Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

REFLEKSI KASUS
MALPRAKTIK PADA BAYI BARU
LAHIR
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
Kelompok 8
Yossi Frandasari
Sari Maulidzar
Eka Febry Dayani Br. Ginting
Venni Yurizkia
Annie Cristyanta Purba
Meli Yatri
Ferdika Puspasari

Dosen Pembimbing :
Asrul S.Pdi, M.Pd

i
AKADEMI KEBIDANAN HELVETIA
MEDAN
T.A 2015/2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Investigasi Penyelidikan KLB TB Paru di Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014”
makalah ini Ini tepat pada waktunya.
Keberhasilan dalam pembuatan makalah ini juga tak lepasdari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing dan juga teman teman semua yang telah ikut berperan serta dalam
pembuatan makalah ini.

Disini penulis berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna
bagi orang orang yang membacanya.

Penulis menyadarinya bahwa dalam pembuatan makalah ini belumlah


sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pada pembaca demi kesempurnaan pada pembuatan makalah
makalah selanjutnya.

Medan, 2 Januari 2016

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bidan merupakan suatu profesi dinamis yang harus mengikuti
perkembangan era ini. Oleh karena itu bidan harus berpartisipasi
mengembangkan diri mengikuti permainan global. Partisipasi ini dalam
bentuk peran aktif bidan dalam meningkatkan kualitas pelayanan, pendidikan
dan organisasi profesi.3 Defenisi bidan menurut Internasional Confederation
Of Midwives (ICM) ke 27, bulan Juli 2005, yang diakui oleh Who dan
Federation of Internasional Gynecologist obstetrition (FIGO), “ Bidan adalah
seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di
negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi
untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan (Heni Puji Wahyuningsih, 2008).
Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan , asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa
nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan
asuhan kepada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi kepada ibu dan
anak , dan akses.
Mengingat besarnya tanggung jawab dan beban kerja bidan dalam
melayani masyarakat, pemerintah bersama dengan IBI telah mengupayakan
pendidikan bagi bidan agar dapat menghasilkan lulusan yang mampu
memberikan pelayanan yang berkualitas dan dapat berperan sebagai tenaga
kesehatan professional. Permasalahan yang dihadapi saat ini ialah semakin
banyaknya bidan memiliki izin untuk melakukan kegiatan medis dengan
begitu mudahnya, sehingga memungkinkannya muncul bidan-bidan yang

i
tidak berkompeten dan dalam makalah ini dibahas mengenai malpraktik yang
terjadi akibat dari bidan.

1.2 Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup pembahasan yang akan dibahas yaitu mengenai Refleksi kasus
dalam malpraktek tentang bayi baru lahir.

1.3 Tujuan penulisan


1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang refleksi kasus dalam malpraktek
tentang bayi baru lahir
2. Mahasiswa mampu mempelajari tentang hukum dan aturan dari tugas
bidan

i
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Malpaktek
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal
dan praktik atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk.
Malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege
artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran,
tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik,
dan wartawan. Dengan demikian, malpraktik medik dapat diartikan sebagai
kelalaian atau kegagalan seorang dokter atau tenaga medis untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di
lingkungan yang sama ( Hanafiah, 1999 ).
Kelalaian tersebut tidak hanya berfokus kepada profesi dokter saja,
akan tetapi berlaku juga untuk tenaga medis lainnya. Universitas Sumatera
Utara Perkembangan pendidikan kebidanan berjalan seiring dan selalu
berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Dalam
perkembangannya, selalu mengikuti tuntutan atau kebutuhan masyarakat di
satu sisi, di sisi lain pun mengikuti sistem manajemen modern serta pelayanan
yang semakin modern pula (Dwiana Estiwidani, 2009).

i
2.2 Malpraktek Di Bidang Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,
Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana
yakni perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela dan dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea)
yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau
kealpaan (negligence).
2. Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):
a) Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia
Kebidanan, yang berbunyi:
Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang
sekarang, maupun yang dahuluj diancam dengan pidana penjara
paling lama sembi Ian bulan atau denda paling banyak enam ratu
rupiah.
Ayat (2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka
perbuatan itu hanya dapat dituntut ata pengaduan orang itu.
b) Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus
Provokatus. Pasal 346 KUHP Mengatakan:
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
c) Pasal 348 KUHP menyatakan:
Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
me¬matikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan

i
Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita ter¬sebut,
dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
d) Pasal 349 KUHP menyatakan:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan di¬lakukan.
e) Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi:
Ayat (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang
bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.
f) Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan
Ayat (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipdana.
3. Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya
melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
a) Pasal 347 KUHP menyatakan:
Ayat (l) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan dan
me¬matikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Ayat (2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut,
dikenakart pidana penjara paling lama lima belas tahun.
b) Pasal 349 KUHP menyatakan:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau

i
membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu
dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan di¬lakukan.
4. Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang
hati-hati
melakukan proses kelahiran.
a) Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.
b) Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lamasatu tahun.
c) Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:
Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun.
Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau
alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
d) Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau
pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-
lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga
mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.

e) Pasal 361 KUHP menyatakan:

i
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan
hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana
kesehatan.
5. Civil malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana
yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:
a) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
dilakukan.
b) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melakukannya.
c) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
d) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual
atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan
principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah
sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan
yang dilakukan karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam
rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
6. Administrative malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui

i
bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban
bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang
bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

2.3      Landasan Hukum Wewenang Bidan

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Pengaturan tenaga kesehatan


ditetapkan di dalam undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Tugas dan
kewenangan bidan serta ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan praktik bidan
diatur di dalam peraturan atau Keputusan Menteri Kesehatan.
Kegiatan praktik bidan dikontrol oleh peraturan tersebut. Bidan harus
dapat mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatan yang dilakukannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan
profesionalnya. Oleh karena itu bidan harus selalu meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilannya dengan cara mengikuti pelatihan, pendidikan berkelanjutan,
seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya.
a.       Syarat Praktik Profesional Bidan
1)      Harus memiliki Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) baik bagi bidan yang praktik
pada sarana kesehatan dan/atau perorangan Bdan Praktek Swasta (BPS).
2)      Bidan yang praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi
tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengkapan
administrasi.
3)      Dalam menjalankan praktik profesionalnya harus sesuai dengan kewenangan
yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta berdasarkan
standar profesi.
4)      Dalam menjalankan praktik profesionalnya harus menghormati hak pasien,
memperhatikan kewajiban bidan, merujuk kasus yang tidak dapat ditangani,
meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan dan melakukan medical
record dengan baik.
5)      Dalam menjalankan praktik profesionalnya bidan wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan.
b.      Wewenang Bidan dalam Menjalankan Praktik Profesionalnya
Dalam menangani kasus seorang bidan diberi kewenangan sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia No:900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
registrasi dan praktek bidan,yang disebut dalam BAB V praktik bidan antara lain:
1)      Pasal 14 : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :

i
(a) Pelayanan kebidanan,
(b) Pelayanan keluarga berencana, dan
(c) Pelayanan kesehatan masyarakat.
2)      Pasal 15 :
a)      Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf (pelayanan
kebidanan) ditujukan pada ibu dan anak.
b)      Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa hamil,
masa bersalin, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval).
c)      Pelayanan kebidanan pada anak diberikan pada masa bayi baru lahir,masa
bayi,masa anak balita dan masa pra sekolah.
3)      Pasal 16 :
a)      Pelayanan kebidanan kepada meliputi :
·         Penyuluhan dan konseling
·         Pemeriksaan fisik
·         Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
·         Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan
abortus iminens, hiperemesis grafidarum tingkat 1, pre eklamsi ringan dan anemia
ringan.
·         Pertolongan persalinan normal
·         Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet
kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post
partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post aterm dan
preterm.
·         Pelayanan ibu nifas normal
·         Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta,renjatan dan
infeksi ringan
·         Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
keputihan,perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
b)      Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:
-          Pemeriksaan bayi baru lahir
-          Perawatan tali pusat
-          Perawatan bayi
-          Resusitasi pada bayi baru lahir
-          Pemantauan tumbuh kembang anak
-          Pemberian imunisasi
-          Pemberian penyuluhan

4)      Pasal 18 : Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam


pasal 16,berwenang untuk :
·         Memberikan imunisasi
·         Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan dan nifas
·         Mengeluarkan plasenta secara secara manual
·         Bimbingan senam hamil
·         Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
·         Episiotomi
·         Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat 2

i
·         Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
·         Pemberian infuse
·         Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika
·         Kompresi bimanual
·         Versi ekstrasi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
·         Vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
·         Pengendalian anemi
·         Peningkatan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
·         Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia
·         Penanganan hipotermi
·         Pemberian minum dengan sonde/pipet
·         Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran ,permintaan , obat sesuai
dengan formulir IV terlampir
·         Pemberian surat kelahiran dan kematian.

c.       Standar Kompetensi Kebidanan Standar kompetensi kebidanan yang


berhubungan dengan anak dan imunisasi diatur dalam Undang-Undang Kesehatan
No. 23 Th 1992, yaitu sbb:
1)      Pasal 15
·         Ayat (1): Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyclamatkan jiwaibu
hamil dan atau janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu
·         Ayat (2): Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan :
a)      berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b)      oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli;
c)      dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d)     pada sarana kesehatan tertentu.

2)      Pasal 80
·         Ayat (1): Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu
terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

i
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus Malpraktek
kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan di daerah Jawa Timur
berhubungan dengan kesalahan bidan yang menolong persalinan sungsang dan
tidak merujuk ke fasilitas kesehatan yang berhak untuk menangani kasus tersebut.
Inilah kisah tragis bayi Nunuk Rahayu.
Proses persalinan ibu yang tinggal di Batu, Malang ini sungguh tragis.
Diduga karena kesalahan bidan, si bayi pun meninggal dalam keadaan tragis.
Kegagalan dalam proses melahirkan memang bisa terjadi pada wanita mana saja.
Bahkan yang paling buruk, si bayi meninggal juga bisa saja terjadi. Namun, yang
dialami oleh Nunuk Rahayu (39 tahun) ini memang kelewat tragis. Ia melahirkan
secara sungsang. Bidan yang menangani, diduga melakukan kesalahan
penanganan. Akibatnya, si bayi lahir dengan kondisi kepala masih tertinggal di
rahim.
Kejadian yang demikian tragis itu diceritakan Wiji Muhaimin (40), suami
Nunuk. Sore itu Selasa, Nunuk mengeluh perutnya sakit sebagai tanda akan
melahirkan. Ibu dua anak ini berharap kelahiran anak ketiganya akan semakin
melengkapi kebahagiaan rumah tangganya. Sang suami, segera berkemas-kemas
dan mengantarkan istrinya ke bidan Tutik Handayani, tak jauh dari rumahnya di
Jalan Imam Bonjol, Batu, Malang, Jawa Timur.
Sesampai di tempat bersalin, sekitar jam 15.00, Nunuk langsung diperiksa
bidan untuk mengetahui keadaan kesehatan si bayi. “Menurut Bu Han (panggilan
Tutik Handayani), kondisi anak saya dalam keadaan sehat. Saya disuruh keluar
karena persalinan akan dimulai,” kata Wiji saat ditemui, Jumat (11/8).
Meski menunggui kelahiran anak ketiga, Wiji tetap saja diliputi
ketegangan. Apalagi, persalinan berlangsung cukup lama. “Setiap pembantu Bu
Han keluar ruang persalinan, saya selalu bertanya apakah anak saya sudah lahir.
Jawabannya selalu belum. Katanya, bayi saya susah keluar. Istri saya mesti diberi

i
suntikan obat perangsang sampai dua kali agar jabang bayi segera keluar,” papar
Wiji. Wiji sempat pulang sebentar untuk menjalankan salat magrib. Usai salat,
lelaki berkumis lebat ini kembali ke bidan. Baru saja memasuki klinik bersalin,
bidan Han ke luar dari ruang persalinan dengan tergopoh-gopoh. Bidan yang
sudah praktik sejak tahun 1972 itu berteriak minta tolong kepadanya. “Pak, tolong
bantu saya!” teriaknya kepada Wiji.
Lelaki yang sehari-hari berjualan es dan mainan anak-anak di sekolah-
sekolah ini, tak mengerti maksud bidan. Wiji mengikuti bidan Han masuk ruang
persalinan. Mata Wiji langsung terbelalak begitu melihat pemandangan yang
begitu mencekam. Si jabang bayi memang sudah keluar, namun kepala bayi masih
berada di dalam rahim. Di tengah kepanikan, bidan memintanya untuk menahan
tubuh si bayi sedang kedua perawat bertugas menekan perut ke bawah untuk
membantu mengeluarkan kepala bayi. Kala itu, kondisi istri Wiji antara sadar dan
tidak. “Ia hanya bisa merinih kesakitan saja,” imbuh Wiji.
Selanjutnya, bidan Tutik meminta Wiji menarik tubuh bayi agar segera
keluar dari rahim. Namun, Wiji enggan melakukannya. Ia hanya menahan tubuh
bayi agar tak menggantung. “Saya tak tega menarik tubuh anak saya. Apa jadinya
kalau saya tarik kemudian sampai lepas. Yang saya lakukan hanya terus istigfar,”
tutur Wiji sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
Kala itu, Wiji sudah tak sanggung membendung air matanya. Ia paham,
anak bungsunya sudah tak bernyawa lagi. Ia tahu karena tubuh si bayi sudah
lemas dan tak ada gerakan sama sekali. Sampai 15 menit kemudian, tetap saja
kepala bayi belum berhasil dikeluarkan. Wiji pun tak tega melihat penderitaan
istrinya. “Saya berikan tubuh bayi saya kepada Bu Han.”
Lalu, Wiji sambil berurai air mata mendekati istrinya yang tengah
kesakitan dan berjuang antara hidup dan mati. Sejurus kemudian dia mendengar si
bidan semakin panik. Bahkan, si bidan sempat mengeluh, “Aduh yok opo iki”.
(aduh bagaimana ini). “Saya sudah tak berani melihat bagaimana bidan
menangani anak saya. Saya hanya menatap wajah istri saya,” ujar Wiji.
Beberapa saat kemudian, selintas Wiji melihat tubuh anaknya sudah
diangkat dan ditempatkan di ranjang sebelah. Yang mengerikan, kepala si jabang

i
bayi belum juga berhasil dikeluarkan. “Saya tak berani memandangi wajah anak
saya. Pikiran saya sangat kalut,” urainya.
Dengan nada setengah berteriak lantaran panik, bidan mengajak Wiji
untuk membawa istrinya ke BKIA Islam Batu, untuk penanganan lebih lanjut.
Beruntung ada mobil pick up yang siap jalan. Setiba di sana, istri Wiji segera
ditangani. Dr. Sutrisno, SpOG, langsung melakukan tindakan untuk
mengeluarakan kepala si bayi dari rahim istrinya. “Baru setelah itu, kepala
disambung kembali dengan tubuh bayi,” urai Wiji.
Si jabang bayi segera dimakamkan. Wiji pun memberi nama anaknya
Ratna Ayu Manggali. “Nama itu memang permintaan istri saya sejak
mengandung. Makanya, saya tetap memberinya nama, meski dia tak sempat
hidup,” ujar Wiji. Kepergian si jabang bayi mendatangkan duka mendalam bagi
Wiji. Lantas apa langkah Wiji? “Setelah melakukan rapat keluarga, kami sepakat
untuk melaporkan kasus ini polisi,” kata Wiji yang selama wawancara ditemani
Riyanto, sepupunya. Baik Wiji maupun Riyanto menyesalkan tindakan sang
bidan. Sebab, kalau keadaan bayi sungsang, seharusnya sejak awal bidan merujuk
ke dokter kandungan. “Waktu itu, Bu Han bilang sanggup menangani. Makanya
saya mempercayakan persalinan istri saya kepadanya,” papar Wiji.
Selain itu, Riyanto melihat ada upaya untuk mengaburkan kasus ini
dengan mengalihkan kesalahan kepada Wiji. “Misalnya saja pada saat bidan
kesulitan mengeluarkan kepala bayi, bidan berusaha memanggil Wiji dan
memintanya untuk menarik. “Untung saja Mas Wiji tidak mau melakukan. Coba
kalau ditarik beneran lalu putus, pasti yang disalahkan oleh Bu Han adalah Mas
Wiji,” urai Riyanto.
Lelaki yang sehari-hari sebagai takmir masjid sekaligus tukang
memandikan jenazah ini tak menampik bahwa bidan Han merupakan bidan senior
di Batu. Ia sudah menangani ribuan persalinan, termasuk dua anak Wiji. “Namun
dalam kasus ini, Bu Han tetap saja salah. Makanya saya tolak ajakan damai meski
banyak pihak meminta. Ini adalah persoalan hukum, mari diselesaikan secara
hukum,” tegas Riyanto.

i
Sementara Nunuk sendiri sepulang dari rumah sakit masih tampak lemas
dan syok. Ia sempat dirawat selama tiga hari. Para tetangga sekitar berbondong-
bondong memenuhi kamarnya yang sempit dan sangat sederhana. Nunuk tak
sanggup menceritakan saat-saat menegangkan dalam hidupnya. “Saya tak ingat
persis bagaimana bisa seperti itu. Waktu itu perasaan saya antara sadar dan tidak
karena sakitnya luar biasa,” ucapnya lirih.

BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan
seorang dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan
dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang cedera menurut ukuran di lingkungan yang sama.
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,
Civil malpractice dan Administrative malpractice.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah sederhana ini, penyusun mengharapkan agar
para pembaca dapat memahami. Saran dari penyusun agar para pembaca
dapat menguasai materi singkat dalam makalah ini dengan baik.

i
i
DAFTAR PUSTAKA
Ameln, F. 1991. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Grafitama Jaya. Jakarta.

Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran Dan Hukum
Kesehatan,, halaman : 96. Jakarta : Kedokteran EGC.

Dwiana Estiwidani dkk. 2009. Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Fitrimaya.

Heni Puji Wahyuningsih. 2008. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta : Fitrimaya.

Dahlan, S. 2002. Hukum Kesehatan. Semarang : Universitas Dipenegoro.

Guwandi, J. 1993. Malpraktek Medik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.

Mariyanti, Ninik. 1988. Malpraktek Kedokteran. Jakarta : Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai