Laporan Pendahuluan Thalasemia
Laporan Pendahuluan Thalasemia
Di Susun Oleh:
Siti Syukroh
5022031107
1. Pengertian
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah
di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
(Ngastiyah, 1997 : 377).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
(Mansjoer, 2000 : 497).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi
rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 : 23).
2. Klasifikasi Talasemia
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama
adalah :
a. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan
pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen). Merupakan thalasemia dengan
defisiensi pada rantai a
b. Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di daerah
Mediterania dan Asia Tenggara. Merupakan anemia yang sering dijumpai yang
diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
1) Thalasemia beta mayor, Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik
yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat
sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat
pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang
bervariasi, dan hepatosplenomegali.
2) Thalasemia Intermedia dan minor Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda –
tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan
kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin
dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat
c. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya diduga
berdekatan).
d. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
3. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam
pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk
menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya
1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
a. Thalasemia Mayor
Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai
dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan
darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah
merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor
akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya
gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih
kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja
terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan
tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa
sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya
penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus
menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-
tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun
bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25%
anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul
penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi
anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada
sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung; jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan karena adanya
gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. (Gambaran radiologis tulang
memperlihatkan medula yang besar, korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat tranfusi darah
kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung
akan mengakibatkan gangguan fatal alat-alat tersebut (hemokromatosis) (Ngastiyah, 1997 :
378).
5. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai
beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat
dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis
dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan
gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin
tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik,
dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar
dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada
ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan
kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 1985 : 49)
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,
polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar
besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi
rendah dan dapat mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya
HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-
kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin
dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan
parankim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit
sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau
tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula
yang labor, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-
on-end” yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang
immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
2) Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
3) Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri
eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia
sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
4) Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase
Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
7. Panatalaksanaan
a. Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya pemupukan zat besi yang
disebut hemosiderotis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal)
b. S. Plenectomy: dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan
meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi)
(Suriadi, 2001 : 26)
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk
menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia. Pengidap thalasemia yang
mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di
tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan
dengan bantuan obat, melalui urine. Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di
dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka
anak mereka memiliki kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia. Karena
itu, ketika sang istri mengandung, disarankan untuk melakukan tes darah di laboratorium
untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia atau tidak.
8. Komplikasi
a. Fraktur patologi
b. Hepatosplenomegaly
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Difungsi organ, seperti: hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001: 24)
9.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan : NOC : Suveilans ulit NIC : Pressure Management
Eksternal : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Substansi kimia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hindari kerutan pada tempat tidur
- Kelembaban selama….. kerusakan integritas kulit pasien Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat teratasi dengan kriteria hasil: Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
menimbulkan luka, tekanan, restraint) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan sekali
- Immobilitas fisik (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Radiasi pigmentasi) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
- Usia yang ekstrim Tidak ada luka/lesi pada kulit tertekan
- Kelembaban kulit Perfusi jaringan baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Obat-obatan Menunjukkan pemahaman dalam proses Monitor status nutrisi pasien
Internal : perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Perubahan status metabolik sedera berulang Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
- Tonjolan tulang Mampu melindungi kulit dan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Defisit imunologi mempertahankan kelembaban kulit dan karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Berhubungan dengan dengan perkembangan perawatan alami tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Perubahan sensasi Menunjukkan terjadinya proses Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) penyembuhan luka Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Perubahan status cairan Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan pigmentasi Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan sirkulasi Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit (epidermis)
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, FKUI : Jakarta.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.