Anda di halaman 1dari 2

Shalat Khauf

almanhaj.or.id/528-shalat-khauf.html

SHALAT KHAUF

Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Allah Ta’ala berfirman:

َ ْ َ
‫ﻣﻦ‬ ِ ‫ﺠﺪ ُوا ﻓَﻠ ْﻴ َﻜ ُﻮﻧ ُﻮا‬ َ ‫ﺳ‬َ ‫ﻢ ﻓَﺈ ِذ َا‬ ْ ُ‫ﺤﺘ َﻬ‬
َ ِ ‫ﺳﻠ‬ْ ‫ﺧﺬ ُوا أ‬ُ ‫ﻚ وَﻟ ْﻴ َﺄ‬ ٌ ‫ﻢ ﻃ َﺎﺋ َِﻔ‬
َ َ‫ﺔ ﻣﻨ ْﻬُﻢ ﻣﻌ‬ ْ ‫ﻢ اﻟﺼَﻼة َ ﻓَﻠ ْﺘ َُﻘ‬
ُ ُ‫ﺖ ﻟ َﻬ‬ ْ َ‫ﻢ ﻓَﺄﻗ‬
َ ‫ﻤ‬ َ ‫وَإ ِذ َا ﻛ ُﻨ‬
ْ ِ‫ﺖ ﻓِﻴﻬ‬
َ ْ
‫ﻢ‬
ْ ُ‫ﺤﺘ َﻬ‬
َ ِ ‫ﺳﻠ‬
ْ ‫ﻢ وَأ‬ ْ ُ‫ﺣﺬ َْرﻫ‬ِ ‫ﺧﺬ ُوا‬ُ ‫ﻚ وَﻟ ْﻴ َﺄ‬ َ َ ‫ﻣﻌ‬ َ ُ ‫ﺼﻠﻮا ﻓَﻠ ْﻴ‬
َ ‫ﺼ ﻠ ﻮا‬ ْ َ‫ﻟ‬
َ ُ‫ﻢ ﻳ‬

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (Sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka’at), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan
yang kedua yang belum bershalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah
mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…” [An-Nisaa’: 102].

Tata Caranya
Al-Khaththabi rahimahullah berkata, “Shalat khauf banyak ragamnya. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah melakukannya pada keadaan dan cara yang berbeda-beda.
Masing-masing disesuaikan agar shalat terlaksana lebih baik dan lebih mendukung
untuk pengawasan musuh. Sekalipun tata caranya berbeda, namun intinya tetap sama.
[1]

1. Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan shalat khauf satu raka’at bersama salah satu golongan, sementara
golongan yang lain menghadap ke musuh. Kemudian golongan pertama berpaling dan
menggantikan di tempat kawan-kawan mereka yang lain sambil menghadap ke arah
musuh. Setelah itu, datanglah golongan kedua yang lalu shalat bersama Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam satu raka’at. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam salam dan golongan
kedua pun meneruskan satu raka’at, begitu juga dengan golongan yang pertama.” [2]

2. Dari Sahl bin Abi Hatsmah Radhiyallahu anhu, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengimami para Sahabatnya pada waktu shalat khauf. Beliau membariskan mereka di
belakangnya menjadi dua shaff. Kemudian beliau shalat satu raka’at bersama shaff yang
dekat dengannya (shaff pertama). Setelah itu, beliau berdiri dan terus berdiri hingga
para Sahabat di shaff pertama merampungkan satu raka’at (yang tersisa secara sendiri-
sendiri). Kemudian para Sahabat di shaff kedua maju, dan golongan yang berada di shaff
pertama mundur ke belakang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami mereka

1/2
(yang awal mulanya berada di shaff kedua) lalu duduk (dan menunggu) hingga mereka
merampungkan satu raka’at (yang tertinggal). Kemudian beliau salam (beserta mereka).”
[3]

3. Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku pernah shalat khauf
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membariskan kami dalam dua
shaff. Satu shaff di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara musuh
berada di antara kami dan kiblat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir, lalu kami
semua bertakbir. Ketika beliau ruku’, kami semua pun ruku’, kemudian bangkit dari ruku’,
kami pun melakukannya besama-sama. Kemudian beliau dan shaff terdepan
menyungkur sujud. Sedangkan shaff terakhir tetap berdiri menghadap musuh. Tatkala
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shaff terdepan selesai sujud lalu berdiri, shaff
belakang pun sujud lalu berdiri. Kemudian shaff belakang maju ke depan dan shaff yang
di depan mundur. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ruku’, dan kami semua pun ruku’.
Dan ketika bangkit dari ruku’, kami pun bangkit bersama-sama. Kemudian beliau dan
shaff pertama yang sebelumnya pada raka’at pertama berada di belakang, menyungkur
sujud. Sementara shaff kedua berdiri menghadap ke musuh. Saat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan shaff di belakang beliau selesai sujud, shaff belakang pun
menyungkur sujud. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam salam, dan kemudian kami
pun salam bersama-sama.”[4]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim
bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team
Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428
– September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Syarh Shahiih Muslim oleh an-Nawawi (VI/126).
[2]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/573 no. 839)], ini adalah lafazhnya, Shahiih al-
Bukhari (Fat-hul Baari) (II/429 no. 942), Sunan Abu Dawud (‘Aunul Ma’buud) (IV/118 no.
1230), Sunan at-Tirmidzi (II/39 no. 561), dan Sunan an-Nasa-i (III/171).
[3]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/575 no. 841)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari)
(VII/422 no. 4131), dengan lafazh yang mirip. Sunan an-Nasa-i (III/170), dan Sunan at-
Tirmidzi (II/40 no. 562).
[4]. Shahih: [Lafazh Shahiih Muslim], Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1456), Shahiih Muslim
(I/574 no. 840), dan Sunan an-Nasa-i (III/175).

2/2

Anda mungkin juga menyukai