Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S2
Disusun Oleh :
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan : “Apakah Beras Analog dapat mempengaruhi kadar C – Peptide dan HOMA – IR
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan obesitas?”
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan nama penyakit kencing manis. DM adalah penyakit gangguan
metabolik yang terjadi secara kronis atau menahun karena tubuh tidak mempunyai hormon
insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja
sebagaimana mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2018).
World Health Organization (2016) menyebutkan bahwa Penyakit ini ditandai dengan
munculnya gejala khas yaitu poliphagia, polidipsia dan poliuria serta sebagian mengalami
kehilangan berat badan. DM merupakan penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan
dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti
kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf dan jantung.
Penderita DM di Indonesia berdasarkan data dari IDF pada tahun 2014 berjumlah 9,1
juta atau 5,7 % dari total penduduk. Jumlah tersebut hanya untuk penderita DM yang
telah terdiagnosis dan masih banyak penderita DM yang belum terdiagnosis. Indonesia
merupakan negara peringkat ke-5 dengan jumlah penderita DM terbanyak pada tahun
2014. Indonesia pada tahun 2013 berada diperingkat ke 7 penderita DM terbanyak di
dunia dengan jumlah penderita 7,6 juta (PERKENI, 2015).
2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)
Berat Badan(kg)
IMT =
Tinggi Badan2 (m)
Tabel 2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT untuk Asia
Pasifik menurut WHO (2000,2004,2012)
Tabel 2.2 Nilai normal lingkar perut pada laki-laki dan perempuan (WHO, 2008).
2.3.3 Sagu
Sagu (Metroxylon sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di
daerah Asia Tenggara seperti indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini.
Sagu dapat tumbuh pada lingkungan ekstrem seperti badai, banjir, dan
tanah yang terlalu asam sehingga tanaman lain dapat mudah mati di
lingkungan tersebut. Di Indonesia, penggunaan tepung sagu sebagai
pahan telah banyak dikenal dalam berbagai bentuk produk seperti
papeda, lempeng sagu, sinloli dan sebagainya.
Komposisi bahan pati sagu setiap 100 gr memiliki kandungan 353
kalori, 0.7 gr protein, 0.2 gr lemak, 84.7 gr karbohidrat, 14 gr air, 13 mg
fosfor, 11 mg kalsium, dan 1.5 mg besi (Heryani & Silitonga, 2018).
Sumber komposisi terbesar dari sagu adalah karbohidrat. Nilai gizi pati
sagu memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tepung dari
tanaman umbi atau serelia, karena tidak mengandung pati yang tidak
tercerna sehingga memungkinkan sagu sebagai bahan campuran produk
beras analog atau bentuk produk lain (Hariyanto et al., 2017).
2.3.4 Kacang Merah
Kacang merah meruapakan kacang buncis tipe tegak (tidak
merambat) dan umumnya dipanen kacang yang tua, sehingga disebut
bush bean. Namun pada umumnya di pasar internasional kacang merah
disebut dengan kidney beans. Biji kacang merah berbentuk bulat agak
Panjang, warna merah atau merah berbintik – bintik putih. Kacang
merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sumber yang mengandung 4
gr di setiap 100 gr kacang merah, yang terdiri dari serat larut dan serat
tidak larut (Iqbal et al., 2015). Kacang merah mengandung sumber
protein tinggi (20 – 25%), karbohidrat kompleks (50 – 60%) dan
berbagai sumber vitamin, mineral, asam lemak, folat dan serat (Rehman
et al., 2001). Kacang merah mengandung 22.7% protein, 3.5% mineral,
1% lemak dan 57.7% karbohidrat, 38.6% pati dan 18.8% serat (60%
larut dalam air dan 40% tidak larut dalam air) (Punia et al., 2020).
Fermentasi karbohidrat pada kacang merah menghasilkan SCFA
dan menurunkan pH di dalam usus (Fernandes et al., 2010). Kacang
merah merupakan sumber vitamin B terbaik dengan kandungan
mineral seperti K, Ca, Mg, P dan besi (Punia et al., 2020). Kandungan
kacang merah yang tinggi protein dan serat sering digunakan menjadi
berbagai jenis makanan seperti sereal, tepung, dan kombinasi dengan
sumber protein lain.
2.4 Hubungan Konsumsi Beras Analog terhadap C – peptide dan HOMA – IR
Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan Obesitas
Metabolisme Diabetes Melitus tipe 2 melalui proses di dalam hati dan
jaringan lemak. Insulin mensintesis asam lemak dan trigliserid sehingga
menghambat proses lipolysis. Stimulus yang dihasilkan oleh insulin
mensekresikan asam lemak juga menstimulus sekresi VLDL (very low – density
lipoprotein) dan enzim HMG – KoA reductase (Mahfouz & Kummerow, 2000).
Beras Analog yang mengandung glucose index yang rendah dan diet fiber
yang tinggi menurunkan komponen pengikat kolesterol melalui subtrat untuk
menghasilkan SCFA (Short Fatty Acid) (S. B. Wahjuningsih et al., 2016). Sesuai
penelitian sebelumnya, RS yang tidak dapat dicerna dan di absorbsi oleh usus
halus, difermentasikan oleh flora normal di dalam kolon sehingga membuat
peningkatan dari SCFA melalui proses fermentasi (Khan & Jena, 2014) (Tachon
et al., 2013). SCFA terbukti secara signifikan meningkatkan sensitifitas insulin,
meningkatkan toleransi glukosa, dan menurunkan apoptosis sel beta penderita
obesitas dan diabetes pada percobaan hewan (Tachon et al., 2013) (Khan & Jena,
2014). Setelah konsumsi RS, pasien DM tipe 2 dengan obesitas mengalami
penurunan HOMA – IR secara signifikan (Aliasgharzadeh et al., 2015). Pada
percobaan konsumsi nasi rendah GI terbukti secara signifikan menurunkan
konsentrasi glukosa darah dan c – peptide (Sun et al., 2018).
Makanan rendah GI memiliki komponen serat pangan sumber serat
minimal 3% dan serat pangan tinggi serat minimal 6% , jumlah rerata minimal
serat yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah beras analog sehingga beras analog
dapat dikatakan sebagai sumber serat (Foschia et al., 2013). Beras analog yang
memiliki serat tinggi membuat beras analog memiliki kadar indeks glikemik
rendah dan akan sulit dicerna (S. B. Wahjuningsih, 2019). Kesulitan dalam
proses cerna membuat kerja flora normal di dalam usus besar akan
meningkatkan volume usus, memperpendek proses cerna, dan menghasilkan
SCFA (S. Wahjuningsih et al., 2018).
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori
Obesitas
Peningkatan
jaringan adiposa
Resisten
Insulin
Pankreas
↑ Insulin
↑ C - peptide