Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ISTISNA’

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Arab
II

Dosen Pembimbing :

M. Fathor Rohman, M. Pd

Disusun Oleh :

Zulkifli Nasution

AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT PESANTREN SUNAN DRAJAT
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: ” ISTISNA’ ”.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga,
sahabat sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.

Atas bimbingan dan saran dari teman-teman maka disusunlah Makalah ini, semoga dengan
tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah
Bahasa Arab II dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan
khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-
hal yang lebih bermakna.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:

1. Dosen Pembimbing Mata Kuliah Bahasa Arab II, M. Fathor Rohman, M. Pd


2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya Makalah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada
para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya milik
Allah SWT semata.

Lamongan, 31 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

A. Latar Belakang ....................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 5

A. Pengertian Istitsna’............................................................... 5
B. Macam-macam Istitsna dan Contohnya ................................. 5
C. Ketentuan I’rabnya ................................................................. 6

BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ............................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Arab merupakan bahasa Al Qur’an dan Hadist Nabi, maka untuk mengkaji
keduanya itu dibutuhkan seperangkat alat atau sarana agar tidak salah dalam membaca dan
memahami teks Arab yang belum ada kharokatnya serta untuk mengetahui perubahan-
perubahan kata terutama pada Hadist Nabi, sebab apabila salah dan keliru dalam pembacaan
teks akan mengakibatkan salah dan keliru dalam pemaknaan. Untuk menghindari itu,
sarananya adalah ilmu Nahwu dan Shorof, keduanya merupakan keutuhan yang tidak boleh
diabaikan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Istitsna?


2. Apa saja macam-macam Istitsna’ beserta contohnya?
3. Apa saja ketentuan i’rabnya?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Istitsna
Istitsna merupakan kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan
pengecualian. yang dikecualikan disebut mustatsna minhu dan yang terkecualikan
disebut mustatsna. 1
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah
adat/alat Ististna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hokum Mustastna Minhu, yaitu
lafadz yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Dalam kitab. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. Kami temukan
bahwa Al-Ististnayaitu

2‫املستثىن اسم منصوب يقع بعد اداة من ادوات االستثىن ليخالف ما قبلها ىف احلكم‬
B. Macam-macam Istitsna

Dalam “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. Kami temukan


bahwa huruf Al-Ististna ada 8.

‫وحروف االستثىن ثنامية وهي اال وغري وسوى وسوى وسواء وخال وعدا وحشا‬
Begitu pun menurut kitab ilmu nahwu terjemahan matan al-ajurumiyyah dan ‘imtithy
bahwa huruf istitsna ada 8 macam yaitu sebagai berikut : 3
.1 ‫ إالا‬seperti contohnya : ‫جا َء القَ ْو ُم إال ز ْيدًا‬

.2 ‫غ ْي ُر‬
contohnya seperti : ْ ‫يدًا‬ ‫اج َء القَ ْو ُم غ‬
‫ز‬ ‫ْي‬
‫ُّر‬
3. ‫س ى‬
4. ‫ى‬
‫َو‬
‫ُس‬
‫و‬
.5 ‫س َوا ء‬
َ
.6 ‫خل‬
.7 ‫َعدَا‬
.8 ‫حا َشا‬
5
1 Nurul Huda. 2011. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. (Sinar Grafika Offset Jakarta), h. 208
2 Fuadi nu’mah. “ Mulakhkhas Qawaidul Lughatul Arabiyah”. ( Birut: Darut Tsuqafah Al-Islamiyyah), h.78
3 Ahmad Zaini Dakhilani. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. (Semarang: Thaha Putra), h.
24

6
Adapun dalam kitab karangan Nurul Huda mengatakan bahwa kata penghubung ini
memiliki beberapa varian, yaitu ،‫س‬، ‫ عدَا غ إالا َوى‬، ،‫شا‬
َ ‫حا‬
َ ‫خل‬diantara varian v ariannya ini
memiliki kegunaan dan aturan: 4 ‫ ْي‬،
‫ُر‬
1. ‫ إالا‬kata penghubung istisna ini memiliki beberapa ketentuan dalam penggunaanya yaitu:
a) Kata setelah kata penghubung ini harus mansub apabila berada setelah kalimat
sempurna positif dan bukan kalimat larangan. Contoh: ْ ‫ي ًد ز‬
‫لَ ِم ْي‬jَ‫ح ض َر الت‬para siswa
telah hadir kecuali zaid ‫ُز إالا‬
b) Kata setelah kata penghubung ini boleh mansub dan boleh juga mengikuti I’rabnya
kata sebelumnya ‫ (إالا‬sesuatu yang dikecualikan ), hal ini apabila berada pada
kalimat
sempurna negatif atau kalimat larangan. Contoh : ََ‫ا مة‬jً‫ َحد‬jَ‫ن َأ ماَْ ظ ُر أ‬saya tidak
‫ ط‬seorangpun kecuali Fatimah ‫إاال َفا‬ melihat
c) Kata setelah kata penghubung ini ketentuan tasykil I’rabnya disesuaikan sesuai
fungsinya apabila berada kalimat yang belum sempurna. Contoh : ‫َقام ما الا‬
‫سلَ ْي َمان‬ tidaklah berdiri kecuali sulaiman

‫س َوى‬ ‫ غ ْي ُر‬kata yang jatuh setelah kata penghubung ini berfungsi sebagai mudhaf ilaih,
.2 dan
sedangkan tasykil I’rabnya berada pada kata penghubung ini dan ketentuannya sama
ّ . Contoh : ِ ‫ض ُر ة َم ِط فاَ ُر‬
seperti ketentuan kata yang jatuh setelah penghubung ‫إال‬ ‫ ما أ‬saya
‫ ْي غ‬tidak melihat seorang pun kecuali fatimah َ
‫أ َحدًا‬ ‫ْن‬
3. َ ‫حا‬
،‫شا‬ َ ‫خل‬، ‫عدَا‬kata yang jatuh setelah kata penghubung ini boleh manshub boleh majrur.
Apabila manshub berarti kata penghubung ini dianggap sebagai kata kerja, sedangkan
apabila setelahnya majrur maka kata penghubung ini dianggap preposisi. Contoh:
‫وا وا ِح‬ ‫ ال َم خ‬jَ‫ ز ت مسا ِخد‬masjid masjid kota telah saya kunjungi kecuali satu
‫ „د‬/‫ِحدًا‬ َ‫ِدي َن ِة ل‬ ‫ْر‬

C. Ketentuan ‘Irabnya

‫املستثىن با الا اذا‬

‫كان الكامل تاما موجبا وجب النصب‬

‫رجع الطالب االا ولدين‬-


7
4 Moch. Anwar. 2010. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy. Sinar Baru
Algensindo. Bandung.h. 142

8
‫ما رجع‬- ‫اذا كان تاما منفيااحازالنصب واالتبع‬

‫ان ناقصا‬CC ‫دان اذاك‬CC ‫دين\ول‬CC ‫الب االا ول‬CC ‫الط‬

‫على حسب العوامل‬

‫زح „ل‬CC‫ززت الا ب‬CC‫ما م‬-

‫ما ابتكز االا حس ن‬


Contoh lain

‫ف ح‬
‫ُضي‬ ‫ اج َء‬para tamu datang kecuali hasan
‫ا َس ًنا‬
‫ال‬ ‫ال ْو‬
‫خش ع العُلَ ما ُء ز ْ ًايد‬ para kiai khusyu’ kecuali zaid
َ َ
‫إالا‬
َ‫م َه َر اس ِت ْي ُز عل‬ para guru pintar kecuali ali
ًّ ‫ا ي‬ ‫اال‬
‫إال‬
‫ا‬
Orang-orang yang dikecualikan pada contoh-contoh diatas (hasan, said, ali) dalam
istilah gramatika bahasa arab disebut mustasna. Hukum I’rab ini harus nasab. Oleh karena itu,
I’rab hasan, zaid dan ali harus nasab karena semuanya telah mustasna. 5
Adapun menurut kitab karangan Muhammad Thalib yakni isim yang terletak
sesudah ِ‫اال ا‬harakatnya ada 3 macam:
.harakat 1 ‫ ستَْثنَى‬wajib ‫ ن َ صب‬apabila kalimat sebelumnya sempurna dan ‫) ْمثْ َب‬
‫ُم‬ positif ( ‫ت‬
ً‫جاَ ِم ِن ْي َن ِاالا قَ ِل ْيل‬ ‫ْر ِج ُع ا ْل ح‬
:contoh ‫جا‬
.harakat 2 ‫سَتثْنَى‬ ‫صب‬ َ‫ ن‬atau mengikuti harakat ْ ‫ن‬ ‫ م ُ تَسثْ َنى‬apabila kalimat sebelumnya
‫ ُم‬boleh ‫ُ م‬j‫ه‬ negatif
(‫) م ْن ِفي‬
contoh: ‫َ ْ ي ا‬ َ ‫اِلَ ْي ِه س ِب ْيل‬
‫مست ط ْي مستَط ْيع َل ِج مس ِل „م ا ن‬
‫ج‬ ْ
‫يُ َؤ لح‬ ‫ب‬ /‫ًعا‬ ‫ِاالا‬
‫ِد‬
‫ّ كل‬
.harakat 3 ‫ م ُ ستَثْنَى‬sesuai dengan kedudukannya apabila ُ ‫ م ُه ْن ِم‬/kalilmat sebelumnya
‫سَتثْنَى‬ tidak
sempurna ‫نَا ِقص‬
‫رض َوا ِن الَله‬ cont ‫ال ْب ِتَغا َء ِااال ج‬
oh:6

9
‫حجا‬ ‫َي ْر‬
‫جو ا ْل‬ َ‫ال‬
Adapun menurut kitab karangan Zakariah ketentuan ‘irabnya sebagai berikut:
1. Jika kaliomatnya ‫موجبا تام‬maka mustasnya wajib manshub.

2. Jika kalimatnya ‫منفيا تام‬maka mustasnanya boleh manshub dan boleh itba’ ( mengikuti I’rab
mustasna minhu. Jika kalimatnya ‫ناقصا‬, maka mustasnanya tergantung kebutuhan.

Jika butuh fa’il dijadikan fa’il dan dibaca marfu’. Jika butuh maf’ul bih dijadikan maf’ul bih
dan dibaca manshub.

5 Nur Huda. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. Sinar Grafika Offset. Jakarta 2011
6 Aceng Zakaria. ‘Al-Muyssar Fii Ilmi An-Nahwi”. ( Garut; Ibn Azka Press, 2004 ), Cet. Ke-27, h.64.

1
a. Mustasna dengan )‫خال‬- ‫عدا‬- ‫(حاش‬

Adapun mustasna dengan menggunakan lafadz tersebut maka boleh manshub manshub dan
boleh majrur. Sedangka n jika dimasuki ‫فية النا ال‬maka wajib manshub. contoh:
‫الطالب خال‬
‫علي‬
‫ّا عل „ي القوم ما عدا‬
‫ا‬
‫حسنًا خنح مرض‬

‫خنح الطالب ما حاشا مح ام ًد‬

b. Mustasna dengan 1‫سوى‬dan ‫غير‬

adapun mustasna dengan ‫سوى‬dan ‫غير‬maka selamanya harus majrur sebagai ‫مضاف‬
‫اليه‬sedangkan hukum ketentuan ‫سوى غير‬adalah seperti hukum ketentuan yang berada setelah ‫اال‬
‫تاما موجبا‬

‫رسب الطالب غَير عل ¸ي‬


‫ا‬
‫جنح الطالب سوي حس „ن‬

‫تاما‬
‫منفًي‬
‫ّا‬

‫رسب الطالب غير عل ¸ ي‬


‫ا‬ َ
‫جنح الطالب سوي حس „ن ما ما‬

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwaIstitsna merupakan kata
penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. yang dikecualikan
disebut mustatsna minhu dan yang terkecualikan disebut mustatsna.
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa Mustatsna adalah isim yang berada setelah
adat/alat Ististna yang keadaan hukumnya berbeda dengan hokum Mustastna Minhu, yaitu
lafadz yang disebut sebelum lafadz alat ististna.
Macam-macam istitsna diantaranya sebagai berikut:
‫س َوى‬ َ ‫حا‬
َ
‫عدا غ ْي‬
َ ، ‫خل‬، ‫شا‬
‫إالا‬، ، ‫ ُر‬،
B. Saran
Melalui pembahasan ini diharapkan kita dapat memahami salah satu materi Nahwu yaitu
‫ِء ب‬ ‫ِ تثَْنا‬ ‫ ”اال‬dan semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
‫س‬ ”‫ِإلا‬
semua.

1
DAFTAR PUSTAKA

Nurul Huda. 2011. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. (Sinar Grafika Offset Jakarta), h. 208

Fuadi nu’mah. “ Mulakhkhas Qawaidul Lughatul Arabiyah”. ( Birut: Darut Tsuqafah Al-
Islamiyyah), h.78

Ahmad Zaini Dakhilani. “Syarah Mukhtasir Jiddan Ala Matan Al-Jurumiyyah”. (Semarang:
Thaha Putra), h. 24

Moch. Anwar. 2010. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah Dan ‘Imrithy. Sinar
Baru Algensindo. Bandung.h. 142

Nur Huda. Mudah Belajar Bahasa Arab. Cet. 1. Sinar Grafika Offset. Jakarta 2011

Aceng Zakaria. ‘Al-Muyssar Fii Ilmi An-Nahwi”. ( Garut; Ibn Azka Press, 2004 ), Cet. Ke-
27, h.64.

Anda mungkin juga menyukai