NIM : 201905006
Prodi/Semester : Ilmu Alqur’an dan Tafsir/6 A
Mata Kuliah : Ushul Dakwah
Dosen Pengampu : Dr. Yusuf Tajri, M. Pd.
Terjemah:
Tafsiran:
Surat Thaha: 29 ini merupakan ayat yang menjelaskan tentang balasan bagi
seorang manusia yang berpaling dari perintah dan larangan Allah Swt.
Dalam kitab tafsir Jalalain dijelaskan mengenai maksud arti dari ayat ini,
yaitu: (Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku) yakni Alquran, yaitu dia
tidak beriman kepadanya (maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit)
lafal Dhankan ini merupakan Mashdar artinya sempit. Ditafsirkan oleh sebuah
hadis, bahwa hal ini menunjukkan tentang diazabnya orang kafir di dalam kuburnya
(dan Kami akan mengumpulkannya) orang yang berpaling dari Alquran (pada hari
kiamat dalam keadaan buta) penglihatannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan kehidupan
yang sempit di sini. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Taimiyyah
dan Ibnul Qoyyim, pendapat pertama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah
kehidupan yang sempit di alam kubur. Kuburan mereka akan disempitkan sesempit-
sempitnya, sehingga tulang-tulang mereka remuk dan patah. Pendapat kedua
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah kehidupan yang sempit secara umum,
baik di alam kubur maupun di dunia. Inilah pendapat yang benar, dan demikianlah
balasan bagi seseorang yang berpaling dari Allah.
Hamka melanjutkan penafsirannya pada ujung ayat, jika pangkal ayat tadi
ditafsirkan hamba-hamba yang akan merasakan kehidupan yang sempit adalah
hamba-hamba yang berpaling dari peringatan Allah. Ujung Q.S Thahaa ini
ditafsirkan oleh Hamka dengan mengutip penafsiran yang diberikan oleh Mujahi,
Abu Saleh dan as-Suddi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keadaan buta
dalam ayat tersebut adalah hamba-hamba tersebut tidak dapat menjawab segala
pertanyaan, karena hamba-hamba ini tidak memperdulikan dan tidak
memperhatikan rambu-rambu yang telah Allah tetapkan semasih di dunia.
Selanjutnya dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa maksud dari
kalimat “dan Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku”, yaitu menentang
perintah Allah Swt dan menentang apa yang Allah turunkan kepada rasul-rasul-
Nya, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari
selainnya. Sementara kalimat “maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit” berarti kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya
dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya;
walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang
disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di
rumah yang disukainya. Hidup dengan semua kemewahan itu, hakikatnya hatinya
tidak mempunyai keyakinan yang mantap dan tidak mempunyai pegangan
petunjuk, bahkan hatinya selalu khawatir, bingung, dan ragu. Hal inilah yang
dimaksudkan dengan penghidupan yang sempit.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit. (Thaha: 124) Yaitu memiliki arti kesengsaraan.
Alquran hadir sebagai petunjuk hidup atau rule of life, ketika seseorang
hamba sudah tidak lagi hidup berdasarkan petunjuk hidupnya maka
resikonya adalah ia akan dihadapkan dengan berbagai kesulitan dan
kesempitan hidup.
2. Mengikuti Hawa Nafsu
Nafsu adalah unsur yang dimiliki oleh manusia untuk kekuatan, bila
manusia tanpa nafsu maka buka manusia, sebab manusia yang sempurna
adalah manusia yang mampu mengendalikan nafsunya. Nafsu adalah sifat
kebendaan yang diwariskan pada saat lahir, kemudian berkembang seiring
dengan proses intraksinya dengan lingkungan sosialnya.
3. Takabbur