HIPERSENSIT IVITAS
Rochmi Ardiningsih
Dosen :
Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., M.S., Sp.M.K.(K).
DISUSUN
Oleh:
BAHARUDDIN
011 214 153 020
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan tepat pada waktunya. Makalah ini di dalamnya membahas tentang respon imun
pada Hipersensitivitas Tipe I yang disebabkan oleh protein serbuk sari (pollen)
Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih, dr., M.S., Sp.M.K.(K). selaku Dosen Pegajar dan
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih terdapat
banyak kekurangan,untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik agar makalah
Penyusun
PENDAHULUAN
Dalam dunia ekologi yang kita pahami bersama terdapat istilah bahwa
antara satu faktor dengan faktor yang lain di alam ini akan saling mempengaruhi
hal ini di karenakan sistem yang kita tempati adalah sistem yang terbuka, yang
tentunya berlaku pula untuk setiap organisme. Organisme berdasarkan cara
memperoleh makananannya dikelompokkan menjadi 2 yaitu: autotrof dan
heterotrof, organisme autotrof dalam menjaga kelestariannya di alam ini akan
melakukan proses reproduksi yang biasanya akan menghasilkan bungan (flos).
Bunga merupakan organ reproductivum yang di dalamnnya terdapat putik (alat
kelamin betina) dan benang sari (alat kelamin jantan). Pada benang sari ini
terdapat bagian yang dinamakan kotak sari yang mengandung sangat banyak
serbuk sari (pollen) yang ukurannya sangat kecil walaupun terkadang pada
beberapa tanaman ada yang berukuran besar.
Secara alamiah ketika serbuk sari telah matang maka kotak sari akan pecah
karena adanya proses higroskopis dan dengan bantuan angin akan bergerak secara
random di udara dan tanpa sengaja akan terhirup (inhalasi) dan masuk melalui
sistem pernafasan. Pada sebagian orang hal ini tidak memiliki efek yang berarti
namun ada sebahagian kecil yang akan mengalami reaksi alergi hebat oleh karena
masuknya alergen tersebut.
Setiap orang memiliki karakter atau respon alergi yang berbeda-beda pada
setiap bahan tersebut ada yang rendah, sedang bahkan parah dengan kondisi akhir
yang kritis. respon berlebih inilah yang dikenal dengan hipersensitivitas yang
merupakan salah satu bentuk dari respon imun.
Berdasarkan uraian permasalahan ini maka sangat penting untuk
mengetahui tentang mekanisme hipersensitivitas khususnya pada pollen atau
serbuk sari tanaman yang merupakan salah satu bahan alergen.
MEKANISME HIPERSENSITIVITAS
Abbas dan Kurt (2004) menerangkan bahwa untuk alasan yang tidak
diketahui, ketika seseorang berkontakan dengan antigen seperti protein di dalam
pollen, bahan makanan, racun serangga, atau bagian dari suatu hewan atau jika
mereka terpapar dengan obat-obatan seperti penicillin, utamanya Sel T akan
merespon dengan membentuk Sel TH2. Banyak reaksi atopic yang terjadi pada
individu yang mungkin saja disebabkan oleh satu atau beberapa antigen ini.
Reaksi alergi ini ini pula memiliki frekuensi yang besar dalam penyakit sistem
imun yaitu sekitar 20%.
Dalam tubuh individu yang normal, memperlihatkan bahwa sel mast
banyak membawa molekul IgE dengan spesifikasi yang berbeda-beda karena
mungkin saja banyak antigen yang lebih kecil dari IgE ini. Ini pula yang
memberikan gambaran yang kuat akan beranekaragamnya gen yang berperan di
dalam proses respon imun ini, hal ini sangat berkaitan dengan erat dengan
keberadaan super gene family.
Berikut ini adalah bagan mekanisme reaksi imun terhadap masuknya
bahan allergen dalam tubuh.
Mediator Primer :
- Histamine Meningkatnya permiabilitas pembuluh darah dan kontraksi
otot polos
- Serotonin Meningkatnya permiabilitas pembuluh darah dan kontraksi
otot polos
- ECF-A Kemotaksis eosinofil
- NCF-A Kemotaksis eosinofil
- proteases Sekresi mucus, degradasi jaringan penghubung
Mediator Sekunder :
- Leukotrienes Meningkatnya permiabilitas pembuluh darah dan kontraksi
otot polos
- Prostaglandins Vasodilatasi pembuluh darah, aktivasi platelet, kontaksi
otot polos
- Bradykinin Meningkatnya permiabilitas pembuluh darah dan kontraksi
otot polos
- Cytokines Aktivasi sel endothelium, penarikan eosinofil
Setiap bahan alam baik itu yang berasal dari tumbuhan, hewan atau
mikroorganisme yang dapat menimbulkan reaksi alergi pastilah memiliki protein
yang memicu reaksi alergi tersebut. Protein ini di bentuk dari proses transkripsi
yang dilanjutkan dengan proses translasi (dogma sentral biologi molekuler),
sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan bahan protein alergi
(allergen) di butuhkan yang namanya gen-gen alergi.
Untuk mengantisipasi terjadinya respon alergi berat salah satu usaha yang
dilakukan adalah dengan memberikan protein pencetus alergi dari bahan alam
tersebut kepada seseorang dengan dosis tertentu sehingga terbentuk antibodi lebih
dini sehingga pada saat terpapar dengan bahan alergi tersebut tidak akan
menghasilkan reaksi hipersensitivitas yang berlebih atau dengan kata lain orang
tersebut telah terbiasa.
Teknologi pengembangan protein pencetus alergi tersebut telah banyak
dikembangkan salah satunya adalah recombinant allergens. Prinsip rekombinasi
alergen adalah menemukan gen-gen pengekspresi protein penyebab alergi yang
kemudian dipotong dan disisipkan pada Eschrichia coli (E. coli) secara in vitro.
Produk protein dari ekspresi gen tersebut kemudia dimurnikan dan digunakan
untuk kepentingan pengembangan diagnosa alergen.
Rekombinasi alergen memiliki prospek yang besar untuk digunakan
sebagai alat diagnosis dan penanganan terhadap pasien yang mengalami alergi
dalam upaya pengembangan immunotherapy pada standarisasi tes produk-produk
allergenic. Steiman dan Sarah (2008) mengemukakan beberapa contoh dari
produk rekombinasi alergen yaitu f353 rGly m 4 dari gen tanaman kedelai
Glycine max, f422 rAra h 1, f423 rAra h 2, f424 rAra h 3, f352 rAra h 8, dari gen
tanaman kacang tanah Arachis hypogaea. Konsep rekombinasi alergen ini adalah
salah satu alat bantu dalam pengembangan moleculer allergology.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Abul K and Andrew H.L. 2004. Basic Immnuology Functions Disorders of
The Immune System (2nd). Philadelphia: Sauders.
Abbas Abul K and Andrew HL. 2006. Cellular and Molecular Immunology (5th).
Philadelphia: Sauders. London, New York.
Bartra J., J Sastre, A del C., J Montoro, I Jáuregui, I Dávila, M Ferrer, J Mullol,
and A Valero. 2009. From Pollinosis to Digestive Allergy, J Investig
Allergol Clin Immunol, Vol. 19, Suppl. 1: 3-10, Esmon Publicidad.
Boedina dan Siti. 1996. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Edisi
3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hans Kemerling. 2012, Sugar and Health Disease, Makalah disajikan pada
Kuliah Tamu, diselenggarakan di Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Airlangga. Surabaya.
Rengganis I., Alex H., Edi G., Samsuridjal D., dan Sri B. September, 2008.
Sensitivitas terhadap Serbuk Sari pada Pasien Alergi Pernafasan. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol. 58, no.9.
S Lie T.M., 1999. Peran Sel Mast Dalam Reaksi Hipersensitivitas Tipe-I. Jurnal
Kedokteran Trisakti, September-Desember Vol.18, No.3.
Steinman H. and Sarah R., 2008. Native & Recombinant Allergen Components
Sweden: X-O Graf Tryckeri AB.