Bahasa Arab
Oleh Kelompok 11
Riskana :1119044
Fakultas syariah
Bukittinggi
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Tawabi’ (marfu’, manshub, dan
majrur) ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Yaspardi pada Bahasa Arab. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Tawabi’ (marfu’, manshub, dan majrur) bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Yaspardi selaku dosen mata kuliah
Bahasa Arab yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami pelajari.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 2
A. TAWABI’............................................................................................................... 2
PENUTUP ........................................................................................................................ 17
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 17
B. SARAN.................................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selain itu, bahasa Arab juga merupakan bahasa dunia dengan urutan nomor
ke tiga maka dengan menguasai bahasa Arab kita akan mudah berkomunikasi
dengan warga dunia terutama di dunia Islam.
Belajar bahasa arab tidak bisa dilepaskan dari qaidah – qaidah nahwu karena
merupakan grammer untuk bahasa Arab. Seseorang akan bisa mengucakan
kalimat –kalimat Arab dengan baik dan benar jika bisa menguasai nahwu dan
shorof.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian tawabi’?
b. Apa saja pembagian dari tawabi’?
c. Apa pengertian isim majrur, manshub dan marfu’?
C. TUJUAN MAKALAH
a. Mengetahui penegrtian tawabi’.
b. Mengetahui pembagian dari tawabi’.
c. Mengetahui pengertian dari majrur, manshub dan marfu’.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. TAWABI’
Tawabi’ jamak dari tabi’ artinya mengikuti. Yang dimaksud dengan tawabi’
dalam ilmu Nahwu adalah sebuah kalimat atau jumlah mesti mengikuti
(disamakan) dengan kalimat atau jumlah yang sebelumnya dalam beberapa hal
sesuai dengan ketentuan masing-masing. Satu hal di antaranya adalah mengenai
I’rab (rafa’, nashab, jar dan jazm), dengan demikian tawabi’ dapat terjadi pada
pembahasan fungsi-fungsi sin taksis yang I’rabnya rafa’, nashab, jar dan jazm.
pengertian taabi’ secara istilah banyak dijelaskan oleh Ulama Bahasa Arab.
Berikut diantara pengertian taabi’ dinukil dari beberapa sumber:
a. Dalam Mulakhos Qawa’idul Lughatil ‘Arabiyyah, Fu’ad Ni’mah menjelaskan:
Tawabi’ adalah kalimat-kalimat yang ketentuan i’rabnya mengikuti i’rab
kalimat sebelumnya baik itu marfu’, manshub atau majrur.
b. Dalam Al-Muyassar fiI Iilmin Nahwi, Aceng Zakariya menjelaskan: Tawabi’
adalah isim-isim yang ketentuan i’rabnya tergantung i’rab isim yang lain. Jika
isim yang lain marfu’, maka ia ikut marfu’. Demikian pula dalam hal mansub
dan majrurnya.
Dari beberapa pengertian di atas, bisa diambil pengertian paling sederhana
yaitu, “Tawaabi’ (lafadz yang mengikuti) adalah isim yang mengikuti i’rab lafadz
sebelumnya secara mutlak.” Pembagian dari tawabi’ada 4 macam yaitu Na’at,
‘Ataf, Taukid, dan Badal.
B. PEMBAGIAN TAUKID
a. Na’at
Na’at (sifat) ialah lafaz yang mengikuti kepada makna lafaz yang diikuti
kepada makna lafaz yang diikutinya, baik dalam hal rafa’, nasab, khafad (jar),
ma’rifat, maupun nakirahnya, (seperti) Anda mengatakan :
(Zaid yang berakal telah berdiri),
2
(aku telah melihat Zaid yang berakal)1 yang lafaz adalah Na’at
(sifat) nya Zaid.
Adapun pengertian lain dari Na’at adalah tabi’ ( lafazh yang mengikuti )
yang musytaq atau muawwal bih yang menjelaskan lafaz yang diikutinya. Lafaz
yang dimaksud dengan musyta ialah isim fail ; isim maf’ul
,seperti ; sifat musyabbihat, seperti ; isim
tafdhil, seperti .2
Na’at menurut istilah ahli Nahwu ialah: Tabi’ yang menyempurnajan makna
lafaz yang diikutinya dengan menjelaskan salah satu diantara sifat-sifatnya, atau
sifat yang berta’alluq (berkaitan) kepadannya.
Na’at itu adakalanya merafa’kan isim yang mudmar (disembunyikan) yang
kembali kepada man’ut ( lafaz yang diikutinya ), atau merafa’kan kepada isim
yang muzmar (ditampakkan).
Contoh yang merafa’kan kepada isim yang mudmar, seperti:
(Zaid yang berakal itu telah
datang), lafaz itu merafa’kan isim dhamir,
taqdirnya sebab isim mufrad yang kembali kepada ; contoh
lainnya المسلمون ( kaum muslim
yang saleh itu telah datang ), pada lafaz tedapat
dhamir yang di rafa’kan yaitu yang kembali kepada المسلمون.
Contoh yang merafa’kan kepada isim muzhar, seperti : زوجته يضة
( Zaid yang istrinya sakit itu telah datang), lafaz
يضة itu isim mu’annas yang merafa’kan lafaz زوجتهsebab menjadi
fi’ilnya. Lafaz يضة mu’annas dan lafaz زوجتهpun mu’annas pula.3
Apabila man’ut nya sudah dikenal tanpa na’at, mka na’at boleh dalam hal
i’rab diikukan kepada man’utnya atau terputus dirinya. Pengertian terputus ialah
hendaknya na’at di i’rabkan dengan pengertian ia dijadikan sebagai khabar dari
1
Moch Anwar, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2017) hal.101
2
Syeh Syamsuddin Muhammad Ara’ini, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2010 )
hal.341
3
Moch Anwar, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2017) hal.102-103
3
mubtada yang mahdzuf (tidak disebutkan), atau dinashabkan oleh fi’il yang tidak
disebutkan, misalnya: 4
Segala puji bagi Allah yang Maha Terpuji
=
b. ‘Ataf
‘Ataf ialah Tabi' (lafaz yang mengikuti) yang antara ia dengan matnu'nya
ditengah-tengahi oleh salah satu huruf ‘ataf. Ketika harkatnya Fathah, maka
setelahnya juga harus fathah, kalau kasroh maka harokatnya juga harus kasroh,
demikian seterusnya. Athaf dalam Bahasa Indonesia biasa disebut dengan kata
hubung (dan, atau, kemudian, dan sebagainya).
Contohnya : = جاء زيد وعمروtelah datang Zaid dan ‘Amar,
Lafaz ‘Amar mengikuti kepada lafaz Zaid yang ditengah-tengahi oleh wawu huruf
‘ataf. Lafaz ‘Amar ma’tuf (di’atafkan), sedangkan lafaz Zaid yang di ‘ataf-inya
(ma’tuf ‘alaih).5
Contoh lainnya adalah seperti:
= رايت محمد وزيدaku telah melihat Muhammad dan Zaid.
أكلت األرز واللحم = aku telah memakan nasi dan daging.
اشتريت الممحاة والقلم = aku telah membeli penghapus dan pena.
‘Ataf itu ada dua macam, yaitu ‘ataf bayan dan ‘ataf nasaq. 6
a) ‘Ataf Bayan
‘Ataf Bayan ialah kata yang mengikuti (tabi’) yang menyerupai na’at dalam
menambah kejelasan kata yang diikutinya. Mislanya :
= أقسم باهلل أبو حفص عمرbersumpahlah kepada Allah Abu Hafzh alias ‘Umar.
b) ‘Ataf Nasaq
‘Ataf Nasaq ialah tabi’ yang mengikuti matbu’ nya namun terpisahkan oleh
salah satu huruf ‘Ataf.
4
Syeh Syamsuddin Muhammad Ara’ini, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2010 )
hal.351
5
Moch Anwar, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2017) hal.112
6
Syeh Syamsuddin Muhammad Ara’ini, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2010 )
hal.353-355.
4
Huruf ‘ataf ada sepuluh yaitu sebagai berikut :
1. ( وwawu), contohnya :
= جاء زيد وعمروtelah datang Zaid dan ‘Amar (bersamaan).
Artinya huruf وini mempunyai fungsi untuk menyelaraskan taabi' dan matbu'nya,
maka disebut juga dengan mutlaqul jam'i. Atau bahasa yang mudahnya mengikuti
sama dengan kata yang diikuti dalam kedudukan dan i'rabnya. kedudukan i'rab
yang sama, yaitu rofa' dengan dibaca dhommah di akhir kata.
2.( فfa), contohnya:
= اتي زيد فــا عمروtelah datang Zaid lalu Amr (berurutan).
Artinya huruf فini mempunyai fungsi untuk menunjukan pekerjaan yang
langsung dilakukan saat itu juga (tanpa jeda). dan lagi-lagi karena ini adalah huruf
athaf maka antara taabi' dan matbu'nya mempunyai kedudukan i'rob yang sama.
kedudukan i'rob yang sama, yaitu rofa' dengan dibaca dhommah di akhir kata.
3.( ثُمtsumma), contohnya:
= اتي زيد ثم عمروtelah datang Zaid kemudian Amr (terselang lama)
Artinya huruf ثُمmempunyai fungsi untuk menunjukan pekerjaan yang
berlangsung secara berurutan tapi jedanya lebih lama (beberapa saat/waktu
kemudian). kedudukan yang sama yaitu rofa' dengan dibaca dhommah di akhir
kata.
4. ( أوawu), contohnya :
= زيد أو عمرو قد جاءZaid atau Amr telah datang (diragukan)
Artinya huruf اوmempunyai fungsi untuk menunjukan pilihan lain selain yanng
sudah disebut atau bisa juga menunjukan arti kebalikannya, dalam Bahasa
Indonesia biasa diterjemahkan dengan kata 'atau'. kedudukan yang sama dalam
i'rob yaitu nashob dengan dibaca fathah di akhir kata.
5. (أمam), contohnya:
= جاء زيد أم عمرZaid ataukah Amar telah datang (diragukan)
Am أمmenunjukkan makna thalabut ta’yin (menuntut atau mencari ketentuan) jika
jatuh sesudah hamzah yang memasuki salah diantara dua lafaz yang sederajat.
6.( إِماimma), contohnya:
= جاء زيد و إِما عمروtelah datang Zaid dan atau Amar ( memilih)
5
Imma ( )إِماdengan hamzah yang di kasrahkan, maka maknanya sama denagn au
bila jatuh sesudah khabar atau perintah.
7. ( بلbal), contohnya :
= ال يذهب زيد بل عمرZaid tidak datang melainkan Amr.
( بلbal) untuk menunjukkan makna idhrab ( berpindah dari satu pernyataan ke
pernyataan sebaliknya) menurutnya ghaib.
8. ( ل ِكنlaakin), contohnya :
لكن عمرو، = زيد ال يذهبZaid tidak datang, tetapi Amr (datang).
( ل ِكنlaakin) untuk menunjukkan makna istidrak (susulan) menyusuli perkataan
atau meralat.
9.( الlaa), contohnya :
= جاء زيد ال عمروtelah datang Zaid, bukan Amr.
Huruf laa untuk menafi’kan (menunjukkan pertentangan dari ma’thuf ‘alai) huruf
sesudahnya.
10. (حتىhattaa) contohnya :
= أكلتُ السمكة حتى رأسهاaku telah memakan ikan hingga kepalanya.
Pemakaian hattaa untuk ‘ataf jarang terjadi, dan disyaratkan padanya hendaknya
ma’thuf bihaa merupakan isim zhahir, dan hendaknya merupakan bagian dari
ma’tuf ‘alaih serta merupakan ghayah (kesudahan) darinya. Dengan dibaca nasab
pada rasahaanya. Tetapi boleh juga di jar, boleh dibaca rafa’ (ra-suhaa) dengan
anggapan hattaa sebagai huruf ibtidaiyyah, dan lafaz ra-suhaa menjadi mubtada,
sedangkan khabarnya tidak disebutkan.7
c. Taukid
Taukid ialah lafaz yang mengikuti (tabi’) yang berfungsi untuk
melenyapkan anggapan lain yang berkaitan dengan lafaz yang di taukidkan.
Dalam bahasa Indonesia bisa disebut juga penegasan atau penguatan yang
berfungsi menghilangkan dugaan-dugaan yang timbul dalam suatu kalimat.
Contohnya:
7
Syeh Syamsuddin Muhammad Ara’ini, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2010 )
hal.355-357
6
Lafaz ُسه
ُ نفberkedudukan sebagai taikid yang mengukuhkan makna Zaidun,
sebab kalau tidak memakai ُسه
ُ نف, maka ada kemungkimnan yang datang itu utusan
Zaid, bukan Zaidnya, dan sebagainya.8
a) Taukid lafzhi ialah Taukid yang dilakukan dengan pengulangan lafadz seperti
isim, Fiil, huruf, ataupun jumlah atau kalimat. Atau dengan kata lain taukid
lafzhy adalah kata benda yang menguatkan kata benda sebelumnya dengan
kata yang serupa, tanpa ada beda.
Contohnya
1) yang berupa isim : ٌ زيد, ٌ ( جاء زيدtelah datang Zaid, Zaid)
2) yang berupa fi’il : ( ذهب ذهبpergi-pergi)
3) yang berupa huruf : ( اِن تِل ِميذاًاِن تِل ِميذا ً نائِ ٌمmurid-murid tidur)
4) yang berupa jumlah : ضربت زيدضربت زيد, (aku telah memukul
Zaid, aku telah memukul Zaid.
b) Taukid maknawi ialah taukid yang memperkuat kata sebelumnya dalam
menggunakan kata-kata atau lafazh-lafazh khusus.
Taikid itu dengan memakai lafazh-lafazh yang telah ditentukan, yaitu :
ُ ( جاء زيد ٌ نفZaid telah datang sendiri).
1) Lafaz nafsu (diri), seperti dalam contoh ُسه
2) Lafaz ‘ain (diri), seperti dalam contoh ُ( جاء زيد ٌ عينُهZaid telah datang sendiri).
3) Lafaz kullu(semua), seperti dalam contoh ( جاء القو ُم ُكلُّ ُهمkaum itu telah datang
semuanya).
4) Lafaz ajma’u (seluruh), seperti dalam contoh ( جاء القو ُم اجمعُونkaum itu telah
datang seluruhnya).
5) Lafaz yang mengikuti ajma’u yaitu: akta’u, abta’u, absa’u (maknanya sama
dengan ajma’uatau ajma’in), seperti dalam contoh berikut اجمعُون اكتعُون ابتعُون
ابصعُون
d. Badal
8
Moch Anwar, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2017) hal.116
9
Syeh Syamsuddin Muhammad Ara’ini, Ilmu Nahwu, (Bandung; Sinar Baru Alensindo, 2010 )
hal.361-366
7
Secara bahasa arti badal ialah pengganti (menggantikan kalimat sebelumnya
atau mubdal minhu). Dalam bahasa Arab Badal ialah Tabi’ (lafaz yang mengikuti)
yang dimaksud dengan hukum tanpa memakai perantara antara ia dengan
matnu’nya. Apabila isim dijadikan badal dari isim yang lain, atau fi’il dijadikan
badal harus mengikuti mubdal minhunya dalam semua i’rannya.
Contohnya :
ُ = أكلت ر ِغيف ثُلُثهaku telah memakan roti itu sepertiganya. (bukan semuanya).
Maksudnya roti yang dimakan itu hanya sepertiganya. Lafaz sepertiga itulah yang
dimaksud dengan hukum (hukum makan). Lafaz sepertiga itu disebut badal
(pengganti), sedangkan lafazh ragif (roti) disebut mubdal minhu (yang
digantikan).
Contoh lainnya seperti :
= جاء زيدZaid telah datang pelayannya. ‘’Maksudnya yang datang itu
adalah pelayannya Zaid nukan Zaidnya.’’
Badal terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
1.Badal syai’ minasy syai’, disebut juga badal kul minal kul atau badal yang cocok
dan sesuai dengan mubdsal minhu-nya dalam hal makna, contoh:
Lafaz saudaramu menjadi badal dari lafaz Zaid. Antara lafaz saudara dan Zaid itu
cocok dan sesuai
3.Badal isytimal, yaitu lafaz yang mengandungmakna bagian dari matbu’ nya, tetapi
menyangkut masalah maknawi (bukan materi), contohnya :
ُ = ونفعنِي زيد ٌ ِعل ُمهZaid memberi manfaat kepadaku yaitu ilmunya.
Lafaz ilmunya tercangkup oleh zaid.
8
4.Badal mubayin (berbeda dengan mubdal minhunya). Ia terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu : Badal ghalath (keliru), badal nisyan (lupa), dan badal idhrab
(pengendalaan).
a. Badal galat atau badal keliru atau salah, yaitu badal yang tidak
mempunyai maksud yang sama dengan matbu’ nya, tetapi yang dimaksud
hanyalah badal. Hal ini dikatakan hanyakarena kekeliruan atau kesalahan
semata yang dilakukan oleh pembicara, setelah itu lalu ia menyebutkan
mubdal minhu nya, contohnya:
= رأيتُ زيدًا الفرسaku telah melihat Zaid. Bukan, tetapi kuda.
Dalam contoh tadi Anda ingin mengucapkan (bahwa anda telah melihat )
kuda, akan tetapi anda keliru (dalam pengucapan karena menyebutkan
Zaid) lalu anda ingin mengganti lafaz Zaid itu dengan kuda. Maksud yang
sebenarnya adalah :
= ورأيتُ الفرسaku telah melihat kuda.
b. Badal nisyan atau lupa, contohnya :
= رأيتُ زيدًاAku telah melihat Zaid.
Kemudian disaat sadar bahwa anda lihat hanyalah seekor kuda, lalu anda
melaratnya.
9
Contoh nya : ( أقل ٌمjama' taksir ), ٌ ( ُمس ِلماتjama' muannats salim), ٌ( ِكتاب
mufrad )
2. Alif ( ) آ
Tanda ini digunakan untuk mutsanna atau 2 benda.
Contoh nya : ( ِكتابا ِنmutsanna )
3. Waw ( ) و
Tanda ini digunakan untuk Asmaul khomsah dan jama' muzakkar salim.
Contoh nya : ( أبوكAsmaul khomsah ), ( ُمس ِلمونjama' muzakkar salim )
1) Mubtada'
Mubtada' yaitu isim marfu' yang terletak diawal kalimat (subjek). Mubtada'
umumnya ma'rifah ( ) ال.
ٌ ( البيتُ كrumah itu besar ).
Contoh nya : بير
Kata ُ البيتmerupakan mubtada’, karena terletak di awal kalimat.
10
pula. Kalimat setelah kana memiliki isim dan khabar. Isim pada kalimat inilah
yang berkedudukan marfu.
Contohnya : كان البيتُ كبير
Kata ُ البيتmerupakan kata isim, yang terletak setelah isim kaana.
4) Khobar Inna dan saudara-saudaranya.
Yaitu setiap khobar mubtada’ yang dimasuki oleh salah satu khabar inna dan
saudara-saudaranya. Pola kalimat dengan diawali inna adalah salah satu pola
kalimat khusus dalam Bahasa Arab yang menyebabkan ketentuan-ketentuan
khusus pula. Kalimat setelah inna memiliki isim dan khabar. Khabar pada
kalimat inilah yang berkedudukan marfu.
Contohnya : إن البيتُ كبير
Kata كبيرmerupakan kata khabar, yang terletak setelah kalimat isim.
5) Fa’il
Yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il lil ma’lum (setelah kata kerja
aktif) dan menunjukkan pada orang atau sesuatu yang melakukan perbuatan
atau yang mensifati perbuatan tersebut. Dengan kata lain, Fa’il adalah subjek.
Contohnya : ً ( قـرأ الطالبُ رسالةtelah membaca murid surat).
Kata الطالبmerupakan kata fa’il yang terletak setelah ( قـرأkata kerja aktif).
Yang mana الطالبmenjadi kata subjek.
6) Naibul fa’il
Yaitu isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni lil majhul (setelah kata
kerja pasif) dan menempati kedudukan fa’il setelah dihapusnya fa’il tersebut.
contohnya : ُ( قـ ُ ِرأت الرسالةSurat itu telah dibaca)
Kata ُ الرسالةmerupakan kata naibul fail, karena terletak pada kata kerja pasif
( قـ ُ ِرأتdibaca).
b. Isim manshub
suatu isim dikatakan manshub jika ia termasuk dalam isim mu’rab (bisa
berubah oleh ‘amil) dan menduduki jabatan kata tertentu yang mengharuskan ia
dibaca manshub. Tanda-tanda isim mansub antara lain sebagai berikut :
1. Fathah
11
Tanda ini digunakan pada isim mufrad dan jama’ taksir.
Contoh nya : اء ُق السيارة ُ ُّس الن
ِ ( قاد السMufrad), صوص ُ ( شرح ال ُمد ِرjama' taksir)
2. Ya'
Tanda ini digunakan untuk mutsanna dan jama' muzakkar salim.
ِ ( قابلتُ ال ُمد ِرسmutsanna ), ( كان ال ِعبُون ُمتنافِ ِسينjama' muzakkar
Contoh nya : ين
salim)
3. Kasrah
Tanda ini digunakan untuk jama' muannas salim.
ِ ( رأيتُ ال ُمم ِرضاjama' muannats salim )
Contoh : ت
4. Alif
Tanda ini digunakan untuk Asmaul khamsa.
Contoh : ( شاهدتُ أخاكAsmaul khamsa )
1) Khobar kaana
yaitu setiap khobar mubtada’ yang dimasuki oleh salah satu isim kaana atau
saudaranya.
Contohnya : ً( كان الكتابُ جديدbahwasanya buku buku itu baru)
Kata ًجديد merupakan khabar kaana karena kata tersebut awalnya khabar
mubtada’, setelah dimasuki kaana, maka istilahnya bukan khabar mubtada’
lagi, tetapi “khabar kaana”.
2) Isim Inna
Yaitu setiap mubtada’ yang dimasuki oleh salah satu isim inna atau
saudaranya.
Contohnya : ٌ ( إن الكتاب جديدSesungguhnya buku itu baru).
Kata الكتابmerupakan isim inna, karena kata tersebut awalnya mubtada’,
setelah dimasuki inna, maka istilahnya bukan mubtada’ lagi, tetapi “isim
inna”
3) Maf’ul Bih
Yaitu isim manshub yang menunjukkan pada orang atau sesuatu yang dikenai
suatu perbuatan. Maka maf’ul bih adalah objek.
12
Contohnya: ً( قـرأ الطالبُ رسالةSiswa itu telah membaca surat).
Kata ً رسالةmerupakan maf’ul bih, karena yang dibaca adalah surat, jadi surat
itu sebagai objek (maf’ul bih).
4) Maf’ul Muthlaq
Yaitu isim manshub yang merupakan isim mashdar yang disebutkan untuk
menekankan perbuatan, atau menjelaskan jenis atau bilangannya.
Contohnya : ً ( حفظتُ الدرس حـِفظاSaya benar-benar menghafal pelajaran).
Kata ً حـِفظاmerupakan maf’ul muthlaq, karena merupakan isim masdar yang
berfungsi untuk menekankan perbuatan, bermakna “benar-benar menghafal”
5) Maf’ul Li ajlih
Yaitu isim manshub yang disebutkan setelah fi’il untuk menjelaskan sebab
terjadinya perbuatan (merupakan jawaban dari “mengapa” perbuatan itu
terjadi).
Contohnya: ي إكراما ً ِلمحم ٍد
ُّ ( حضر علAli hadir karena memuliakan Muhammad).
Kata ً ( إكراماpenghormatan) merupakan maf’ul liajlih, karena menjelaskan
sebab Ali hadir, yaitu karena memuliakan ( ً )إكراماMuhammad.
13
6) Maf’ul Ma’ah
Yaitu isim manshub yang disebutkan setelah wawu yang maknanya bersama
untuk menunjukkan kebersamaan.
Contohnya : ( استيقظتُ و تغريد الطيورSaya bangun bersamaan dengan kicauan
burung-burung).
Kata ( تغريدkicauan) merupakan maf’ul ma’ah, karena didahului oleh huruf
wawu ma’iyah, yang bermakna kebersamaan.
7) Maf’ul Fih
Yaitu isim manshub yang disebutkan untuk menjelaskan zaman (waktu) atau
tempat terjadinya suatu perbuatan (merupakan jawaban dari “kapan” atau
“dimana” perbuatan tersebut terjadi).
Contohnya : ( سافرت الطائرة ُ ليلPesawat itu mengudara di malam hari).
Kata ليلmerupakan maf’ul fih, karena menjelaskan zaman (waktu).
8) Haal
Yaitu isim nakiroh lagi manshub yang menjelaskan keadaan fa’il atau
keadaan maf’ul bih ketika terjadinya suatu perbuatan (merupakan jawaban
dari “bagaimana” terjadinya perbuatan tersebut).
Contohnya : ( جاء الولد باكياAnak itu datang dalam keadaan menangis).
Kata باكياmerupakan haal, karena menjelaskan keadaan subjek.
9) Mustatsna
Yaitu isim manshub yang terletak setelah salah satu diantara alat-alat istitsna
untuk menyelisihi hukum sebelumnya. Dengan kata lain, mustatsna adalah
pengecualian.
Contohnya : ً ( حضر الطلبُ إال زيداpara siswa hadir kecuali Zaid).
Kata ً زيداmerupakan mustatsna, karena didahului oleh =( إالkecuali) yang
merupakan alat istitsna.
10) Munada’
Yaitu isim yang terletak setelah salah satu diantara alat-alat nida’ (kata
panggil).
contohnya : ( يا رجلWahai seorang lelaki!) .
14
Kata رجلmerupakan munada’, karena didahului oleh ياyang merupakan salah
satu alat nida’.
11) Tamyiiz
Yaitu isim nakirah lagi mansub yang disebutkan untuk menjelaskan maksud
dari kalimat sebelumnya yang rancu.
Contohnya : ( اشتريتُ عشرين كتاباSaya membeli dua puluh buku).
Kata كتاباmerupakan tamyiiz, karena buku tersebut menjelaskan ”dua puluh”,
jikalau tidak ada kata “buku”, maka kalimat menjadi tidak jelas, “Saya
membeli dua puluh”.
c. Isim majrur
Majrur artinya yang ditarik atau diturunkan, dalam ilmu nahwu yang
dimaksud adalah isim berharokat jar ( kasroh), tetapi tanda-tandanya bukan
hanya kasroh. Tanda-tanda isim majrur antara lain sebagai berikut :
1. Kasrah : pada isim mufrad, jama’ taksir dan jama’ muannats salim
Contohnya :
( وصلتُ ِإلى الدارAku telah sampai ke rumah) الد ِارadalah Mufrad majrur
dengan kasrah
ِ ( تحدثتُ معAku berbincang-bincang dengan para lelaki) الرجا ِل
الرجا ِل ِ adalah
Jama’ taksir majrur dengan kasrah.
ِ ت الطا ِلباتُ إِلى ال ُمع ِلما
ت ِ ( أصغPara siswi menyimak ibu- ibu guru ) ت
ِ ال ُمع ِلمadalah
Jama’ muannats salim majrur dengan kasrah.
2. Ya’ : pada mutsanna, jama’ mudzakkar salim dan asmaul khamsah
Contohnya :
( مررتُ بِال ُمهن ِد ِسينAku telah mentelaah dua kisah) ين
ِ قِصت: Mutsanna majrur
dengan ya’.
( تحدثتُ مع أ ِخيكAku berbincang-bincang dengan saudaramu) أ ِخيكadalah
asmaul khamsah majrur dengan ya’.
ِ ( اِطلعتُ على قِصتAku berpapasan dengan para insinyur) ال ُمهن ِد ِسينadalah
ين
Jama’ mudzakkar salim majrur dengan ya.
3. Fathah apabila isim itu ghoiru munshorif, yaitu isim yang tidak bisa
menerima tanwin dan tidak ber-alif lam ( ) الmisalnya nama orang.
15
Suatu isim menjadi majrur dalam 2 keadaan yaitu :
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ara’ini, Syeh Syamsuddin Muhammad. 2010. Ilmu Nahwu, Bandung; Sinar Baru
Alensindo.
Anwar, Moch. 2017. Ilmu Nahwu, Bandung; Sinar Baru Alensindo.
18