Oleh :
K022202011
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat hidayahNyalah sehingga
Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Mutu Rumah
Sakit” yang diberikan oleh dosen kami Ibu Dr.Herlina A. Hamzah,SKM.,MPH. Adapun
Makalah ini berisi tentang penjelasan mengenai konsep Manajemen Resiko Mitigasi Bencana.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu , kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan dari berbagai pihak demi perubahan makalah ini kearah yang lebih baik.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Penulis
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
bencana alam yang cukup tinggi. Secar (Rahman Tanjung, Dedi Mulyadi, Opan
Arifuddin, & Fenny Damayanti Rusmana, Bandung 2020)a geologi wilayah Indonesia
merupakan jalur Pacific Ring of Fire, yaitu jalur rangkaian gunung api aktif di dunia.
Selain itu, daratan Indonesia berada di lempengan patahan dunia dan juga memiliki
banyak gunung Merapi yang aktif. Berdasar pada keadaan geografis Indonesia, letak
Kepulauan Indonesia juga strategis yaitu terletak diantara dua benua yaitu Benua Asia
dan Benua Australia serta dua samudera yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Secara geologis Kepulauan Indonesia berada pada jalur penumjaman lempeng bumi,
yang memanjang dari pantai barat Sumatera hingga pantai selatan Jawa terus ke timur
sampai Nusa Tenggara. Oleh karena itu. Dapat dikatakan bahwa Indonesia dari ujung
Salah satu Provinsi di Indonesia yang rawan terhadap bencana yaitu Provinsi
bencana yang cukup tinggi. Provinsi Sulawesi Selatan terletak pada jalur Pacific Ring
of Fire, maka wilayah Provinsi Sulawesi Selatan rentan akan bencana gempa bumi dan
tsunami. Selain bencana gempabumi dan tsunami, Provinsi Sulawesi Selatan memiliki
ancaman bencana lainnya seperti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim, tanah longsor, dan
bencana lainnya.
Sulawesi Selatan, yaitu baik korban jiwa, kerugian harta bencana maupun lingkungan
yang rusak. Melihat kondisi tersebut, upaya pengurangan risiko bencana yang
dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan belum optimal. Oleh karena itu, untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana yang terjadi tersebut, maka
risiko bencana yang lebih terarah, terpadu dan tersistematis sehingga upaya
sebelumnya.
manajemen risiko bencana yang terstruktur. Pengurangan risiko bencana ini harus
dilakukan secara berkelanjutan agar diperolah hasil yang maksimal. Adapun tahapan
– tahapan manajemen risiko bencana antara lain adalah tanggap darurat, fase
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengkajian pengurangan
risiko bencana meliputi : identifikasi risiko bencana, penilaian risiko bencana, evaluasi
B. PEMBAHASAN
potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang
melanda. Potensi dampak negatif yang timbul berdasarkan tingkat kerentanan dan
kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa
yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Rumus dasar umum
untuk analisis risiko yang diusulkan dalam 'Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana' yang telah disusun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia
Keterangan :
variabel ini biasanya didefinisikan sebagai pajanan (penduduk, aset, dll) dikalikan
C : Adaptive Capacity: Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk pulih dari
bencana tertentu.
risiko bencana adalah interaksi antara kerentanan daerah dengan ancaman bahaya yang
dinyatakan dalam besarnya kerugian yang terjadi (harta jiwa, cedera) untuk suatu
besaran kejadian tertentu. Risiko bencana pada suatu daerah bergantung kepada
membangun Kembali.
bahwa Bencana yang sering terjadi di Prov.Sulawesi Selatan antara lain : Banjir, Gempa
Teknologi, Konflik Sosial, Epidemi dan Wabah penyakit. Oleh karena itu, diperlukan
adanya manajemen risiko mitigasi bencana yang dapat menanggulangi risiko akibat
bencana. Adapun identifikasi penilaian risiko mitigasi bencana antara lain : Tingkat
Kerentanan Daerah terhadap Bencana, Penebangan Pohon secara massal Belum ada
sistem peringatan dini tanggap bencana Kurangnya sosialisasi tentang tanggap bencana
kepada masyarakat Belum adanya jalur evakuasi secara jelas Cuaca yang Ekstrim,
Program Mitigasi Bencana, Tidak adanya sistem drainase. Identifikasi risiko bencana
merupakan suatu penilaian terhadap risiko bencana. Identifikasi risiko bencana ini
dibedakan menjadi 4 kategori jenis risiko, antara lain : (1) Risiko terhadap Tata Kelola;
(2) Risiko terhadal Lingkungan ; (3) Risiko terhadap Aset; (4) Risiko terhadap
diagram fish bone. Berdasarkan identifikasi risiko bencana maka dapat digambarkan
Sistem Drainase
4. Evaluasi Risiko
Evaluasi Risiko merupakan salah satu dari Proses manajemen risiko. Evaluasi risiko
adalah proses menilai (assessment) dampak dan kemungkinan dari risiko yang sudah
risiko . Berdasarkan diagram diatas dapat dikatakan bahwa yang menduduki peringkat
pertama adalah tingkat kerentanan fisik suatu wilayah hal ini dikarenakan kerentanan
fisik suatu wilayah menjadi salah satu factor utama yang dapat mempengaruhi
terjadinya bencana . Kemudian di urutan kedua adalah cuaca yang ekstrim hal ini
dikarenakan cuaca yang ekstrim dapat menjadi salah satu risiko untuk memicu
terjadinya bencana misalnya Banjir, dan tanah longsor. Selanjutnya risiko ketiga adalah
belum adanya jalur evakuasi secara jelas merupakan salah satu risiko mitigasi pasca
bencana sehingga perlunya jalur evakuasi pasca bencana harus direncanakan secara
matang. Kemudian risiko keempat adalah tidak adanya sistem drainase, Sistem
Drainase merupakan salah satu sarana untuk mencegah banjir sehingga tidak adanya
drainase merupakan salah satu resiko terjadinya banjir. Selanjutnya urutan kelima
adalah belum adanya sistem peringatan dini tanggap bencana sehingga jika hal ini tidak
dilaksanakan maka akan memakan banyak korban bencana. Selanjutnya urutan keenam
yaitu penebangan pohon secara massal yang dapat menimbulkan bencana banjir.
Kemudian di posisi ketujuh adalah belum adanya peta risiko daerah rawan bencana.
Selanjutnya risiko kedelapan adalah kurangnya SDM yang terlibat dalam proses
mitigasi bencana kemudian yang terakhir adalah Teknologi yang belum memadai
5. Pengelolaan Risiko
Tahapan selanjutnya adalah evaluasi risiko bencana; pada tahapan ini kita menentukan
risiko mana yang dapat kita Kelola dan yang tidak dapat dikelola.Berdasarkan uraian
Dapat dikelola
SEDANG
3. Tata Kelola
Dapat dikelola
SEDANG
4. Aset
Dapat dikelola
SEDANG
5. SDM
Dapat dikelola
RINGAN
6. Lingkungan
Dapat dikelola
RINGAN
7. Keuangan
Interpretasi :
Sedang (S) : Ketika kapasitas yang dimiliki mampu belum sepenuhnya mampu
luar
Rendah (R) : Ketika kapasitas yang dimiliki desa sepenuhnya mampu menghadapi
Berdasarkan tabel pengelolaan risiko diatas maka dapat dijabarkan bahwa cuaca ekstrim
dan kerentanan wilayah berada di posisi grading risiko tinggi dimana kemampuan dan
kapasitas kita tidak dapat mengelola hal tersebut. Adapun pengelolaan risiko terhadap tata
Kelola berada pada grading risiko sedang sehingga dapat dilakukan pemetaan daerah rawan
bencana serta menerapkan sistem darurat tanggap bencana, serta membuat jalur evakuasi
secara jelas. Selanjutnya untuk pengelolaan risiko terhadap asset berada pada grading risiko
sedang sehingga dapat dibuat adanya sistem drainase yang dapat megurangi resiko banjir,
teknologi pendeteksi gempa juga dapat digunakan dalam upaya mengurangi risiko
terjadinya gempa yang berpotensi terhadap tsunami, selanjutnya risiko terhadap lingkungan
berada pada risiko ringan. Adapun pengelolaan risiko terhadap lingkungan yakni
mengadakan penanaman pohon di daerah pegunungan dan perkotaan. Hal ini dapat
mengurangi risiko terhadap banjir dan tanah longsor. Disamping itu, perlunya peningkatan
SDM dalam program mitigasi bencana yakni dengan melakukan pelatihan Manajemen
Bencana oleh BNPB dan SATKORLAK di daerah setempat. Adapun risiko terhadap
keuangan berada pada grading risiko ringan sehingga diperlukan adanya efektifitas dan
efisiensi dalam pengelolaan anggaran APBD dalam program mitigasi bencana daerah .
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Tahapan penyusunan
manajemen risiko mitigasi bencana dimulai dari tahapan identifikasi risiko bencana,
kemudian analisis resiko bencana dengan menggunakan diagram fish bone, selanjutnya
risiko bencana. Adapun kategori risiko bencana terdiri dari 5 antara lain : Risiko
terhadap Aset, Risiko terhadap lingkungan, Risiko terhadap SDM, Risiko terladap Tata
Kelola dan Risiko terhadap Keuangan. Berdasarkan tabel pengelolaan risiko, dapat
dibedakan menjadi 2 yakni resiko bencana yang dapat dikelola dan risiko bencana yang
2. Saran
perkotaan sehingga dapat mengurangi risiko terhadap banjir. Disamping itu, perlunya
pemetaan daerah yang rawan bencana serta sosialisasi kepada masyarakat agar
lancar.
REFERENSI
(BNPB), B. N. (Tahun 2012). PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN
UMUM PENGKAJIAN RISIKO BENCANA.
BNPB. (n.d.). KAJIAN RISIKO BENCANA PROVINSI SULAWESI SELATAN. DEPUTI BIDANG
PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN.
BUKU PENGKAJIAN RISIKO BENCANA PARTISIPATIF. (Tahun 2020). Modul Pelatihan
Fasilitator BNPB.
Djamaluddin, I., Aly, S. H., Rahim, I. R., Zubair, A., Ibrahim, R., & Abdullah, N. O. (TEPAT Jurnal
Teknologi Terapan untuk Pengabdian Masyarakat | Volume 3, Nomor 2, Tahun 2020).
Pengelolaan Drainase Kota Sebagai Upaya Mitigasi Banjir Kota Makassar. Departemen
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Dr.MG.Catur Yuantari, S., & Eko Hartini, S. (2011). BUKU AJAR MANAJEMEN BENCANA.
Khasyir, M. (2016). PENILAIAN RISIKO BENCANA TANAH LONGSOR DESA WANADRI
KECAMATAN BAWANG KABUPATEN BANJARNEGARA. JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
Lokobal, A. (Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.4 No.2, September 2014 (109-118) ISSN: 2087-
9334). MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN JASA PELAKSANA
KONSTRUKSI DI PROPINSI PAPUA . Alumni Oascasarjana Universitas Samratulangi.
Rahman Tanjung, S., Dedi Mulyadi, S., Opan Arifuddin, S., & Fenny Damayanti Rusmana, S.
(Bandung 2020). MANAJEMEN MITIGASI BENCANA. Penerbit Widina.
Santoso, E. B. (2013, November). MANAJEMEN RESIKO BENCANA BANJIR KALI LAMONG
PADA KAWASAN PERI URBAN SURABAYA - GRESIK MELALUI PENDEKATAN
KELEMBAGAAN. Institut Teknologi Sepuluh November.
Utomo, A. P. (n.d.). PENGGUNAAN FRAMEWORK MANAJEMEN RISIKO SISTEM
INFORMASI UNTUK . Sistem Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus.
Persiapan bencana - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas diakses tgl 11 Desember
2021
LAMPIRAN 1.
1-25 RISIKO
Tingkat 25 1
Kerentanan
Fisik Suatu
RISIKO
wilayah
TERHADAP
Penebangan 9 6
LINGKUNGAN
pohon secara
massal
Cuaca yang 25 2
Ekstrim
TERHADAP sistem
peringatan
TATA dini tanggap
KELOLA bencana
Belum 8 7
adanya
Pemetaan
daerah
rawan
bencana
Belum 20 3
adanya jalur
evakuasi
secara jelas
Teknologi 4 10
yang belum
memadai
RISIKO
TERHADAP
Tidak 16 4
ASET
adanya
sistem
Drainase
RISIKO Kurangnya 6 9
TERHADAP Anggaran
KEUANGAN untuk
membuat
Program
Mitigasi
Bencana
Kurangnya 9 8
SDM yang
RISIKO
terlibat
TERHADAP
dalam proses
SDM
Mitigasi
Bencana