Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan karena

semua makhluk hidup di dunia ini memerlukan air dan air tidak bias digantikan

dengan apapun,Tumbuhan dan hewan sebagian besar tersusun oleh air. Sel

tumbuhan mengandung lebih dari 75% air dan sel hewan mengandung lebih dari

67%. Kurang dari 0,5% air secara langsung dapat digunakan untuk kepentingan

manusia (Widiyanti, 2015).

Air dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan hidup sehari-

hari. Kebutuhan air untuk keperluan individu berbeda-beda untuk tiap tempat dan

tiap tingkatan kebutuhan. Semakin tinggi taraf kehidupan di suatu tempat, maka

semakin meningkat pula sejumlah kebutuhan akan air. Pemakaian air sangat luas,

sehingga harus diupayakan sedemikian rupa agar tetap tersedia dan memenuhi

persyaratan-persyaratan tertentu baik fisik, biologi maupun kimia (Alwi, 2012).

Industrialisasi dalam penyediaan air minum tumbuh untuk dapat

memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat. Selain itu, didukung pula dengan

adanya beberapa sumber air pegunungan dibeberapa daerah. Air minum dalam

kemasan (AMDK) menjadi alternatif lain sebagai salah satu sumber air minum,

tetapi AMDK hanya dikonsumsi masyarakat tingkat ekonomi menengah keatas

dikarenakan harga yang relatif mahal. Hal tersebut menjadikan air sebagai benda

ekonomi yang mahal sehingga masyarakat mencari cara lain untuk memperoleh
air yang layak untuk dikonsumsi, yaitu air minum dari depot air minum isi ulang

dengan harga yang lebih murah (Bambang, 2014).

Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) merupakan usaha industri yang

melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung

kepada konsumen. Air minum jenis ini dapat diperoleh dari depotdepot dengan

harga lebih murah dari produk air minum dalam kemasan yang bermerk.Karena

itu banyak masyarakat yang beralih pada layanan ini.Hal inilah yang

menyebabkan depot air minum isi ulang banyak bermunculan (Pracoyo, 2016).

Air sangat berperan penting bagi kesehatan,terutama sangat berperan

penting sebagai penentuan status gizi di masyarakat salah satunya yaitu masalah

stunting yang sedang terjadi di Kabupaten Garut.

Kehadiran DAMIU pada satu sisi mendukung upaya mewujudkan

masyarakat sehat karena memperluas jangkauan konsumsi air bersih, tetapi pada

satu sisi yang lain DAMIU menjadi cenderung bermasalah ketika berhadapan

dengan kepentingan bisnis.Apalagi jika persaingan antara depot-depot air minum

isi ulang cukup ketat, sehingga tidak jarang kualitas air minum menjadi tidak

diperhatikan lagi (Natalia, 2014).

Kualitas air minum dijaga agar aman dikonsumsi masyarakat. Tempat

harus terjamin higiene dan sanitasinya. Tenaga kerja yang sehat, berperilaku

bersih dan sehat serta peralatan yang direkomendasikan aman serta air baku yang

berasal dari sumber air bersih dan pengawasan yang terus menerus dapat

menjamin mutu air minum produksi depot air minum (Depkes, 2006 dalam

Abdilanov, 2012).
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu

usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada

manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruh efek, merusak

perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup (Yula, 2016).

Menurut profil Kesehatan lingkungan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Garut tahun 2021 terdapat 906 Depot Air Minum Isi Ulang, yang memenuhi

syarat sebanyak 117 depot,dan 791 depot yang belum memenuhi syarat.dan

terdapat 56 depot dari 56 depot terdapat 30 depot yang belum memenuhi syarat

kesehatan dan 26 yang memenuhi syarat kesehatan di Kecamatan Karangpawitan

Kabupaten Garut tahun 2022.

Tingginya status stunting di garut tidak luput dari Perilaku higiene

penjamah Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dan juga tidak terlepas dari

Pengetahuan dan Perilaku penjamah mengenai hygiene dan sanitasi Depot Air

Minum Isi Ulang. hygiene sanitasi depot air minum sangat penting dalam

penyelenggaraan mimuman agar terhindar dari kontaminasi yang dapat

menimbulkan penyakit.

Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Pengetahuan

Dan Perilaku Penjamah Terhadap Hygiene Sanitasi Depot Air Minum Isi

Ulang (DAMIU) Yang Belum Memenuhi Syarat Di Kecamatan

Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka pertanyaan masalah (problem question)

dalam penelitian ini yaitu “ Bagaimana hubungan Pengetahuan Dan Perilaku

Penjamah Terhadap Hyigiene Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)
Yang Belum Memenuhi Syarat Di Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut

Tahun 2022”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Penjamah Terhadap Hyigiene

Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) Yang Belum Memenuhi

Syarat Di Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

1 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penjamah terhadap

Hygiene Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) Yang Belum

Memenuhi Syarat Di Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut

Tahun 2022?

2 Untuk mengetahui hubungan Perilaku penjamah terhadap Hygiene

Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) Yang Belum

Memenuhi Syarat Di Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut

Tahun 2022?

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

terhadap Dinas Kesehatan dalam rangka pencehagan dan pengendalian

penyakit yang ditularkan melalui Air Minum isi Ulang.


1.4.2 Teoriti
Diharapkan kajian hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi

perkembangan keilmuan Kesehatan Masyarakat, khususnya dalam

pengendalian penyakit yang ditularkan melalui Air Minum isi Ulang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Penginderaan terjadi melalui indera manusia, yakni: indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan bau. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri

seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :

1. Awarenes (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa menarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap

subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.


5. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila

perilaku itu didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung

lama. Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam

merubah perilaku sehingga itu langgeng. (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2 Pentingnya Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri

seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :

6. Awarenes (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

7. Interest (merasa menarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek

sudah mulai timbul.

8. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya.

9. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

10. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses

seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif,

maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila

perilaku itu didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung

lama. Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam

merubah perilaku sehingga itu langgeng. (Notoatmodjo, 2007)

2.1.3 Tingkat Pengetahuan

Dalam Revised Taxonomy, Anderson dan Krathwohl (2001) melakukan

revisi pada kawasan kognitif. Menurutnya, terdapat dua kategori, yaitu dimensi

proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Pada dimensi proses kognitif, ada enam

jenjang tujuan belajar, yaitu sebagai berikut:

1) Mengingat: meningkatkan ingatan atas materi yang disajikan dalam bentuk yang

sama seperti yang diajarkan.

2) Mengerti: mampu membangun arti dari pesan pembelajaran, termasuk komunikasi

lisan, tulisan maupun grafis.

3) Memakai: menggunakan prosedur untuk mengerjakan latihan maupun memecahkan

masalah.

4) Menganalisis: memecah bahan-bahan ke dalam unsur-unsur pokoknya dan

menentukan bagaimana bagian-bagian saling berhubungan satu sama lain dan

kepada keseluruhan struktur.

5) Menilai: membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar tertentu.

6) Mencipta: membuat suatu produk yang baru dengan mengatur kembali unsur-unsur

atau bagian-bagian ke dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada

sebelumnya.
Sedangkan pada dimensi pengetahuan, ada empat kategori, yaitu sebagai

berikut :

1) Fakta (faktual knowledge): berisi unsur-unsur dasar yang harus diketahui siswa jika

mereka akan diperkenalkan dengan satu mata pelajaran tertentu atau untuk

memecahkan suatu masalah tertentu (low level abstraction).

2) Konsep (conceptual knowledge): meliputi skema, model mental atau teori dalam

berbagai model psikologi kognitif.

3) Prosedur (procedural knowledge): pengetahuan tentang bagaimana melakukan

sesuatu, biasanya berupa seperangkat urutan atau langkah-langkah yang harus

diikuti.

4) Metakognitif (metacognitive knowledge): pengetahuan tentang pemahaman umum,

seperti kesadaran tentang sesuatu dan pengethuan tentang pemahaman pribadi

seseorang.

Bila digambarkan dalam bentuk matriks, maka taksonomi Bloom yang

direvvisi oleh Anderson dan krathwohl (2001), tampak dalam tabel berikut:

Dimensi Dimensi Proses Kognitif


pengetahuan Mengingat Memahami Memakai Menganalisa Menilai Menciptakan
Pengetahuan
Factual
Pengetahuan
konseptual
Pengetahuan
prosedural
Pengetahuan
metakognitif

Gambar 2.1
Tabel Taksonomi (Revised by Anderson dan Krathwohl, 2001)
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi

maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

2) Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk kedalam kebutuhan sekunder.

3) Lingkungan Sosial Ekonomi

Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu

dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka

akan lebih besar ia terpapar informasi.

4) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon

terhadap sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan

berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

5) Paparan media massa atau informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media

massa (TV, radio, majalah dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media

massa.
6) Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan.

Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan

berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

2.1.5 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku

Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang

bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktifitas daripada manusia itu

sendiri. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Blum (1986) menyatakan ada 4

faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia yaitu genetik

(hereditas), lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku. (Notoatmodjo, 2007)

Menurut teori Lawrence dalam Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang

mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai

berikut :faktor yang mempermudah (Predisposing factor) , Faktor pendukung

(Enabling factor), Faktor pendorong (reinforsing factor).

2.1.6 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita seseuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan seperti pengetahuan tinggi,

sedang, dan rendah (Notoatmodjo, 2007).

Kemampuan seeorang dalam memberikan jawaban atas suatu masalah,

mampu mewakili seberapa jauh tingkat pengetahuan seseorang tersebut. Secara


statistik kemampuan tersebut dapat diketahui berdasarkan ranking secara objektif

sebagai berikut:

Presentasi ini digunakan ke setiap jawaban pada item pertanyaan

berdasarkan itemnya dan dimasukan kedalam standar kriteria objektif (Arikunto,

2005), sebagai berikut:

 Jawaban benar 75 – 100 % = baik

 Jawaban benar 56 – 74% = cukup

 Jawaban benar 10 – 55% = kurang

2.2 Perilaku

2.2.1 Konsep Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

kuliah, menulis,membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar sedangkan perilaku

dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang

bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada

manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang

sangat luas, mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya.

Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga

merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan

bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati

secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme

tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan

penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Heriditas atau

faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk

perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan

lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan

perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam

rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli perilaku

mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara

perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon). Ia membedakan adanya dua

respons, yakni:

1. Responden respons atau reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang

semacam ini disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons

yang relatif tetap, misalnya: makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur,

cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Pada

umumnya perangsangan-perangsangan yang demikian ini mendahului

respons yang ditimbulkan.

Respondent respons (respondent behavior) ini mencakup juga emosi respons

atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang

kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis

karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah.

Sebaliknya hal-hal yang mengenakan pun dapat menimbulkan perilaku


emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang, dan

sebagainya.

2. Operant respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan

berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini

disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsangan-

perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh

organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau

memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Apabila seorang

anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh

hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi

melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain responsnya akan lebih

intensif atau lebih kuat lagi.

Di dalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (respondent respons

atau respondent behavior) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini

disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan

untuk memodikasikannya adalah sangat kecil. Sebaliknya dari perilaku manusia,

dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan dapat dikatakan tidak

terbatas. Fokus teori Skinner ini adalah respons atau jenis perilaku yang kedua ini.

2.2.2 Prosedur Pembentukan Perilaku

Seperti telah disebutkan di atas sebagian besar perilaku manusia adalah

operant respons. Untuk itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu, yang disebut operant conditioning.

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner

adalah sebagai berikut :


1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen

tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya

perilaku yang dimaksud.

3. Dengan menggunakan secara urut komponen itu sebagai tujuan-tujuan

sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing

komponen tersebut.

4. Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan urutan komponen

yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka

hadiahnya diberikan, hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku

(tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah

terbentuk, kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang diberi

hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian

berulang-ulang, sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan

dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku

yang diharapkan terbentuk.

2.2.3 Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme

atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons

ini berbentuk dua macam, yakni:


1. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia

dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,

tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah

merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih

bersifat terselubung, dan disebut “covert behavior”. Sedangkan tindakan

nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice)

adalah merupakan “overt behavior”.

2.2.4 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) pada dasarnya adalah

suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau

perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan,

persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).

Sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri 4 unsur pokok, yakni: sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara

lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia

berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi

penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya, maupun

aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit


tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai

dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni :

a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,

(health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah

raga dan sebagainya.

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah

respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai

kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan

sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit

kepada orang lain.

c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking

behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan,

misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari

pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri,

dokter praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional

(dukun, sisdhe, dan sebagainya).

d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation

behavior), yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha

pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya

melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka

pemulihan kesehatannya.

1. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan

modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap


fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya,

yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilits,

petugas, dan obat-obatan.

2. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang

terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini

meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan

serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan

makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

3. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)

adalah seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku

ini antara lain mencakup :

a. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen,

manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut

segi-segi higienic pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.

c. Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah

cair. Termasuk di dalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah

yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.

d. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi,

pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

e. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor),

dan sebagainya.
Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan

bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya

suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan

suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak

menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.

Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi,

emosi, proses belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan syaraf pusat

memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena merupakan sebuah

bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau

tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit

dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi-energi di dalam

impuls-impuls syaraf. Impuls-impuls syaraf indra pendengaran, penglihatan,

pembauan, pencecepan dan perabaan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan

melalui impuls-impuls syarat ke susunan syaraf pusat.

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui

melalui persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui

panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun

mengamati terhadap objek yang sama. Motivasi yang diartikan sebagai suatu

dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan juga dapat terwujud dalam

bentuk perilaku. Perilaku juga dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang

mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, yang pada


hakikatnya merupakan faktor keturunan (bawaan). Manusia dalam mencapai

kedewasaan semua aspek tersebut di atas akan berkembang sesuai dengan hukum

perkembangan.

Belajar di artikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang dihasilkan

dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan

perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui proses dan berlangsung

dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua, yakni faktor intern

dan ekstern.

Faktor intern mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,

motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik

seperti : iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku adalah merupakan

konsepsi yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu

pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang yang memberikan

predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap suatu

objek.

Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) mengajukan klasifikasi perilaku

yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut:

1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan

tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan


kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit,

kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.

2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan

mengenai keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk di sini juga

kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit,

penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau

kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh

kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap

kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain,

terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung

jawab terhadap kesehatannya.

Saparinah Sadli (1982) dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan individu

dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi di dalam suatu diagram

sebagai berikut:
Lingkungan umum

Lingkungan terbatas

Lingkungan Keluarga

Individu

Sumber : Notoadmojo, 2007


Gambar 2.2
Interaksi Perilaku Kesehatan

Keterangan:

1. Perilaku kesehatan individu; sikap dan kebiasaan individu yang erat kaitannya

dengan lingkungan.

2. Lingkungan keluarga; kebisaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai

kesehatan.

3. Lingkungan terbatas: tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat

sehubungan dengan kesehatan.

4. Lingkungan umum; kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang kesehatan,

undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan sebagainya.

Setiap individu sejak lahir terkait di dalam suatu kelompok, terutama

kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka

kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok

lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan dan

norma-norma sosial tertentu, maka perilaku tiap individu anggota kelompok


berlangsung di dalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu

tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.

Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa

perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang

bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan, dan kurang

berdasarkan pada pengetahuan biologi. Proses semacam ini menggambarkan

berbagai tindakan yang dilakukan si penderita mengenai gangguan yang dialami,

dan merupakan bagian integral interaksi sosial pada umumnya. Proses ini

mengikuti suatu keteraturan tertentu yang dapat diklasifikasikan dalam 4 bagian,

yakni:

1. Ada suatu penilaian dari orang yang bersangkutan terhadap suatu gangguan

atau ancaman kesehatan. Dalam hal ini persepsi individu yang bersangkutan

atau orang lain (anggota keluarga) terhadap gangguan tersebut berperan.

Selanjutnya, gangguan dikomunikasikan kepada orang lain (anggota

keluarga), dan mereka yang diberi informasi tersebut menilai dengan kriteria

subjektif.

2. Timbulnya kecemasan karena adanya persepsi terhadap gangguan tersebut.

Disadari bahwa setiap gangguan kesehatan akan menimbulkan kecemasan

baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anggota keluarga lainya. Bahkan

gangguan tersebut dikaitkan dengan ancaman adanya kematian. Dari

ancaman-ancaman ini akan menimbulkan bermacam-macam bentuk perilaku.

3. Penerapan pengetahuan orang yang bersangkutan mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan masalah kesehatan, khususnya mengenai gangguan yang

dialami. Oleh karena gangguan kesehatan terjadi secara teratur di dalam suatu
kelompok tertentu, maka setiap orang di dalam kelompok tersebut dapat

menghimpun pengetahuan tentang berbagai macam gangguan kesehatan yang

mungkin terjadi. Dari sini sekaligus orang menghimpun berbagai cara

mengatasi gangguan kesehatan itu, baik secara tradisional maupun secara

modern. Berbagai cara penerapan pengetahuan baik dalam menghimpun

berbagai macam gangguan maupun cara-cara mengatasinya tersebut adalah

merupakan pencerminan dari berbagai bentuk perilaku.

4. Dilakukannya tindakan manipulatif untuk meniadakan atau menghilangkan

kecemasan atau gangguan tersebut. Di dalam hal ini baik orang awam

maupun tenaga kesehatan melakukan manipulasi tertentu dalam arti

melakukan suatu untuk mengatasi gangguan kesehatan. Dari sini lahirlah

pranata-pranata baik tradisional maupun modern.

2.2.5 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007). Perilaku

dipengaruhi oleh 3 Faktor utama yaitu:

a). Faktor predisposisi (Predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi, dan

sebagainya.

b). Faktor Pemungkin (Enabling factors)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah,

tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya

termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,


poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta

dan sebagainya.

c). Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan

termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat

maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan.

2.3 Sanitasi

Menurut Rante Tampang (2001:78), “sanitasi adalah perilaku disengaja

dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan

langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan

usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan”. Bahaya ini bisa terjadi

secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia dari penyakit terkait. Bahan

buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia

atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik, bahan

buangan industri dan bahan buangan pertanian. Sanitasi oleh World Health

Organization adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan

fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang

mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan

hidup. Sanitasi tempat-tempat umum ialah suatu usaha untuk mengawasi dan

mencegah kerugian akibat dari tempat-tempat umum terutama yang erat

hubungannya dengan timbulnya atau penularannya suatu penyakit. Sanitasi

makanan adalah meliputi kegiatan usaha yang ditujukan kepada kebersihan dan

kemurnian makanan agar tidak menimbulkan penyakit. Pengertian lain


menyebutkan, sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang

menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan

dan minuman dari segala bahaya yang mengganggu atau merusak kesehatan,

mulai dari sebelum makanan itu diproduksi, selama proses pengolahan,

penyiapan, pengangkutan penjualan, sampai pada saat dimana makanan dan

minuman tersebut siap dikonsumsi masyarakat (konsumen). Sanitasi dan higiene

lingkungan menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pariwisata-1998 adalah

sanitasi dan higiene yang melingkup perorangan, makanan dan minuman serta

lingkungan. Dari pengertian di atas, higiene dan sanitasi menyangkut ilmu

kesehatan dan kebersihan lingkungan agar dapat hidup sehat dimanapun berada

dikeluarga dan masyarakat. Dengan mengetahui higiene dan sanitasi, dapat

tercapai hidup sehat dan bersih. Misalnya pada masing-masing keluarga

membiasakan diri setiap hari membersihkan ruangan dan halaman, menempatkan

tempat sampah yang benar, menata tanaman dengan luas areal rumah. Penghuni

rumah membiasakan mandi dua kali sehari secara teratur, membiasakan enam

bulan sekali cek kesehatan di puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan (Bagus

Putu Sudiara, I Nyoman Sukana Sabudi, 1996:5).

2.4 Hygiene Sanitasi

Hygiene ialah upaya kesehatan masyarakat yang khusus meliputi segala usaha

untuk melindungi, memelihara dan mempertinggikan derajat kesehatan baik untuk

umum maupun perseorangan. Prinsip-prinsip hygiene sanitasi makanan dan

minuman adalah teori praktis mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia

dalam mentaati asas kesehatan, asas kebersihan, dan asas keamanaan dalam

menangani produk makanan dan minuman. Air dapat terkontaminasi oleh


mikroorganisme penyebab penyakit yang dihantarkan oleh air (waterborne

disease) apabila praktek hygiene dan sanitasi tidak diikuti (Mundiatun, 2015).

2.5 Laik Hygiene

Sanitasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, Sertifikat

Laik Higiene Sanitasi adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan

kabupaten/kota atau Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menerangkan bahwa

DAM telah memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum dan

persyaratan Higiene Sanitasi serta ketentuan - ketentuan teknis kesehatan yang

ditetapkan terhadap produk air minum, personel dan perlengkapannya yang

meliputi persyaratan biologis, kimia dan fisik. Uji Laik Higiene Sanitasi dilakukan

oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten ke DAM yang berada di wilayah kerja

masing-masing daerah (Kemenkes, 2014). Depot air minum dikatakan Laik

Higiene Sanitasi apabila nilai yang didapat dari penilaian Uji Laik Higiene

Sanitasi minimal 70% termasuk hasil laboratorium memenuhi syarat (Kemenkes,

2014).

2.6 Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)

Usaha Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dimulai sekitar tahun 1999.

Pada tahun ini, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi, sehingga membuat

masyarakat mencari alternative untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan

biaya yang lebih murah. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap air

mendorong tumbuhnya usaha DAMIU, dan harganya lebih murah dibandingkan

AMDK. Depo dimulai tahun 1997 oleh 400 pengusaha kecil dan jumlahnya terus
meningkat, awal tahun 2000 mencapai 1.200 Depo yang tersebar diberbagai kota

(Afif N, 2008).

2.6.1. Definisi Air Minum Isi Ulang

Air minum isi ulang adalah air yang diproduksi melalui proses

penjernihan dan tidak memiliki merk (BPS, 2018). Depot air minum isi ulang

adalah badan usaha yang mengelola air minum untuk keperluan masyarakat dalam

bentuk curah dan tidak dikemas (Depkes, 2006). Menurut SK Menperindag No.

651/MPP/KEP/10/2004 yang dimaksud dengan depot air minum adalah usaha

industry yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan

menjual langsung kepada konsumen (Kemenperindag, 2004).

2.6.2. Standar Depot Air Minum Isi Ulang

Sebagaimana telah tercantum pada Permenkes no 43 tahun 2018 tentang

standar Depot Air Minum Isi Ulang bahwa Depot Air Minum Isi Ulang yang

memenuhi standar dan tidak memenuhi standar, depot yang telah lulus Inspeksi

Sanitasi Depot Air Minum dengan nilai di atas 70 atau lebih di nyatakan lulus\

layak, sementara jika dengan nilai 70 kebawah dinyatakan tidak lulus\layak.

2.6.3. Proses Pengolahan Air Minum

Pada Depot Air Minum Isi Ulang Urutan proses produksi di Depot Air

Minum Isi Ulang menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI

No. 651/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan

Perdagangan, yaitu (Kepmenperindag, 2004) :

1. Penampungan air baku dan syarat bak penampung

Air baku yang diambil dari sumbernya diangkut dengan menggunakan

tangki dan selanjutnya ditampung dalam bak atau tangki penampung


(reservoir). Bak penampung harus dibuat dari bahan tara pangan (food

grade) seperti stainless stell, poly carbonat, harus bebas dari bahan-bahan

yang dapat mencemari air. Tangki pengangkut mempunyai persyaratan

yang terdiri atas :

a. Khusus digunakan untuk air minum

b. Mudah dibersihkan serta di desinfektan dan diberi pengaman

c. Harus mempunyai manhole

d. Pengisian dan pengeluaran air harus melalui keran

e. Selang dan pompa yang dipakai untuk bongkar muat air baku harus

diberi penutup yang baik, disimpan dengan aman dan dilindungi dari

kemungkinan kontaminasi.

Tangki galang, pompa dan sambungan harus terbuat dari bahan tara pangan

(food grade) seperti stanless stell atau oly carbonat, tahan korosid, dan

bahan kimia yang dapat mencemari air. Tangki pengangkut harus

dibersihkan dan desinfeksi bagian luar minimal 3 (tiga) bulan sekali. Air

baku harus diambil sampelnya, yang jumlahnya cukup mewakili untuk

diperiksa terhadap standart mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri

Kesehatan

2. Penyaringan bertahap terdiri dari :

a. Saringan berasal dari pasir atau saringan lain yang efektif dengan

fungsin yang sama. Fungsi saringan pasir adalah menyaring partikelpartikel

yang kasar. Bahan yang dipakai adalah butir-butir silica

(SiO2) minimal 80%.

b. Saringan karbon aktif yang berasal dari batu bara atau batok kelapa
berfungsi sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor, dan bahan

organic. Daya serap terhadap Iodine (I2) minimal 75%.

c. Saringan/ filter lainnya yang berfungsi sebagai saringan halus

berukuran maksimal 10 (sepuluh) mikron.

3. Desinfeksi

Desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh kuman pathogen. Proses

desinfeksi dengan menggunakan ozon (O3) berlangsung dalam tangki atau

alat pencampuran ozon lainnya dengan konsentrasi ozon minimal 0,1 ppm

dan residu ozon sesaat setelah pengisian berkisar antara 0,06 – 0,1 ppm.

Tindakan desinfeksi selain menggunakan ozon, dapat dilakukan dengan

cara penyinaran Ultra Violet (UV) dengan panjang gelombang 254 nm

atau kekuatan 25370 A dengan intensitas minimum 10.000 mw detik per

cm2.

a. Pembilasan, Pencucian dan Sterilisasi Wadah

Wadah yang dapat digunakan adalah wadah yang terbuat dari bahan

tara pangan (food grade) seperti stainless stell, poly carbonat atau poly

vinyl carbonat dan bersih. Depot air minum wajib memeriksa wadah

yang dibawa konsumen. Wadah yang akan diisi harus di sterilisasi

dengan menggunakan ozon (O3) atau air ozon (air yang mengandung

ozon). Bilamana dilakukan pencucian maka harus dilakukan dengan

menggunakan berbagai jenis deterjen tara pangan (food grade) dan air

bersih dengan suhu berkisar 60 – 850C, kemudian dibilas dengan air

minum atau air produk secukupnya untuk menghilangkan sisa – sisa

deterjen yang dipergunakan untuk mencuci.


b. Pengisian Pengisian wadah dilakukan dengan menggunakan alat dan

mesin serta dilakukan dalam tempat pengisian yang hygienis.

c. Penutupan Penutupan wadah dapat dilakukan dengan tutup yang

dibawa konsumen atau yang disediakan oleh Depot Air Minum.

2.6.4. Regulasi Kesehatan Depot Air Minum Isi Ulang

Regulasi higienitas dan sanitasi ini dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, no. 43 tahun 2014. Beberapa poin penting soal standar depot

air minum isi ulang (DAMIU) yang mengacu pada peraturan tersebut antara lain:

1. Higienitas dan sanitasi perlu diperhatikan, terutama dari tempat, peralatan,

dan orang yang menangani langsung air minum agar aman hingga sampai

ke tangan konsumen.

2. Pengelola DAMIU juga harus memenuhi sertifikasi yang dikeluarkan oleh

pemerintah setempat. Sertifikasi ini dilakukan agar DAMIU bisa konsisten

menjamin higienitas dan sanitasinya.

3. Tempat pengelolaan DAMIU harus melakukan pemeriksaan kesehatan

pegawainya, minimal satu kali dalam setahun.

4. Penting bagi pengelola depot air minum isi ulang (DAMIU) untuk

menjaga kualitas peralatan dan perlengkapan standar yang digunakan.

Termasuk menjaga kebersihan galon sebelum diisi air minum. Galon yang

akan diisi harus dibersihkan terlebih dahulu, setidaknya sepuluh detik dan

setelah diisi diberi tutup yang bersih.

5. Galon yang sudah diisi air minum, harus segera diberikan kepada

konsumen dan tidak boleh disimpan di DAMIU lebih dari 24 jam untuk

menghindari kemungkinan tercemar.


6. Petugas DAMIU, wajib mengikuti pelatihan higienitas dan sanitasi depot

air minum yang diselenggarakan oleh pemerintah. Peserta pelatihan yang

telah lulus memperoleh sertifikat yang ditandatangani oleh pemerintah

setempat dan penyelenggara pelatihan tersebut.

2.6.5. Regulasi Perdagangan Depot Air Minum Isi Ulang

Sesuai dengan Kepmenperindag RI No. 651/MPP/KEP/10/2004 tentang

persyaratan teknis depot air minum dan perdagangannya. Dijelaskan bahwa

DAMIU wajib (Kepmenperindag, 2004) :

1. Memiliki izin operasi tanda daftar industry (TDM) dan tanda daftar usaha

(TDUP)

2. Memiliki surat jaminan pasok air baku dari perusahaan yang memiliki izin

pengambilan air dari instansi yang berwenang.

3. Wajib memiliki laporan hasil uji air minum yang dihasilkan dari

laboratorium pemeriksaan kualitas air yang ditunjuk Pemerintah

Kabupaten/Kota atau yang terakreditasi.

2.6.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bakteriologis Depot Air Minum

Hygiene sanitasi depot air minum adalah upaya untuk mengendalikan

faktor resiko terjadinya kontaminasi yang berasal dari tempat, peralatan dan

penjamah terhadap air minum agar aman dikonsumsi. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam Depot Air Minum Isi Ulang, seperti :

2.6.7. Tempat Pada Depot Air Minum Isi Ulang

Bangunan/ gedung depot harus kuat/kokoh, agar tidak memungkinkannya

sebagai tempat berkembangbiaknya vector dan binatang pengganggu, konstuksi

lantai bersih dan tidak licin, bagian yang selalu kontak dengan air dibuat miring
ke arah saluran pembungan air agar tidak membentuk genangan air, dinding

bersih permukaan yang selalu berkontak dengan air harus

kedap air agar tidak menjadi lembab, dinding berwarna terang agar vector

dan binatang pengganggu tidak bersarang karena vector dan binatang pengganggu

lebih suka di tempat yang gelap dan lembab, pintu dapat dibuka dan ditutup

dengan baik serta dapat mencegah masuknya binatang pengganggu,ventilasi

dibuat dengan baik agar ada pertukaran udara yang baik dan tidak lembab.

2.6.8. Penjamah Depot Air Minum

Penjamah harus dengan keadaan sehat untuk menghindari kontak dengan

sumber penyakit dan dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air minum.

Penjamah harus berperilaku higienis dan saniter setiap melayani konsumen yaitu

seperti mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir setiap melayani

konsumen karena meskipun tampaknya ringan dan sering disepelekan namun

terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan dan

minuman, pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan

menghilangan banyak mikroba yang terdapat pada tangan, menggunakan pakaian

kerja yang bersih dan tidak merokok pada saat melayani konsumen karena dapat

menyebabkan pencemaran terhadap air minum. Penjamah harus melakukan

pelatihan agar memahami hal-hal yang jika terjadi kontaminasi dapat

memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, atau sumber lain ke

makanan/minuman.

2.6.9 Peralatan Depot Air Minum

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan antara lain pipa pengisian air

baku, tandon air baku, pompa penghisap dan penyedot, filter, mikro filter,
wadah/galon air baku atau air minum, kran pengisian air minum, kran

pencucian/pembilasan wadah/galon, kran penghubung, dan peralatan desinfeksi

harus terbuat dari bahan tara pangan atau tidak menimbulkan racun yang dapat

merubah kualitas air minum isi ulang.

Peralatan depot air minum isi ulang harus di sterilisasi terlebih dahulu dulu

dengan menggunakan ultraviolet untuk mematikan bakteri yang menempel pada

peralatan yang digunakan di depot air minum isi ulang. Ultraviolet yang tidak

sesuai antara kapasitas dan kecepatan air yang melewati penyinaran ultraviolet,

sehingga air terlalu cepat, maka bakterinya tidak mati. Idealnya untuk air minum

kapasitas ultraviolet minimal adalah tipe 8 GPM 9galon permenit) berarti kran

pengisian depot digunakan untuk mengisi maksimal 1,5 botol per menit

2.7. Air Minum

2.7.1. Definisi Air Minum

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/MENKES/PER/IV/2010

tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum, disebutkan bahwa

air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses

pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (Kemenkes, 2010).

2.7.2. Jenis Air Minum

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun 2010 tentang

Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum, jenis air minum adalah

airyang di distribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga, air yang

didistribusikan melalui tangki, air kemasan, dan air yang digunakan

untukproduksi bahan makanan yang disajikan kepada masyarakat. Jenis air

minum tersebut harus memenuhi syarat kesehatan air minum (Kemenkes, 2010).
2.7.3. Sumber Air Baku Untuk Air Minum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republic Indonesia No. 16 tahun 2005

tentang Pengembangan System Penyediaan Air Minum, bahwa yang dimaksud

dengan air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut airbaku

adalah air yang berasal dari sumberair permukaan, cekungan air tanah atauair

hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk minum.Adapun

jenis air baku yang digunakan untuk air minum diantaranya yaitu (Pemerintah RI,

2005) :

1. Air Tanah/ Sumur

Air yang berasal dari dalam tanah, yang diambil dengan cara

pengeboran kemudia disedot dengan menggunakan pompa air. Air ini

memmpunyai kondsi dan kandungan kontaminan yang bervariatif

seperti kandungan mangan, besi, nitrat, nitrit, sehingga sulit sekali di

control. Selain itu, air tersebut banyak terkontaminasi oleh bakteri E.

coli yang berasal dari kotoran hewan dan manusia.

2. Air PAM

Air yang diolah perusahaan air minum (PAM) yang bersumber dari air

sungai maupun air tanah. Air ini diolah dengan maksud agar bakteri

berbahaya terbunuh dan pada umumnya dengan menggunakan klorin.

Akan tetapi klorin adalah senyawa kimia yang juga berbahaya jika

dikonsumsi oleh manusia karena hasil turunannya yaitu trihalomethane

yang dapat menyebabkan penyakit kanker.


3. Mata air/ Air Pegunungan

Air yang keluar dari mata air tanah adalah bersih. Air ini mengalami

penyaringan oleh batuan sehingga bersifat jernih dan bersih. Air yang

bersumber dari pegunungan/ mata air bersifat tawar atau tidak berasa,

karena mengandung banyak garam karbonat. Garam karbonat

bersumber dari batuan-batuan yang dilewati oleh air, seperti mineral

kalsium (Ga) dan phosphor (P).

2.8 Manfaat Air

Air diperlukan oleh tubuh seperti halnya udara, tanpa air manusia dapat

dipastikan tak bisa bertahan hidup, demikian makhluk lainnya seperti hewan dan

tumbuh-tumbuhan. Air adalah kebutuha semua makhluk hidup, hidup tanpa air

akan membahayakan makhluk itu sendiri, bahkan hidup tanpa air makhluk hidup

akan binasa. Air diperlukan oleh manusia, ditubuh manusia 60% nya adalah air,

kegunaan air bagi tubuh manusia adalah (Depkes, 2006):

1. Menjaga keseimbangan fisiologi tubuh, tubuh setiap saat mengeluarkan

cairan berupa keringat, air mata, air seni, tinja dan uap pernafasan.

2. Sebagai zat pelarut bahkan makanan, tanpa air bahan makan sulit

dicerna.

3. Bahan pembentuk sel sebagaian besar sel terdiri dari air, jika

kekurangan air sel akan mengecil dan tidak dapat berfungsi atau bergerak.

4. Pembawa bahan-bahan buangan tubuh (tinja, urin, keringar) atau bahan

makanan.
2.9 Peranan Air Dalam Mempengaruhi Kesehatan

Mengingat pentingnya air bagi kehidupan, maka air harus dikelola dengan

sangat hati-hati karena air dapat berperan mengganggu kesehatan atau disebut

Waterborne Diseases, yaitu sebagai (Depkes, 2006) :

a. Media penyebaran penyakit secara langsung kepada manusia.

b. Media perkembangan penyakit.

c. Penyebab penyakit pada manusia. Penyakit-penyakit akut ( penyakit timbul

dalam beberapa jam sampai dua hari ) yang ditularkan melalui air dan

penyebabnya biasanya bakter/virus/kuman, seperti contoh berikut ini

(Depkes, 2006) :

a. Kolera penyebabnya vibrio kolera

Penyakit kolera merupakan penyakit gastroenteritis pada manusia yang

disebabkan makanan dan minuman tercemar oleh vibrio. Penyakit kolera

sangat jarang di Negara maju karena masalah hygienitas yang tinggi terutama

proses pengolahan dan pembunuhan bakteri pathogen dan pemberian

desinfektan pada pengolahan air minum.

b. Typhus perut, penyebabnya Salmonella Typhi A, B, C, D

Pencemaran air minum oleh bakteri Salmonella dapat menimbulkan

penyakit gastroenteritis dan typhoid. Sumber penularan ini dapat terjadi

karena tinja manusia atau hewan. Typhoid disebabkan oleh bakteri

salmonella merupakan bakteri gram negatif.

c. Dysentri
Penyakit dysentri disebabkan oleh Entamoeba hystolittica dan Shigella

dysentriae, termasuk jenis amoeba dan cara penularannya yaitu melalui

tinja yang dihinggapi lalat, kemudian menempel pada makanan atau

minuman dan dikonsumsi oleh manusia.

d. Diare

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Diare atau

pada umumnya disebut mencret disebabkan karena bermacam-macam

bakteri seperti Shigella, Salmonella, Eschericia coli, virus dan

sebagainya.

e. Hepatitis,

disebabkan oleh semacam virus hepatitis. Penyakit- penyakit kronis

(cemaran baru dapat menimbulkan penyakit setelah beberapa tahun

menumpuk dalam tubuh) yang dibawa oleh air, biasanya disebabkan

adanya kandungan senyawa/zat kimia organic dan atau An-organik di

dalam air. Kandungan senyawa/zat kimia organik dalam air cenderung

bervariasi dan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Penyakit kronis yang dimaksud adalah seperti kanker/tumor,

menurutnya kecerdasan, berubahnya gen pembawa sifat keturunan yang

akan datang, keracunan genetic, meracuni urat syaraf, terjadi kesalahan

dalam pembentukan janin (malformasi janin), merusak jantung dan

urat-urat darah (kardiovaskuler) (Depkes, 2006).


2.10 Kerangka Teori

Kerangka teori penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antar konsep

satu terhadap konsep lain yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2002). Kerangka teori

penelitian ini terdiri dari variabel-variabel (Gibson, 1987) yaitu sebagai berikut:

1. Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan

keterampilan, latar belakang, dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan

keterampilan yang dipengaruhi oleh mental dan fisik merupakan faktor

utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sub-variabel latar

belakang yang dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial dan pengalaman.

Kemudian sub-variabel demografis yang dipengaruhi oleh umur, etnis dan

jenis kelamin mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja

individu.

2. Variabel psikologi terdiri dari sub-variabel Persepsi, Sikap, Kepribadian,

Pengetahuan dan Motivasi

3. Variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja

individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya,

kepemimpinan, sistem penghargaan, struktur organisasi dan desain

pekerjaan.

Untuk kerangka teori dari penelitian ini dapat dilihat pada diagram berikut

ini:
Bagan 2.1
Kerangka teori yang mempengaruhi perilaku dari Gibson (1987)

Variabel Individu: Perilaku


 Kemampuan dan
(Apa yang dikerjakan) Psikologis:
keterampilan
- Mental  Persepsi
- Fisik  Sikap
 Latar belakang  Kepribadian
- Keluarga
 Pengetahuan
- Tingkat sosial
- pengalaman  Motivasi
Variabel Organisasi:
 Demografis  Sumber daya
- Umur  Kepemimpinan
- Etnis
 Sistem penghargaan
- Jenis kelamin
 Struktur organisasi
 Desain pekerjaan
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikan apa yang

diketahui atau disikapinya (dinilai baik),inilah yang disebut praktik kesehatan,

atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (Notoatmodjo 2014)

Dalam hal ini penulis meneliti tentang bagaimana pengaruh pengetahuan

dan perilaku tentang hygiene sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di

Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut Tahun2022).

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Variabel Independent (Bebas) Variabel Dependent (Terikat)

Pengetahuan
Hygiene Ssanitasi Depot
Air Minum (DAMIU)

Perilaku
3.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep diuraikan di atas, maka ditarik hipotesis

sebagai kesimpulan sementara yaitu

a. Ada hubungan antara Pengetahuan penjamah dengan hygiene sanitasi Depot

Air Minum di kecamatan karangpawitan kabupaten garut

b. Ada hubungan antara Perilaku penjamah dengan hygiene sanitasi Depot Air

Minum di kecamatan karangpawitan kabupaten garut

3.3 Definisi Operasional

Agar variabel dapat diukur menggunakan instrumeni atau alat ukur maka

variabel harus dibatasi. Jadi definisi operasional adalah uraian tentang batasan

variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang

bersangkutan. (Notoatmodjo, 2010

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Skala
No Variabel Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
1. Sanitasi Sanitasi Kuesioner Wawancara Penilaian dengan Nominal
Depot Air adalah suatu dan memberi skor
Minum Isi Usaha Observasi kuisioner
Ulang kesehatan Ya = 1
yang menitik Tidak = 0
beratkan pada Dengan hasil
pengawasan penilaian=
lingkungan Baik =≥50%
pada dari hasil
perusahaan jawaban ya
Depot Air Kurang baik =≤
Minum 50% dari
(Isnaini 2016) (Sunyoto,danang
2016)
2 Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Wawancara 1.Kurang: Ordinal
merupakan apabila 10-55%
hasil “Tahu“
dan ini terjadi
2.Cukup apabila
setelah orang
melakukan 56-75%
pengindraan
terhadap 3.Baik: apabila
objek tertentu. 76-100%
(Notoatmodjo
, 2007).
Dalam hal ini
tentang
hygiene
sanitasi Depot
Air Minum

6 Perilaku Semua Observasi Daftar Negatif : <nilai Nominal


hygiene kegiatan atau Tilik mean
penjamah aktivitas
terhadap manusia, baik
sanitasi yang diamati
Depot Air langsung,
Minum maupun yang
tidak dapat
diamati oleh
pihak luar
(Notoatmodjo
, 2007).
Dalam hal ini
meliputi
hygiene
sanitasi Depot
Air Minum
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

metode analitik. Tujuan dari penelitian analitik ini adalah peneliti yang mencoba

menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. (Notoatmodjo,

2010). Dalam hal ini jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian

observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional, ialah suatu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan

efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat (point time approach). (Notoatmodjo, 2010)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di depot yang berada di

Kecamatan Karangpawitan Kabupaten garut

Waktu Penelitian :

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

(Notoatmodjo, 2007)

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penjamah Depot Air Minum di

Keacamatan Karangpawitan Kabupaten Garut 2022 dengan jumlah 60 Depot Air

Minum Isi Ulang (DAMIU)


4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmodjo, 2007)

Dalam penelitian sampel yang peneliti lakukan adalah Total Sampling yaitu

suatu tehnik penentuan sampel bisa semua anggota populasi dijadikan sampel.

Maka jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 60 responden. Total Sampling

adalah tehnik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Sugiyono,2014).

4.3.2.1 Kriteria Sampel

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

a. Penjamah Depot Air Minum Isi Ulang di Kecamatan karangpawitan

b. Penjamah Depot Air Minum Isi Ulang di Kecamatan karangpawitan

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah subjek penelitian yang tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian. Kriteria eksklusi tersebut adalah:

a. Penjamah Depot Air Minum Isi Ulang dalam keadaan sakit

b. Penjamah Depot Air Minum Isi Ulang sedang berpergian jauh

c. Bukan penjamah Depot Air Minum Isi Ulang

4.4 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data. (Notoatmodjo, 2007). Instrument yang digunakan adalah kuesioner, yaitu

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari


responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang ia ketahui (Arikunto).

Intstrument pada penelitian ini adalah Pedoman Wawancara / kuesioner.

4.5 Teknik Pengambilan Data


4.5.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian

terutama responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah suatu

daftar yang berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi mengenai masalah / bidang yang akan diteliti yang diisi oleh responden

meliputi pertanyaan-pertanyaan yang merupakan penjabaran dari variabel-variabel

penelitian (Notoatmodjo, 2007). Data tersebut berupa jawaban dari pertanyaan

yang ada di kuesioner menggunakan teknik wawancara yaitu melakukan tanya

jawab langsung/dialog dengan pihak-pihak terkait sebagai objek penelitian yaitu

penjamah Depot Air Minum Isi Ulang guna memperoleh data yang dapat

dilakukan melalui observasi maupun dokumentasi.

4.5.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur yang

berhubungan dengan variabel penelitian yang meliputi variabel kemampuan,

sikap, motivasi dan kinerja. Selain itu dari dokumen dan catatan lainnya yang

menunjang penelitian. Studi dokumentasi yaitu mempelajari artikel-artikel serta

mengumpulkan dokumen-dokumen dengan masalah-masalah penelitian yang

diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder ini didapat dari

beberapa Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut dan lain-lain.


4.6 Pengolahan Dan Analisis Data

Mekanisme pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan komputerisasi.

1.6.1 Pengolahan Data

Mekanisme pengolahan data menurut Notoatmodjo (2010) terdapat lima

langkah yaitu:

1. Editing

Dilakukan setelah semua data terkumpul dari hasil wawancara melalui

kuesioner kemudian data itu diperiksa satu persatu apakah data tersebut

sudah diisi sesuai dengan petunjuk sebelumnya. Langkah ini dimaksudkan

untuk melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan

keragaman data.

2. Coding

Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasikan data memberi

kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dan sumber

data yang telah diperiksa. Selain itu, pengkodean digunakan untuk

memudahkan proses entry data tiap jawaban diberi kode.

3. Scoring

Scoring data merupakan kegiatan pemberian nilai pda jawaban

responden kemudian dimasukan klasifikasi sesuai jumlah akhir.

4. Entry Data

Pemasukan data dan analisis statistik dilakukan secara komputerisasi.


5. Tabulasi

Dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai dengan variabel yang

akan diteliti guna memudahkan dalam analisis data yaitu pengumpulan

data dari lapangan hasil wawancara dan observasi langsung dengan

kuesioner kemudian data tersebut diolah dan dimasukan kedalam tabel.

6. Review

Yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry/

dimasukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan atau tidak.

4.6.2 Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan peneliti dalam pengolahan data penelitian

ini yaitu dengan dua analisis statistik yaitu:

1. Analisis Univariat

Merupakan analisis persentase untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dan presentase dari variabel yang diteliti, yang dalam

pengkajiannya berbentuk tabel dari masing-masing variabel. Analisis yang

digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat distribusi

frekuensi nilai maksimum, nilai minimum, dan nilai rata-rata serta standar

deviase variabel-variabel yang diteliti baik variabel terikat maupun

variabel bebas.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan melalui analisa tabel silang dari uji

statistik. Tabel silang dilakukan dengan memuat distribusi frekuensi

dengan memuat dua variabel. Agar variabel mudah dibaca, variabel

terpengaruh disusun kolom atau horizontal.


Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

mempengaruhi, dalam variabel ini dilakukan pengujian Chi Square (X),

(Notoatmodjo, 2010)

Proses pengujian Chi Square adalah membandingkan frekuensi yang

menjadi observasi dengan nilai harapan sama, maka dikatakan tidak ada

pengaruh yang bermakna (signifikan). Metode Chi Square digunakan

untuk mengadakan pendekatan mengestimasi beberapa faktor atau

mengevaluasi hasil observai (fol) dengan frekuensi yang diharapkan (fe)

dari samapel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan

atau tidak.

Dalam Sugiyono (2006), pembuktian uji Chi Square (x2) dengan

menggunakan formula:

∑ (fo-fe)2
X2=
Fe
Keterangan:

X2 : nilai Chi Square

fo : frekuensi yang diobservasi

fe : frekuensi yang diharapkan

Rumus mencari frekuensi teoritis (fe):

∑ fk (∑fk) x (∑fb)
fe =
∑T

Keterangan:

fe : frekuensi yang diharapkan

(∑fk) : jumlah frekuensi pada kolom

(∑fb) : jumlah frekuensi pada baris


∑T : jumlah keseluruhan baris atau kolom

Uji statistik Chi Square dengan confident deferensen 95% dengan alpa

0,05 kesimpulan P < 0,05 ada hubungan yang bermakna, sedangkan P >

0,05 tidak ada hubungan bermakna. Kriteria penerimaan dan penolakan

Ho:

1. Ho ditolak apabila nilai p value < α (0,05)

2. Ho diterima apabila nilap p value > α (0,05)

4.7 Tahapan Kegiatan Penelitian

Tabel 4.1
Jadwal Kegiatan Penelitian

Jadwal Kegiatan
No Kegiatan
Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke Minggu Ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul
Penyusunan
2
proposal
Penyusunan
3
Instrumen
4 Sidang Proposal
Uji Coba
5
Instrumen
Pengumpulan
6
Data
7 Pengolahan Data
8 Analisa Data
Penyusunan
9
Laporan

Anda mungkin juga menyukai