Anda di halaman 1dari 17

MINI RISET

“SEJARAH TAREKAT BESILAM


(BABUSSALAM)”

Dosen Pembimbing :

Dr. SYAWALUDDIN, M. Ag

Disusun oleh :

Intan Suci Melani (0103202037)

Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam

Fakultas Dakwah & Komunikasi

Universitas Islam Negeri

Sumatra Utara

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan banyak nikmat di antaranya nikmat kesehatan
dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak
lupa shalawat berangkaikan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
Shallahu’alihi wasallam.

Terimakasih kami kepada ibu Dr. Syawaluddin M.Ag Selaku Dosen pembimbing Mata kuliah
akhlak thasawuf yang telah memberikan kami kesempatan untuk memaparkan materi ini serta
telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, dan juga kami
ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah ikut berperan dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari banyak terdapat kesalahan oleh karena itu
dengan tangan terbuka sangat mengharapkan untuk memberikan masukan berupa kritik sehat dan
saran kontruktif yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

MEDAN, 17 JULI 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….....

BAB I

PENDAHULUAN …………………………………………………….....

A. Latar Belakang ………………………………………………………….......

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………...

C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………..................

D, Metode Penelitian……………………………………………………………….

BAB II

PEMBAHASAN
…………………………………………………………………………………………………….

A. Seharah Tarekat Naqsabandy di Besilam…………………..…………………………………..

B. Silsilah Tarekat Syekh Abdul Wahhab Rokan…………………...............................................

C. Kegiatan-Kegiatan dalam suluk…………………………...........................................................

D. Mursyid-mursyid di Besilam.......................................................................................................

E. Ajaran Syekh Abdul Wahhab Rokan…………………………………………………………

BAB III

PENUTUP ……………………………………………………………...........................................

A. Kesimpulan …………………………………………………..................................................

B. Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan suluk yang berbasis kegiatan ritual sekarang ini telah berkembang menjadi kegiatan
yang dapat berguna untuk menyusun kehidupan individu, tidak saja dalam bentuk pribadi tetapi
juga dalam bentuk perilaku sosial. Desa Besilam yang dikenal sebagai pusat kegiatan tarekat
Naqsabandiyah memberikan gambaran mengenai kegiatan tarekat dan kaitannya dengan
perkembangan individu yang menjadi pesertanya. Bentuk-bentuk kegiatan dalam suluk turut
membentuk karakter seorang individu, dari proses mengingat penciptaNya hingga pada proses
berinteraksi dalam kehidupan, hal inilah yang pada akhirnya dapat memberikan pandangan
mengenai kegiatan suluk.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi (partisipasi dan
non-partisipasi) tergantung pada kondisi dan situasi di lapangan penelitian, metode wawancara
mendalam juga dipergunakan untuk memperkuat keterangan informan atas penulisan ini. Kepala
Desa sebagai informan pangkal dalam penelitian ini dan juga seorang Khalifah atau pemimpin
tarekat serta mursyid atau guru. Informan kunci adalah peserta yang mengikuti kegiatan suluk
sedangkan informan biasa adalah pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung dengan kegiatan
suluk di daerah tersebut, seperti : masyarakat, tokoh masyarakat dan individu yang mengerti
akan kegiatan suluk di Desa Besilam.

Hasil penelitian ini memberi suatu gambaran mengenai kegiatan suluk beserta dengan
kelengkapan dalam menjalaninya, yang mencakup adab, aturan dan hal lain yang terkait kegiatan
suluk seperti : wudhu, dzikir dan sholat serta sosok individu yang mengikuti suluk dari awal
ketertarikannya terhadap suluk hingga pada hasil yang diperolehnya setelah mengikuti kegiatan
suluk, hal ini dilihat dari sudut pandang antropologi psikologi sehingga hasil yang didapatkan
merupakan hasil olah kerja antara ritual, religi dan psikologi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penegasan istilah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sejarah dari tarekat naqsabandiyah?


2. Bagai manakah sejarah dari tarekat yang ada di babussalam ?
3. Bagai manakah bentuk dari tarekat nya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui sejarah tarekat yang ada di babussalam.
b. Untuk mengetahui mursyid-mursyid dari babussalam.
c. Untuk mengetahui kegiatan kegiatan tarekat di babussalam.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis

Untuk menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan kongkrit tentang


tarekat di babussalam.

b. Manfaat Praktis

Sebagai tambahan informasi bagi para mahasiswa dalam lebih dalam


untuk mengetahui seberapa penting tarekat dan suluk.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan
secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Sukmadinata, 2010: 5).

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian


dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field
research), adapun pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan
kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Moleong, 2007: 4).

2. Sumber Data.

Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal. Sumber data adalah


subjek dari mana data dapat diperoleh. Dengan adanya sumber data, maka data
yang diperlukan dalam penelitian ini akan mudah diperoleh. Adapun yang
menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah ketua takmir masjid, imam
rawatib, sebagian jamaah masjid, anggota takmir masjid dan semua pihak yang
terkait dengan pelaksanaan pembinaan umat.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam rangka untuk memperoleh data, penulis menggunakan metode


pengumpulan data sebagai berikut:

a. Metode Wawancara (interview)

Metode wawancara (interview) adalah bentuk komunikasi antara dua


orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan berdasarkan
tujuan tertentu (Mulyana, 2008: 180).

Dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara bebas terpimpin,


yaitu dengan cara memberikan pertanyaan- pertanyaan menurut keinginan
penulis, tetapi masih berpedoman pada ketentuan-ketentuan atau garis-
garis yang menjadi pengontrol relevan tidaknya misi wawancara.

Wawancara ini ditujukan kepadaketua takmir masjid, seksi dakwah dan


pendidikan, imam rawatib, penjaga masjid, dan sebagian jamaah masjid
untuk mendapatkan data sejarah berdirinya masjid, materi pengajian,
kondisi ketakmiran, dan jadwal majlis taklim.

b. Metode Observasi (Pengamatan)

Metode observasi (pengamatan) adalah pengamatan yang memungkinkan


peneliti mencatat semua peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh
dari data (Moleong, 2007: 174).Teknik observasi yang penulis gunakan
adalah metode observasi langsung, artinya penulis terjun langsung dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan di masjid Al-Huda Weleri,
Kendal untuk mendapatkan data, data yang diperoleh dari metode ini
adalah letak dan keadaan geografis, sarana dan prasarana serta peran
masjid dalam pembinaan umat sebagai upaya pendidikan Islam nonformal.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah catatan pengumpulan data untuk memperoleh


kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di sekitar
subjek penelitian (Moleong, 2007: 217). Metode ini digunakan untuk
memperoleh data-data yang tidak bisa diungkap oleh metode yang lainnya.
Dalam pelaksanaannya penulis melihat arsip-arsip dan catatan-catatan
yang diperlukan, di antaranya tentang: inventaris masjid, struktur
organisasi masjid, dan jadwal kegiatan masjid.

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data untuk
memperoleh kesimpulan. Dalam menganalisis data tersebut, penulis
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Yaitu menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada pada saat ini atau saat yang lampau, dari seluruh
data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi (Sukmadinata, 2010: 54).

Dalam teknik analisis deskriptif kualitatif, penulis menggunakan metode induktif.


Metode induktif yaitu suatu cara berfikir yang berangkat dari fakta-fakta atau
peristiwa-peristiwa khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum
(Sutama, 2010: 152).
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH TAREKAT NAQSHABANDY DI BESILAM

Kedatangan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam tidak terlepas dari sejarah kedatangan
pemahaman tarekat di Indonesia, pada dahulunya. Kehadiran tarekat di Indonesia dibawa oleh
individu- individu yang melanjutkan belajar agama Islam di Mekkah, selanjutnya individu-
individu tersebut menyebarluaskan pemahaman mengenai tarekat di wilayah mereka masing-
masing. Dalam konteks Indonesia bahwa tokoh tarekat yang paling berpengaruh dalam proses
perjalanan sejarahnya adalah Ismail Minangkabawi yang berasal dari Sumatera Barat yang
kembali dari Mekkah ke Indonesia pada sekitar tahun 1850.

Bahwa dalam waktu yang berdekatan dengan kedatangan Ismail Minangkabawi, di Sumatera
Utara tepatnya di Kabupaten Langkat pada tahun 1883 telah didirikan pusat kegiatan tarekat oleh
Abdul Wahab Rokan. Pusat kegiatan tarekat tersebut diberi nama Besilam yang berarti sebagai
gerbang kedamaian, dan daerah Besilam merupakan kampung tarekat Naqsabandiyah satu-
satunya yang ada di dunia dimana didalamnya terdapat sekolah, ruangan dzikir, ruangan untuk
menyendiri dan makam pendiritarekat Naqsabandiyah yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan.
Deskripsi mengenai pendiri kegiatan tarekat Naqsabandiyah di Besilam penting untuk dijelaskan
karena dalam praktik suluk penting untuk mengetahui silsilah Tuan Guru yang nantinya dapat
menjelaskan mengenai kegiatan suluk, ajaran suluk hingga pada pilihan untuk melakukan
kegiatan suluk.

Almarhum Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsabandi atau yang lebih dikenal
dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam (Besilam)”, adalah seorang pemimpin tarekat
Naqsabandiyah dan juga sebagai tokoh perjuangan perintis kemerdekaan. Pada tahun 1869,
dalam usia 58 tahun Syekh Abdul Wahab Rokan membangun sebuah kampung di wilayah Kubu
yang diberi nama “Kampung Mesjid”. Kampung yang didirikan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan
ini kemudian dijadikan sebagai basis usaha dalam menyebarluaskan agama Islam ke daerah-
daerah sekitarnya, seperti : Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Labuhan Batu, Dumai, Bengkalis,
Pekanbaru bahkan sampai ke negeri seberang Malaysia.

Dalam perjalanan syiar agama yang dilakukan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan sampailah
di daerah Langkat, kemudian di daerah Langkat ini Syekh Abdul Wahab Rokan diberi beberapa
pilihan lokasi untuk membangun madrasah oleh Sultan Langkat. Beberapa pilihan tersebut tidak
dianggap tidak sesuai oleh Syekh Abdul Wahab Rokan karena kondisinya yang ramai dan sibuk
pada waktu itu. Menurut cerita masyarakat Besilam, kemudian rombongan Syekh Abdul Wahab
Rokan bersama Sultan Langkat menyusuri sungai Batang Seranganmenuju daerah hulu sungai,
dalam perjalanan tersebut rombongan berhenti di sebuah tempat di seberang sungai Besilam.
Syekh Abdul Wahab Rokan kemudian meminta kepada Sultan Musa Al Mua'azzamsyah untuk
dapat menjadikan wilayah tersebut menjadi perkampungan dan Sultan Musa Al Mua'azzamsyah
mengabulkan permintaan tersebut dengan mewakafkan wilayah itu kepada Syekh Abdul Wahab
Rokan.

B. SILSILAH TAREKAT SYEKH ABDUL WAHHAB ROKAN

Dalam suatu pengajaran tarekat selain mempelajari ilmu agama juga penting untuk
mengetahui silsilah “Tuan Guru”, hal ini dimaksudkan agar ilmu agama yang dipelajari
merupakan ilmu agama yang diturunkan secara turun- temurun oleh “Tuang Guru”. Adapun
silsilah tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan sebagaimana ditulis oleh Said (1976:106) adalah :

1. Nabi Muhammad S.A.W


2. Abu Bakar Shiddiq
3. Salman Al-Farisi
4. Qasim Bin Muhammadi
5. Imam Ja'far As-Shadiq
6. Abu Yazid Al-Busthami
7. Abu Hasan Ali bin Ja'far
8. Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Al-Thusi Al-Farmadi
9. Abu Ya'kub Al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin
10. Abdul Khaloq Al-Fadjuani bin Al-Imam Abdul Jamil
11. Arif Al-Riyukuri
12. Mahmud Al-Anjiru Al-Faghnawi
13. Ali Al-Ramituni/Syekh Azizan
14. Muhammad Babussamasi
15. Amir Kulal bin Sayid Hamzah
16. Bahauddin Naqsabandi
17. Muhammad Bukhari
18. Ya'kub Yarkhi Hishari
19. Abdullah SamarkhandiMuhammad Zahid
20. Muhammad Darwis
21. Khawajiki
22. Muhammad Baqi
23. Ahmad Faruqi
24. Muhammad Mas'shum
25. Abdullah Hindi
26. Dhiyaul Haq
27. Ismail Jawi Minangkabaui
28. Abdullah Affandi
29. Syekh Sulaiman
30. Sulaiman Zuhdi
31. Abdullah Wahab Jawirokan Al-Khalidi Naqsabandy

C. KEGIATAN- KEGIATAN DALAM SULUK

Masa kegiatan sului di besilam terdiri dari 10 hari, 20 hari dan 40 hari Sekurang- kurangnya
kegiatan suluk dapat dilakukan dalam 3 hari dan 7 hari. Menurut Najamuddin Amin Al Kurdi
dalam “Tanwirul Qulub” yang dikutip oleh Said (1976) Adapun syarat bersuluk terdapat 21
perkara, yaitu :

1. Berniat ikhlas, tidak ria dan sum’ah (kemegahan) lahir dan batin.
2. Meminta izin doa dari Syekh, tidak boleh memasuki rumah suluk tanpa izin dari Syekh
selama ia dalam pengawasan dan pendidikan.
3. Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga (kurang tidur) dan membiasakan lapar, dan
berdzikir, menjelang suluk.
4. Memasuki tempat khalawat dengan melangkahkan kaki kanan, seraya mohon perlindungan
kepada Allah dari godaan setan, dan membaca bismillah dan Surat An-Nas tiga kali.
5. Senantiasa berwudhuk.
6. Jangan cita-citanya untuk memperoleh keramat.
7. Jangan menyandarkan belakang ke dinding.
8. Terus – menerus ruap guru terbayang dimatanya.
9. Berpuasa
10. Diam, kecuali dzikirullah, dan sesuatu yang tekait dengan itu menurut Syara’ karena hal itu
akan menyia-nyiakan khalawat dan melenyapkan cahaya hati.
11. Tetap waspada menghadapi musuh yang empat, yakni setan, dunia, hawa nafsu dan syahwat
dengan menyebutkan sesuatu yang dilihat kepada gurunya.
12. Hendaknya jauh dari gangguan suara-suara.
13. Tetap menjaga shalat Juma’at dan shalat Jama’ah karena tujuan pokok dari khalawat ialah
mengikuti Nabi Muhammad SAW.
14. Jika terpaksa keluar, haruslah menutupi kepala sampai ke leher, dengan memandang ke
tanah.
15. Jangan tidur, kecuali sudah sangat mengantuk dan harus bersuci (berwudhuk). Jangan tidur
karena hendak istirahat, bahkan jika sanggup, jangan meletakkan rusuk ke lantai, dan
tidurlah dalam keadaan duduk.
16. Menjaga pertengahan antara lapar dan kenyang.
17. Jangan membuka pintu kepada orang yang meminta berkat kepadanya, kecuali Syekh.
18. Semua nikmat yang diperolehnya harus dianggapnya berasal dari Syekh, sedang Syekh
beroleh dari Nabi Muhammad SAW.
19. Menafikan getaran dan lintasan dalam hati, baik buruk maupun baik, karena lintasan-
lintasan itu akan memecahkan belah hati dari kesatuan hasil dzikir.
20. Selama dalam suluk, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti
daging, ikan, telur dan sebagainya.
21. Dilarang banyak bercakap-cakap.

D. MURSYID-MURSYID DI BESILAM

Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang menjabat sebagai
pimpinan mursyid. Kedua tuan guru ini memiliki tempat persulukan yang berbeda lokasi di
Babussalam. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena masih satu garis keturunan dari
Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh
Muhammad Daud dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun
1948. Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan Besilam
Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah besar saat ini dipimpin
oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin
Muhammad Daud.

a. Besilam Atas Tuan Guru

1. I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345
H atau 1880-1926 M
2. Tuan Guru II : Syekh Yahya Afandi Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M
3. Tuan Guru III : Syekh Abdul Manaf Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M
4. Tuan Guru IV : Syekh Abdul Jabbar Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942
M
5. Tuan Guru V : Syekh Muhammad Daud Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M
Universitas Sumatera Utara
6. Tuan Guru VI : Syekh Fakih Tambah Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972
M
7. Tuan Guru VII : Syekh Abdul Mu’im Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981
M
8. Tuan Guru VIII : Syekh Maddayan Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M
9. Tuan Guru IX : Syekh Pakih Sufi Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M
10. Tuan Guru X : Syekh Anas Mudawar Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997
M
11. Tuan Guru XI : Syekh Hasyim Al Syarwani Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M
sampai dengan sekarang
b. Besilam Bawah Tuan Guru

1. I : Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345
H atau 1880-1926 M
2. Tuan Guru II : Syekh Muhammad Daud Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-
1972 M
3. Tuan Guru III : Syekh H Tajuddin Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang
Universitas Sumatera Utara

E. AJARAN SYEKH ABDUL WAHHAB ROKAN

Para pengikut tarekat Naqsyabandiyah Syaikh Abdul Wahab Rokan Babussalam berpegang
kepada ajaran Tuan Guru Syaikh Abdul Wahab Rokan yang berasal dari pemikirannya yang
tertuang dalam wasiatnya sebanyak 44 butir.

1. Zikir

Berzikir pada hakikatnya tidak hanya menyebut nama Allah, melainkan juga
menghadirkan-Nya dalam hati. Karena itu berzikir dilakukan haruslah melalui tata cara yang
digariskan oleh sang Syaikh tarekat. Khusus di suluk Babussalam, tata cara itu terdiri dari:

1. Menghimpun segala pengenalan dalam hati.


2. Menghadapkan diri ke hadirat Allah SWT.
3. Membaca istighfar sekurang-kurangnya tiga kali.
4. Menghadirkan roh Syaikh tarekat Naqsyabandiyah.
5. Menghadiahkan pahalanya kepada Syaikh tarekat Naqsyabandiyah.
6. Memandang Rabitah.
7. Mematikan diri sebelum mati.
8. Munajat dengan menyebut Ilâhi Anta Maqsûdî wa Ridhâka Mathlûbî.23

Adapun tata cara berzikir pada tarekat Naqsyabandiyah Babussalam lengkapnya adalah
sebagai berikut:

Duduk dengan air sembahyang di atas tempat yang suci menghadap kiblat dengan duduk
tawaruk sebelah kiri supaya hampir pandang kepada hati sanubari, maka hendaklah dipejamkan kedua
mata dan dihimpunkan segala pengenalan di dalam hati sanubari, dihadapkan ingatan kepada ke
hadirat Allah SWT. Tiada Seumpama-Nya, maka dibaca astaghfir allâh dua puluh lima kali dan
diniatkan tubuh bersih dari pada segala maksiat lahir dan batin, besar dan kecil, kemudian maka
dibaca fatihah satu kali, qul hua allâhu ahad tiga kali, dengan hadir hati itu kehadirat Allah
SWT. dan demikian menghadiahkan pahalanya ke hadirat Syaikh Naqsyabandiyah serta diitikadkan
hadirnya di hadapan kita minta tolong menyampaikan ma’rifat kita ke hadirat Allah SWT.
Setelah itu hendaklah dipertemukan ujung lidah dengan langit-langit dan bibir di atas dengan
bibir bawah, maka kita i’tikadkan diri kita sudah mati dan bahwasannya nafas kita ini ialah akhir
nafas dan dimandikan, dikafankan, disembahyangkan serta ditanamkan ke dalam kubur hingga
sampai hari kiamat dan huru hara di Padang Mahsyar dan dii’tikadkan bahwasanya tiadalah
siapa-siapa yang boleh syafaat akan kita ke hadirat Allah Ta’ala, hanyalah guru kita tempat kita
yang menerima tarekat ini kepada kita yaitu rabitah. Maka kita hadirkan rupa guru itu yaitu
kita seperti kelakuan sewaktu dianya tawajjuh kepada kita maka apabila hadir ia telah nyata,
kita pandang dengan hati sanubari kita itu maka bahwasanya yang demikian itu dinamakan
rabitah yang boleh menolakkan was-was yang datang kiri dan kanan. Kemudian kita hadapakan
ingatan dan pengenalan kita ke hadirat zat Allah yang Maha suci dari pada seumpamanya dan
bandingan dan kita kata di dalam hati sanubari kita itu yaitu munajat tiga kali…Ilâhi Anta
Maqshûdî …tiga kali (hai Tuhanku Engkau jualah maksudku dan keridaan Engkau jualah yang
aku tuntuti). Setelah itu kita katalah dengan hati sanubari itu zikir Allâh, Allâh, Allâh dengan
bercepat-cepat serta diingat akan maknanya yaitu zat Allah Ta’ala serta kita bilang dengan tasbih
apabila sampai seratus kali maka kita kata pula munajat itu kemudian maka kembali pula
berzikir Allâh, Allâh, Allâh itu barang sekuasanya tetapi jangan kurang dari pada lima ribu dalam
sehari semalam. Dan lagi hendaklah kita berzikir itu tetap sekalian anggota, sekali- kali jangan
bergerak-gerak dengan sekira-kira jika ada manusia hampiri kita itu niscaya tiada tahu halnya
berzikir itu maka datang was-was dan bimbang kiri kanan maka hendaklah segera menghadirkan
rupa rabitah. itu dalam hati sanubari dengan sempurna.

2. Rabitah

Rabitah adalah menghadirkan rupa guru pada waktu hendak memulai zikir. Sesudah dalam
keadaan zikir, tentu saja konsentrasi terpusat kepada Allah, dan di saat ingatan tertuju kepada
Allah itu, tentu saja rupa Syaikh atau guru tidak terbayang lagi, apa lagi dalam keadaan fana’ fî
Allâh (hilang kesadaran), tenggelam dalam menyaksikan kebesaran Allah.

Hakikat rabitah pada ahli tarekat ialah bersahabat atau sebanyak mungkin beserta dengan
mursyid (guru) yang pandai-pandai, yang hatinya selalu ingat kepada Allah. Melihat kepada
orang-orang yang demikian atau kasih sayang kepada orang-orang itu, tidaklah dimaksudkan
memperhambakan diri kepadanya atau memperserikatkan dia dengan Allah. Jadi rabitah itu
adalah termasuk sifat kebiasaan manusia yang pasti ada pada dirinya.

Rabitah yang artinya berkait atau bertali, dalam tarekat terbagi tiga : Pertama, rabitah
wajib. Kedua, rabitah sunat. Ketiga, rabitah harus seperti melihat hal-hal baik ketika
seseorang hendak mengikuti yang baik.

Menghadirkan rabitah bagi pengikut tarekat, bertujuan supaya selalu ingat kepada Syaikh
(mursyid). Dengan merasa selalu diawasi dan diperhatikan oleh Syaikh seorang pengikut tarekat
akan merasa malu dan takut kalau melakukan sesuatu yang bersifat pelanggaran dari apa yang
diajarkan Syaikhnya. Bimbingan yang diberikan Syaikh dalam amalan-amalan tarekat bukan
dianggap sebagai suatu campur tangan, melainkan sebagai kawan dalam perjalanannya menuju
ke sisi Tuhan.

Rabitah merupakan pembimbing untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana yang
diungkapkan Kiai Bisri Mustafa sebagai berikut:

Allah Ta’ala Maha mengetahui dan Maha mendengar. Saudara jangan mengira bahwa tawassul
kepada Allah Ta’ala dengan nabi-nabi atau wali-wali itu sama dengan memohon kenaikan tingkat
kepada pihak atasan dengan perantaraan kepala kantor saudara. Pengertian tawassul yang
demikian itu tidak benar. Sebab berarti mengalihkan pandangan terhadap yang dituju (pihak atasan),
beralih kepada pihak perantara sehingga disamping mempunyai kepercayaan terhadap kekuasaan
pihak atasan, saudara juga percaya kepada kekuasaan pihak perantara. Tawassul kepada Allah
Ta’ala tidak demikian halnya.

Kalau saudara ingin contoh tawassul kepada Allah Ta’ala dengan nabi-nabi atau wali-wali,
coba saja perhatikan misal di bawah ini. Ada seorang majikan yang kaya raya dan memiliki
perusahaan besar. Dia mempunyai beberapa orang pembantu yang paling dipercaya dalam
mengendalikan perusahaannya. Saya ingin diterima menjadi pekerja dalam perusahaannya.
Kebetulan saya kenal dengan salah seorang pembantu majikan tersebut untuk keperluan lamaran
perkerjaan, saya diantar oleh pembantu majikan yang saya kenal tadi. Kepada majikan itu saya
sampaikan maksud saya yaitu mohon diterima menjadi pegawai dalam perusahaannya, dan
kenalan saya tersebut saya harapkan dapat membantu saya agar lamaran saya mendapat
perhatian cukup dari sang majiakan. Coba pikirkan!

Kepada siapa sebenarnya saya mengajukan lamaran saya?. Kemudian apakah sia-sia saja saya
diantar oleh teman saya tersebut sewaktu saya menghadap sang majikan?

Dalam suluk Babussalam cara melaksanakan Rabitah adalah sebagai berikut:

1. Menghadirkannya di depan mata dengan sempurna.


2. Membayangkannya di kiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada rohaniahnya sampai
terjadi sesuatu yang gaib. Apabila rohaniah mursyid yang dijadikan rabitah itu lenyap,
maka murid tidak dapat menghadapi peristiwa yang terjadi. Tetapi jika peristiwa itu lenyap
maka murid harus berhubungan kembali dengan rohaniah guru, sampai peristiwa yang
dialami tadi atau peristiwa yang sama dengan itu muncul kembali. Demikianlah dilakukan
murid berulangkali, sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa gaib tanda kebesaran Allah.
Rabitah menghubungkannya dengan Allah dan murid diasuh dan dibimbingnya terus menerus,
meskipun jarak mereka jauh, seorangdi barat dan seorang di timur.

Menghayalkan rupa guru di tengah-tengah dahi. Memandang rabitah di tengah-tengah dahi


itu, menurut kalangan tarekat lebih kuat dapat menolak getaran dan lintasan dalam hati
yang melalaikan ingat kepada Allah.

3. Menghadirkan rupa guru di tengah-tengah hati.


4. Mengkhayalkan rupa guru di kening kemudian menurunkannya ketengah hati. Meng-
hadirkan rupa Syaikh dalam bentuk keempat ini, agak sukar melakukannya, tetapi lebih
berkesan dari cara-cara sebelumnya.
5. Menafikan dirinya dan menetapkan keberadaan guru. Cara ini lebih kuat untuk menangkis aneka
ragam ujian dan gangguan-gangguan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ajaran tarekat adalah salah satu pokok ajaran yamg ada dalam tasawuf. Ilmu tarekat sama
sekali tidak dapat dipisahkan dengan ilmu tasawuf dan tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan
orang-orang sufi. Orang sufi adalah orang yang menerapkan ajaran tasawuf. Dan tarekat itu
sendiri adalah tingkatan ajaran pokok dari tasawuf itu. Para tokoh sufi dalam tarekat,
merumuskan bagaimana sistematika, jalan, cara, dan tingkat –tingkat jalan yang harus dilalui
oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat bertaqarrub, mendekatkan diri
kehadirat Allah SWT.

Kedatangan tarekat Naqsabandiyah di Desa Besilam tidak terlepas dari sejarah kedatangan
pemahaman tarekat di Indonesia, pada dahulunya. Kehadiran tarekat di Indonesia dibawa oleh
individu- individu yang melanjutkan belajar agama Islam di Mekkah, selanjutnya individu-
individu tersebut menyebarluaskan pemahaman mengenai tarekat di wilayah mereka masing-
masing. Dalam konteks Indonesia bahwa tokoh tarekat yang paling berpengaruh dalam proses
perjalanan sejarahnya adalah Ismail Minangkabawi yang berasal dari Sumatera Barat yang
kembali dari Mekkah ke Indonesia pada sekitar tahun 1850

DAFTAR PUSTAKA

Amar, Imron Abu. Di Sekitar Masalah Tarekat Naqsyabandiyah. Kudus: Penerbit Menara, 1980.

Rokan, Yahya ibn Abdul Wahab. Adab Tarekat Naqsyabandiyah Babussalam.Tidak dipublikasikan

Said, Ahmad Fuad. 1976. Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam. Medan:
Pustaka Babussalam.

Suherman, 2011. Perubahan Tradisi Suluk Tarekat Naqsabandiyah Al Kholidiyah Jalaliyah


Bandar Tinggi. Tesis Program Studi Antropologi Sosial Program Pascasarjana Antropologi
Universitas Negeri Medan (tidak diterbitkan)

Mulyati, S. (Ed.). 2006b. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah: Tarekat Temuan Tokoh


Indonesia Asli. Dalam Mengenal & memahami Tarekat- tarekat Muktabarah di Indonesia (pp.
253- 290). Jakarta: Kencana & Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai