Dosen Pengajar :
Disusun oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun tugas Makalah tentang Pengamalan
Agama Yang Asketik Dan Kritiknya dengan baik dan tepat waktu.
Kami berusaha mencoba menyusun makalah ini sedemikian rupa dengan harapan
dapat membantu pembaca dalam memahami pelajaran Pendidikan Agama Islam yang
berjudul “Pengamalan Agama Yang Asketik Dan Kritiknya”. Di samping itu kami berharap
bahwa makalah ini dapat dijadikan bekal pengetahuan.
Kami sadar bahwa dalam pembuatan Makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena
itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan
makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Islam. Kepada pihak yang sudah menolong turut dalam penyusunan makalah ini. Atas
waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
5.2 Sikap Pengamalan Asketik atau Zuhud Yang Benar Dalam Islam
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tidaklah logis asketisme islam identik dengan faqir atapun ju’i ataupun menjauhkan
diri dari kebersamaan bahkan hidup di sebuah tempat yang menyembunyikan dirinya. Ajakan
asketisme islam diimplementasikan dalam sikap zuhud tidak terpatron pada semua insan
muslim yang ingin mengabdikannya dalam kehidupan tetapi mencari jalan tengah
mengadopsi sebagian tindakan zuhud dengan mengkolaborasi dengan ajakan-ajakan
manifestasi dunia dalam merubah paradigma dari konsumtif ke kontributif terhadap
mobilisasi sosial.
Istlah yang tepat mengenai asketisme dalam islam yaitu dikenal dengan kata zuhud.
Sedangkan istilah yang lama tabaattul (pemutusan dengan hal-hal duniawi). Ataupun istilah
klasik mengenai asketik yaitu dikenal dengan shalihat (kesalehan). Asketisme lebih dikenal
dalam islam sebagai zuhud sedangkan aecetic practies dikenal dengan riyadhah (kerelaan).
Kata-kata diatas merupakan elemen-elemen yang dapat disandarkan pada sikap asketisme
dalam islam. Namun dalam pelajaran sejarah islam kata zuhud lebih mansyur disebutkan
terutama diskursus kehidupan tokoh-tokoh sufi. Orang yang lebih dekat dengan zuhud yaitu
orang yang mengabaikan mudahinat (prestise)
Essensi asketisme klasik memperkenalkan zuhud itu adalah zuhud qalbi yakni zuhud
meninggalkan kreatifitas tangan atau anggota tubuh. Maka zuhud tersebut lebih
meningkatkan pencapaian takalli qalbi (menghiasi hati) ketimbang mubasyarah (interaksi
social) bahkan zuhud semacam ini lebih bersifat khalwul yad (kosong tangan).
Asketisme mengajak orang untuk berdiri di atas kaki sendiri baik dengan cara
memobilisasi, kepekaan, perasaan dan sewaktu-waktu dapat menjadi korban dari putusan
yang diambilnya dalam kehidupan. Karena itu asketisme sebagai potensi transformatif
terhadap the monastic empowerment of the self (pemberdayaan kekuatan monastic (teologi
pada diri). Karena asketisme metode pelatihan diri untuk tujuan transendental. Asketisme
rasional yang berlawanan dengan planless world flight (menerbangkan dunia tanpa rencana)
ataupun mendambakan asketisme yang sensual (gefuhlsaskese). Asketisme merupakan a
rational method of living (cara hidup rasional).
Asketisme dalam agama
Mendisiplinkan diri sendiri dan berpantang dalam bentuk dan pada taraf tertentu
adalah bagian dari praktik keagamaan dalam banyak agama dan tradisi kerohanian.
Gaya hidup asketis secara khusus dikaitkan dengan para biarawan, biarawati, dan
fakir dalam agama-agama abrahamis, serta para biku, muni, sanyasi, dan yogi dalam
agama-agama india
Istilah islam untuk asketisme adalah zuhud. Agama islam mazhab utama tidak
memiliki tradisi asketisme, akan tetapi, sekte-sekte Sufi yang merupakan golongan
minoritas dalam agama islam telah melestarikan suatu tradisi asketis selama berabad-
abad. Monastisisme dilarang dalam islam.