatu cairan yang bernama cairan serebrospinal yang mempunyai fungsi
dalam membantu memberi makanan kepada otak dan juga memberikan perlindungan terhadap otak
dari dampak yang terjadi saat ada guncangan. Di bagian dalam otak besar ditemukan banyak
pembuluh darah yang mempunyai fungsi dalam membantu menyuplai oksigen ke bagian otak besar.
Otak besar terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) bagian depan: pusat gerakan otot
2) bagian tengah: pusat perkembangan ingatan dan
kecerdasan
3) bagian samping: pusat pendengaran
4) bagian belakang: pusat penglihatan
b. Otak kecil (cerebelum)
Otak Kecil bisa ditemukan pada bagian belakang kepala dan juga dekat dengan leher. Fungsi utama
dari otak kecil ialah digunakan sebagai pusat terjadinya suatu koordinasi terhadap gerakan otot yang
biasanya terjadi secara sadar, berpengaruh pada keseimbangan, dan juga posisi tubuh.
Apabila terjadi suatu rangsangan yang ternyata membahayakan, maka gerakan yang bersifat sadar dan
normal tidak akan mungkin bisa dilakukan. Bagian otak kecil merupakan suatu tempat yang menjadi
pusat dari keseimbangan. Jika ditemukan terjadi suatu kerusakan pada bagian otak kecil, maka hal
yang akan terjadi ialah semua gerakan otot yang sedang berlangsung tidak bisa dikoordinasikan
dengan baik.
c. Sumsum lanjutan
Sumsum lanjutan terdapat di muka otak kecil dan di bawah otak besar, dan merupakan perpanjangan
dari sumsum tulang belakang. Bagian dalamnya berisi neuron sehingga berwarna kelabu. Sedangkan,
bagian luarnya berwarna putih karena berisi neurit dan dendrit. Fungsi sumsum lanjutan adalah
sebagai pengatur pernapasan, gerakan jantung, dan gerak alat pencernaan.
Selain itu, bagian sumsum lanjutan mempunyai peran khusus dalam mengantarkan semua impuls yang
datang kemudian dibawa menuju bagian otak. Sumsum lanjutan pun sangat berpengaruh terhadap
gerak refleks fisiologi, meliputi tekanan darah, jantung, respirasi, volume, sekresi kelenjar pencernaan
dan juga pencernaan.

d. Sumsum tulang belakang (Medulla Spinalis)


Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat. Seperti
halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang
belakang juga dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari
pangkal leher, hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat
tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan
di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki). 

Sumsum tulang belakang adalah kumpulan saraf berbentuk silinder yang dimulai dari otak bagian
bawah kemudian memanjang menyusuri kanal tulang belakang. Sumsum tulang belakang terbagi
menjadi beberapa segmen, masing-masing segmen memiliki sepasang akar saraf di kanan dan kiri.
Akar saraf depan (ventral) atau saraf eferen bertindak sebagai motorik, sedangkan akar saraf belakang
(dorsal) atau saraf aferen bertindak sebagai sensorik. Secara anatomis, sumsum tulang belakang
merupakan kumpulan sistem saraf yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang
belakang atau biasa disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak.
Secara rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai
berikut:
1. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk daerah tengkuk.

7
2. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan membentuk bagian
belakang torax atau dada.
3. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk daerah lumbal
atau pinggang.
4. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk os sakrum
(tulang kelangkang).
5. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan membentuk tulang koksigeus
(tulang tungging)

2. System saraf tepi


saraf otak dan saraf sumsum tulang belakang. Saraf otakadalah saraf yang keluar dari otak menuju
alat-alat indra, misalnya mata, telinga, hidung, atau menuju otot-otot dan kelenjar tertentu. Saraf otak
terdiri atas 12 pasang. Saraf sumsum tulang belakang adalah saraf yang keluar dari sumsum tulang
belakang menuju alat-alat gerak tubuh, seperti lengan dan kaki, serta otot tubuh lain seperti otot dada
dan leher. Saraf ini terdiri atas 31 pasang.
Selain kedua saraf tersebut, pada sistem saraf tepi juga terdapat saraf tak sadar (saraf otonom) yang
berfungsi mengatur kegitan organ tubuh yang bekerja diluar kesadaran. Saraf otonom terdiri atas
sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Sistem kerja keduanya saling berlawanan.
1) Sistem Saraf Sadar 
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda makan, menulis,
berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan impuls dari reseptor ke
sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh.
Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal
yang keluar dari sumsum tulang belakang 31 pasang saraf spinal terlihat pada Gambar 8.8. Saraf-saraf
spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. 

Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut. 
a)     Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori. 
b)     Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut merupakan saraf
motorik. 
c)     Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut merupakan saraf
gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis saraf kranial. 

2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom) 


Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah kehendak saraf pusat.
Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan,
pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh
hipotalamus di otak. Coba Anda ingat kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan.
Apabila hipotalamus dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang
telah diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan menghambat kerja
saluran pencernaan.
Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi dua.
a) Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama untuk memacu kerja organ
tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara
lain mempercepat detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi, dan menghambat
kontraksi kantung seni. 

b) Sistem Saraf Parasimpatik 


Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf simpatik. Saraf
parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak jantung, memperkecil pupil mata,
8
memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat
kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan
yang normal.

2.5 Mekanisme Penghantar Implus

Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, diantaranya melalui sel saraf dan    sinapsis. Berikut
ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.
a.   Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui serabut saraf (akson)
dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam sel. Pada
waktu sel saraf beristirahat, kutub positif terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian
dalam sel saraf. Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya
pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi berurutan
sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial bervariasi antara 1
sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau tidaknya selubung
myelin. Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui oleh impuls,
karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial istirahat). Untuk dapat berfungsi
kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik.
Energi yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria dalam sel
saraf. Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan menghasilkan impuls
yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di atas ambang maka impuls akan
dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih
besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.

b.      Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis


Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain dinamakan sinapsis. Setiap
terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis. Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis
terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi neurotransmitter; yang disebut vesikula sinapsis.
Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari
sel berikutnya yang membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron,
maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan
melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin. Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat
menyeberangkan impuls dari neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-
macam misalnya asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf
simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin kemudian berdifusi melewati
celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat pada membran post-sinapsis. Penempelan
asetilkolin pada reseptor menimbulkan impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah
melaksanakan tugasnya maka akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh
membran post-sinapsis. 

2.6 Kelainan  Yang Disebabkan Oleh Gangguan Sistem Saraf

Gangguan pada sistem saraf akan berakibat pada pola gerak maupun memori seseorang. Gangguan
tersebut dapat diakibatkan oleh ketuaan, bakteri, virus atau kerusakan akibat kecelakaan. Tiga contoh
penyakit akibat gangguan sistem saraf adalah:
a)      Alzheimer

9
Alzheimer merupakan penyakit akibat gangguan fungsi otak yang ditandai oleh kehilangan memori,
pengenalan kepribadian, dan kekuatan mental. Alzheimer disebabkan oleh artrofi korteks serebral.
Artrofi tersebut diduga disebabkan oleh slow viruses, sejenis virus yang memerlukan waktu lama
untuk merusak. Infeksinya terjadi waktu muda, dan akibatnya baru muncul setelah lanjut usia.
b)      Amnesia
Amnesia merupakan penyakit gangguan otak dimana penderita kehilangan memori diikuti
ketidakmampuan membentuk suatu memori baru. Penyebabnya bervariasi dimulai dari kerusakan otak
karena kecelakaan, stroke, ensefalitis, defisiensi vitamin B12, kanker otak atau suplai darah yang
kurang ke daerah memori, sampai pada alasan psikologikal.
c)      Ataksia
Ataksia merupakan gangguan sistem saraf yang ditandai oleh gangguan koordinasi gerak otot seperti
gerakan tubuh yang tidak teratur dan tidak akurat. Penyebabnya adalah setiap kejadian yang
mengganggu pusat pengontrol gerak di otak atau jalur saraf yang menuju otak. Ataksia yang bersifat
permanen dapat disebabkan oleh kerusakan otak, korda spinalis atau saraf spinalis.  

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Jurnal

PERMAINAN TRADISIONAL 3 JADI TERHADAP PROGRESIFITAS DEMENSIA


PADA LANSIA DI KABUPATEN MOJOKERTO
Nova Farkhatus Sholikhah, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya
e-mail : nova.sholikhah@gmail.com

Joni Haryanto, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya


e-mail : joni.h.unair@gmail.com

Andri Setiya Wahyudi, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya


e-mail : andry_remas@yahoo.co.id

ABSTRACT

Elderly at risk of dementia is caused by a decline in cognitive function. Dementia is also


followed by depression syndrome. Intervention traditional game 3 jadi used to train cognitive
function and reduces depression of elderly. The traditional game 3 jadi is one form of transmissive
reminiscence therapy that use the culture has been known by the people of Dusun Kedungsumur.
The study aim to analyze effect of the traditional game 3 jadi against the progression of dementia
in the elderly.
Design of research was quasy experimental study. The target population were 15.341
respondents in Kabupaten Mojokerto. The independent variable was the traditional game 3 jadi.
The dependent variable was cognitive and depression level. Data was collected using ECAQ
(Elderly Cognitive Assessment Questionnaire) and GDS (Geriatric Depression Scale). The
statistical analysis used were Independent T-Test and Paired T-Test with a significance level of α ≤
0.05.
Statistical test results Paired T-Test for cognitive was p = 0.010 and depression was p =
1.01. Statistical test results Independent T-Test for cognitive was p = 0.003 and depression was p
= 0.000 so that the results showed that there were significant traditional game 3 jadi against the
progression of dementia.
It can be concluded that the effect of the traditional game 3 jadi against the progression of
dementia is very strong. Elderly will be get increased cognitive level and decline depression level
to satisfy their need for self care after finished their game.

Keywords : Traditional game, 3 Jadi, dementia, reminiscence

PENDAHULUAN proses berpikir). Demensia dapat diatasi dengan


Proses penuaan merupakan proses yang terapi non-farmakologi yaitu terapi kenangan
alami yakni bertambahnya umur seseorang (reminiscence).
(World Heath Organization, 2010). Proses Terapi reminiscence transmisif,
penuaan terjadi beberapa perubahan aspek mengedepankan terapi kenangan dengan
fisik, psikologi, sosial, dan spiritual. Perubahan menggunakan budaya yang telah ada di
beberapa fungsi tubuh dapat menimbulkan masyarakat (Wong & Watt, 1991). Peneliti
berbagai penyakit, salah satunya adalah menggunakan permainan tradisional 3 jadi
demensia (Satku, 2007). Demensia merupakan dikarenakan jenis permainan tersebut telah
sindrom yang dapat bersifat kronik maupun dikenal baik oleh masyarakat Kabupaten
progresif yang mana terdapat kemunduran
dalam hal fungsi kognitif (kemampuan dalam
11
Mojokerto. Manfaat dari permainan tradisional 2015). Jumlah lansia tahun 2015 di Asia
3 jadi yaitu membantu dalam mengasah terdapat 485,83 juta lansia berusia lebih dari 60
kemahiran berfikir secara logika, membina tahun sedangkan lansia yang mengalami
strategi, meningkatkan daya konsentrasi, dan demensia sebanyak 22,85 juta jiwa. Tahun
melatih kemampuan motorik halus (Spitz, 2030 diperkirakan akan meningkat menjadi
1977; Prasetyono, 2015). 38,53 juta jiwa (Prince, 2015). Penduduk lansia
Jumlah lansia demensia di dunia tahun di Indonesia yang berusia 60 tahun keatas pada
2010 terdapat 36 juta lansia yang mengalami tahun 2013 mencapai 8,9% dan diperkirakan
demensia. Jumlah tersebut akan bertambah akan meningkat pada tahun 2050 menjadi
dua kali lipat setiap 20 tahun yakni tahun 2030 21,4% (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
menjadi 66 juta lansia demensia (Prince, Proporsi lansia dengan demensia di Indonesia

60

12
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 61

yaitu 15% dari jumlah lansia (Hartati & Quasy-Eksperiment. Populasi target pada
Widayanti, 2010).
Data awal survey di Puskesmas Kupang
yang terdiri dari 9 desa, Desa Canggu
merupakan desa dengan jumlah lansia
terbanyak yaitu 798 orang (usia ≥ 60 tahun).
Peneliti melakukan wawancara dengan bidan
Desa Canggu, Dusun Kedungsumur
merupakan dusun dengan lansia terbanyak
yaitu 100 lansia. Hasil wawancara dengan 100
lansia yang dilakukan dengan metode door to
door dan mendatangi perkumpulan PKK
sehingga mendapatkan 36 lansia yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 36
lansia, 6 lansia memliki nilai kognitif 1 yang
memiliki arti bahwa lansia mengalami
gangguan kognitif berat, 18 lansia memiliki nilai
kognitif 2 dengan intepretasi gangguan kognitif
sedang, serta 12 lansia memliki nilai kognitif 3
(gangguan kognitif ringan) yang dikukur
menggunakan clock drawing test.
Huang (2015) menjelaskan bahwa lansia
demensia memiliki masalah dengan aspek
kognitif dan tingkah laku serta diikuti dengan
penurunan aktivitas fisik, mental, gangguan
fungsi sosial, dan penurunan kualitas hidup.
Gangguan tingkah laku dan fungsional pada
demensia merupakan penyebab
ketergantungan lansia pada orang disekitarnya
serta memberikan dampak terhadap kualitas
hidup bagi lansia maupun keluarga (Cotelli,
2012).
Terapi kenangan merupakan salah satu
terapi non-farmakologi. Terapi kenangan
merupakan sistem perawatan yang melibatkan
penerimaan dan sikap empati pada lansia
tentang ingatan dan pengalaman masa lalu,
memiliki efek bahagia, serta mengurangi
depresi serta meningkatkan fungsi kognitif pada
lansia (Nakamae, 2014).
Terapi tersebut mengingatkan lansia pada
kenangan masa lalu yang membahagiakan,
salah satunya dengan bermain. Permainan
tradisional 3 jadi dimainkan saat masa anak-
anak (sekolah dasar) sehingga lansia akan
mengingat masa-masa bahagia dan dapat
mengurangi depresi dari para lansia dengan
demensia. Permainan tersebut dapat
mengasah strategi, meningkatkan daya
konsentrasi, dan berfikir secara logika. Oleh
karena itu, peneliti ingin meneliti tentang
pengaruh permainan tradisional 3 jadi terhadap
progresifitas demensia (perubahan tingkat
kognitif dan tingkat depresi lansia).
METODE
Desain penelitian yang digunakan adalah

13
penelitian ini adalah lansia demensia di yakni terdapat 5
Kabupaten Mojokerto sebanyak 15.341 lansia
dari 18 kecamatan. Kecamatan Jetis
merupakan kecamatan dengan lansia tertinggi
yakni 1039 lansia (16 desa). Desa Canggu
merupakan desa tertinggi dengan jumlah
lansia yakni 120 lansia dari 8 dusun. Dusun
Kedungsumur terpilih menjadi lokasi penelitian
dikarenakan memiliki jumlah lansia terbanyak.
Populasi terjangkau (telah memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi) di Dusun
Kedungsumur sebanyak 36 orang. Kriteria
inklusi dalam penelitian adalah : lansia dengan
usia 60 - 74 tahun, berada dalam keluarga,
memiliki nilai kognitif ≤ 3, yang diukur
menggunakan Clock Drawing Test (CDT),
dapat bermain permainan 3 jadi, bersedia
mengikuti kegiatan intervensi secara penuh,
bersedia untuk diteliti. Kriteria eksklusi : Lansia
memiliki gangguan fungsi luhur sistem saraf
pusat (stroke, Alzheimer, Parkinson, dan
trauma kepala) dan memiliki riwayat gangguan
jiwa.
Responden tiap kelompok dipilih melalui
probability sampling dengan teknik simple random
sampling. Besar sampel dalam penelitian ini
ditetapkan sebanyak 20 lansia dengan pembagian
10 lansia per kelompok.

Variabel independen yang digunakan


dalam penelitian ini adalah permainan
tradisional 3 jadi. Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu tingkat
kognitif dan tingkat depresi.
Instrumen untuk mengukur variabel
dependen yaitu tingkat kognitif menggunakan
lembar pemeriksaan Elderly Cognitive
Assessment Questionnaire (ECAQ) dengan
jumlah 10 butir pertanyaan dan tingkat depresi
menggunakan Geriatric Depression Scale
dengan jumlah pertanyaan sebanyak 30 butir.
Instrumen penelitian untuk variabel
independen (permainan tradisional 3 jadi)
menggunakan SAK (Satuan Acara Kegiatan).
Lokasi penelitian dilakukan di Dusun
Kedungsumur, Desa Canggu Kecamatan Jetis,
Kab. Mojokerto. Penelitian dilaksanakan
selama 3 minggu mulai tanggal 07-24 Juni
2016. Pre test dilakukan menggunakan
kuesioner ECAQ dan GDS pada kelompok
control dan perlakuan yakni satu hari sebelum
diberikan perlakuan permainan tradisonal 3
jadi. Permainan tradisonal 3 jadi dilakukan
pada kelompok responden dengan jumlah
babak yakni 5 kali putaran, kegiatan
dilaksanakan sebanyak 9 kali selama 3 minggu
dengan frekuensi 3 kali per minggu.
Responden bermain secara berpasangan

14
62 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

pasangan. Selama proses pelaksanaan Data yang terkumpul diolah dengan


intervensi, peneliti mengobservasi lansia membuat penilaian pada kuesioner ECAQ dan
menggunakan log book. Post test dilakukan GDS, kemudian dilakukan coding, tabulasi
satu hari setelah intervensi terakhir dengan data, dan dianalisis data dengan menggunakan
menggunakan kuesioner ECAQ dan GDS pada uji statistik Paired T-Test dan Independent T-
kedua kelompok kemudian menganalisa hasil. Test.

HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Karakteristik responden di Dusun Kedungsumur Kabupaten Mojokerto
Kontrol Perlakuan Jumlah
No Karakteristik
f(x) (%) f(x) (%) f(x) (%)
1. Usia
a. 60-65 th 7 70 3 30 10 50

b. 66-70 th 1 10 4 40 5 25

c. 71-74 th 2 20 3 30 5 25

Independent T-Test p = 0.196


2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 3 30 4 40 7 35

b. Perempuan 7 70 6 60 13 65
Independent T-test p = 0.660

3. Pekerjaan terdahulu
a. Buruh 3 30 2 20 5 25

b. Wiraswasta 2 20 1 10 3 15
c. PNS 0 0 3 30 3 15

d. Tidak bekerja 5 50 4 40 9 45

Independent T-test p = 1.000


4. Tingkat Pendidikan
a. Tidak lulus SD 2 20 1 10 3 15

b. SD 5 50 5 50 10 50

c. SMP 1 10 1 10 2 10

d. SMA 2 20 0 0 2 10

e. Perguruan Tinggi 0 0 3 30 3 15

Independent T-Test p = 0.320

Tabel 2. Perbedaan Kognitif dan Depresi Sebelum Diberikan Permainan Tradisional 3 Jadi 03
Kognitif Depresi
Kelompok Jumlah Mean SD p Va Jumlah Mean SD pV
Kontrol 10 5.60 lue 10 14.60
1.647 4.719
Perlakuan 10 5.30 1.636 0.6 10 13.30 2.312 0.4
88

Tabel 3. Perbedaan Kognitif dan Depresi Setelah Diberikan Permainan Tradisional 3 Jadi
Kognitif Depresi
Kelompok Jumlah Mean SD p Va Jumlah Mean SD pV
Kontrol 10 4.30 lue 10 15.90
1.059 4.012
Perlakuan 10 6.00 1.155 0.0 10 8.00 2.039 0.0
15
alue
alue
44
00

Tabel 4. Perbedaan Kognitif dan Depresi Pre-test dan Post-test pada Responden Kelompok
Perlakuan
Kognitif Depresi
Tes Jumlah Mean SD p Va
Pre-test 10 5.30 1.636 lue Jumlah Mean SD p Value
0.0 10 13.30 2.312
Post-test 10 6.00 1.155
10 0.000
10 8.00 2.039
Tabel 1 membahas tentang karakteristik kedua kelompok didominasi oleh perempuan.
responden kedua kelompok. Kelompok kontrol Kelompok kontrol sebanyak 70% dan kelompok
didominasi oleh lansia berumur 60-65 th perlakuan sebanyak 60%. Pada kelompok
sebanyak 70% sedangkan pada kelompok pekerjaan terdahulu, responden terbanyak
perlakuan usia lansia didominasi umur 65-70 th adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 50% untuk
yaitu sebanyak 40%. Penggolongan kelompok kontrol dan 40% untuk kelompok
berdasarkan jenis kelamin pada tabel diatas, perlakuan. Mayoritas tingkat pendidikan pada
didapatkan bahwa responden lansia pada

16
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 63

responden kelompok kontrol maupun perlakuan terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan
adalah SD sebanyak 50%. dan kontrol setelah diberikan permainan
Uji kesetaraan dilakukan untuk melihat
kesetaraan data demografi responden dari
kedua kelompok berbeda atau tidak yang
menggunakan uji statistik Independent T-Test.
Pada kelompok usia responden didapatkan
hasil p = 0.196. Pada kelompok jenis kelamin
responden, hasil uji statistik adalah p = 0.660.
Kelompok pekerjaan terdahulu memiliki hasil uji
statistik p = 1.000. Tingkat pendidikan
responden memiliki hasil uji statistik p = 0.320.
Hasil uji kesetaraan karakteristik responden
yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan terdahulu pada tabel
5.1 menunjukkan bahwa p ˃ 0.05. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa data demografi antara
kelompok kontrol dan perlakuan adalah setara.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui
bahwa hasil rerata tingkat kognitif pre-test
kelompok perlakuan adalah 5.30 dengan
simpangan baku 1.636 sedangkan kelompok
kontrol memiliki rerata 5.60 dengan simpangan
baku 1.647. Hasil rerata timgkat depresi pre-
test kelompok perlakuan adalah 13.30 dengan
simpangan baku 2.312 sedangkan hasi rerata
kelompok kontrol adalah 14.60 dengan
simpangan baku 4.719.
Hasil analisis menggunakan uji statistik
Independent T-Test (membandingkan hasil pre- test
antara kedua kelompok) didapatkan hasil p

= 0.688 sehingga p˃0.05. Hasil tersebut


menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
antara tingkat kognitif kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan. Hasil analisis
menggunakan uji statistik Independent T-Test
untuk membandingkan kedua kelompok dari
hasil pre-test didapatkan hasil bahwa p = 0.444
sehingga p˃0.05. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat
depresi kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
Berdasarkan tabel 3, hasil rerata tingkat
kognitif post-test kelompok perlakuan adalah
6.00 dengan simpangan baku 1.155 sedangkan
nilai rerata kelompok kontrol adalah 4.30
dengan simpangan baku 1.059. Hasil rerata
tingkat depresi post-test kelompok perlakuan
adalah 8.00 dengan simpangan baku 2.309
sedangkan hasil rerata pada kelompok kontrol
adalah 15.90 dengan simpangan baku 4.012.
Pada hasil Independent T-Test yang
didapatkan dari hasil post-test kedua kelompok
didapatkan hasil bahwa p = 0.003 berarti
p<0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

17
tradisional 3 jadi dalam hal kognitif. Hasil post-
test tingkat depresi memiliki perbedaan yang
signifikan yakni p = 0.000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
depresi antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol setelah diberikan permainan
tradisional 3 jadi.
Tabel 4 menjelaskan tentang rerata dan
simpangan baku tingkat kognitif dan depresi
pada responden kelompok perlakuan. Hasil uji
statistik Paired T-Test (membandingkan pre-
test dan post-test kelompok perlakuan)
didapatkan hasil p = 0.010 sehingga p<0.05.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara nilai kognitif sebelum dan
sesudah dilakukan permianan tradisional 3
jadi. Hasil yang didapatkan sesudah
menggunakan uji statistik Paired T-Test
(membandingkan hasi pre-test dan post-test
kelompok perlakuan) adalah p = 0.000
sehingga p<0.05. Kesimpulan dari hasil
tersebut adalah terdapat perbedaan antara
nilai depresi sebelum dan sesudah diberikan
permainan tradisional 3 jadi.

PEMBAHASAN
Uji yang dilakukan pada hasil pre-test
dan pos-test kelompok perlakuan telah
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil
yang didapatkan dari uji Paired T-Test pada
kognitif dengan p = 0.010 serta hasil uji
statistik untuk tingkat depresi dengan p =
0.000. Berdasarkan data tersebut, rerata
reponden sebelum permainan tradisional 3 jadi
memiliki gangguan kognitif sedang-berat dan
depresi ringan. Hal tersebut disebabkan lansia
masih belum menjalani kegiatan yang
berhubungan dengan melatih kognitif lansia.
Pada hasil tes kognitif dan depresi yang
dilakukan setelah permainan tradisional 3 jadi
menunjukkan bahwa tingkat kognitif menjadi
rimgan serta tidak mengalami depresi.
Lansia yang mengalami gangguan
memori ringan akan diikuti dengan depresi. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Salary & Moghadam (2013)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kognitif dan depresi
yang disebabkan karena perubahan pada
lobus frontal sehingga memengaruhi emosi
lansia. Penelitian lain yang dapat memperkuat
adalah penelitian yang dilakukan oleh Ganguli
(2009) yang menjelaskan bahwa depresi
memiliki kontribusi yang erat terhadap
perkembangan penurunan fungsi kognitif yang
progresif.
Penelitian yang dilakukan oleh Nakamae
(2014) yang membuktikan bahwa Productive
Activities with reminiscence in Occupational
18
64 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

Therapy (PAROT) dapat meningkatkan kognitif (2005) yang menjelaskan bahwa pekerjaan over
lansia serta mengalami perubahan tingkat depresi. worker seperti buruh, petani, serta tidak
Penilaian dilakukan menggunakan CSSD (Cornell
Scale for Depression in Dementia) dan MOSES
(Mukltidimensional Observation Scale for Elderly
Subjects). Penelitian lain yang dapat mendukung
adalah penelitan yang dilakukan oleh Woods (2012)
menunjukkan reminiscence group memiliki efek
pada fungsi kognitif dan gejala depresi pada lansia.
Lansia dapat berbagi pengalaman hidup dengan
sesama lansia. Lansia dapat bercerita dengan lansia
lain.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan


bahwa pemberian permainan tradisional 3 jadi
berpengaruh terhadap tingkat kognitif dan
depresi pada lansia yang disebabkan karena
pada saat lansia bermain permainan tradisional
3 jadi mengenang masa-masa bahagia serta
dapat mengasah berpikir secara logika. Lansia
tampak menikmati permainan tradisional 3 jadi.
Ekspresi yang terlihat yaitu lansia senang serta
sesekali menunjukkan ekspresi bingung saat
lawannya memnangkan permainan. Hal
tersebut dapat menunjukkan bahwa depresi
lansia berkurang dari sebelumnya. Pada saat
bermain permainan tradisional 3 jadi lansia juga
melatih strategi mereka dengan menghalangi
lawannya untuk menang. Lansia pun melatih
kemampuan dalam hal berkonsentrasi
sehingga lansia harus tetap waspada dengan
langkah yang diambil oleh lawannya.
Hasil uji statistik tingkat kognitif yang
dilakukan antara kelompok kontrol dan
perlakuan sebelum diberikan permainan
tradisional 3 jadi adalah p=0.688 sehingga
dapat dikatakan bahwa tingkat kognitif antara
kelompok kontrol dan perlakuan tidak memiliki
perbedaan. Perbedaan terlihat saat setelah
dilakukan permainan tradisional 3 jadi bahwa
tingkat kognitif antara kelompok perlakuan dan
kontrol dengan signifikansi p=0.003. Beberapa
karakteristik responden yang memengaruhi
terjadi gangguan kognitif adalah riwayat
pekerjaan dan tingkat pendidikan. Mayoritas
responden dari kedua kelompok memiliki
riwayat pekerjaan yaitu tidak bekerja. Seluruh
responden baik kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan mayoritas tamat sekolah
dasar.
Riwayat pekerjaan sangat berhubungan
erat dengan gangguan kognitif yang dialami
lansia. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sidiarto & Kusumoputro

19
bekerja dapat mempercepat proses penuaan
termasuk fungsi kognitif yang cepat menurun.
Tingkat pendidikan yang telah ditempuh
oleh lansia pun berpengaruh pada kognitif
lansia. Hal tersebut didukung penelitian yang
dilakukan oleh Khasanah & Ardiansyah (2012)
menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi
angka prevalensi demensia Alzheimer.
Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan
lansia, semakin baik kemampuan lansia untuk
mengkompensasi defisit intelektual. Otak
apabila semakin sering dilatih maka
kemunduran kognitif dapat diperlambat
(Ngandu, et al, 2007).
Hasil uji statistik pre-test tingkat depresi
menunjukkan signifikasi p = 0.444 sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan pada tingkat depresi antara
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Pada pengolahan data hasil post-test
menggunakan Independent T-Test
menunjukkan signifikansi p = 0.000. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat depresi antara kelompok
kontrol dan perlakuan. Karakteristik responden
yang berhubungan erat dengan tingkat depresi
adalah jenis kelamin dan umur. Mayoritas jenis
kelamin pada kedua kelompok adalah
perempuan. Responden kelompok kontrol
sebagian besar berusia 60-65 tahun
sedangkan pada kelompok perlakuan
mayoritas berusia 66-70 tahun.
Perempuan lebih sering mengalami
depresi, hal ini disebabkan perempuan sering
terpajan dengan stressor lingkungan dan
memiliki tingkatan ambang stressor lebih
rendah dibanding dengan laki-laki. Depresi
pada perempuan juga berhubungan erat
dengan ketidakseimbangan hormon dalam
siklus menstruasinya yang berhubungan
dengan kehamilan, kelahiran, dan menopouse
(Ibrahim, 2011).
Pertambahan usia pada lansia
menyebabkan jumlah sel dalam otak pun juga
ikut menurun sehingga mekanisme perbaikan
sel otak menjadi terganggu (Maryam, 2008;
Jett, 2014). Pada lansia, jumlah neuron
menurun dan kurangnya korelasi antar dendrit
sehingga menyebabkan proses berpikir pada
lansia pun berkurang (Jett, 2014). Hal tersebut
menyebabkan lansia mengalami gangguan
kognitif yang menyebabkan terjadi penuruanan
kemampuan perawatan diri serta semakin
bergantung pada orang lain sehingga lansia
sangat mudah mengalami depresi.

20
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 65

Secara keseluruhan terdapat perubahan mereka dalam memelihara kehidupan, kesehatan,


pada kelompok perlakuan (mendapatkan
dan kesejahtearaan (Muhlisin, 2010). Perawat harus
permainan tradisional 3 jadi) mengalami
perubahan tingkat kognitif yang meningkat dapat mengidentifikasi self care therapeutic
serta tingkat depresi yang menurun demand dan perkembangan serta tingkat self care
dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini agency dari seorang individu karena self care
disebabkan karena lansia yang mendapatkan agency dan self care therapeutic demand berubah
permainan tradisional 3 jadi mengedapankan
memori masa lalu yang digunakan dalam secara dinamis (Alligood, 2006; Taylor, 2011).
bentuk komunikasi antar sesama lansia
demensia, membantu menciptakan emosi yang Pada lansia dengan demesia mengalami
positif sehingga dapat mencari berbagai aspek penurunan kemampuan untuk memenuhi
positif, serta dapat mempengaruhi fungsi perawatan diri sendiri dan aktivitas fisik
kognitif lansia. Penelitian yang mendukung (Atchley, 2009). Perawat harus memberikan
adalah penelitian yang dilakukan oleh Syafitri pelayanan keperawatan berupa dukungan
(2013) menunjukkan tingkat depresi lansia secara fisik dan psikologis agar dapat terpenuhi
menurun secara efektif melalui reminiscence kebutuhan self care seseorang. Dukungan fisik
group theraphy. Terapi kenangan menggali dan psikologis diwujudkan dalam pemberian
pikiran-pikiran positif dan mengulangi ingatan terapi kenangan berupa permainan tradisional 3
tentang masa-masa bahagia. jadi kepada lansia agar fungsi kognitif dapat
Penelitian lain yang juga dapat terasah dan mengurangi gejala depresi pada
mendukung adalah penelitian Karimi, et al lansia.
(2010) yang menjelaskan bahwa reminiscence Mayoritas tingkat perawatan diri pada
group theraphy memiliki potensial untuk responden dari kedua kelompok adalah
mengurangi depresi dan meningkatkan fungsi mandiri. Responden dapat berjalan ke tempat
kognitif. Terapi kenangan memiliki beberapa perkumpulan untuk bermain permainan
tujuan termasuk kepercayaan diri lansia, tradisional 3 jadi. Orem mendefinisikan tentang
meningkatkan kemampuan berkomunikasi kesehatan sebagai status fisik, mental dan
antar lansia, dan meningkatkan hubungan kehidupan sosial, tidak hanya mengenai
interpersonal. Penelitian Huang (2015) kelemahan fisik atau penyakit. Permainan
menyebutkan terapi reminiscence dapat tradisional 3 jadi merupakan isalah satu media
dijadikan terapi yang efektif untuk untuk memperbaiki kualitas kesehatan lansia.
meningkatkan fungsi kognitif dan gejala depresi Responden setelah bermain permainan
pada lansia pada lansia dengan demensia. tradisional 3 jadi mengalami peningkatan
Lansia melakukan kegiatan yang berhubungan kognitif yang ditandai dengan dapat mengulang
dengan mengenang masa lalu sesuai dengan angka kembali setelah menjawab 8 pertanyaan.
pengetahuan, kemampuan dan strategi dari Penurunan tingkat depresi ditandai dengan
lansia. Lansia dapat mengevaluasi memori ekspresi lansia senang saat bermain permainan
mereka sehingga dapat menigkatkan fungsi tradisional 3 jadi. Hal tersebut menjadikan
kognitif secara keseluruhan. lansia sehat secara sosial, mental, dan fisik.
Responden kelompok kontrol mengalami
penurunan baik tingkat kognitif maupun SIMPULAN
depresi. Hal tersebut disebabkan lansia pada 1. Demensia dipengaruhi oleh faktor umur, jenis
kelompok kontrol tidak mengasah kemahiran kelamin, jenis pekerjaan terdahulu, dan tingkat
berpikir sehingga kemampuan kognitif pendidikan. Umur yang semakin bertambah akan
menurun. Kemampuan kognitif menurun juga mengakibatkan sel pada otak akan menurun.
berbanding lurus dengan tingkat depresi yang Jenis kelamin responden sebagian besar adalah
memburuk. Hal tersebut disebabkan lansia
perempuan, dipengaruhi oleh hormon
yang kesulitan dalam berkomunikasi
esterogen. Mayoritas jenis pekerjaan terdahulu
dikarenakan lupa menyebutkan nama
benda/tempat yang dimaksud. Kognitif dan dari responden adalah tidak bekerja, sehingga
depresi dipengaruhi oleh beberapa karakteristik responden kurang dalam melatih kemampuan
responden seperti umur, jenis kelamin, timgkat berpikir. Tingkat pendidikan pada sebagian besar
pendidikan, dan riwayat pekerjaan. reponden adalah SD, hal tersebut juga
Berdasarkan teori Orem yaitu teori self mempengaruhi faktor demensia dikarenakan
care, Orem menitiberatkan kegiatan individu semakin tinggi tingkat intelegensia seseorang
untuk berinisiatif dan membentuk perilaku akan semakin memperlambat kejadian
21
demensia.

22
66 Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika”

2. Terdapat pengaruh permainan tradisional 3 jadi Jett, T. A. (2014). Gerontological Nursing and Healthy
terhadap progresifitas demensia (perubahan Aging Fourth Edition. US America: Mosby
tingkat kognitif dan depresi) pada lansia. Elsevier.

SARAN
Permainan tradisional 3 jadi dapat
digunakan untuk meningkatkan kognitif dan
menurunkan depresi lansia demensia di Dusun
Kedungsumur. Kerjasama dan partisipasi dari
pihak Puskesmas Kupang sangat diperlukan
untuk memperbaiki kognitif dan depresi lansia
demensia agar didapatkan kesehatan yang
optimal.

KEPUSTAKAAN
Alligood, M. R. (2006). Nursing Theorists and Their
Work Sixth Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Atchley, R. C. (2009). Social Forces and Aging; An


Introduction to Social Gerontology. USA:
Thomson Learning, Inc.

Cotelli, M. (2012). Reminiscence Therapy in


Dementia: A Review. Maturitas, 203-205.

Ganguli, M. (2009). Depression, Cognitive


Impairment, and Dementia : Why Should
Clinicians Care About The Web Of
Causation? Indian Journal Psychiatry
(51), 29-34.

Ganguli, M., Vander, B. J., Saxton, J., & al, e.


(2005). Alcohol Consumption and
Cognitive Function in Late Life: A
Longitudinal Community Study.
Neurology, 1210-1217.

Hartati, S., & Widayanti, C. G. (2010). Clock


Drawing: Asesmen untuk Demensia.
Jurnal Psikologi, 1-10.

Huang, H.-C. (2015). Reminiscence Therapy


Improves Cognitive Functions and
Reduces Depressive Symptoms in Elderly
People With Dementia: A Meta-Analysis
of Randomized Controlled Trials. Jamda,
1-8.

Ibrahim, A. (2011). Gangguan Alam Perasaan.

Tangerang: Jelajah Nusa.

23
Karimi, H., & al, e. (2010). Effectiveness of Satku, K. (2007). Clinical Practice Guidlines
Integrative and Dementia. Singapore: Ministry of Health
Instrumental
Singapore.
Reminiscence Therapies on Depression
Symptoms Reduction in Institutionalized
Older Adults: An Empirical Study. Aging
Mental Health; 14(7), 881-887.

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pusat Data dan


Informasi . Jakarta Selatan: Kementrian
Kesehatan RI.

Khasanah, N., & Ardiansyah, M. (2012).


Hubungan antara Tingkat pendidikan
dengan Kejadian Penurunan daya Ingat
pada Lansia. Mutiara medika, 150-154.

Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan


Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Muhlisin, A. a. (2010). Teori Self Care dari


Orem dan pendekatan dalam Praktek
Keperawatan. Berita Ilmu Keperawatan,
97-100.

Nakamae, T. (2014). Effects of Productive Activities


with Reminicence in Occupational Therapy
for People with Dementia: A Pilot
Randomized Controlled Study. Hong Kong
Journal of Occupational Theraphy, 1-7.

Ngandu, T., Von, S. E., & al, e. (2007).


Education and Dementia: What Lies
Behind The Association? Neurology,
1442-14450.

Prasetyono, D. S. (2015). Buku Tutorial Game-


Game Kecerdasan. Yogyakarta: DIVA Press.

Prince, M. (2015). World Alzhimer's Report 2015


The Global Impact of Dementia An Analysis
of Prevalence, Incidence, Cost, and Trends.
London: Alzheimer's Disease International.

Salary, S., & Moghadam, M. A. (2013). Relationship


Between Depression and Cognitive Disorders
in Men Affected with Dementia Disorder.
Procedia-Social and Behavioral Sciences,
1290-1295.

24
Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” 67

Sidiarto, L., & Kusumoputro, S. (2005). Memori


ANda Setelah Usia 50. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia

Spitz, H. H. (1977). Tic-Tac-Toe Performance


as A Function of Maturational Level of
Retarded Adolescents and Nonretarded
Children. Intelligence, 108-117.

Syafitri, E. N. (2013). Skripsi Effectiveness of


Reminiscence Group Therapy As Regimen For
Elderly Depressed In Selected Social Institution
Yogyakarta Indonesia: a Customized
Therapeutic Reminiscence Therapy Module .
Yogyakarta: Universitas Respati.

Taylor, S. a. (2011). Self Care Science, Nursing


Theory and Evidence Based Practice. New
York: Springer Publishing Company.

Wong, P. T., & Watt, L. M. (1991). What Types of


Reminiscence Are Associated with
Successful Aging. Journal Psychology and
Aging, 272-279.

Woods RT, B. E. (2012; 16:1). REMCARE:


Reminiscnce Groups for People with
Dementia and Their Family Caregivers-
Effectiveness and Costeffectiveness
Pragmatic Multicentre Randomised
Trial. Health Techno Assess, 1-116.

World Health Organization. (2016). About Us :


World Health Organization. Retrieved
March 08, 2016, from WHO Web Site:
http://www.who.int/topics/dementia/en

25
3.2 Critical

PERMAINAN TRADISIONAL 3 JADI TERHADAP PROGRESIFITAS DEMENSIA

PADA LANSIA DI KABUPATEN MOJOKERTO

Komponen Kritik jurnal Keterangan

Judul Apakah judul menarik, Judul dalam penelitian ini terdiri dari 12 kata dan
jelas dan dapat tidak terlalu panjang dan pendek, dalam judul juga
menggambarkan isi sudah mengidentifikasikan tujuan penelitian yaitu
penelitian ? untuk mengetahui pengaruh dari program edukasi
tentang ginjal di kalangan pasien gagal ginjal
kronik yang tidak terencana dialisis di Rumah sakit.

Nama Apakah nama peneliti Desain penelitian yang digunakan adalah


peneliti dicantumkan? Apakah Quasy-Eksperiment. Populasi target pada
nama peneliti tanpa gelar penelitian ini adalah lansia demensia di
akademik? Apakah
Kabupaten Mojokerto sebanyak 15.341 lansia
dalam artikel/jurnal
tercantum nama lembaga dari 18 kecamatan. Kecamatan Jetis
tempat peneliti bekerja? merupakan kecamatan dengan lansia tertinggi
Apakah terdapat alamat yakni 1039 lansia (16 desa). Desa Canggu
email dari peneliti? merupakan desa tertinggi dengan jumlah lansia
yakni 120 lansia dari 8 dusun. Dusun
Kedungsumur terpilih menjadi lokasi penelitian
dikarenakan memiliki jumlah lansia terbanyak.

Abstrak Apakah abstrak Lansia berisiko demensia disebabkan oleh


mencakup komponen penurunan fungsi kognitif. Demensia juga diikuti
Introduction, Methods, oleh sindrom depresi. Intervensi permainan
Results and Discussion?
tradisional 3 jadi digunakan untuk melatih fungsi
Apakah abstrak
terstruktur mencakup kognitif dan mengurangi depresi lansia. Permainan
Background, setting, tradisional 3 jadi merupakan salah satu bentuk
methods, main results, terapi transmissive reminiscence yang
conclusions?
26
memanfaatkan budaya yang telah dikenal oleh
masyarakat Dusun Kedungsumur. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh permainan
tradisional 3 jadi terhadap perkembangan demensia
pada lansia. Desain penelitian adalah penelitian
eksperimen semu. Populasi sasaran sebanyak
15.341 responden di Kabupaten Mojokerto.
Variabel bebas adalah permainan tradisional 3 jadi.
Variabel terikat adalah tingkat kognitif dan depresi.
Data dikumpulkan dengan menggunakan ECAQ
(Elderly Cognitive Assessment Questionnaire) dan
GDS (Geriatric Depression Scale). Analisis statistik
yang digunakan adalah Independent T-Test dan
Paired T-Test dengan tingkat signifikansi α ≤ 0,05.
Hasil uji statistik Paired T-Test untuk kognitif
didapatkan p = 0,010 dan depresi p = 0,000. Hasil
uji statistik Independent T-Test untuk kognitif p =
0,003 dan depresi p = 0,000 sehingga hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh permainan
tradisional 3 jadi terhadap perkembangan demensia.
Dapat disimpulkan bahwa pengaruh permainan
tradisional 3 jadi terhadap perkembangan penyakit
demensia sangat kuat. Lansia akan mendapatkan
peningkatan tingkat kognitif dan penurunan tingkat
depresi untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
setelah menyelesaikan permainan mereka.

Metode Apakah tujuan penelitian Tujuan Manfaat dari permainan tradisional 3


disebutkan? jadi yaitu membantu dalam mengasah
kemahiran berfikir secara logika, membina
strategi, meningkatkan daya konsentrasi, dan
melatih kemampuan motorik halus (Spitz, 1977;
Prasetyono, 2015).

Bagaimana pemilihan Pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah


sampel dalam penelitian semua pasien CKD yang tidak/belum memiliki
tersebut? pendidikan resmi sebelum dilakukan inisisai dialisis
dimulai pada tahun 2005-2009.

Apakah desain penelitian Desain penelitian yang digunakan penelitian


yang digunakan? Apakah eksperimen semu. Desain penelitian yang
27
desain penelitian sesuai digunakan sudah sesuai dengan tujuan penelitian.
dengan tujuan penelitian? Disini peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh
Bagaimana level of melatih fungsi kognitif dan mengurangi depresi
evidence dari desain lansia.
penelitian?

Dalam bentuk apa hasil Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan hasil
penelitian disajikan? penelitian dalam bentuk tabel. Hal ini sesuai dengan
pendapat Clegg (2000) bahwa penyajian hasil
penelitian dalam penelitian kuantitatif dapat
disajikan dengan menggunakan tabel atau diagram.

Apakah uji statistik yang Uji statistik peneliti mengobservasi lansia


digunakan? menggunakan log book. Post test dilakukan
satu hari setelah intervensi terakhir dengan
menggunakan kuesioner ECAQ dan GDS pada
kedua kelompok kemudian menganalisa hasil.
Data yang terkumpul diolah dengan
membuat penilaian pada kuesioner ECAQ dan
GDS, kemudian dilakukan coding, tabulasi
data, dan dianalisis data dengan menggunakan
uji statistik Paired T-Test dan Independent TTest.

Hasil Apakah hasil penelitian Jumlah lansia demensia di dunia tahun


signifikan dengan tujuan 2010 terdapat 36 juta lansia yang mengalami
penelitian? demensia. Jumlah tersebut akan bertambah
dua kali lipat setiap 20 tahun yakni tahun 2030
menjadi 66 juta lansia demensia (Prince, 2015).
Jumlah lansia tahun 2015 di Asia terdapat
485,83 juta lansia berusia lebih dari 60 tahun
sedangkan lansia yang mengalami demensia
sebanyak 22,85 juta jiwa. Tahun 2030
diperkirakan akan meningkat menjadi 38,53 juta
jiwa (Prince, 2015). Penduduk lansia di

Indonesia yang berusia 60 tahun keatas pada


tahun 2013 mencapai 8,9% dan diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2050 menjadi
21,4%
(Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Proporsi lansia dengan demensia di Indonesia

28
Apakah hasil penelitian Penelitian ini dapat diaplikasikan dalam bidang
dapat diimplementasikan keperawatan karena hasil yang didapatkan adalah
di keperawatan? signifikan meskipun statistiknya kurang begitu
mendalam. Tetapi dalam penelitian ini dapat
didukung oleh hasil penelitian yang lain.
Daftar Apakah daftar pustaka Daftar pustaka yang digunakan dalam penelitian ini
pustaka yang dicantumkan up to up to date, dari mulai tahun 2005 - 2016. Hampir
date? Apakah daftar sebagian besar daftar pustaka yang digunakan sudah
pustaka yang digunakan sesuai dengan penelitian ini, yaitu banyak
sesuai? membahas tentang pendidikan pre dialisis untuk
pasien gagal ginjal akhir.

Jurnal intervensi keperawatan terhadap lansia dengan analisa PICOT

P : Populasi sasaran sebanyak 15.341 responden di kabupaten mojokerto.

I : Intervensi permainan tradisional 3 jadi digunakan untuk melatih fungsi kognitif dan
mengurangidepresi lansia.

C : Penelitian lain yang juga dapat didukung adalah penelitian karimini

O : lansia akan mendapatkan peningkatan kognitif dan penurunan tingkat depresi untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri setelah meyelesaikan permainan mereka

T : kegiatan dilaksanakan sebanyak 9 kali selama 3 minggu dengan frekuensi 3 kali per minggu

29
DAFTAR PUSAKA

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=10&q=ebp+trend+dan+isu+sistem+saraf+pusat&hl=id&as_sdt=0,5#d=gs_qabs&u=%23p
%3DtF4erNWNu5gJ

https://www.updateinfoo.com/2020/09/makalah-sistem-saraf.html?m=1

30

Anda mungkin juga menyukai