Anda di halaman 1dari 30

Hak Asasi Manusia Di Dunia Islam

• Seiring dengan menguatnya kesadaran global tentang arti penting hak asasi
manusia dewasa ini, persoalan tentang universalitas hak asasi manusia dan
hubungannya dengan berbagai sistem nilai atau tradisi agama terus menjadi
pusat perhatian dalam perbincangan wacana hak asasi manusia kontemporer.
Harus diakui bahwa agama berperan besar dalam memberikan landasan etik
dan moral bagi kehidupan manusia.
• Perkembangan wacana global tentang hak asasi manusia memberikan
penilaian tersendiri bagi posisi Islam. Hubungan Islam dan hak asasi manusia
muncul menjadi isu penting mengingat, kecuali di dalamnya terdapat
interpretasi beragam yang terkesan mengundang perdebatan yang sangat
sengit, perkembangan politik global memberikan implikasi tersendiri antara
hubungan Islam dan Barat.
• Supriyanto Abdi, ada tiga pandangan mengenai hubungan Islam dan hak asasi
manusia yakni:
1. Menegaskan bahwa Islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsepsi hak
asasi manusia modern;
2. Menyatakan bahwa Islam menerima semangat kemanusiaan hak asasi
manusia modern, tetapi pada saat yang sama menolak landasan sekulernya
dan menanggapinya dengan landasan Islami;
3. Menegaskan bahwa hak asasi manusia modern adalah khazanah
kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya) memberikan
landasan normatif yang kuat terhadapnya.
4. Hak asasi manusia dalam literatur Islam sebenarnya telah ada dan diakui
sejak lama, jauh sebelum sebelum abngsa-bangsa barat mengakui HAM
tersebut. Sejak zaman nabi Musa as dibangkitkan memerdekakan umat kaum
Yahudi dari perbudakan di Mesir. Sistem HAM dalam Islam mengandung
prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan, dan penghormatan
terhadap sesama
• HAM dalam Islam terpusat pada lima pokok yang disebut al-huquq al-insaniyah
fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam Islam).
1. Penghormatan atas kebebasan beragama (QS. albaqarah ayat 256);
2. Penghormatan atas harta benda (QS. albaqarah 188);
3. Penghormatan atas jiwa, hak hidup, dan kehormatan individu (QS. an-nisa
ayat 93);
4. Penghormatan atas kebebasan berpikir (QS. asy-syura ayat 38);
5. Keharusan untuk menjaga keturunan (QS. an-nur ayat 32).
• Kelima hal ini harus dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan
kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan penghormatan individu atas
individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat,
masyarakat dengan negara, dan komunitas agama dengan komunitas agama
lainnya.
Penghormatan terhadap hak asasi manusia yang terdapat dalam Al-Qur’an
antara lain, yakni:
1. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar delapan puluh ayat mengenai hidup,
pemeliharaan hidup dan penyediaan sarana kehidupan (Al-Ma’idah:32);
2. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar seratus lima puluh ayat mengenai ciptaan
dan makhluk ciptaan serta mengenai persamaan dan penciptaan (al-Hujurat:
13);
3. Dalam Al-Qur’an terdapat juga mengenai penentangan terhadap sikap
kedzaliman dan orang-orang yang berbuat dzalim dan memerintahkan untuk
berbuat adil (An-Nahl:90);
4. Dalam Al Qur’an terdapat juga mengenai larangan memaksa, untuk
menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan meng-utarakan aspirasi (Al-
Kahfi:29), (Al-Anfal:46) dan (Yusuf:111)
Sumber hukum Kedua bagi umat Islam adalah Hadist (prophet saw.)
Nabi Muhamad Saw., telah memberikan tuntutan dan contoh dalam penegakkan
dan perlindungan HAM, terlihat dalam perintah Nabi Saw yang menyuruh untuk
memelihara hak-hak manusia dan hak-hak kemuliaan, walau terhadap orang
yang berbeda agama.
“Barang siapa membunuh seorang mu’ahad (sese-orang atau sekelompok non
muslim yang dilindungi dalam sebuah perjanjian damai dengan kaum muslimin),
maka dia tidak akan mencium aroma surga, dan sesungguhnya aroma surga
dapat tercium dari jarak tempuh empat puluh tahun (HR. al-Bukhari)”
Piagam Madinah
• Konstitusi Madinah (Medina Charter), merupakan konstitusi yang berfungsi menjadi
dasar hidup bersama, yang disepakati antara masyarakat Madinah yang heterogen di
bawah kepemimpinan Nabi Saw yang dibuat pada tahun pertama hijriyah. Piagam ini
merupakan perlembagaan tertulis pertama di dunia.
• Piagam Madinah merupakan sebuah perjanjian formal antara prophet Muhammad
saw dengan semua suku-suku yang sudah menetap/tinggal di kota Yastrib pada tahun
622 Hijriyah (abad ke-7 Masehi).
• Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal, (23 pasal membahas hubungan sesama umat
Islam yakni antara kaum Anshar dan muhajirin). Kemudian 24 pasal membahas
hubungan umat Islam dengan non muslim yakni Yahudi.
• Tujuannya penghormatan/saling menghormati terhadap kaum muslimin yang hijrah
(Mekkah-Madinah) terhadap warga Madinah yang waktu itu sebagian besar
penduduknya adalah kaum Yahudi dan kaum Pagan.
• Selain itu untuk membangun tatanan hidup bersama dengn mengikut-sertakan
semua golongan sekalipun berbeda ras, keturunan, etnis, suku, dan agama.
Deklarasi Kairo 1990
• The Cairo Declaration on Human Rights in Islam disampaikan dalam suatu
konferensi Internasional hak asasi manusia di Wina, Austria tahun 1993 oleh
Menteri Luar Negeri Saudi Arabia.
• Deklarasi Kairo merupakan konsensus dunia Islam tentang hak asasi manusia.
Deklarasi ini merupakan hal yang sangat penting karena melanjutkan
kecendrungan-kecendrungan yang pernah ada dalam skema hak asasi manusia
dari sudut pandang Islam pada masa-masa sebelumnya.
• Deklarasi Kairo diselenggarakan di kota Kairo Mesir pada tahun 1990 oleh para
Menteri Luar Negeri negara-negara yang tergabung dalam anggota OKI
(Organisasi Konferensi Islam).
Hak Asasi Manusia Di Dunia Barat
Magna Charta 1215
• Piagam ini dianggap sebagai lambang perjuangan hak-hak asasi manusia, dan
sebagai tonggak perjuangan lahirnya hak asasi manusia, sebab ini merupakan
piagam pertama yang mengakui hak kemerdekaan diri.
• Piagam ini lahir bermula dari kebijakan dan tindakan seorang raja di Inggris
pada abad XII yang bernama Jhon Lackland, yang mengakibatkan ketidak
puasan dari para bangsawan dan mengajak Raja untuk membuat suatu
perjanjian yang disebut Magna Charta.
• Piagam ini mengatur dan memuat tentang penegasan, bahwa tidak ada
seorang pun yang boleh ditangkap, dipenjarakan, atau diusir dari negerinya
atau dibinasakan tanpa secara sah diadili oleh hakim-hakim yang sederajatnya
dengannya.
Petition of Rights 1628
• Berisi pernyataan-pernyataan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya.
Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada
tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak:
1. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan;
2. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya;
3. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
• Petisi ini adalah dokumen konstitusional utama Inggris. Dokumen ini
diratifikasi/disahkan oleh Commons dan House of Lords pada tanggal 7 Juni.
Terbitnya dokumen ini karena ada perselisihan antara parlemen dan Raja
Charles I selama pelaksanaan ‘perang tiga puluh tahun’.
• Parlemen menolak untuk memberikan subsidi mendukung perang, karena raja
Charles sewenang-wenang memenjarakan orang-orang yang menolak
membayar pajak.
Habeas Corpus Act 1697
• berisi tentang:
1. Hakim harus dapat menunjukkan alasan penangkapan dengan lengkap;
2. Orang yang ditangkap harus diperiksa selambat-lambatnya dua hari hari
sesudah ditangkap;
3. Jika seseorang telah dibebaskan dari suatu perkara ia tidak boleh ditangkap
lagi atas dasar perkara yang sama.
• Statuta ini merupakan aturan yang memuat jaminan bahwa seseorang tidak
boleh ditangkap dan ditahan semena-mena, kecuali menurut peraturan yang
berlaku. Dibuat pada tahun 1677 dalam masa pemerintahan Raja Charles II.
• Dokumen ini sebagai hukum dasar dalam konstitusi federal dan negara bagian
untuk kebebasan dan hak seseorang di hadapan hukum.
Bill of Rights 1689
• Berisi tentang:
1. Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen;
2. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat;
3. Pajak, UU, dan pembentukan tentara tetap harus izin parlemen;
4. Hak warga negara untuk memeluk parlemen menurut kepercayaan masing-
masing.
• Dokumen ini adalah undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris
sesudah berhasil mengadakan perlawanan terhadap raja James II, dalam suatu
revolusi tak berdarah.
• Revolusi ini dikenal dengan istilah The Glourious Revolution of 1688.
• Semula bernama Declaration of Rights, yang dikeluarkan Raja Willem III
setelah diresmikan Parlemen menjadi Undang-Undang namanya pun berubah
menjadi Bill of Rights.
• Undang-undang ini melahirkan adagium yang intinya manusia sama di muka
hukum (equality before the law). Pandangan ini memperkuat dorongan
timbulnya negeri hukum dan negara demokrasi.
• Para pejuang HAM dahulu sudah berketetapan bahwa persamaan harus
diwujudkan, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada
persamaan hak.
• Keluarnya Bill of Rights mengatur tentang pembatasan kekuasaan raja dan
dihilangkannya hak raja untuk melaksanakan kekuasaan terhadap siapapun,
atau untuk memenjarakan, menyiksa, dan mengirimkan tentara kepada
siapapun, tanpa dasar hukum.
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 6 Juli 1776
• Deklarasi ini memberikan penegasan bahwa setiap orang dilahirkan dalam
persamaan dan kebebasan dengan hak untuk hidup dan mengejar
kebahagiaan, serta keharusan mengganti pemerintahan yang tidak meng-
indahkan ketentuan-ketentuan dasar tersebut.
Declaration des Droits de I’lhomme et du Citoyen di Perancis 4 Agustus 1789
• Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga Negara (Declaration of the Rights
of Man and of the Citizen).
• Menitik beratkan pada pada 5 (lima) hak asasi, yakni:
1. Hak asasi pemilikan harta (propiete).
2. Kebebasan (liberte).
3. Persamaan (egalite).
4. Keamanan (security).
5. Perlawanan terhadap penindasan (resistance a l’oppression).
Deklarasi Hak-Hak Wanita 1790
• Deklarasi ini menyatakan bahwa kaum wanita dilahirkan dengan kebebasan dan
persamaan hak dengan kaum pria. Selanjutnya, deklarasi ini menegaskan
tujuan utama asosiasi politik adalah untuk menjaga hak-hak Wanita dan pria,
yang mencakup:
1. Kebebasan;
2. Hak untuk memiliki harta;
3. Keamanan;
4. Hak untuk menolak setiap bentuk opressi.
Universal Declaration of Human Rights 10 Desember 1948
• Memuat pokok-pokok tentang kebebasan, persamaan, pemilikan harta, hak-
hak dalam perkawinan, pendidikan, hak kerja, hak kebebasan beragama
(termasuk untuk pindah agama).
• Deklarasi ini pun kemudian ditambah dengan berbagai instrumen lainnya, yang
telah memperkaya umat manusia tentang hak asasi, dan menjadi bahan
rujukan yang tidak mungkin di-abaikan.
Dari perkembangan diatas, terdapat perbedaan filosofis yang tajam, baik dari
segi nilai maupun orientasi. Di Inggris menekankan pada pembatasan raja, di
Amerika Serikat meng-utamakan kebebasan individu, di Perancis
memprioritaskan egalitarianisme persamaan dihadapan hukum, sementara itu di
Perserikatan Bangsa-Bangsa merangkum berbagai nilai-nilai dan orientasi karena
UDHR sebagai konsensus dunia setelah mengalami Perang Dunia II.
Generasi Pertama Hak Asasi Manusia
Prof. Jimly Asshidiqqie, hak asasi manusia pada generasi pertama berkenaan
dengan dengan hak-hak sipil dan politik yang mencakup:
1. Hak untuk menentukan nasib sendiri;
2. Hak untuk hidup;
3. Hk untuk tidak dihukum mati;
4. Hak untuk tidak disiksa;
5. Hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang;
6. Hak untuk peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak;
7. Hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat;
8. Hak untuk berkumpul dan berserikat;
9. Hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum;
10. Hak untuk memilih dan dipilih.
Generasi Kedua Hak Asasi Manusia
• Prof Jimly Asshidiqie, hak asasi manusia generasi kedua berkenaan dengan hak-hak di
bidang ekonomi, sosial, dan budaya yakni:
1. Hak untuk bekerja
2. Hak untuk mendapatkan upah yang sama
3. Hak untuk dipaksa untuk bekerja
4. Hak untuk cuti
5. Hak atas makanan
6. Hak atas perumahan
7. Hak atas Kesehatan
8. Hak atas Pendidikan
9. Hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
10. Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
11. Hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta).
Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia
• Prof. Jimly Asshidiqie, hak asasi manusia generasi ketiga terkait dengan bidang
pembangunan, yakni:
1. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
2. Hak untuk memperoleh perumahan yang layak
3. Hak untuk memperoleh pelayanan Kesehatan yang memadai.
Generasi Keempat Hak Asasi Manusia
• Generasi ini dipelopori oleh negara-negara kawasan Asia yang pada tahun
1983 melahirkan Declaration of the Basic Duties of Asia People and
Government.
• Deklarasi ini memuat beberapa masalah hak asasi manusia berkaitan dalam
proses pembangunan itu sendiri, yakni:
1. Pembanguann berdikari (self-development);
2. Perdamaian;
3. Partisipasi rakyat;
4. Hak-hak budaya;
5. Hak keadilan sosial.
• Sebagai sebuah proses dialektika, pemikiran hak asasi manusia akhirnya
memasuki tahap penyempurnaan hingga munculnya generasi hak asasi
manusia keempat ini, mengkritik peran negara yang sangat dominan dalam
proses pembangunan yang berfokus pada pembangunan ekonomi sehingga
menimbulkan dampak negatif seperti di-abaikannya berbagai aspek
kesejahteraan rakyat.
• Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga, karena tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak kepada terciptanya tatanan
sosial yang berkeadilan.
• Hak asasi manusia generasi keempat ini sudah menuntut level aplikasi
dilapangan. HAM dalam perspektif ini seringkali diistilahkan dengan Rencana
Aksi Hak Asasi Manusia (action plan of human rights).
• Generasi keempat HAM ini mulai menggelinding dalam konferensi HAM se-
dunia di Wina tahun 1993 di kenal dengan The Vienna Declaration and
Programme of Action (VDPA).
• Dr. Hamid Awaluddin, dalam generasi hak asasi manusia keempat ada 5 agenda
utama, :
1. Agenda impunity, yakni tuntutan agar tidak ada lagi orang atau kelompok
orang yang telah melakukan pelanggaran HAM dibebaskan dari hukuman
demi keadilan dan kemanusiaan;
2. Perlu diperjelas lembaga-lembaga negara yang secara khusus menangani
masalah hak asasi manusia, sehingga rakyat mendapatkan kejelasan kemana
mereka akan mengadukan nasib mereka dibidang HAM;
3. Tuntutan tentang adanya parameter terhadap prilaku yang dinilai melanggar
HAM;
4. Agar HAM menjadi bagian darah daging setiap orang, tuntutan mengenai
pendidikan HAM sangat menonjol;
5. Tuntutan terhadap ikhtiar konkrit untuk melindungi kelompok-kelompok
rentan tertentu dalam masyarakat kita, mis: kaum perempuan, anak-anak,
orang tua, penduduk asli dan sebagainya.
Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Hak Asasi manusia Sebelum Kemerdekaan RI
• Sejarah panjang kemanusiaan secara universal dengan segala dinamikanya,
telah memberikan pengaruh perkembangan pemikiran khususnya dalam
konteks ketatanegaraan Indonesia. Ide-ide tentang hak asasi manusia bukanlah
hal yang baru muncul begitu saja tanpa perjuangan dan pengorbanan yang
tidak sedikit.
• Wacana hak asasi manusia bukanlah wacana asing dalam diskursus politik dan
ketatanegaraan Indonesia. Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa ini
telah memercikkan pemikiran untuk memperjuangkan harkat dan martabat
manusia.
• Percikan pemikiran dimaksud dapat dibaca dalam surat-surat R.A. Kartini yang
berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ termasuk karangan-karangan politik dari
tulisan HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Douwes Dekker, Soewandi Suryaningrat
dan lain sebagainya.
• Selain itu pemikiran tentang hak asasi manusia terdapat dalam ‘Petisi’ Sutardjo
di Volksraad dari pledoi yang berjudul “Indonesia Menggugat” dan Muhammad
Hatta yang berjudul “Indonesia Merdeka” yang dibacakan di depan pengadilan
Hindia Belanda.
• Percikan pemikiran pada masa pergerakan kemerdekaan tersebut terkristalisasi
dan mulai diperdebatkan di BPUPKI. Disinilah terlihat bahwa para pendiri
bangsa ini sudah menyadari betul pentingnya konsep hak asasi manusia
sebagai ‘pondasi bagi negara’.
• Perkembangan hak asasi manusia sebelum periode kemerdekaan memiliki ciri
khas tersendiri yakni bersifat tradisional dan sederhana. Perjuangan
penegakkan hak asasi manusia tersebut dipimpin oleh para tokoh masyarakat,
tokoh agama dan kalangan bangsawan.
• Penegakkan hak asasi manusia pada saat itu diprioritaskan pada perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Hak Asasi Manusia Pada Awal Kemerdekaan (1945-1959)
• Pada saat penyusunan mengenai hak asasi manusia ke dalam konstitusi
Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 diwarnai proses perdebatan. Waktu itu
Soekarno dan Soepomo berpendapat bahwa hak-hak warga negara tidak perlu
dicantumkan dalam pasal-pasal konstitusi.
• Namun Muhammad Hatta, Muhammad Yamin dan Liem Koen hian dengan
tegas memasukkan/mencantumkan pasal mengenai hak warga negara.
Perdebatan mengenai pencantuman hak warga negara dalam Undang-Undang
Dasar tsb berakhir dengan ‘kompromi. Hak warga negara diterima untuk
dicantumkan dalam UUD 1945 namun tetap terbatas.
• Istilah perkataan hak asasi manusia sebenarnya tidak terdapat/dijumpai dalam
UUD 1945, baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh maupun Penjelasan. Kalimat
yang tercantum dalam undang-undang dasar hanya hak warga negara.
• Diskursus mengenai hak asasi manusia muncul kembali sebagai usaha untuk
mengoreksi kelemahan yang terdapat dalam UUD 1945 pada Sidang
Konstituante (1957-1959). Diskusi di Konstituante relatif lebih menerima hak
asasi manusia dalam pengertian natural rights, yakni Konstituante sangat
menghargai keabsahan universalitas HAM sebagai hak yang menjadi bagian inti
dari kodrat manusia dan terdapat dalam setiap peradaban manusia.
• Meskipun ada yang melihatnya dari perspektif agama ataupun budaya,
perdebatan Konstituante tersebut berhasil menyepakati dua puluh empat hak
asasi manusia yang akan disusun dalam satu bab dalam konstitusi. Namun,
kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai dalam Sidang Konstituante
mengenai hak asasi manusia dikesampingkan, sebab Presiden Soekarno
membubarkan Konstituante.
• Dengan keluarnya Dekrit 5 Juli, maka status konstitusional HAM yang telah
diakui dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950, menjadi mundur Kembali.
Hak Asasi Manusia Pada Era Orde Baru
• Perdebatan mengenai konstitusional hak asasi manusia muncul kembali pada SU
MPRS tahun 1968 di awal masa Orde Baru. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara, membentuk panitia AdHoc Penyusunan Hak Asasi Manusia. Para panitia
AdHoc antara lain: Prof. Hazairin, Dr. Soekiman Wirjosandjojo, A.G. Pringgodigdo, SH,
Prof. Notonogoro, SH, Ahmad Subardja, SH, Prof. Sunario, Prof. S.J.N. Driyarkara.
• Hasil dari panitia AdHoc, adalah sebuah Rancangan Keputusan MPR tentang Piagam
HAM dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara. Namun, rancangan dimaksud tidak
berhasil diajukan ke Sidang Umum MPRS untuk disahkan menjadi TAP MPRS karena
Fraksi Karya Pembangunan dan Fraksi ABRI menganggap lebih tepat jika Piagam HAM
disiapkan oleh MPR hasil pemilu 1971 bukan oleh MPR Sementara.
• Namun, setelah MPR hasil pemilu 1971 terbentuk, rancangan Piagam HAM tidak
pernah diajukan lagi. Dua fraksi diatas, tidak pernah mengingat lagi mengenai Piagam
HAM, hingga masa Orde baru berakhir kekuasaannya pada pertengahan tahun 1998.
Hingga Indonesia memasuki era reformasi dan babak baru wacana hak asasi manusia.
Hak Asasi Manusia Pada Era Reformasi
• Pada periode reformasi muncul Kembali perdebatan mengenai perlindungan
hak asasi manusia. Perdebatan bukan lagi pada metode konseptual dan teori
HAM namun sudah masuk pada dasar hukumnya. HAM, apakah akan ditetapkan
melalui ketetapan MPR atau pada Undang-Undang Dasar.
• Karena kuatnya tuntutan dari kelompok reformasi maka lahirlah TAP MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM. Isi ketetapan MPR memuat Piagam HAM, juga
amanat kepada Presiden dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara untuk
memajukan perlindungan hak asasi manusia termasuk meratifikasi sejumlah
instrumen HAM internasional.
• Pasca pemilu 1999 terjadi perubahan kekuatan peta politik di MPR/DPR karena
kelompok pro-reformasi mulai memasuki gelanggang politik formal yang terus
menggulirkan amandemen UUD 1945. Pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000
akhirnya sepakat memasukan hak asasi manusia ke dalam pasal yang telah di-
amandemen tersebut

• Hak asasi manusia masuk ke dalam BAB XA, yang berisi sepuluh pasal tentang
HAM (dari pasal 28A sampai 28J) pada Amandemen Kedua Undang-Undang
Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000.
• Hak-hak yang tercakup di dalamnya mulai dari kategori hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial, budaya juga mengenai tanggung jawab negara terutama
pemerintah dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM.
• Disamping itu, ditegaskan bahwa untuk menegakkan dan melindungi HAM
sesuai prinsip negara hukum dan demokratis, maka pelaksanaan HAM dijamin,
diatur dan dituangkan dalam peraturan per-UU-an.
• Sempat terjadi perdebatan mengenai proses amademen karena masuknya
pasal hak bebas dari pemberlakukan undang-undang yang berlaku surut (asas
retroaktif) yakni pasal 28i.
• Pasal ini dipandang oleh para aktifis, pegiat, pemerhati HAM dan kelompok
pro-reformasi sebagai sabotase terhadap upaya mengungkap pelanggaran HAM
masa lalu khususnya pada masa orde baru.
• UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) tidak dapat digunakan untuk penanganan
pelanggaran HAM masa lalu. Sementara MPR beralasan bahwa adanya pasal itu
(28i) sudah lazim dalam instrumen internasional HAM khususnya kovenan
tentang hak sipil dan politik (KHSP). Selain itu itu pasal 28i itu harus dibaca pula
dalam kaitannya dengan pasal 28j ayat (2).
• Amandemen Kedua tentang HAM merupakan prestasi gemilang yang dicapai
MPR pasca Orde Baru. Amandemen ini telah mengakhiri perjalanan panjang
bangsa ini memperjuangan HAM ke dalam UUD 1945. Mulai dari awal
penyusunan Undang-undang Dasar 1945, masa Konstituante, masa Orde Baru
dan berakhir pada masa Reformasi.
• Diskursus hak asasi manusia dalam sejarah politik hukum Indonesia telah
menjadi bukti bahwa betapa menyesatkan pandangan yang menyatakan hak
asasi manusia tidak dikenal dalam budaya Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai