Anda di halaman 1dari 5

Dietetik Penyakit Alergi dan Trauma

“Kacang-kacangan Dan Hubunganya Dengan Penyebab Alergi dan


Intoleransi Makanan”

EKA PRASESTI
19S10296

PROGRAM STUDI GIZI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HUSADA BORNEO BANJARBARU
2022
RANGKUMAN

Judul Jurnal:

”PERUBAHAN ALERGENISITAS PROTEIN KACANG KEDELAI DAN KACANG


BOGOR AKIBAT PENGOLAHAN DENGAN PANAS”

Temuan Jurnal:

Salah satu reaksi hiper-sensitivitas yang menimbulkan manifestasi klinis


yang cukup serius adalah reaksi alergi. Alergi terhadap makanan dapat melalui
berbagai jalur reaksi alergi tipe 1 (antibody IgE spesific), tipe 2 (reaksi
antigenantibody dependent cytotoxic), tipe 3 (reaksi kompleks antigen-antibody),
dan tipe 4 (tipe lambat). Alergi makanan yang sering terjadi adalah reaksi
hipersensitivitas tipe I dan umumnya merupakan reaksi cepat, karena reaksi terjadi
hanya beberapa menit setelah seseorang terpapar oleh alergen yang pada
umumnya berupa protein pangan dan dimediasi oleh Imunoglobulin E atau IgE.
Alergen adalah suatu benda asing yang masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan
perubahan. Alergi makanan merupakan reaksi simpang makanan akibat respon
imunologik abnormal tubuh. Dari jurnal yang dibahas dapat diketahui bahwa
kacang-kacangan adalah bahan pangan yang mengandung protein yang
berpotensi sebagai allergen.

Penanganan Medis atau Gizi terkait Alergi:


Reaksi alergi dapat menyebabkan produksi lendir yang berlebih pada hidung,
gatal-gatal merah di tubuh, diare, muntah, gangguan saluran nafas, penurunan
tekanan darah secara tiba-tiba, bahkan dapat berakibat kematian. Produk kedelai
beserta turunannya banyak digunakan dalam pengolahan pangan karena
kandungan nutrisinya yang cukup tinggi, namun kacang kedelai memiliki protein
alergen yang dapat berikatan dengan IgE penderita alergi kedelai. Kacang kedelai
(Glycine max) mengandung minimal 16 jenis protein yang dapat berikatan dengan
IgE penderita alergi kedelai. Selain kacang kedelai, kacang bogor juga menjadi
salah satu sumber protein alternatif, namun kacang bogor juga diduga
mengandung protein allergen. Sifat alergenisitas suatu bahan pangan dapat
dipengaruhi oleh proses pemanasan, fermentasi, hidrolisis enzimatik, konjugasi
dengan karbohidrat, rekayasa genetika dan proses ekstrusi. Selama proses
pengolahan, sifat alerge- nisitas juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti waktu penyimpanan, teknik persiapan, pro- ses pemanasan, pencucian,
dan interaksi dengan komponen pangan lainnya.
Manifestasi dari reaksi alergi yang sering muncul adalah urtikaria. Urtikaria
adalah kelainan kulit yang terbatas pada bagian superfisial, berupa bentol
berbatas tegas yang dikelilingi oleh daerah yang kemerahan. Pada bagian tengah
bentol didapatkan warna yang lebih pucat. Biasanya kelainan ini bersifat
sementara, gatal, dan dapat terjadi di seluruh tubuh. Selain itu ada pula pasien
yang mengalami angioedema. Angioedema adalah pembengkakan lokal dengan
batas lebih tegas yang melibatkan lapisan kulit yang lebih dalam bila dibandingkan
urtikaria.

Tatalaksana alergi dapat berupa farmakoterapi dan non- farmakoterapi.


Tatalaksana farmakoterapi antara lain kortikosteroid, imunoterapi, antihistamin,
dan obat-obat simptomatik sesuai dengan gejala khas alergi yang terjadi.
Tatalaksana non farmakoterapi dapat berupa tindakan pencegahan dan tindakan
untuk mengurangi. Pencegahan dermatitis dapat dilakukan antara lain dengan
menghindari mandi berlebihan dengan air hangat dengan sabun yang bersifat
alkaline dan mengandung alkohol. Untuk mengurangi kekeringan pada kulit dan
menjaga fungsi pertahanan kulit, dapat dilakukan dengan pemakaian pelembab
(disarankan pelembab dengan pH rendah, sesuai kondisi alami kulit). Selain itu,
untuk mengatasi gatal, yang harus diperhatikan adalah tidak menggaruk daerah
yang terkena, karena garukan dapat menyebabkan luka, iritasi dan menyebabkan
pelepasan mediator yang memperburuk rasa gatal. Pakaian yang dipakai tidak
boleh terlalu ketat dan tidak mengiritasi kulit. Suhu yang nyaman dengan
kelembapan optimal untuk mencegah penguapan dan keringat yang keluar terlalu
banyak.

Kesimpulan Jurnal:
Setelah pemanasan selama 30 menit, baik pada isolat protein kacang kedelai
maupun kacang bogor, terbentuk protein dengan berat molekul lebih rendah pada
masing-masing pengolahan. Pada kacang kedelai proses pemanasan selama 30
menit dapat meminimalisasi alergenisitas yang ditunjukkan dengan tidak terdeteksi
pita protein pada hasil immunobloting dan nilai OD setiap pemanasan yang lebih
kecil daripada kontrol pada hasil ELISA. Berdasarkan hasil ELISA, masih terdeteksi
protein alergen setelah proses pemanasan kacang bogor yang menunjukkan bahwa
pemanasan basah dan kering pada kacang bogor selama 30 menit belum mampu
menghilangkan alergenisitas kacang bogor.
DAFTAR PUSTAKA

Nurheni. S. P., Sri R. S., dan Feri. K. 2015. Perubahan Alergenisitas Protein
Kacang Kedelai Dan Kacang Bogor Akibat Pengolahan Dengan Panas.
Jurnal Teknol. dan Industri Pangan Vol. 26(2): 222-231. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fia. F., Johan, Chrismerry , Christian. W. 2019. Penyuluhan Penatalaksanaan Alergi


Yang Memberikan Keluhan Kulit Gatal Pada Lansia Di Panti Werdha Salam
Sejahtera. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia. Vol. 2, No. 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta.
.

Anda mungkin juga menyukai