Dosen Pembimbing :
Dr. SYAWALUDDIN, M. Ag
Disusun oleh :
Sumatra Utara
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan banyak nikmat di antaranya nikmat kesehatan
dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak
lupa shalawat berangkaikan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
Shallahu’alihi wasallam.
Terimakasih kami kepada ibu Dr. Syawaluddin M.Ag Selaku Dosen pembimbing Mata kuliah
akhlak thasawuf yang telah memberikan kami kesempatan untuk memaparkan materi ini serta
telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, dan juga kami
ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah ikut berperan dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari banyak terdapat kesalahan oleh karena itu
dengan tangan terbuka sangat mengharapkan untuk memberikan masukan berupa kritik sehat dan
saran kontruktif yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN …………………………………………………….....
D, Metode Penelitian……………………………………………………………….
BAB II
PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………………………………….
D. Mursyid-mursyid di Besilam.......................................................................................................
BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………...........................................
A. Kesimpulan …………………………………………………..................................................
B. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan suluk yang berbasis kegiatan ritual sekarang ini telah berkembang menjadi kegiatan
yang dapat berguna untuk menyusun kehidupan individu, tidak saja dalam bentuk pribadi tetapi
juga dalam bentuk perilaku sosial. Desa Besilam yang dikenal sebagai pusat kegiatan tarekat
Naqsabandiyah memberikan gambaran mengenai kegiatan tarekat dan kaitannya dengan
perkembangan individu yang menjadi pesertanya. Bentuk-bentuk kegiatan dalam suluk turut
membentuk karakter seorang individu, dari proses mengingat penciptaNya hingga pada proses
berinteraksi dalam kehidupan, hal inilah yang pada akhirnya dapat memberikan pandangan
mengenai kegiatan suluk.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi (partisipasi dan
non-partisipasi) tergantung pada kondisi dan situasi di lapangan penelitian, metode wawancara
mendalam juga dipergunakan untuk memperkuat keterangan informan atas penulisan ini. Kepala
Desa sebagai informan pangkal dalam penelitian ini dan juga seorang Khalifah atau pemimpin
tarekat serta mursyid atau guru. Informan kunci adalah peserta yang mengikuti kegiatan suluk
sedangkan informan biasa adalah pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung dengan kegiatan
suluk di daerah tersebut, seperti : masyarakat, tokoh masyarakat dan individu yang mengerti
akan kegiatan suluk di Desa Besilam.
Hasil penelitian ini memberi suatu gambaran mengenai kegiatan suluk beserta dengan
kelengkapan dalam menjalaninya, yang mencakup adab, aturan dan hal lain yang terkait kegiatan
suluk seperti : wudhu, dzikir dan sholat serta sosok individu yang mengikuti suluk dari awal
ketertarikannya terhadap suluk hingga pada hasil yang diperolehnya setelah mengikuti kegiatan
suluk, hal ini dilihat dari sudut pandang antropologi psikologi sehingga hasil yang didapatkan
merupakan hasil olah kerja antara ritual, religi dan psikologi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penegasan istilah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sejarah tarekat yang ada di babussalam.
b. Untuk mengetahui mursyid-mursyid dari babussalam.
c. Untuk mengetahui kegiatan kegiatan tarekat di babussalam.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan
secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Sukmadinata, 2010: 5).
2. Sumber Data.
c. Metode Dokumentasi
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data untuk
memperoleh kesimpulan. Dalam menganalisis data tersebut, penulis
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Yaitu menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada pada saat ini atau saat yang lampau, dari seluruh
data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi (Sukmadinata, 2010: 54).
PEMBAHASAN
Kedatangan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam tidak terlepas dari sejarah kedatangan
pemahaman tarekat di Indonesia, pada dahulunya. Kehadiran tarekat di Indonesia dibawa oleh
individu- individu yang melanjutkan belajar agama Islam di Mekkah, selanjutnya individu-
individu tersebut menyebarluaskan pemahaman mengenai tarekat di wilayah mereka masing-
masing. Dalam konteks Indonesia bahwa tokoh tarekat yang paling berpengaruh dalam proses
perjalanan sejarahnya adalah Ismail Minangkabawi yang berasal dari Sumatera Barat yang
kembali dari Mekkah ke Indonesia pada sekitar tahun 1850.
Bahwa dalam waktu yang berdekatan dengan kedatangan Ismail Minangkabawi, di Sumatera
Utara tepatnya di Kabupaten Langkat pada tahun 1883 telah didirikan pusat kegiatan tarekat oleh
Abdul Wahab Rokan. Pusat kegiatan tarekat tersebut diberi nama Besilam yang berarti sebagai
gerbang kedamaian, dan daerah Besilam merupakan kampung tarekat Naqsabandiyah satu-
satunya yang ada di dunia dimana didalamnya terdapat sekolah, ruangan dzikir, ruangan untuk
menyendiri dan makam pendiritarekat Naqsabandiyah yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan.
Deskripsi mengenai pendiri kegiatan tarekat Naqsabandiyah di Besilam penting untuk dijelaskan
karena dalam praktik suluk penting untuk mengetahui silsilah Tuan Guru yang nantinya dapat
menjelaskan mengenai kegiatan suluk, ajaran suluk hingga pada pilihan untuk melakukan
kegiatan suluk.
Almarhum Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsabandi atau yang lebih dikenal
dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam (Besilam)”, adalah seorang pemimpin tarekat
Naqsabandiyah dan juga sebagai tokoh perjuangan perintis kemerdekaan. Pada tahun 1869,
dalam usia 58 tahun Syekh Abdul Wahab Rokan membangun sebuah kampung di wilayah Kubu
yang diberi nama “Kampung Mesjid”. Kampung yang didirikan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan
ini kemudian dijadikan sebagai basis usaha dalam menyebarluaskan agama Islam ke daerah-
daerah sekitarnya, seperti : Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Labuhan Batu, Dumai, Bengkalis,
Pekanbaru bahkan sampai ke negeri seberang Malaysia.
Dalam perjalanan syiar agama yang dilakukan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan sampailah
di daerah Langkat, kemudian di daerah Langkat ini Syekh Abdul Wahab Rokan diberi beberapa
pilihan lokasi untuk membangun madrasah oleh Sultan Langkat. Beberapa pilihan tersebut tidak
dianggap tidak sesuai oleh Syekh Abdul Wahab Rokan karena kondisinya yang ramai dan sibuk
pada waktu itu. Menurut cerita masyarakat Besilam, kemudian rombongan Syekh Abdul Wahab
Rokan bersama Sultan Langkat menyusuri sungai Batang Seranganmenuju daerah hulu sungai,
dalam perjalanan tersebut rombongan berhenti di sebuah tempat di seberang sungai Besilam.
Syekh Abdul Wahab Rokan kemudian meminta kepada Sultan Musa Al Mua'azzamsyah untuk
dapat menjadikan wilayah tersebut menjadi perkampungan dan Sultan Musa Al Mua'azzamsyah
mengabulkan permintaan tersebut dengan mewakafkan wilayah itu kepada Syekh Abdul Wahab
Rokan.
Dalam suatu pengajaran tarekat selain mempelajari ilmu agama juga penting untuk
mengetahui silsilah “Tuan Guru”, hal ini dimaksudkan agar ilmu agama yang dipelajari
merupakan ilmu agama yang diturunkan secara turun- temurun oleh “Tuang Guru”. Adapun
silsilah tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan sebagaimana ditulis oleh Said (1976:106) adalah :
Masa kegiatan sului di besilam terdiri dari 10 hari, 20 hari dan 40 hari Sekurang- kurangnya
kegiatan suluk dapat dilakukan dalam 3 hari dan 7 hari. Menurut Najamuddin Amin Al Kurdi
dalam “Tanwirul Qulub” yang dikutip oleh Said (1976) Adapun syarat bersuluk terdapat 21
perkara, yaitu :
1. Berniat ikhlas, tidak ria dan sum’ah (kemegahan) lahir dan batin.
2. Meminta izin doa dari Syekh, tidak boleh memasuki rumah suluk tanpa izin dari Syekh
selama ia dalam pengawasan dan pendidikan.
3. Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga (kurang tidur) dan membiasakan lapar, dan
berdzikir, menjelang suluk.
4. Memasuki tempat khalawat dengan melangkahkan kaki kanan, seraya mohon perlindungan
kepada Allah dari godaan setan, dan membaca bismillah dan Surat An-Nas tiga kali.
5. Senantiasa berwudhuk.
6. Jangan cita-citanya untuk memperoleh keramat.
7. Jangan menyandarkan belakang ke dinding.
8. Terus – menerus ruap guru terbayang dimatanya.
9. Berpuasa
10. Diam, kecuali dzikirullah, dan sesuatu yang tekait dengan itu menurut Syara’ karena hal itu
akan menyia-nyiakan khalawat dan melenyapkan cahaya hati.
11. Tetap waspada menghadapi musuh yang empat, yakni setan, dunia, hawa nafsu dan syahwat
dengan menyebutkan sesuatu yang dilihat kepada gurunya.
12. Hendaknya jauh dari gangguan suara-suara.
13. Tetap menjaga shalat Juma’at dan shalat Jama’ah karena tujuan pokok dari khalawat ialah
mengikuti Nabi Muhammad SAW.
14. Jika terpaksa keluar, haruslah menutupi kepala sampai ke leher, dengan memandang ke
tanah.
15. Jangan tidur, kecuali sudah sangat mengantuk dan harus bersuci (berwudhuk). Jangan tidur
karena hendak istirahat, bahkan jika sanggup, jangan meletakkan rusuk ke lantai, dan
tidurlah dalam keadaan duduk.
16. Menjaga pertengahan antara lapar dan kenyang.
17. Jangan membuka pintu kepada orang yang meminta berkat kepadanya, kecuali Syekh.
18. Semua nikmat yang diperolehnya harus dianggapnya berasal dari Syekh, sedang Syekh
beroleh dari Nabi Muhammad SAW.
19. Menafikan getaran dan lintasan dalam hati, baik buruk maupun baik, karena lintasan-
lintasan itu akan memecahkan belah hati dari kesatuan hasil dzikir.
20. Selama dalam suluk, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti
daging, ikan, telur dan sebagainya.
21. Dilarang banyak bercakap-cakap.
D. MURSYID-MURSYID DI BESILAM
Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang menjabat sebagai
pimpinan mursyid. Kedua tuan guru ini memiliki tempat persulukan yang berbeda lokasi di
Babussalam. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena masih satu garis keturunan dari
Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh
Muhammad Daud dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun
1948. Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan Besilam
Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah besar saat ini dipimpin
oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin
Muhammad Daud.
1. I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345
H atau 1880-1926 M
2. Tuan Guru II : Syekh Yahya Afandi Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M
3. Tuan Guru III : Syekh Abdul Manaf Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M
4. Tuan Guru IV : Syekh Abdul Jabbar Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942
M
5. Tuan Guru V : Syekh Muhammad Daud Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M
Universitas Sumatera Utara
6. Tuan Guru VI : Syekh Fakih Tambah Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972
M
7. Tuan Guru VII : Syekh Abdul Mu’im Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981
M
8. Tuan Guru VIII : Syekh Maddayan Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M
9. Tuan Guru IX : Syekh Pakih Sufi Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M
10. Tuan Guru X : Syekh Anas Mudawar Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997
M
11. Tuan Guru XI : Syekh Hasyim Al Syarwani Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M
sampai dengan sekarang
b. Besilam Bawah Tuan Guru
1. I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345
H atau 1880-1926 M
2. Tuan Guru II : Syekh Muhammad Daud Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-
1972 M
3. Tuan Guru III : Syekh H Tajuddin Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang
Universitas Sumatera Utara
Para pengikut tarekat Naqsyabandiyah Syaikh Abdul Wahab Rokan Babussalam berpegang
kepada ajaran Tuan Guru Syaikh Abdul Wahab Rokan yang berasal dari pemikirannya yang
tertuang dalam wasiatnya sebanyak 44 butir.
1. Zikir
Berzikir pada hakikatnya tidak hanya menyebut nama Allah, melainkan juga
menghadirkan-Nya dalam hati. Karena itu berzikir dilakukan haruslah melalui tata cara yang
digariskan oleh sang Syaikh tarekat. Khusus di suluk Babussalam, tata cara itu terdiri dari:
Adapun tata cara berzikir pada tarekat Naqsyabandiyah Babussalam lengkapnya adalah
sebagai berikut:
Duduk dengan air sembahyang di atas tempat yang suci menghadap kiblat dengan duduk
tawaruk sebelah kiri supaya hampir pandang kepada hati sanubari, maka hendaklah dipejamkan kedua
mata dan dihimpunkan segala pengenalan di dalam hati sanubari, dihadapkan ingatan kepada ke
hadirat Allah SWT. Tiada Seumpama-Nya, maka dibaca astaghfir allâh dua puluh lima kali dan
diniatkan tubuh bersih dari pada segala maksiat lahir dan batin, besar dan kecil, kemudian maka
dibaca fatihah satu kali, qul hua allâhu ahad tiga kali, dengan hadir hati itu kehadirat Allah
SWT. dan demikian menghadiahkan pahalanya ke hadirat Syaikh Naqsyabandiyah serta diitikadkan
hadirnya di hadapan kita minta tolong menyampaikan ma’rifat kita ke hadirat Allah SWT.
Setelah itu hendaklah dipertemukan ujung lidah dengan langit-langit dan bibir di atas dengan
bibir bawah, maka kita i’tikadkan diri kita sudah mati dan bahwasannya nafas kita ini ialah akhir
nafas dan dimandikan, dikafankan, disembahyangkan serta ditanamkan ke dalam kubur hingga
sampai hari kiamat dan huru hara di Padang Mahsyar dan dii’tikadkan bahwasanya tiadalah
siapa-siapa yang boleh syafaat akan kita ke hadirat Allah Ta’ala, hanyalah guru kita tempat kita
yang menerima tarekat ini kepada kita yaitu rabitah. Maka kita hadirkan rupa guru itu yaitu
kita seperti kelakuan sewaktu dianya tawajjuh kepada kita maka apabila hadir ia telah nyata,
kita pandang dengan hati sanubari kita itu maka bahwasanya yang demikian itu dinamakan
rabitah yang boleh menolakkan was-was yang datang kiri dan kanan. Kemudian kita hadapakan
ingatan dan pengenalan kita ke hadirat zat Allah yang Maha suci dari pada seumpamanya dan
bandingan dan kita kata di dalam hati sanubari kita itu yaitu munajat tiga kali…Ilâhi Anta
Maqshûdî …tiga kali (hai Tuhanku Engkau jualah maksudku dan keridaan Engkau jualah yang
aku tuntuti). Setelah itu kita katalah dengan hati sanubari itu zikir Allâh, Allâh, Allâh dengan
bercepat-cepat serta diingat akan maknanya yaitu zat Allah Ta’ala serta kita bilang dengan tasbih
apabila sampai seratus kali maka kita kata pula munajat itu kemudian maka kembali pula
berzikir Allâh, Allâh, Allâh itu barang sekuasanya tetapi jangan kurang dari pada lima ribu dalam
sehari semalam. Dan lagi hendaklah kita berzikir itu tetap sekalian anggota, sekali- kali jangan
bergerak-gerak dengan sekira-kira jika ada manusia hampiri kita itu niscaya tiada tahu halnya
berzikir itu maka datang was-was dan bimbang kiri kanan maka hendaklah segera menghadirkan
rupa rabitah. itu dalam hati sanubari dengan sempurna.
2. Rabitah
Rabitah adalah menghadirkan rupa guru pada waktu hendak memulai zikir. Sesudah dalam
keadaan zikir, tentu saja konsentrasi terpusat kepada Allah, dan di saat ingatan tertuju kepada
Allah itu, tentu saja rupa Syaikh atau guru tidak terbayang lagi, apa lagi dalam keadaan fana’ fî
Allâh (hilang kesadaran), tenggelam dalam menyaksikan kebesaran Allah.
Hakikat rabitah pada ahli tarekat ialah bersahabat atau sebanyak mungkin beserta dengan
mursyid (guru) yang pandai-pandai, yang hatinya selalu ingat kepada Allah. Melihat kepada
orang-orang yang demikian atau kasih sayang kepada orang-orang itu, tidaklah dimaksudkan
memperhambakan diri kepadanya atau memperserikatkan dia dengan Allah. Jadi rabitah itu
adalah termasuk sifat kebiasaan manusia yang pasti ada pada dirinya.
Rabitah yang artinya berkait atau bertali, dalam tarekat terbagi tiga : Pertama, rabitah
wajib. Kedua, rabitah sunat. Ketiga, rabitah harus seperti melihat hal-hal baik ketika
seseorang hendak mengikuti yang baik.
Menghadirkan rabitah bagi pengikut tarekat, bertujuan supaya selalu ingat kepada Syaikh
(mursyid). Dengan merasa selalu diawasi dan diperhatikan oleh Syaikh seorang pengikut tarekat
akan merasa malu dan takut kalau melakukan sesuatu yang bersifat pelanggaran dari apa yang
diajarkan Syaikhnya. Bimbingan yang diberikan Syaikh dalam amalan-amalan tarekat bukan
dianggap sebagai suatu campur tangan, melainkan sebagai kawan dalam perjalanannya menuju
ke sisi Tuhan.
Rabitah merupakan pembimbing untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana yang
diungkapkan Kiai Bisri Mustafa sebagai berikut:
Allah Ta’ala Maha mengetahui dan Maha mendengar. Saudara jangan mengira bahwa tawassul
kepada Allah Ta’ala dengan nabi-nabi atau wali-wali itu sama dengan memohon kenaikan tingkat
kepada pihak atasan dengan perantaraan kepala kantor saudara. Pengertian tawassul yang
demikian itu tidak benar. Sebab berarti mengalihkan pandangan terhadap yang dituju (pihak atasan),
beralih kepada pihak perantara sehingga disamping mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan
pihak atasan, saudara juga percaya kepada kekuasaan pihak perantara. Tawassul kepada Allah
Ta’ala tidak demikian halnya.
Kalau saudara ingin contoh tawassul kepada Allah Ta’ala dengan nabi-nabi atau wali-wali,
coba saja perhatikan misal di bawah ini. Ada seorang majikan yang kaya raya dan memiliki
perusahaan besar. Dia mempunyai beberapa orang pembantu yang paling dipercaya dalam
mengendalikan perusahaannya. Saya ingin diterima menjadi pekerja dalam perusahaannya.
Kebetulan saya kenal dengan salah seorang pembantu majikan tersebut untuk keperluan lamaran
perkerjaan, saya diantar oleh pembantu majikan yang saya kenal tadi. Kepada majikan itu saya
sampaikan maksud saya yaitu mohon diterima menjadi pegawai dalam perusahaannya, dan
kenalan saya tersebut saya harapkan dapat membantu saya agar lamaran saya mendapat
perhatian cukup dari sang majiakan. Coba pikirkan!
Kepada siapa sebenarnya saya mengajukan lamaran saya?. Kemudian apakah sia-sia saja saya
diantar oleh teman saya tersebut sewaktu saya menghadap sang majikan?
PENUTUP
KESIMPULAN
Ajaran tarekat adalah salah satu pokok ajaran yamg ada dalam tasawuf. Ilmu tarekat sama
sekali tidak dapat dipisahkan dengan ilmu tasawuf dan tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan
orang-orang sufi. Orang sufi adalah orang yang menerapkan ajaran tasawuf. Dan tarekat itu
sendiri adalah tingkatan ajaran pokok dari tasawuf itu. Para tokoh sufi dalam tarekat,
merumuskan bagaimana sistematika, jalan, cara, dan tingkat –tingkat jalan yang harus dilalui
oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat bertaqarrub, mendekatkan diri
kehadirat Allah SWT.
Kedatangan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam tidak terlepas dari sejarah kedatangan
pemahaman tarekat di Indonesia, pada dahulunya. Kehadiran tarekat di Indonesia dibawa oleh
individu- individu yang melanjutkan belajar agama Islam di Mekkah, selanjutnya individu-
individu tersebut menyebarluaskan pemahaman mengenai tarekat di wilayah mereka masing-
masing. Dalam konteks Indonesia bahwa tokoh tarekat yang paling berpengaruh dalam proses
perjalanan sejarahnya adalah Ismail Minangkabawi yang berasal dari Sumatera Barat yang
kembali dari Mekkah ke Indonesia pada sekitar tahun 1850
DAFTAR PUSTAKA
Amar, Imron Abu. Di Sekitar Masalah Tarekat Naqsyabandiyah. Kudus: Penerbit Menara, 1980.
Rokan, Yahya ibn Abdul Wahab. Adab Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam.Tidak dipublikasikan
Said, Ahmad Fuad. 1976. Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam. Medan:
Pustaka Babussalam.