MODUL PERKULIAHAN
Green Management
Sustainability - Profit
Abstract Kompetensi
Pada modul ini akan dipelajari tentang Kemampuan Mahasiswa
Konsep Sustainability dalam konteks dalam Menjabarkan dan
Profit. Menganalisis Dimensi
Sustainability – Profit.
04
Tim Dosen
Profit dan Keberlanjutan
Suatu usaha harus memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat, agar usaha tersebut
berlangsung lama dan berkelanjutan dalam jangka yang panjang (Saleh dan Sukaris, 2018).
Felisia dan Limijaya (2014) menjelaskan bahwa Triple Bottom Line sebagai tiga pilar yang
digunakan dalam pengukuran kinerja, yaitu dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan. John
Elkington mempopulerkan Triple Bottom Line didalam buku Cannibals with Forks, the Triple
Bottom Line of Twentieth menyatakan bahwa dalam menjalankan sebuah usaha harus
memperhatikan 3P, yaitu profit, people, dan planet. Selain mencari profit, suatu usaha wajib
terlibat dalam kesejahteraan masyarakat sekitar (People), serta ikut berkontribusi dalam
menjaga kelestarian lingkungan (Planet) (Effendi, 2016).
Suatu konsep keberlanjutan merupakan konsep untuk waktu yang lama. Konsep ini identik
dengan kelestarian lingkungan, namun juga mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial.
Salah satu faktor untuk mencapai usaha yang berkelanjuatan yaitu memperbaiki kerusakan
yang terjadi pada lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan usaha ekonomi dan sosial.
Konsep keberlanjutan adalah menggerakkan elemen profit, planet, people dalam satu
kesatuan intervensi. Konsep 3P (profit, planet, people) merupakan cara untuk mendapatkan
izin suatu kegiatan operasional usaha dari masyarakat, yang tujuannya adalah menambah
kepercayaan masyarakat dengan nilai yang positif.
1. Profit (Ekonomi)
Mendapatkan profit yang maksimal adalah tujuan setiap usaha yang telah berdiri. Hal
tersebut adalah sebagai bentuk tanggung jawab ekonomi untuk menjaga eksistensi dan
keberlanjutan sebuah usaha. Menurut Santoso (2016), Profit sendiri berarti sebuah
pendapatan tambahan yang digunakan untuk kelangsungan hidup suatu usaha. Suatu
usaha akan meghasilkan keuntungan yang optimal, jika usaha tersebut memiliki strategi-
strategi bisnis yang tepat baik dari segi teknologi, produksi, pemasaran, dan segi-segi
lainnya. Berikut merupakan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan tanggung jawab
suatu bisnis:
2. People (Sosial)
f. Melakukan praktik derma atau pemberian atas dasar kemurahan hati sesuai dengan
kebutuhan
3. Planet (Lingkungan)
Lingkungan adalah sesuatu hal yang selalu terkait dengan seluruh kegiatan manusia.
Memanfaatkan lingkungan dengan menggunakan air, teknologi, bahan bakar, kertas,
dan lainnya dalam kegiatan operasional suatu bisnis. Dalam menjalankan sebuah usaha
manusia harus selalu memperhatikan aspek perlindungan terhadap lingkungan. Sebab
jika lingkungan rusak maka usaha tersebut akan mengalami kesulitan dalam
2021 Green Management
3 Dr. Erna Sofriana Imaningsih, M.Si.
Biro Bahan Ajar eLearning dan MKCU
http://pbael.mercubuana.ac.id/
menjalankan operasional dengan baik dan bisnis tertidak dapat berjalan dengan lancar.
Berikut merupakan aktivitas lingkungan yang berkaitan dengan tanggungjawab suatu
bisnis terhadap lingkungannya:
Laba (Profit)
Menurut Griffin dan Ronald (2007), laba adalah suatu keuntungan yang berbeda antara
penerimaan pada bisnis atau pembiayaan lainnya. Laba menurut Hansen dan Mowen
(2011) adalah laba operasi dikurangi pajak, biaya bunga, biaya riset dan pengembangan.
Unsur laba antara lain adalah biaya, beban, pendapatan, untung rugi, dan penghasilan.
Menurut Subramanyam dan Wild (2013) laba adalah ringkasan hasil bersih dari aktivitas
operasi usaha dalam periode tertentu yang telah dinyatakan dalam istilah keuangan. Tujuan
dari analisis laporan keuangan adalah untuk mengevaluasi dan membuat penyesuaian yang
dibutuhkan terhadap laba untuk memperbaiki kemampuan laba dalam merefleksikan kinerja
usaha serta meramalkan laba masa depan. Adapun konsep laba sebagai berikut:
1. Laba Ekonomi
Laba ekonomi merupakan indikator terakhir atas kinerja suatu perusahaan untuk
mengukur dampak keuangan seluruh kejadian pada suatu periode secara komprehensif.
Konsep laba ekonomi mirip dengan pengukuran tingkat pengembalian suatu efek atau
2. Laba Permanen
Laba permanen merupakan laba yang berkelanjutan atau laba yang berulang atau dapat
disebut dengan laba yang mencerminkan fokus jangka panjang. Laba permanen
berbeda dengan laba ekonomi. Laba ekonomi untuk mengukur perubahan nilai
perusahaan, sedangkan laba permanen adalah proposisi langsung dari nilai
perusahaan.
3. Laba Operasi
Laba operasi merupakan konsep laba yang timbul dari kegiatan operasi perusahaan.
Laba operasi menjadi konsep yang terpenting dalam penilaian kepentingan yang timbul
dari tujuan keuangan perusahaan tertentu untuk memisahkan kegiatan operasi usaha
dari kegiatan keuangan perusahaan tertentu.
Laba yang diperhitungkan dalam warung kopi adalah laba kotor yaitu pendapatan dari
penjualan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan penjualan sebelum dikurangi
biaya overhead, gaji pegawai, pajak dan pembayaran bunga. Artinya di dalam laba kotor
terdapat keuntungan sekaligus terdapat biaya untuk membuat produk atau produksi
maupun biaya untuk penyediaan jasa. Menurut Kasmir (2011), laba kotor (gross profit)
artinya laba yang diperoleh sebelum dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban
perusahaan. Artinya laba keseluruhan yang pertama sekali perusahaan peroleh. Artinya
di dalam laba kotor terdapat keuntungan sekaligus terdapat biaya untuk membuat
produk atau produksi maupun biaya untuk penyediaan jasa. Jika dikaitkan dengan
definisi di atas, maka laba kotor masih belum bisa disebut keuntungan murni dari
penjualan. Sedangkan pengertian laba kotor secara khusus atau yang sering disebut
Gross Profit adalah jumlah penjualan bersih pasca mengalami pengurangan harga
pokok penjualan yang disingkat HPP.
Menurut Pahlevi (2019), laba merupakan pendapatan lebih yang diperoleh sebagai imbalan
dalam penghasilan barang atau jasa selama satu periode akuntansi. Tujuan dari laba yaitu:
1. Untuk membiayai seluruh kegiatan operasional usaha agar mencapai laba yang lebih
optimal.
Fluktuasi Laba
Dalam suatu usaha laba tidak selalu mengalami kenaikan, akan tetapi akan mengalami
fluktuasi setiap jangka waktu tertentu. faktor-faktor yang mempengaruhi laba yaitu sebagai
berikut:
Jumlah laba yang didapatkan selalu berpengaruh terhadap harga jual barang maupun
jasa itu sendiri. Semakin tinggi harga jual suatu produk yang ditetapkan maka akan
semakin besar pula laba yang akan didapatkan. Perbedaan harga jual barang disetiap
periode inilah yang membuat jumlah laba yang diperoleh penjual dapat terus berubah di
setiap periode.
Keuntungan yang diperoleh penjual bersumber dari banyaknya jumlah barang yang
diperjualbelikan. Semakin banyak jumlah barang yang diperjualbelikan maka akan
semakin besar jumlah laba yang akan diperoleh.
Harga Pokok Penjual akan mengalamai perubahan tetapi harga jual tidak mengalami
perubahan, hal ini membuat jumlah laba yang didapatkan ikut berubah. Jika jumlah
barang yang terjual tidak berubah dan harga pokok penjualan meningkat, tapi harga jual
tidak berubah maka akan berdampak pada laba yang didapatkan akan berkurang.
Profit merupakan satu bentuk tanggung jawab yang harus dicapai perusahaan, bahkan
dalam mainstream ekonomi yang dijadikan pijakan filosofis operasional perusahaan, profit
merupakan orientasi utama perusahaan. Meskipun dengan berjalannya waktu menuai
protes banyak kalangan, yang tidak relevan menjadi dasar strategi operasional perusahaan.
Mana mungkin perusahaan tanpa didukung oleh kemampuan mencetak keuntungan yang
memadai mampu menjamin dan mempertahankan going concern. Peningkatan
kesejahteraan personil dalam perusahaan, meningkatkan tingkat kesejahteraan pemilik
(shareholder), peningkatan konstribusi bagi masyarakat lewat pembayaran pajak,
melakukan ekspansi usaha dan kapasitas produksi membutuhkan sumber dana, yang hal itu
bisa dilakukan manakala didukung kemampuan menciptakan keuntungan (profit)
perusahaan.
Bekerja secara berkelanjutan merupakan bagian integral dari pengembangan bisnis normal
dan manajemen risiko. Perusahaan dapat memperkuat profitabilitas dan pertumbuhan
mereka dengan melakukan perbaikan berkelanjutan dan langkah demi langkah untuk orang
dan lingkungan. Keberlanjutan bukanlah hal baru. Ini adalah sifat kedua bagi banyak
perusahaan dengan pemilik yang telah berinvestasi untuk jangka panjang dan dengan
hubungan pelanggan yang membentang selama bertahun-tahun. Apa yang baru adalah
bahwa perusahaan sekarang harus mengatasi risiko dan peluang bisnis yang berubah
terkait dengan keberlanjutan.
Banyak langkah-langkah keberlanjutan ditujukan pada penggunaan sumber daya yang lebih
efektif, sehingga menciptakan pengurangan biaya. Inisiatif manajemen risiko yang ditujukan
untuk mengurangi biaya juga merupakan pendorong yang kuat. Bekerja untuk perusahaan
yang menunjukkan rasa hormat terhadap manusia dan lingkungan menciptakan
kebanggaan dan komitmen.
Harga pasar untuk penggunaan sumber daya alam tidak selalu mencerminkan dampak
sebenarnya terhadap lingkungan, yang dapat menyebabkan penggunaan sumber daya
tersebut secara berlebihan. Perusahaan yang menjalankan operasi berkelanjutan mungkin
lebih siap menghadapi dunia di mana sumber daya alam hampir habis, di mana tuntutan
konsumen terhadap keberlanjutan lebih kuat dan di mana undang-undang semakin ketat.
Karena semakin banyak perusahaan yang bertindak secara berkelanjutan, akan semakin
penting untuk memasukkan keberlanjutan ke dalam cara normal melakukan bisnis.
Corporate Sustainable Profitability (CSP) berkisar pada gagasan bahwa perusahaan yang
mengambil tanggung jawab dari perspektif ekonomi, lingkungan dan sosial dapat menjadi
lebih menguntungkan.
Profitabilitas berkelanjutan dapat dicapai melalui tangga dengan empat langkah, setiap
langkah bagian dari rantai nilai oleh produksi, rekan kerja, pelanggan dan merek. Melalui
proses ini, perusahaan dapat memperoleh perspektif keseluruhan yang lebih besar tentang
bisnis mereka. Itu berarti pendekatan holistik baru di mana ekonomi, manusia, dan
lingkungan saling terkait untuk menghasilkan keuntungan jangka panjang yang
berkelanjutan. Ini menciptakan suasana situasi win-win untuk semua bagian yang terlibat.
Bahan baku untuk bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan. Langkah pertama untuk
mencapai CSP adalah mempelajari dan menganalisis produk atau layanan dan melihat
bagaimana hal itu dapat dibuat lebih berkelanjutan dan menguntungkan. Dasar-dasar CSP
memerlukan analisis produk terdiri dari: komponen seperti kondisi kerja, bahan baku dan
dampak lingkungan. Studi ini membutuhkan kerjasama yang erat dengan pemasok dan
memungkinkan perusahaan untuk membangun fondasi yang kuat dalam upaya menuju
profitabilitas yang lebih berkelanjutan.
Langkah 2 - Karyawan
Karyawan adalah duta untuk menjaga profitabilitas yang berkelanjutan. CSP juga
membahas bagaimana perusahaan dapat menarik karyawan yang termotivasi dan terlibat
bekerja untuk meningkatkan perkembangan bisnis. Lulusan muda yang mencari pekerjaan
sekarang mengevaluasi perusahaan untuk nilai CSR dan lingkungan bisnisnya. Oleh karena
itu, penting bagi perusahaan untuk berusaha menjadi perusahaan yang berorientasi pada
CSP, di mana pimpinan berupaya untuk selalu meningkatkan kesepakatan, kebijakan, dan
nilai.
Perusahaan menghadapi tantangan besar untuk menerapkan CSP dalam operasi mereka
dan mengkomunikasikan perubahan secara internal dan eksternal. Profitabilitas datang
ketika karyawan merasa lebih terlibat dengan pekerjaan mereka. Hal ini pada gilirannya
mengarah pada kinerja dan efisiensi yang lebih baik, merupakan faktor penting bagi
perusahaan yang ingin mempertahankan tingkat profitabilitas yang meningkat.
Langkah 3 - Pelanggan
Kita hidup di lingkungan bisnis yang sulit di mana mendapatkan dan mempertahankan
pelanggan bisa jadi sulit. Banyak perusahaan memahami bahwa profitabilitas yang solid
terletak pada pembangunan berkelanjutan, dan untuk menjaga nilai CSR mereka tetap utuh,
mereka harus mempertimbangkan implikasi bekerja dengan perusahaan lain yang tidak
memiliki nilai yang sama.
Langkah 4 - Merek
Merek adalah tolok ukur untuk profitabilitas yang berkelanjutan. Langkah keempat untuk
mencapai profitabilitas yang berkelanjutan adalah menambahkan dan mengomunikasikan
nilai-nilai positif yang dibawa oleh tanggung jawab sosial dan lingkungan. Tanpa
mengomunikasikan apa yang sebenarnya dilakukan perusahaan untuk masyarakat dan
lingkungan, para pemangku kepentingan kehilangan kesempatan untuk membuat pilihan
sadar.
Semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya orientasi CSR yang teratur dan
aktif sebagai tanggung jawab sosial, lingkungan dan ekonomi.
Penting untuk meningkatkan merek dan membuat perbedaan bagi orang-orang dan
masyarakat. CSP, Probabilitas laba berkelanjutan perusahaan, adalah tentang bagaimana
perusahaan dapat membuat CSR bekerja secara menguntungkan. Jika perusahaan
menetapkan konsep CSR dalam strategi bisnis, efek positif akan datang secara spontan dan
CSR menjadi lebih berkelanjutan dan menguntungkan dalam jangka panjang.
Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk mengembangkan
modalnya. Dengan adanya kegiatan mengenai lingkungan, hipotesis Porter mengatakan
bahwa inovasi akan berkembang seiring dengan kegiatan operasi perusahaan terkait
dengan perkembangan teknologi ramah lingkungan. Porter berpendapat jika perusahaan di
suatu negara bersifat kompetitif, negara tersebut akan memperoleh competitive advantage.
Inovasi yang menyebabkan perusahaan kompetitif meliputi peningkatan teknis proses
produksi serta kualitas produk.
Hipotesis Porter mengatakan bahwa regulasi mengenai lingkungan yang dirancang dengan
baik akan berdampak positif pada perusahaan dan dampak tersebut adalah pada kinerja
keuangan serta inovasi perusahaan secara menyeluruh (Porter dan van der Linde, 1995).
Dalam hipotesis tersebut, menyatakan bahwa regulasi yang dilakukan dengan baik akan
berdampak pada pengembangan teknologi ramah lingkungan, dan dampak dari inovasi
produk itu adalah proses produksi yang lebih efisien. Porter dan van der Linde (1995) juga
menyatakan bahwa inovasi perusahaan merupakan hubungan yang penting antara
regulasi tentang lingkungan dengan peningkatan daya saing perusahaan termasuk di
dalamnya profitabilitas perusahaan.
Porter (1991) menyatakan bahwa dengan kinerja lingkungan yang baik, perusahaan akan
memperoleh manfaat karena salah satu tanda inefisiensi ekonomi adalah polusi. Oleh
karena itu, regulasi yang ketat terkait lingkungan akan mengarahkan perusahaan pada
kinerja lingkungan yang baik dan menyebabkan performa kinerja keuangan semakin
meningkat.
Penerapan konsep circular economy dinilai berpotensi dalam mendorong substitusi impor di
sektor industri. Langkah strategis ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan dan daya
saing manufaktur nasional. Konsep circular economy adalah sebuah konsep yang tidak lagi
sekedar mendesain model industri dengan prinsip zero waste, tetapi juga fokus terhadap
faktor sosial dan penyediaan sumber daya maupun energi yang berkelanjutan.
Konsep circular economy dalam sektor industri dapat diaplikasikan dengan menggunakan
pendekatan 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Repair). Lima prinsip tersebut
dapat dilakukan melalui pengurangan pemakaian material mentah dari alam (reduce)
melalui optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse) dan
penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses perolehan
kembali (recovery) atau dengan melakukan perbaikan (repair). Konsep rekondisi dan
remanufacturing pada barang modal, serta reuse pada bahan baku dan penolong ini
diharapkan dapat mengurangi impor industri pengolahan.
Konsep circular economy erat kaitannya dengan salah satu kebijakan yang digulirkan oleh
pemerintah, yaitu industri hijau. Implementasi industri hijau adalah mengupayakan efisiensi
dan efektivitas terhadap penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Adapun manfaat
dari circular economy antara lain:
Ketika kita saat ini dalam ekonomi linier, berusaha untuk membuat pertumbuhan
ekonomi dengan menjual sebanyak mungkin produk. Hal yang pada akhirnya
mendorong kita untuk semakin banyak mengeksploitasi sumber daya alam, sifat
konsumtif dan penumpukan lebih banyak sampah.
Berbeda dengan circular economy, yang lebih fokus pada efisiensi penggunaan produk
yang lebih terencana dan tahan lama. Dibangun sistem pengolahan yang lebih baik dan
berkelanjutan untuk menghindari pemborosan sumber daya, yang secara otomatis
menurunkan biaya produksi dan sebaliknya meningkatkan keuntungan ekonomi. Limbah
yang terbuang dijadikan kembali bernilai dengan sistem daur ulang.
Menariknya, ketika kita menerapkan circular economy, kita tidak harus merasa bersalah
seperti sekarang. Konsep ekonomi linier yang saat ini kita jalankan, menyebabkan
banyak kerusakan lingkungan dan tumpukan limbah yang tidak diperlukan, untuk
mendapatkan aneka kenyamanan dan kesejahteraan. Kita ambil begitu banyak sumber
daya alam, hingga lebih dari 100 miliar ton, namun 60 persen diantaranya berakhir
sebagai sampah atau emisi gas rumah kaca!
Dalam konsep circular economy, kita diprediksi mampu mengurangi emisi karbon
dioksida sampai 3,7 miliar ton pada tahun 2050 dengan menerapkan circular
economy pada 5 sektor kunci, yakni semen, aluminium, makanan, logam dan plastik.
Seandainya diterapkan pada seluruh sektor, tentu akan lebih banyak limbah yang bisa
dikurangi.
Prinsip circular economy dapat kita jalankan bahkan dari kehidupan pribadi. Yakni
dengan melakukan konsumsi yang lebih bijak terhadap produk apapun. Membeli
makanan secukupnya, membeli barang hanya jika memang benar-benar diperlukan.
Kurangi berbelanja hanya karena tergoda diskon besar, misalnya seperti produk
pakaian, aksesoris, dan sejenisnya.
Bukan hanya tentang membeli atau menggunakan lebih sedikit barang. Tapi dalam
circular economy, juga penting untuk lebih bijak dalam memilih produk. Misalkan saja
lebih memilih untuk membeli produk lokal untuk mengurangi emisi karbon dari produk,
membeli kain dengan bahan yang ramah lingkungan agar dapat dikomposkan, dan
sebagainya. Selain itu, kita juga bisa memilih untuk memakai produk yang pakai ulang
atau sustainable, dibanding produk sekali pakai. Misal untuk berbelanja, kita bisa
menggunakan tas belanja pakai ulang. Alih-alih menggunakan plastik sekali pakai yang
menumpuk jadi sampah.
3. Penggunaan Bersama
Cara ketiga yang juga bisa kita lakukan adalah dengan menggunakan sumber daya
bersama. Seperti dalam buku Donald Shoup, The High Cost of Free Parking,
menunjukkan data bahwa rata-rata 95% masa pakai mobil adalah teronggok di tempat
parkir. Kita bisa membuatnya jauh lebih efisien dengan memakai fasilitas transportasi
umum.
Kita bahkan juga bisa mencobanya pada pakaian. Alih-alih membeli pakaian baru setiap
bulannya, kita bisa mencoba “bertukar pakaian” atau menyewa pakaian dirental.
Caranya? Kita jual pakaian yang sudah jarang dipakai, lalu kita membeli pakaian bekas
yang menarik. Hasrat tampil fashionable bisa tetap terpenuhi, tanpa menambah
tumpukan limbah bukan?