Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi dewasa ini mendapat


tantangan yang sangat kuat, terutama karena pengaruh kekuasaan
internasional. Menurut Berger dalam The Capitalis Revolution, era globalisasi
dewasa ini ideologi kapitalislah yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah
mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi system internasional yang
menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara
tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan (Berger, 1988).
Perubahan global ini menurut Fukuyama (1989 : 48), membawa perubahan
suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah ideologi universal, dan
dalam kondisi seperti ini, kapitalismelah yang akan menguasainya.

Oleh karena itu, agar suatu bangsa khususnya bangsa Indonesia tetap
eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakan jatidiri dan
identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai
dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di
berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan
yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali
kesadaran nasional.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian identitas?

2. Apa pengertian nasional/nasionalisme?

3. Bagaimana identitas nasional

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Identitas

Secara etimologis,identitas berasal dari kata “identity” yang memiliki


arti harfiah: ciri,tanda,atau jati diri yang melekat pada seseorang,kelompok
atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Dengan demikian
identitas berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang dimiliki seorang
kelompok, masyarakat bahkan suatu bangsa sehingga dengan identitas itu
bisa membedakan dengan yang lain.

Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang


menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan
sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu
pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi
berlaku pula pada suatu kelompok.

Identitas bagi kebanyakan orang adalah selembar kartu nama yang


mengukuhkan keberadaan mereka dengan sebuah nama, profesi dan
kedudukan. Memperhatikan khaos yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir,
saya merasa ada perlunya untuk mendalami makna identitas. Karena identitas
ternyata adalah biang yang memporakporandakan berbagai negara,
memecahbelahkan bangsa-bangsa, dan memposisikan manusia yang paling tidak
politis sekali pun di satu sudut ruang berseberangan dengan berbagai
perbedaan yang berpotensi konflik. Apa yang membedakan kita atas nama
kepercayaan, suku, dan bangsa, sudah terjadi sejak kita dilahirkan. Tanpa kita
sadari ketika kita dilahirkansebuah predikat langsung melekat pada
keberadaan kita. Nama kita mengikat kita pada satu keluarga, satu kepercayaan,
satu komunitas dan satu bangsa.

Identitas adalah sebentang Mobius yang melilit. Di satu sisi, ia


mengukuhkan kebersamaan satu kelompok, keselarasan visi dan ambisi,
namun atas atas nama kemajuan, prestasi dan kebersamaan, ia juga mampu
secara brutal menghancurkan pihak yang dinilai mengancam azas-azas yang
mengukuhkan kelompoknya. Tindakan anarkis dianggap sah karena ia
membela kedaulatan kelompok. Tak ayal lagi, inilah insting survival purba
yang kita wariskan dari leluhurkita sejak zaman Neolitik. Sebaliknya, kita bisa
memaknakan identitas dengan parameter yang lebih luas. Identitas, menurut
Amin Maalouf, sekaligus inklusif dan eksklusif. Sebagai contoh, sebagai
warga Indonesia beretnis Cina, maka saya dianggap warga minoritas. Tetapi
sebagai anak turunan Cina, saya termasuk golongan warga terbesar di dunia.
Perbedaan perspektif ini tergantung dari sudut referensi mana kita

2
meneropong kedudukan kita. Sebaliknya, sebagai anak turunan Cina,
dilahirkan di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, menulis tiga novel dalam bahasa
Inggris, membesut sebuah film tentang seorang pegawai kecil di bagian arsip
dan bermukim di kawasan Lebak Bulus, saya menjadi sangat unik, karena
tidak ada manusia lain selain saya yang menyandang predikat seperti ini.
Tetapi kalau kita meneliti ini lebih dalam, maka kita akan menyimpulkan
bahwa individualitas ini sebenarnya tidak secara keseluruhan murni, karena ia
juga bermuatan berbagai elemen eksklusif yang bertautan dengan berbagai
manusia, lepas dari kepercayaan, suku maupun kebangsaan. Sebagai contoh,
saya berbagi satu hobi membaca dengan berjuta-juta manusia lain. Saya juga
punya kesamaan seperti mereka yang suka bakmi, tahu, ataupun kue putu
atau dengan mereka yang suka lagu-lagu Jeff Buckley.Perumpamaan di atas
secara gamblang menunjukkan betapa fleksibel sebenarnya identitas itu. Dalam
skala makro, keberadaan kita mau tidak mau bertautan dengan begitu banyak
manusia dari latar yang berbeda-beda dan tidak terbatas oleh demarkasi
lokasi ataupun bangsa. Ironisnya, secara individu pun kita tidak mungkin
dikelompokkan dalam satu kelompok karena pada dasarnya kita semua
sangat berbeda. Ini terbukti beberapa waktu yang lalu oleh penelitian
proyek genome manusia, di mana ditegaskan bahwa DNA manusia adalah
sebuah keajaiban dari ribuan permutasi yang sama sekali tidak mungkin
direplikasi. DNA kita ibaratnya hasil dari sekali tekanan tombol mesin
jackpot dengan ratusan ikon yang berbeda. Kemungkinan untuk memreplikasi
susunan DNA yang sama, sama sekali tidak ada.

Ilmu pengetahuan yang tadinya kita harapkan sebagai bintang


penyelamat untuk membebaskan kita dari ortodoksi identitas, ternyata malah
membuat kita semakin terjerumus dalam jurang pemisah. Pengetahuan,
menurut Michel Foucault, hanya bisa membangkitkan lebih banyak
pengetahuan. Michel Foucault memberi contoh seperti ini: seorang dokter
yang kena flu tahu bagaimana mengobati dirinya dengan memilih obat yang
tepat, tapi untuk kesehatan jiwanya ia tidak mampu memberikan preskripsi
untuk dirinya. Karena untuk mengobati jiwanya ia membutuhkan lebih dari obat,
ia perlu melakukan pelatihan-pelatihan “ tehkne tou biou” untuk mencapai
satu titik konversi “metanoai”. Tehkne tou biou ini bukan sebuah antidote,
seperti antidote untuk flu, tetapi sebuah perjalanan spiritualitas yang perlu
ditekuni dalam hidup masing-masing. Pengetahuan dalam hal ini tidak
mampu banyak membantu, karena ia justru mengakibatkan kita terperangkap
dalam sejarah, tradisi dan segala embel- embel kepurbaan yang semakin
mengikat kita pada satu identitas. Ia tidak mendorong kita untuk lebih
mendekat pada realitas kehidupan dalam arti sebenarnya. Alain Badiou
dalam bukunya Ethics mengupas apa yang disebutnya sebagai akronim
usang. Seperti kata-kata Keadilan, Demokrasi, Cinta, dan dalam hal ini
3
Identitas juga bisa kita masukkan dalam deretan akronim abstrak ini.
Sebagai sebuah term kata Identitas seperti juga Keadilan tidak punya makna
yang konkret. Karena ia hanya sebuah term abstrak. Badiou ingin
menjelaskan kepada kita bahwa ketika sebuah kegiatan dibakukan menjadi
sebuah simbol ia kehilangan makna aslinya. Ketika kita mengatakan
Keadilan maka makna asli dari kata itu, yaitu berlaku adil, segera
kehilangan makna aslinya. Kita tenggelam dalam sebuah semesta makna
yang begitu luas sehingga keaslian makna itu sendiri menjadi kabur. Kita lupa
bahwa Identitas berangkat dari kata kerja yang punya makna
memperkenalkan diri, mengidentifikan diri orang lain, atau menyatukan diri
dengan orang lain. Dengan kata lain, dengan merangkul kata identitas kita
menjadi lupa melakukan hal-hal yang berlaku untuk makna itu. Identitas juga
bercermin pada Yang Lain (The Other). Ia tidak bisa lepas dari
pengakuan/pengukuhan orang lain. Identitas manusia selama hidupnya
dicerminkan oleh seperangkat opini orang lain. Identitas dalam hal ini
terkandung kesemuan yang menjadi kenyataan ketika kita mengkonfirmasi
predikat-predikat dari orang lain. Ini paradoks yang kita bawa dari lahir
yang akan terus melekat kecuali kita melakukan sesuatu untuk membebaskan
diri dari tirani penafsiran Yang Lain. Dari penelitian proyek genome
manusia, kita diajarkan bahwa kita tidak mungkin bisa sama seperti orang lain,
sekalipun kita berusaha keras. Keunikan setiap individu sekaligus adalah
kekuatan diri dan kelemahannya. Kekuatan karena dengan memahami keunikan
itu kita tidak tergoyahkan oleh penafsiran Yang Lain. Kelemahannya adalah
ketika kita berupaya untuk mengukuhkan identitas itu.

B. Nasional

Nasional atau Nasionalisme adalah pilar utama dalam berbangsa dan


bernegara. Sebuah negara yang tidak ditopang dengan pilar nasionalisme yang
kokoh, akan menjadi rapuh, kemudian runtuh, dan akhirnya tinggal sejarah.
Kejayaan Bangsa Romawi, Mesir Kuno, Yunani Kuno, Mongol, Andalusia,
Ottoman, Majapahit, Sriwijaya, Gowa, dan Mataram, kini hanya tinggal
kenangan yang bisa kita ketahui melalui buku sejarah dan sisa-sisa
peninggalannya. Tentu kita tidak berharap Republik Indonesia yang tercinta ini
mengalami nasib yang sama dengan bangsa-bangsa pendahulunya itu.
Nasionalisme awalnya berkembang di Eropa. Pada akhir abad 18 di Eropa
mulai berlaku suatu paham bahwa setiap bangsa harus membentuk suatu Negara
sendiri dan bahwa Negara itu harus meliputi seluruh bangsa masing-masing.
Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor obyektif tertentu yang
membuat mereka berbeda satu sama lain, misalnya persamaan keturunan,
persamaan bahsa dan daerah budaya, kesatuan politik, adat istiadat dan tradiri
atau juga karena persamaan agama. Gerakan nasionalisme dan cita- cita
4
kebangsaan yang berkembang di eropa pada hakikatnya memiliki sifat cinta
kebangsaan. Nasionalisme yang berkembang di Eropa kemudian menjalar ke
seluruh dunia. Memasuki awal abad 20 nasionalisme mulai berkembang di
negara- negara Asia dan Afrika termasuk Indoensia. Nasionalisme di Asia
dan Afrika bukan hanya suatu perjuangan kemerdekaan untuk melepaskan
diri dari belenggu penjajahan, tetapi memiliki tujuan yang lebih mendalam,

C. Identitas Nasional

a. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah


peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai budaya.

b. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai


kekayaan budaya nasional.

Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk


membina dan mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan
arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang
dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi sebagaimana
dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952.

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah


universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar
definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau
proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan
negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan
kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-
batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.Globalisasi mempengaruhi
hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek
budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut
oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat
terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan
aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran.

Aspask-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa


tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam
pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan
penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari
kebudayaan. Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan
budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world
culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya
dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke
5
berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ). Namun, perkembangan
globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan
berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan
kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut
menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ni
menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.

Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan

a. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.

b. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan


kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar
kebudayaannya.

c. Berkembangnya turisme dan pariwisata.

d. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.

e. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan


lain lain.

f. Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia


FIFA.

Munculnya arus globalisme yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang
sedang berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa.
Sebagai bangsa yang masih dalam tahap berkembang kita memang tidak
suka dengan globalisasi tetapi kita tidak bisa menghindarinya. Globalisasi
harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor kuda liar kita yang berhasil
menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang malah menunggangi
kita. Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah bagaimana
kita bisa memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir
dan bertindak. Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini
adalah masih banyaknya kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang
masih lebar. Dari beberapa persoalan diatas apabila kita mampu memaknai
kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita masing-masing untuk bisa
menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka globalisasi akan dapat kita
arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga.

8. Keterkaitan Identitas Nasional dengan Integrasi Nasional Indonesia Berbagai


peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya persatuan dan
kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi negeri yang besar.
Besarnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah mengalami proses
kejayaan yang cukup lama, karena pada waktu itu persatuan cenderung
6
dipaksakan melalui ekspansi perang dengan menundukkan Negara- Negara
tetangga.

Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17


Agustus 1945 yang sebelum proklamasi tersebut telah didasari keinginan
kuat dari seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersatu dengan
mewujudkan satu cita-cita yaitu bertanah air satu tanah air Indonesia,
berbangsa satu bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa melayu sebagai
bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928). Dilihat dari banyak
ragamnya suku, bangsa, ras, bahasa dan corak budayayang ada membuat bangsa
ini menjadi rentan pergesekan, oleh karena itu para pendiri Indonesia telah
menciptakan Pancasila sebagai dasar bernegara. Dilihat d ari bentuknya
Pancasila merupakan pengalaman sejarah masa lalu untuk menuju sebuah
cita-cita yang luhur. Pancasila dilambangkan seekor burung Garuda yang mana
burung tersebut dalam kisah pewayangan melambangkan anak yang berjuang
mencari air suci untuk ibunya, sedangkan pita bertuliskan Bhineka Tunggal
Ika berartikan berbeda tetapi tetap satu. Kemudian tergantung di dada
burung tersebut sebuah perisai yang mana biasanya perisai adalah alat untuk
menahan serangan perang pada jaman dulu, jadi kalau diartikan untuk
menjaga integritas bangsa Indonesia baik itu ancaman dari dalam maupun
dari luar yaitu dengan menggunakan perisai yang didalam nya terkandung lima
sila.

Dalam pidato bahasa Inggris di Washingt n Sukarno telah mendapatkan


apresiasi yang luar biasa dari bangsa Amerika yang mana Sukarno pada
waktu itu mengenalkan ideologi Indonesia yaitu Pancasila. Panca berarti
Lima dan sila berarti landasan atau dasar yang mana dasar pertama Negara
Indonesia ini dalah berdasar Ketuhanan, kedua berdasar Kemanusiaan, ketiga
persatuan , dan keempat adalah demokrasi, serta kelima adalah keadilan
social. Seringkali bangsa kita ini mengalami disintegrasi dan kemudian
bersatu kembali konon kata beberapa tokoh adalah berkat kesaktian
Pancasila. Sampai pemerintah juga menetapkan hari kesaktian pancasila
tanggal 1 Oktober. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya Pancasila hingga
saat ini masih kuat relevansinya bagi sebuah ideology Negara seperti Indonesia
ini. Untuk itu dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas
asional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai
penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD
kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi,
bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan
di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional.

7
B. Semangat Kebangsaan

Berdasarkan definisinya Semangat Kebangsaan Semangat kebangsaan


disebut juga sebagai sikap nasionalisme dan patriotism. Mustari Mohamd (2014:
155) mendefinisikan nasinalisme atau semangat kebangsaan adalah cara berpikir,
bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsanya. Oleh sebab itu sebagai catatan bahwa suatu bangsa dikatakan
maju, jika bangsa dan masyaraktanya telah memiliki tujuan dan cita-cita yang
sama.
Semangat kebangsaan merupakan salah satu nilai karakter dalam
kurikulum 2013. Nasionalisme merupakan suatu paham yang menganggap bahwa
kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara kebangsaan.
Semangat kebangsaan (nasionalisme) yang ada pada diri seseorang tidak datang
dengan sendirinya akan tetapi ada unsur yang mempengaruhinya, unsur tersebut
antara lan:
1. Perasaan nasional
2. Watak nasional
3. Batas nasional yang mempengaruhi emosional dan ekonomis seseorang
4. Bahasa nasional
5. Peralatan nasional/acara/kegiatan berskala nasional
6. Agama

Aplikasi semangat kebangsaan/nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari


merupakan bagian dari cara kita menghargai, mencintai dan membentuk
kebudayaan diri sendiri untuk meningkatkan semangat kebangsaan/nasionalisme.
Berkitan dengan kebudayaan yang dimaksud adalah aplikasi dari suatu
tindakannya. Dalam definisi kebudayaan Siska Yulia (2018: 130) menjelaskan
bahwa Kebudayaan dinyatakkan sebagai keseluruan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Pernytaan tersebut menegaskan bahwa kebudayaan
terbentuk karena adanya kepercayaan dan sikap yang berasal dari suatu tindakan
yang melekat pada diri setiap orang.
Berkitan dengan pembentukan kebudayaan menanamkan sikap semangat
kebangsaan pada masyarakat dapat dilakukan melalui penanaman dan juga
pendidikan nasionalise dikalangan generasi muda adalah salah satu upaya dalam
membentuk pondasai dasar dalam memupuk rasa dan semangat kebangsaan yang
real melalui sikap bangga dan mencintai tanah airnya. Bagaimana indikasi bahwa
kita menjadi nasionalis?, dalam pernytaanya Mustari Mohamd (2014:
160)menyatakan bahwa kita menjad nasionali jika kita dapat menghargai jasa para
tokoh/pahlawan nasional, bersedia menggunakan produk dalam negeri,
menghargai keindahan alam dan budaya Indonesia,

8
hapal lagu-lagu kebangsaan, memilih berwisata dalam negeri, ikut merayakan dan
berpartisipasi dalam hari kemerdekaan dan lain-lan.
Salah satu kegitan rutin dan menjadi budaya Indonesia adalah partisipasi masyrakat
pada saat merayakan hari kemerdekaan RI. Pada dasarnya kebudayaan Indoensia yang telah
terbentuk menjadi sarana untuk mengetahui jati diri kita. Senada dengan pernytaan Siska
Yulia (2018:119) yang menjelaskan bahwa kebudayaan nasional adalah sarana bagi kita
selaku peribadi, anggota masyarakat, sekaligus bagian dari negara Indonesia; untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan “ siapa kita?.
Pertanyaan tersebut mendasari kita dalam menumbuhkan memotivasi diri dalam
menanamkan sikap mencintai dan bangga dengan kebudayaan sendiri. Motivasi menurut
Schunk Dele.H (2012:475) menyatakan bahwa motivasi merupakan sebuah konsep
penjelasan yang membantu kita memahami sikap tertentu. Dari aspek semangat kebangsaan
motivasi ini sangat penting sebagai pendorog diri dalam membudayakan sikap nasionalisme.

9
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Identitas bagi kebanyakan orang adalah selembar kartu nama yang mengukuhkan
keberadaan mereka dengan sebuah nama, profesi dan kedudukan. Secara etimologis, kata
nation berakar dari kata Bahasa Latin natio. Kata natio sendiri memiliki akar kata
nasci, yang dalam penggunaan klasiknya cendrung memiliki makna negatif (peyoratif).
Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Istilah
kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor
biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Sedangkan
bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan
nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter
yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagi
suatu “kesatuan nasional”.

Oleh karena itu, agar suatu bangsa khususnya bangsa Indonesia tetap eksis dalam
menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakan jatidiri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas
budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era
globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme,
muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.

10
DAFTAR PUSTAKA

H. Kaelan dan H Achmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan

untuk Perguruan TinggiI. Yogyakarta: Paradigma

Notonagoro. 1997. Pancasila Secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bumi Aksara.

http://goecities.com/sttintim/jhontitaley.html

http://unsosdem.org.kliping_detail.php/?aid=7329&coid=1&caid-52

google.com

http://price-mienu.blogspot.com/2010/01/identitas-nasional.html

htto://ipdn-artikelratis.blogspot.com/2008/09/keterkaitan-identitas-

nasional-dengan.html

TC.Media, Edisi ke-5, Agustus 2008

Seabass86,7 mei 2009

http://www.hikmahbudhi.or.id/?p=32

http://yanel.wetpaint.com/page/Identitas+Nasional

11
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb., Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt.,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, karena penulis telah diberikan kekuatan dan
kesabaran sehingga dapat menyelesaikan Makalah Identitas Nasional ini. Makalah ini
disusun sedemikian rupa untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, akan besar
manfaatnya bila pembaca berkenan memberi saran dan kritik, yang akan penulis gunakan
untuk memperbaiki pembuatan makalah dimasa yang akan datang. Pada kesempatan ini
penulis sampaikan ucapan terimakasih semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Padangsidimpuan, September 2022

Penulis

12i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................

C. Latar Belakang ............................................................................

D. Rumusan Masalah.......................................................................

E. Tujuan Penulisan ........................................................................

BAB II IDENTITAS NASIONAL.........................................................

A. Identitas.......................................................................................

B. Nasional.......................................................................................

C. Identitas Nasional........................................................................

D. Semangat Kebangsaan.................................................................

BAB III PENUTUP.................................................................................

 Simpulan......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
13
SEMANGAT KEBANGSAAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KWLOMPOK 5
 LIDYA PERMATA SARI
 JULIANTI NASUTION
 NUR KHADIFAH BATUBARA
 MURNI SALMIAH HARAHAP

DOSEN PENGAMPU :
SABRI, M.Pd

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
INSTITUT PENDIDIKAN TAPANULI SELATAN
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2022
14

Anda mungkin juga menyukai