Anda di halaman 1dari 47

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen

1. Pengertian

Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku
apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem


tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara
alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran
gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup
udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara
dihembuskan untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).

Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang


digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).

2. Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Oksigenasi

Pemenuhan kebutuhan oksigen untuk tubuh sangat ditentukan oleh


adekuatnya berbagai sistem tubuh yaitu sistem pernapasan, sitem kardiovaskuler,
dan juga sistem hematologi (Tarwoto & Wartonah, 2011).
a. Sistem Pernapasan

Salah satu sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem
pernapasan atau sistem respirasi. Sistem respirasi dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu sistem pernapasan atas yang terdiri dari hidung, faring, serta
laring dan sistem pernapasan bawah yang terdiri dari trakea dan paru-paru
(Saputra, 2013).

Sistem pernapasan atau respirasi memiliki peran sebagai penjamin


ketersediaan oksigen untuk proses metabolisme sel-sel dalam tubuh dan
pertukaran gas. Dalam sistem respirasi oksigen diambil dari atmosfir, dan
kemudian dibawa ke paru-paru sehingga terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbon dioksida di dalam alveoli, selanjutnya oksigen akan di difusi masuk ke
kapiler darah untuk digunakan oleh sel dalam proses metabolisme. Proses
pertukaran gas di dalam tubuh disebut dengan proses oksigenasi (Tarwoto &
Wartonah, 2011).
Proses oksigenasi merupakan proses yang dimulai dari pengambilan
oksigen di atmosfir, kemudian oksigen yang diambil akan masuk melalui organ
pernapasan bagian atas yang terdiri dari hidung atau mulut, faring, laring, dan
kemudian masuk ke organ pernapasan bagian bawah seperti trakea, bronkus
utama, bronkus sekunder, bronkus tersier, terminal bronkiolus, dan kemudian
masuk ke alveoli. Selain itu organ pernapasan bagian atas juga berfungsi untuk
pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke organ
pernapasan bagian bawah, menghangatkan filtrasi, dan melembabkan gas.
Sedangkan organ pernapasan bagian bawah, selain tempat masuknya oksigen
juga berfungsi dalam proses difusi gas (Tarwoto & Wartonah, 2011).

b. Sistem Kardiovaskuler

Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), Sistem kardiovaskuler ikut


berperan dalam proses oksigenasi ke jaringan tubuh yang berperan dalam proses
transfortasi oksigen. Oksigen ditransfortasikan ke seluruh tubuh melalui aliran
darah. Adekuat atau tidaknya aliran darah ditentukan oleh normal atau tidaknya
fungsi jantung. Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat ditentukan oleh
adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang baik dapat dilihat dari
kemampuan jantung memompa darah dan terjadinya perubahan tekanan darah.
Sistem kardiovaskuler ini akan saling terkait dengan sistem pernapasan dalam
proses oksigenasi.

Menurut McCance dan Huether (2005) dalam Perry dan Potter (2009),
fisiologi kardiopulmonal meliputi penghantaran darah yang teroksigenasi
(darah dengan kadar karbon dioksida yang tinggi dari oksigen yang rendah)
kebagian kanan jantung dan masuk ke sirkulasi pulmonal, serta darah yang
sudah teroksigenasi (darah dengan kadar O2 yang tinggi dan CO2 yang rendah)
dari paru ke bagian kiri jantung dan jaringan. Sistem kardiovaskuler
menghantarkan oksigen, nutrisi, dan substansi lain ke jaringan dan
memindahkan produk sisa dari metabolisme seluler melalui vaskuler dan
sistem tubuh lain (misalnya respirasi, pencernaan, dan ginjal).
c. Sistem Hematologi

Sistem hematologi terdiri dari beberapa sel darah, salah satu sel darah
yang sangat berperan dalam proses oksigenasi adalah sel darah merah, karena
di dalam sel darah merah terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen.
Hemoglobin adalah molekul yang mengandung empat subunit protein globular
dan unit heme. Setiap molekul Hb dapat mengikat empat molekul oksigen dan
akan membentuk ikatan oxy-hemoglobin (HbO2) ( Tarwoto & Wartonah,
2011).

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen

Menurut Ambarwati (2014), terdapat beberapa faktor yang dapat


mempengaruhi kebutuhan oksigen diantaranya adalah faktor fisiologis, status
kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.

a. Faktor fisiologis

Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen


seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah :

1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat
terpapar zat beracun
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi

3) Hipovolemia

4) Peningkatan laju metabolik

5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,


obesitas dan penyakit kronis.

b. Status kesehatan

Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar


oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada
kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada
sistem pernapasan, kardiovaskuler dan penyakit kronis.

c. Faktor perkembangan

Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi


sistem pernapasan individu.
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.

2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.

3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.

4) Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan
stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.

5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan


arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.

d. Faktor perilaku

Perilaku keseharian individu dapat mempengaruhi fungsi


pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional
dan penggunaan zat-zat tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh pada
pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhinya adalah :

1) Suhu lingkungan

2) Ketinggian

3) Tempat kerja (polusi)

4. Proses Oksigenasi

Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan eksternal
dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas secara
keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler
pulmonalis), sedangkan pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara
pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh (Saputra, 2013).

Tercapainya fungsi utama dari sistem pernapasan sangat tergantung dari proses
fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu ventilasi pulmonal, difusi gas, transfortasi
gas serta perfusi jaringan. Keempat proses oksigenasi ini didukung oleh baik atau
tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di atmosfir, otot-otot pernapasan, fungsi
sistem kardiovaskuler serta kondisi dari pusat pernapasan (Atoilah & Kusnadi, 2013).
Sel di dalam tubuh sebagian besarnya memperoleh energi melalui reaksi kimia yang
melibatkan oksigenasi dan pembuangan karbondioksida. Proses Pertukaran gas dari
pernapasan terjadi di lingkungan dan darah (Ernawati, 2012).

a. Pernapasan eksternal

Pernapasan eksternal dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu ventilasi


pulmoner, difusi gas, dan transfor oksigen serta karbon dioksida ( Saputra, 2013).

1) Ventilasi

Ventilasi merupakan pergerakan udara masuk dan kemudian keluar dari


paru-paru (Tarwoto & Wartonah, 2011). Keluar masuknya udara dari atmosfer
kedalam paru-paru terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang
menyebabkan udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke daerah yang
bertekanan lebih rendah. Satu kali pernapasan adalah satu kali inspirasi dan
satu kali ekspirasi. Inspirasi merupakan proses aktif dalam menghirup udara
dan membutuhkan energi yang lebih banyak dibanding dengan ekspirasi.
Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali inspirasi ± 1 — 1,5 detik, sedangkan
ekspirasi lebih lama yaitu ± 2 — 3 detik dalam usaha mengeluarkan udara
(Atoilah, 2013).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), ada tiga kekuatan yang


berperan dalam ventilasi, yaitu ; compliance ventilasi dan dinding dada,
tegangan permukaan yang disebabkan oleh cairan alveolus, dan dapat
diturunkan oleh adanya surfaktan serta pengaruh otot-otot inspirasi.

a) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat yang


dapat diregangkannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait dengan
volume serta tekanan paru-paru. Struktur paru-paru yang elastic akan
memungkinkan paruparu untuk meregang dan mengempis yang
menimbulkan perbedaan tekanan dan volume, sehingga udara dapat
keluar masuk paru-paru.

b) Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus


mempengaruhi kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan
disebabkan oleh adanya cairan pada lapisan alveolus yang dihasilkan
oleh sel tipe II.

c) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otototot


pernapasan untuk megembangkan rongga toraks.

2) Difusi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), difusi adalah proses


pertukaran oksigen dan karbon dioksida dari alveolus ke kapiler
pulmonal melalui membrane, dari area dengan konsentrasi tinggi ke area
dengan konsentrasi yang rendah. Proses difusi dari alveolus ke kapiler
paru-paru antara oksigen dan karbon dioksida melewati enam rintangan
atau barier, yaitu ; melewati surfaktan, membran alveolus, cairan
intraintestinal, membran kapiler, plasma, dan membran sel darah merah.
Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon dioksida
berdifusi keluar dari darah ke alveolus. Karbon dioksida di difusi 20 kali
lipat lebih cepat dari difusi oksigen, karena CO2 daya larutnya lebih
tinggi. Beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah
sebagai berikut ;
a) Perbedaan tekanan pada membran. Semakin besar
perbedaan tekanan maka semakin cepat pula proses difusi.

b) Besarnya area membrane. Semakin luas area membrane

difusi maka akan semakin cepat difusi melewati membran.

c) Keadaan tebal tipisnya membran. Semakin tipis maka akan semakin


cepat proses difusi.

d) Koefisien difusi, yaitu kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan


membran paru. Semakin tinggi koefisien maka semakin cepat difusi
terjadi.

3) Transfer oksigen

Sistem transfor oksigen terdiri atas paru-paru dan sistem


kardiovaskuler. Penyampaian tergantung pada jumlah oksigen yang
masuk ke dalm paru-paru (ventilasi), darah mengalir ke paru-paru dan
jaringan (perfusi), kecepatan difusi, serta kapasitas kandungan paru
( Perry & Potter, 2009).

Menurut Atoilah (2013), untuk mencapai jaringan sebagian besar


(± 97 %) oksigen berikatan dengan haemoglobin, sebagian kecil akan
berikatan dengan plasma (± 3 %). Setiap satu gram Hb dapat berikatan
dengan 1,34 ml oksigen bila dalam keadaan konsentrasi drah jenuh (100
%). Ada beberapa faktor-faktor yang memengaruhi transportasi oksigen,
yaitu ;

a) Cardiac Output

Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang maka


jumlah oksigen yang ditransport juga akan berkurang.

b) Jumlah eritrosit atau HB

Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan


berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c) Latihan fisik

Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya


pembuluh darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan
lancar menuju daerah tujuan.

d) Hematokrit

Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau
plasma darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental
keadaan darah maka akan semakin sulit untuk ditransportasi.

e) Suhu lingkungan

Panas lingkungan sangat membantu memperlancar


peredaran darah.

f) Pernapasan internal

Pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas


antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah
oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah, darah yang banyak
mengandung oksigen akan diangkut ke seluruh tubuh hingga
mencapai kapiler sistemik. Di bagian ini terjadi pertukaran
oksigen dan karbon dioksida antara kapiler sistemik ke sel
jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi dari sel jaringan
ke kapiler sistemik (Saputra,2013). Pertukaran gas dan
penggunaannya di jaringan merupakan proses perfusi. Proses ini
erat kaitannya dengan metabolisme atau proses penggunaan
oksigen di dalam paru (Atoilah & Kusnadi, 2013).

5. Masalah Terkait Pemenuhan Kebutuhan Oksigen

Permasalahan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak


terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada
anatomi maupun fisiologis dari orga-organ respirasi. Permasalahan dalam
pemenuhan masalah tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan
pada sistem tubuh lain, seperti sistem kardiovaskuler (Abdullah, 2014).
Gangguan respirasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya
peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degenerative, dan lain-lain. Gangguan
tersebut akan menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak terpenuhi
secara adekuat. Menurut Abdullah (2014) secara garis besar, gangguan pada
respirasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan irama atau frekuensi,
insufisiensi pernapasan dan hipoksia, yaitu ;

a. Gangguan irama/frekuensi pernapasan

1) Gangguan irama pernapasan

a) Pernapasan Cheyne stokes

Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang


amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik, kemudian menurun
dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru.
Jenis pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal jantung
kongestif, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun
secara fisiologis jenis pernapasan ini, terutama terdapat pada orang
di ketinggian 12.000 — 15.000 kaki diatas permukaan air laut dan
pada bayi saat tidur.

b) Pernapasan Biot

Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan


pernapasan cheyne stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai
apnea. Keadaan ini kadang ditemukan pada penyakit radang
selaput otak.

c) Pernapasan Kussmaul

Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan


kedalamannya meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit.
Jenis pernapasan ini dapat ditemukan pada klien dengan asidosis
metabolic dan gagal ginjal.

2) Gangguan frekuensi pernapasan

a) Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya
meningkat dan melebihi jumlah frekuensi pernapasan
normal.

b) Bradipnea

Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya


menurun dengan jumlah frekuensi pernapasan dibawah
frekuensi pernapasan normal.

b. Insufisiensi pernapasan

Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga


kelompok utama yaitu ;

1) Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :

a) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis,


transeksi servikal.

b) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma,

emfisema, TBC, dan lain-lain.

2) Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru

a) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi


berkurang misalnya kerusakanjaringan paru, TBC, kanker

dan lain-lain.

b) Kondisi yang menyebabkan penebalan


membrane pernapasan, misalnya pada edema paru,
pneumonia, dan lainnya.

c) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang


tidak normal dalam beberapa bagian paru, misalnya pada
thrombosis paru.

3) Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan


oksigen dari paru-paru ke jaringan
a) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total
hemoglobin yang tersedia untuk transfor oksigen.

b) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian


besar hemoglobin menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.

c) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh


curah jantung yang rendah.

c. Hipoksia

Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan


oksigen di dalam jaringan. Hipoksia dapat dibagi kedalam empat
kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia hipokinetik, overventilasi
hipoksia, dan hipoksia histotoksik.

1) Hipoksemia

Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam


darah arteri. Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu
hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik) dan hipoksemia
isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi jika
tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida
dalam darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik
terjadi jika oksigen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat
diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi
anemia dan keracunan karbondioksida.

a) Hipoksia hipokinetik

Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat adanya


bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis
yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.

b) Overventilasi hipoksia

Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang


berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.

c) Hipoksia histotoksik

Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler

jaringan mencukupi, tetapi jaringan tidak dapat


menggunakan oksigen karena pengaruh racun sianida.
Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah
vena dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal
(oksigen darah vena meningkat).

6. Penatalaksanaan Pemenuhan Oksigenasi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah


tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui
atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi
respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan
kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau
SaO2 > 90 %.

Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :

1) Perubahan frekuensi atau pola napas

2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas

3) Hipoksemia

4) Menurunnya kerja napas

5) Menurunnya kerja miokard

6) Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan


beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian
oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan
penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen

Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan


cara memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran
pernapsan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian
oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia (Hidayat,
2009).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi


oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.

1) Sistem aliran rendah

Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan


oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola
pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya
dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka
dengan kantong non rebreathing.

a) Nasal kanula/binasal kanula.

Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat


memberikan oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan
konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.

b) Sungkup muka sederhana

Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling


atau dengan aliran 5 — 10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 40 - 60 %.

c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup


muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong
yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan
masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan
kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar
yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong.
Aliran oksigen 8 — 10 liter/menit, dengan konsentrasi
60 — 80%.

d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup


muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat
ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah udara
masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat
ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 — 12
liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 — 100%.

2) Sistem aliran tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2


lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan,
sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen yang lebih
tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury
dengan aliran sekitar 2 — 15 liter/menit. Prinsip pemberian
oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju
sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan
konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,
misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning
35%, merah 40%, dan hijau 60%.

b. Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang


dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating,
pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan
dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan


pada punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan
kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian dengan
tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga
pernapasan menjadi lancar.

2) Vibrasi

Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara


memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua
tangan yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar,
tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara
yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus
terlepas.

3) Postural drainase

Postural drainase merupakan tindakan keperawatan


pengeluaran sekret dari berbagai segmen paru dengan
memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam pengeluaran
sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen
paru.

4) Napas dalam dan batuk efektif

Latihan napas dalam merupakan cara bernapas


untuk memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi
batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan
cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk
membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau
benda asing di jalan napas (Hidayat, 2009).

5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan sekret atau lender sendiri. Tindakan ini
memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas dan
memenuhi kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).

7. Gangguan Oksigenasi Pada Pasien CHF

Congestif Heart Failure (CHF) merupakan kondisi dimana


fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya
oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh
(Charles Reeves dkk dalam Wijaya Dan Putri, 2013). Bagian jantung
yang berperan dalam memompakan darah adalah otot jantung yang
memiliki serabut otot jantung (miokard). Serabut otot jantung
memiliki kontraktil yang memungkinkan akan meregang selama
pengisisan darah (Somantri, 2009).

Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi


gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan
curah jantung lebih dari curah jantung normal. Konsep curah jantung
yang baik dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana
curah jantung (CO : Cardiac Output) dalah fungsi frekuensi jantung
(HR : Heart Rate) X volume sekuncup (SV : Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme
kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung (Brunner &
Suddarth, 2016).

Tetapi pada HF dengan masalah utama kerusakan dan


kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup
merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload.
Preload, adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada perubahan
kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang

ditimbulkan oleh tekanan arteriole (Brunner & Suddarth, 2016).

Kelainan pada kontraktilitas miokardium yang khas pada CHF


akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume
residu ventrikel, dengan meningkatnya volume EDV (volume akhir
diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tergantung pada
kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan
ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh
darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertitisial. Jika
kecepatan trandusi melebihi kecepatan darinase limfatik, akan terjadi
edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut akan
menyebabkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema
paru yang ditandai dengan batuk dan napas pendek. Meningkatnya
tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan (Price and Wilson, 2012).

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan


kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan
tekanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti
yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan
yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik (Price
and Wilson, 2012).
Menurut Brunner & Suddarth (2016), respon tubuh terhadap
perubahan fisiologi pasien CHF akibat adanya gangguan pada
ventrikel yang akan memberikan respon tubuh yang berbeda antara
CHF kiri dengan CHF kanan

a. CHF kiri

Kongesti paru menonjol pada ventrikel kiri, kerena ventrikel kiri


tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Respon tubuh yang terjadi meliputi
dispnea, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia)
dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.

1) Dispnea

Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang


mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi
saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau
sedang. Dapat terjadi Ortopnea, kesulitan bernapas saat
berbaring. Pasien yang mengalami ortopnea tidak akan mau
berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak di
tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur. Beberapa
pasien hanya yang mengalami ortopnea pada malam hari,
suatu kondisi yang dinamakan paroximal nokturnal dispnea
(PND). hal ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk
lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah, pergi berbaring
ketempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di
ekstremitas yang sebelumnya berada di bawah mulai
diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah mulai terganggu,
tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan
adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru meningkat
dan lebih lanjut, cairan akan berpindah ke alveoli.

2) Batuk

Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa


kering dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk
basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam
jumlah banyak, yang kadang disertai bercak darah.

3) Mudah lelah

Mudah lelah terjadi kaibat curah jantung yang kurang


menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatya energi yang digunakan untuk bernapas dan
insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk.

4) Kegelisahan dan kecemasan

Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan


oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga dispnea, yang
pada akhirnya memperberat kecemasan, dan akan
mengganggu pola istirahat dan aktivitas sehari-hari.

b. CHF kanan

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera


dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena. Respon tubuh yang tampak
meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang
biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksi dan
mual, nokturia dan lemah.

1) Edema

Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan


secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha pada
akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang berbaring
lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen.
Pitting edema, adalah edema yang akan tetap cekung bahkan
setelah penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat
setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg (10
lb).

2) Hepatomegali

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas


abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses
ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
menigkat

sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu


kondisi yang disebut dengan asites. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada
diafragma dan distres pernapasan.

3) Anoreksia

Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat


pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.

4) Nokturia

Nokturia atau rasa ingin BAK pada malam hari, terjadi karena
perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari
karen acurah jantung akan membaik dengan istirahat.

5) Lemah

Lemah yang menyertai HF sisi kanan disebabkan kerena


menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jantung.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada
Pasien CHF.

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk


pasien gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan terapi
dan kemampuan pasien untuk memahami dan menjelaskan strategi
manajemen diri. Tanda dan gejala kongesti paru dan kelebihan beban
cairan harus segera dilaporkan yang akan mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah oksigenasi. Pengkajian
keperawatan pada pasien gagal jantung dengan masalah oksigenasi

meliputi :

a. Identitas Klien

Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin,


tanggal lahir, nomor register, usia, agama, alamat, status
perkawinan, pekerjaan, dan tanggal masuk rumah sakit.
Berdasarkan risiko CHF, kejadian penyakit ini akan meningkat
pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel
akibat penuaan. Kondisi ini akan menyebabkan jantung tidak
mampu memompakan darah secara adekuat yang akan
mempengaruhi kebutuhan akan oksigen (Kasron, 2012).

b. Identitas Penanggungjawab

Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi nama, umur,


pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.

c. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pada pasien CHF adalah
sesak napas saat pasien beristirahat atau berbaring diatas
tempat tidur (Sibuea dkk, 2009). Keluhan utama lain yang
biasa muncul pada pasien dengan gangguan kebutuhan
oksigen dan karbondioksida antara lain batuk, peningkatan
produksi sputum, dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor, dan
chest pain (Somantri, 2009).

2) Riwayat Kesehatan sekarang

Keluhan yang muncul pada pasien CHF dengan masalah


gangguan kebutuhan oksigen pada saat dikaji adalah adanya
sesak napas yang akan menggangu proses tidur, kesulitan
makan karena sesak napas, sesak napas saat beraktivitas serta
munculnya rasa cemas karena sesak napas .

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya klien dengan penyakit gagal jantung (CHF)


memiliki kebiasan atau pola hidup yang kurang sehat seperti
gaya hidup merokok atau terpapar polusi udara, adanya
riwayat penyakit jantung yang akan dapat mengindikasikan
adanya gangguan pada fungsi pernapasan (Somantri, 2009).

Tingkat kesehatan klien dimasa lalu juga menentukan


ada atau tidaknya masalah oksigenasi. Pada seseorang yang
sehat, sistem kardiovaskuler dan pernapasan secara normal
menyediakan oksigen bagi kebutuhan tubuh. Pada penyakit
kardiovaskuler, hal ini sering kali berdampak terhadap
pengangkutan oksigen ke sel tubuh, sedangkan penyakit
sistem pernapasan dapat mempengaruhi oksigenasi dalam
darah (Somantri, 2009).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki


penyakit keturunan seperti adanya riwayat jantung,
hipertensi, DM, dan gagal ginjal, karena penyakit CHF ini
merupakan salah satu penyakit keturunan.

5) Pola Aktivitas Sehari-hari

Menurut Wijaya dan Putri (2013), pola aktivitas yang perlu


dikaji pada pasien CHF dengan masalah gangguan oksigenasi
meliputi :

1) Pola nutrisi dan metabolisme

Biasanya pada pasien CHF mengalami kesulitan dan masalah


dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi karena adanya sesak
napas saat makan.

2) Pola eliminasi

Biasanya pada pasien CHF didapatkan pola berkemih yang


menurun, urine yang berwara gelap, berkemih malam hari

(nokturia), dan bisa terjadi diare ataupun konstipasi.

3) Pola istirahat dan tidur

Biasanya klien mengalami sulit tidur dan juga istirahat


karena adanya sesak napas yang ditandai dengan kondisi
pasien yang gelisah dan sering terbangun.

4) Pola aktivitas dan latihan

Biasanya klien mengalami keletihan atau kelelahan terus


menerus sepanjang hari, serta sesak napas saat melakukan

aktivitas.

6) Pemeriksaan Fisik

Menurut Saputra (2013), pemeriksaan fisik pada masalah


kebutuhan oksigenasi meliputi empat teknik, yaitu inspeksi,
palpasi, auskultasi, dan perkusi. Dari pemeriksaan ini dapat
diketahui antara lain adanya pembengkakan, pola napas yang tidak
normal, atau suara napas yang tidak normal. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara memeriksa seluruh anggota tubuh (head to
toe).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), hasil pemeriksaan


fisik yang biasa ditemukan terkait pasien dengan gangguan
oksigenasi

adalah :

1) Keadaan umum : Biasanya pasien gelisah karena sesak napas

2) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis sampai terjadi


penurunan kesadaran

3) TTV

a) BP : Biasanya terjadi hipotensi atau hipertensi

b) RR : Takipnea

c) P : Takikardia

d) T : Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia

4) Kepala : Normachepal

5) Mata : Biasanya konjungtiva anemis (karena

anemia), konjungtiva sianosis (karena hipoksemia),


konjungtiva terdapat pethecial (karena emboli lemak atau
endokarditis), kondisi sklera tergantung dengan kondisi hati
yang baik atau tidak.

6) Mulut dan bibir : Biasanya membran mukosa sianosis, bibir


kering, bernapas dengan mengerutkan mulut.

7) Hidung : Biasanya hidung sianosis, bernapas dengan


menggunakan cuping hidung.

8) Telinga : telinga sianosis, sejajar dengan kantus mata.


9) Leher : ada distensi atau bendungan pada vena

jugularis, bisa terjadi pembesaran kelenjar getah bening.

10) Kulit : Sianosis perifer (vasokontriksi dan

menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum


(hipoksemia), penurunan turgor (dehidrasi), edema, edema
periorbital.

11) Thoraks

a) Paru-paru

(1) Inspeksi : Retraksi dinding dada (karena


peningkatan aktivitas pernapasan, dispnes, atau
obstruksi jalan napas), pergerakan tidak simetris
antara dada kiri dan

dada kanan.

(2) Palpasi : Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada


karena udara/suara melewati saluran/rongga
pernapasan).

(3) Perkusi : Bunyi perkusi bisa resona,


hiperresonan, dullness .

(4) Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler,


bronkovesikuler, bronchial) atau tidak normal
(crackles, ronkhi, wheezing, friction rub).

b) Jantung

(1) Inspeksi : Adanya ketidaksimetrisan pada dada,

adanya jaringan parut pada dada, iktus kordis terlihat.

(2) Palpasi : Takikardia, iktus kordis teraba kuat dan

tidak teratur serta cepat.

(3) Perkusi : Bunyi jantung pekak, batas jantung


mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung.

(4) Auskultasi : Bunyi jantung irregular dan cepat, adanya

bunyi jantung S3 atau S4.

12) Abdomen

a) Inspeksi : Perut klien tampak edema, ada perubahan


warna kulit, kulit tampak kering.

b) Auskultasi : Bising usus dalam batas normal.

c) Palpasi : Adanya distensi abdomen,


terdapat hepatomegali dan splenomegali.

d) Perkusi : Bunyi pekak karena adanya asites

13) Genitalia dan anus : Klien dengan CHF


biasanya akan mengalami masalah dalam proses
eliminasi (BAB dan BAK)

sehingga pasien harus dipasang kateter.

14) Ekstremitas : Jari dan kuku sianosis, CRT > 2 detik,

akral teraba dingin, edema pada tungkai, ada clubbing finger.

7) Pengkajian Psikososial

Menurut Somantri (2009), pengkajian psikososial yang perlu


dilakukan meliputi :

1) Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara


signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa
penyakit respiratori timbul akibat adanya stress.

2) Penyakit pernapasan kronik dapat menyebabkan perubahan

dalam peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi


sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
3) Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat
mengkaji reaksi klien terhadap masalah stress psikososial
dan mencari jalan keluarnya.

8) Pemeriksaan Diagnostik

a) Elektrokardiografi (EKG)

Kelainan EKG yang ditemukan pada pasien CHF adalah:

1) Sinus takikardia

2) Sinus bradikardia

3) Atrial takikardia / futer / fibrilasi

4) Aritmia ventrikel

5) Iskemia / infark

6) Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan


kelainan segmen ST menunjukkan penyakit jantung
iskemik

7) Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik


menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung
hipertensi

8) Blok atrioventikular

9) Mikrovoltase

10) Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T

menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis

11) Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan


hipertrofi kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan

b) Ekokardiografi

Gambaran yang aling sering ditemukan pada CHF akibat


penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan
beberapa kelainan katup jantung adalah dilatasi ventrikel kiri
yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.

c) Rontgen Toraks

Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukkan


adanya hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali.
Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena
paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan
adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler


Indonesia, (2015) abnormalitas foto toraks yang ditemukan
pada pasien CHF:

(1) Kardiomegali

(2) Hipertrofi ventrikel

(3) Kongesti vena paru

(4) Edema intertisial

(5) Efusi pleura

(6) Infiltrat paru

d) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi


pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan darah
lengkap (Saputra, 2013).

Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada


pasien CHF:

(1) Abnormalitas analisa gas darah

(a) PH (7,35-7,45)

(b) PO2 (80-100 mmHg)


(c) PCO2 (35-45 mmHg)

(d) HCO3 (22-26 mEq/L)

(2) Peningkatan kreatinin serum ( > 150 μ mol/L)

(3) Anemia ( Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada


perempuan)

(4) Hiponatremia ( < 135 mmol/L)

(5) Hipernatremia ( > 150 mmol/L)

(6) Hipokalemia ( < 3,5 mmol/L)

(7) Hiperkalemia ( > 5,5 mmol/L)

(8) Hiperglikemia( >200 mg/dl)

(9) Hiperurisemia ( > 500 μ mmol/L)

(10) BNP ( < 100 pg/ml, NT proBNP < 400 pg/ml)

(11) Kadar albumin tinggi ( > 45 g/L)

(12) Kadar albumin rendah ( <30 g/L)

(13) Peningkatan transaminase

(14) Peningkatan troponin

(15) Tes tiroid abnormal

(16) Urinalisis

(17) INR > 2,5

(18) CRP > 10 mg/L

(19) Leukositosis nuetrofilik

(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia,


2015).

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis
mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :

a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)

 Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan


atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus kapiler
 Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler
 Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :

1) Subjektif : Dispnea

2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun,


PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas
tambahan

Kriteria minor :

1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur

2) Objektif : Sianosis, diaforesis,


gelisah,nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal, warna kulit abnormal,
kesadaran menurun.

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)

 Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak


memberikan ventilasi adekuat
 Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat
bernafas)
Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektf : Dipsnea

2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase


ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal

Kriteria minor :

1) Subjektif : Ortopnea

2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan


cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi
menurun, ekskrusi dada berubah.

Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax

c. Penurunan curah jantung (D.0008)

 Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk


memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
 Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload
dan/atau perubahan kontraktilitas
 Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :

1) Subjektif : Lelah

2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central


venous pressure (CVP) meningkat/,menurun

Kriteria minor :
1) Subjektif : -

2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah,


pulmonary artery wedge pressure (PAWP)
menurun

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

d. Nyeri akut (D.0077)

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional


yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional
dengan onset mendadak atau
lambatberintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.

Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Sujektif : Mengeluh nyeri

2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif,


gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur

Kriteria minor :

1) Subjektif : -

2) Objektif : Tekanan darah meningkat,


pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.

Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis


e. Hipervolemia (D.0022)

Definisi : peningkatan volume cairan


intravaskuler, interstisiel, dan/atau intraseluler.
Penyebab : ganguan mekanisme regulasi

Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Ortopnea, dispnea, paroxymal nocturnal


dyspnea (PND)

2) Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer,


berat badan meningkat dalam waktu singkat, JVP
dan/atau CVP meningkat , refleks hepatojugular (+)

Kriteria minor :

1) Subjektif : -

2) Objektif : Distensi vena jugularis, suara


nafas tambahan, hepatomegali, kadar
Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih
banyak dari output, kongesti paru.

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

f. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)

 Definisi : penurunan sirkulasi darah pada


level kalpiler yang dapat menggangu
metabolisme tubuh Penyebab : penurunan
aliran arteri dan/atau vena
 Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :

1) Subjektif : -
2) Objektif : Pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer
menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna
kulit pucat, tugor kulit menurun.

Kriteria minor :

1) Subjektif : Parastesia, nyeri


ektremitas (klaudikasi intermiten)

2) Objektif : Edema, penyembuhan luka lambat,


indeks

ankle- brakial <0,90, bruit femoralis

Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif

g. Intoleransi aktivitas (D.0056)

 Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan


aktivitas sehari-hari
 Penyebab : kelemahan Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Mengeluh lelah

2) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari


kondisi istirahat

Kriteria minor :

1) Subjektif : Dispnea saat/setelah


beraktifitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktifitas, merasa lemah

2) Objektif : Tekanan darah berubah >20%


dari kondisi istirahat, gambaran EKG
menunjukkan aritmia saat/setelah
aktifitas, gambaran EKG menunjukkan
iskemia,sianosis

 Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif


h. Ansietas (D.0080)

 Definisi : kondisi emosi dan pengalaman


subyektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman.
 Penyebab : kurang terpapar informasi
 Batasan karakteristik :

Kriteria mayor :

1) Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan


akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit
berkonsentrasi 2) Objektif : Tampak gelisah, tampak
tegang, sulit tidur

Kriteria minor :

1) Subjektif : Mengeluh pusing, anorexia,


palpitasi, merasa tidak berdaya

2) Objektif : Frekuensi napas dan nadi


meningkat, tekanan darah meningkat,
diaforesis, tremor, muka tampak pucat,
suara bergetar, kontak mata buruk, sering
berkemih,

berorientasi pada masa lalu

 Kondisi klinis terkait : Penyakit Akut


i. Defisit nutrisi (D.0019)

 Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk


memenuhi kebutuhan metabolisme.
 Penyebab: ketidakmampuan mencerna
makanan, faktor psikologis (mis: stress,
keengganan untuk makan).
 Batasan karakteristik :
Kriteria mayaor :

1) Subjektif : -

2) Objektif : Berat badan menurun minimal 10 %


dibawah rentang ideal

Kriteria minor :

1) Subjektif : Cepat kenyang setelah makan,


kram/nyeri abdomen, nafsu makan
menurun.

2) Objektif : Bising usus hiperaktif, otot


pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membran mukosa pucat, sariawan, serum
albumin turun, rambut rontok berlebihan,
diare.

j. Resiko Gangguan integritas kulit (D.0139)

 Definisi : beresiko mengalami kerusakan kulit


(dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau
ligamen)
 Faktor resiko : kekurangan/kelebihan cairan,
kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/ melindungi integritas
jaringan
 Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung
Kongestif
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk


treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :

Tabel : 2.2 intervensi keperawatan

Dx. keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


hasil

1.Gangguan Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)


pertukaran gas
Setelah dilakukan 1.1 Monitor frekuensi irama, kedalaman
b.d perubahan
tindakan keperawatan dan upaya nafas
membran diharapkan
1.2 Monitor pola nafas
pertukaran gas
alveolus-kapiler
meningkat. 1.3 Monitor kemampuan batuk efektif

1.4 Monitor nilai AGD

Kriterian hasil : 1.5 Monitor saturasi oksigen

(Pertukaran gas 1.6 Auskultasi bunyi nafas

L.01003) 1.7 Dokumentasikan hasil pemantauan

1.Dipsnea menurun 1.8 Jelaskan tujuan dan prosedur


2.bunyi nafas pemantauan
tambahan menurun
1.9 Informasikan hasil pemantauan, jika
3.pola nafas
perlu
membaik
4. PCO2 dan O2 1.10 Kolaborasi penggunaan oksigen
membaik saat

aktifitas dan/atau tidur


2.Pola nafas Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)
tidak efektif b.d
Setelah dilakukan 2.1 Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya
tindakan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas (mis: nyeri
diharapkan pola nafas
saat bernafas) 2.2 Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
membaik.
gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)

2.3 Monitor sputum (jumlah, warna,


Kriteria hasil : aroma)

(pola nafas L.01004) 2.4 Posisikan semi fowler atau fowler


1. Frekuensi nafas
2.5 Ajarkan teknik batuk efektif
dalam rentang normal
2.6 Kolaborasi pemberian bronkodilato,
2. Tidak ada
ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
pengguanaan otot
bantu pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukkan
tanda

dipsnea

3.Penurunan Tujuan : (Perawatan jantung I.02075)


curah jantung
setelah dilakukan 3.1 Identifikasi tanda/gejala primer
b.d perubahan
tindakan penurunan curah jantung
preload /
keperawatan
3.2 Identifikasi tanda/gejala sekunder
perubahan diharapkan curah
penurunan curah jantung
jantung meningkat.
afterload /
3.3 Monitor intake dan output cairan
perubahan Kriteria hasil : 3.4 Monitor keluhan nyeri dada

kontraktilitas (curah jantung 3.5 Berikan terapi terapi relaksasi untuk


mengurangi strees, jika perlu
L.02008)
3.6 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
1.Tanda vital
dalam rentang toleransi
normal 2.Kekuatan
3.7 Anjurkan berakitifitas fisik secara
nadi perifer
bertahap
meningkat 3.
Tidak ada edema 3.8 Kolaborasi pemberian antiaritmia,

jika perlu

4.Nyeri akut Tujuan : setelah (Manajemen nyeri I.08238)


b.d gen dilakukan
4.1 Identifikasi lokasi, karakteristik
penedera tindakan
nyeri, durasi, frekuensi, intensitas
fisiologis keperawatan
nyeri
(Mis: Iskemia) diharapkan
tingkat nyeri 4.2 Identifikasi skala nyeri
menurun.
4.3 Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Kriteria hasil :
4.4 Berikan terapi non farmakologis
Tingkat nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri
(L.08066)
4.5 Kontrol lingkungan yang
1. Pasien mengatakan memperberat rasa nyeri (mis: suhu
nyeri berkurang dari ruangan, pencahayaan,kebisingan)
skala 7 menjadi 2
4.6 Anjurkan memonitor nyeri
2.Pasien secara
menunjukkan
mandiri
ekspresi wajah
tenang 3.Pasien dapat 4.7 Ajarkan teknik non farmakologis
beristirahat dengan untuk mengurangi nyeri
nyaman
4.8 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

5.Hipervolemia Tujuan : (Manajemen hipervolemia I.03114)

b.d gangguan setelah dilakukan 5.1 Periksa tanda dan gejala


tindakan hipervolemia (mis:
mekanisme
keperawatan ortopnes,dipsnea,edema, JVP/CVP
regulasi diharapkan meningkat,suara nafas tambahan)
keseimbangan cairan
5.2 Monitor intake dan output cairan
meningkat.
5.3 Monitor efek samping diuretik (mis :

hipotensi ortortostatik, hipovolemia,


Kriterian hasil :
hipokalemia, hiponatremia)
(keseimbangan ciran
5.4 Batasi asupan cairan dan garam
L. 03020)
5.5 Anjurkan melapor haluaran urin
1.Tererbebas dari <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
edema
5.6 Ajarkan cara membatasi cairan
2.Haluaran urin
5.7 Kolaborasi pemberian diuretik
meningkat

3. Mampu
mengontrol asupan
cairan

39

6.Perfusi perifer Tujuan : (Perawatan sirkulasi I.02079)


tidak efektif b.d
setelah dilakukan 6.1 Periksa sirkulasi
penurunan aliran
tindakan perifer(mis:nadi
arteri dan/atau
keperawatan perifer,edema,pengisian
vena
diharapkan perfusi kapiler, warna,suhu)
perifer meningkat.
6.2 Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi

Kriteria hasil :
perfusi perifer 6.3 Lakukan hidrasi
(L.02011) 1.Nadi
6.4 Anjurkan menggunakan obat
perifer teraba kuat
penurun tekanan darah,
2. Akral teraba antikoagulan, dan penurun kolestrol,
hangat 3.Warna kulit jika perlu
tidak pucat
6.5 Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur

6.6 Informasikan tanda dan gejala


darurat yanng harus dilaporkan.

7.Intoleransi Tujuan : (Manajemen energi I.050178)


aktifitas b.d
setelah dilakukan 7.1 Monitor kelelahan fisik dan
kelemahan
tindakan emosional
keperawatan
7.2 Monitor pola dan jam tidur
diharapkan toleransi
aktifitas meningkat. 7.3 Sediakan lingkungan yang nyaman
dan rendah stimulus (mis: cahaya,
suara, kunjungan)
Kriteria hasil :
7.4 Berikan aktifitas distraksi
Toleransi aktivitas yang menenangkan

(L.05047) 7.5 Anjurkan tirah baring

1. kemampuan 7.6 Anjurkan melakukan aktifitas secara


melakukan aktifitas bertahap
sehari-hari
7.7 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
meningkat 2.Pasien
cara meningkatkan asupan makanan
Mampu berpindah
dengan atau tanpa
bantuan

3.Pasien mangatakan
dipsnea saat dan/atau

setelah aktifitas
menurun

8. Ansietas b.d Tujuan : setelah (Terapi reduksi I.09314)


kurang terpapar dilakukan tindakan
8.1 Identifikasi saat tingkat
informasi keperawatan
ansietas berubah
diharapkan tingkat
ansietas menurun. 8.2 Pahami situasi yang membuat

ansietas

Kriterian hasil : 8.3 Dengarkan dengan penuh perhatian

(Tingkat ansietas 8.4 Gunakan pendekatan yang teang dan


meyakinkan
L.09093)
8.5 Informasikan secara faktual
1.Pasien
mengenai diagnosis, pengobatan,
mengatakan telah
dan prognosis
memahami
penyakitnya 8.6 Anjurkan keluarga untuk
2.Pasien tampak tetap menemani pasien, jika
tenang perlu

3.Pasien dapat 8.7 Anjurkan mengungkapkan perasaan


dan persepsi
beristirahat dengan

nyaman

9.Defisit nutrisi Tujuan : (Manajemen gangguan makan


I.03111)
b.d setelah dilakukan
tindakan 9.1 Monitor asupan dan keluarnya
ketidakmampuan
keperawatan makanan dan cairan serta
mencerna
diharapkan status kebutuhan kalori
makanan, faktor
nutrisi membaik.
psikologis 9.2 Timbang berat badan secara rutin
(mis:stress,keeng
9.3 Anjurkan membuat catatan harian
ganan untuk
Kriteria hasil : tentang perasaan dan situasi
makan)
(status nutrisi
L.03030) pemicu pengeluaran makanan

1. Porsi makan (mis:pengeluaran yang disengaja,


yang dihabiskan muntah, aktivitas berlebihan)
meningkat
9.4 Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Perasaan cepat tentang target berat badan,
kenyang menurun kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
3. Nafsu makan
membaik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr F DENGAN GANGGUAN
PERTUKARAN GAS PADA PASIEN DENGAN

CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)

DI RUANG CEMPAKA

RSUD Dr SOEDIRMAN

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah Program Studi Pendidikan Profesi Ners B

Disusun oleh

Rr Anggraeni Puspitangrum (A32020208)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr F DENGAN GANGGUAN


PERTUKARAN GAS PADA PASIEN DENGAN

CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)

DI RUANG CEMPAKA

RSUD Dr SOEDIRMAN

Yang dipersiapkan dan di susun oleh:

Rr Anggraeni Puspitaningrum

A32020208

Telah di sahkan pada

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan


(Cahyu Septiwi, M.Kep, Sp.KMB,PhD) (Anik Nurhalimah S.Kep, Ns)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................iii

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN....................................................1

A. Definisi.................................................................................................1
B. Etiologi.................................................................................................1
C. Batasan Karakteristik............................................................................1
D. Fokus pengkajian..................................................................................2
E. Fokus Intervensi Keperawatan.............................................................4
F. Daftar Pustaka.......................................................................................6

BAB II TINJAUAN KASUS.....................................................................7

A. Data Subjektif.......................................................................................7
B. Data Objektif........................................................................................10
C. Analisa Data..........................................................................................13
D. Perencanaan..........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : Trans
Info Media

Asmadi. Editor Eka Anisa Mardella. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : salemba Medika.

Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta : Dua
Satria Offset.Ernawati. 2012. Konsep dan Aplikasi Keperawatan
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : TIM.

Atoilah, Elang Mohamad dan Engkus Kusnadi. 2013. Askep pada Klien dengan Gangguan
Kebutuhan Dasar Manusia. Garut : In Media

Brunner and Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah ed. 12. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan Serta Pengobatannya.
Yogyakarta : Nuha Medika.

Perry, Potter. 2012. Fundamentals of Nursing : Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi 7.


Jakarta : Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana


Gagal Jantung. Edisi Pertama. Jakarta. Diakses tanggal 4 April
2017.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP ( 2017) Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.DPP
PPNI.Jakarta Selatan

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP ( 2018) Standart Luaran Keperawatan Indonesia.DPP
PPNI.Jakarta Selatan

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP ( 2018) Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.DPP
PPNI.Jakarta Selatan

Anda mungkin juga menyukai