Anda di halaman 1dari 50

PEMERIKSAAN ELEKTROLIT DARAH DENGAN JOKOH

EX-D
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Organisai Laboratorium dan Bank Darah

Gambar 2.1 Electrolyte Analyzer “JOKOH EX-D”


Gambar 2.2 Control Rendah Electrolyte Analyzer “JOKOH EX-D”
Gambar 2.3 Kurva Levey Jennings dari Nilai Bahan Kontrol Untuk Pemeriksaan

Natrium

Gambar 2.4 Kurva Levey Jennings dari Nilai Bahan Kontrol Untuk Pemeriksaan

Kalium

Gambar 2.5 Kurva Levey Jennings dari Nilai Bahan Kontrol Untuk Pemeriksaan

Calsium

Gambar 2.6 Ilustrasi Akurasi dan Presisi

Gambar 2.7 Contoh Grafik Levey-Jennings

Gambar 3.1 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit dengan Metode Flame

Emision Spectrophotometry

Gambar 3.2 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit dengan Metode ISE

Gambar 3.3 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit dengan Metode

Atomic Absorbtion Spectrophotometry/AAS (Spektrofotometer Serapan Atom)

Gambar 3.4 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit dengan Metode

Potensiometer

ii
iii
BAB II

A. Ilustrasi Prosedur
Instalasi laboratorium yang berada di Rumah Sakit Umum Daerah
Karanganyar memberikan berbagaimacam pelayanan pemeriksaan, salah
satunya pemeriksaan kimia darah. Pemeriksaan kimia darah meliputi :
pemeriksaan glukosa darah puasa, glukosa darah sewaktu, glukosa darah 2
jam Post Prandial, protein total, kolesterol total, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), trigliserida, albumin, globulin,
bilirubin direk, bilirubin indirek, bilirubin total, Serum
GlutamicOxaloacetic Transaminase (SGOT), Serum GlutamicPyruvic
Transaminase (SGPT), ureum, kreatinin, asam urat dan elektrolit.
Elektrolit adalah senyawa didalam larutan yang terpisah menjadi
partikel yang bermuatan (ion) positif dan negatif, ion bermuatan positif
disebut kation dan ion bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan
keduanya disebut elektronetralitas, dalam keadaan normal kadar kation
dan anion ini sama besar sehingga potensi listrik cairan tubuh bersifat
netral (Yaswir & Ira, 2012).

Pada cairan ekstrasel (cairan diluar sel) kation utamanya adalah


Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-. Sedangkan diintrasel (didalam
sel) kation utamanya adalah K+, sebagian besar proses metabolisme
memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang
tidak normal menyebabkan banyak gangguan ( Corwin,2009). Gangguan
elektrolit contohnya Hiponatremia, Hipernatremia, Hipokalemia,
Hiperkalemia.

Topik yang akan dibahas dalam laporan Praktik Kerja Lapang


diRSUD Karanganyar adalah pemeriksaan Kalium Metode elektroda ion
selektif (Ion Selective Electrode). Pemeriksaan kalium metode ISE
merupakan metode yang sering digunakan di laboratorium. Metode ISE
mempunyai akurasi yang baik, kalibrator dapat dipercaya danpemeriksaan

9
cepat. Pemeriksaan Kalium dilakukan dengan Metode ISE menggunakan
sampel serum untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan elektrolit
dalam tubuh.

B. Uraian Prosedur

Dalam melakukan pemeriksaan, ada beberapa faktor yang


mempengaruhi pemeriksaan elektrolit, yaitu faktor praanalitik, analitik, dan
post analitik. Faktor pra analitik merupakan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil sebelum dilakukan pemeriksaan, faktor analitik
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil saat dilakukan
pemeriksaan dan faktor postanalitik merupakan faktor yang mempengaruhi
setelah pemeriksaan dilakukan. Berikut merupakan faktor pra analitik,
analitik dan post analitik yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan kalium dengan Metode ISE menggunakan Electrolyte
Analyzer “JOKOH EX-D” :
1. Pra Analitik
Faktor pra analitik yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan kalium
adalah :
a. Persiapan pasien
Pemeriksaan elektrolit tidak perlu persiapan khusus pada pasien.
Sebelum dilakukan pengambilan sampel yang pertama kali dilakukan
adalah identifikasi pasien kemudian diberi penjelasan mengenai
tindakan yang akan dilakukan. Selain itu perlu diperhatikanjuga
beberapakeadaan yang dapat mempengaruhi hasil antara lain :
mengkonsumsi obat-obatan (diuretik), aktifitas fisik danstress (Teapon,
dkk., 2017).
b. Pengambilan sampel
Pengambilan darah vena dilakukan pada lengan atas yang tidak diinfus
dan tidak pada daerah peradangan. Gunakan serum, plasma, whole
blood, dan urine yang telah dilusioleh diluent urine. Untuk mengukur
sampel whole blood, dapat digunakan setelah whole blood diberi

10
heparin, Lithium heparin. Heparin merupakan antikoagulan yang
normal dalam tubuh. Plasma dengan antikoagulan heparin sering kali
digunakan untuk beberapa tes kimia seperti elektrolit, namun di
laboratorium, heparin jarang digunakan dalam pemeriksaan-
pemeriksaan di laboratorium karena mahal harganya. Jenis heparin
yang paling banyak digunakan adalah Lithium heparin karena
antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion
dalam darah. Jangan menggunakan antikoagulan EDTA (Ethylene
diaminete traacetic acid) karena tabung EDTA mengandung kalium yg
bisa menyebabkan tinggi palsu.
c. Penanganan sampel
Setelah darah diambil segera diperiksa, selanjutnya melakukan
pemusingan terhadap darah yang akan diperiksa dengan kecepatan
pemusingan adalah 5000rpm selama 15 menit. Pisahkan serum dari sel
darah, kemudian pipet 150-500 uL sampel/serum (bebas dari
gelembung) masukan pada cup sample.
d. Persiapan Alat

Gambar 2.1 Electrolyte Analyzer “JOKOH EX-D”


1) Pastikan semua electrode terpasang dengan baik,
2) Pastikan larutan standard 1 dan 2 terpasang dengan baik,
3) Pastikan botol pembuang limbah terpasang dengan baik dan buang
isi botol jika terisi penuh
4) Pastikan kertas print mencukupi,
5) Tekan tombol power switch yang terletak pada bagian kiri alat,

11
6) Alat JOKOH EX-D akan melakukan auto calibration, pastikan
kalibrasi berjalan dengan baik
7) Setelah kalibrasi berjalan dengan baik, alat JOKOH EX-D akan
meminta dilakukan pencucian
e. PencucianAlat
Pencucian dilakukan sehari dua kali yaitu sebelum dan sesudah
pemakaian alat.
1) Pada cup sampel encerkan “Cleaning Solution ForElectrolyte” 5x
(4 tetes cleaner + 400uL aquades)
2) Naikkan Nozzle lever (jarum aspirasi),
3) Pada menu utama , arahkan kursor ke no 3. Flush lalutekan IN,
4) Pilih 1.everyday, tekan IN,akan muncul pesan *wash everyday* 5
time diluted w.sol
5) Masukkan cup cleaner pada Nozzel (jarum aspirasi) lalu tekan IN.
Proses cleaning dimulai
6) Setelah selesai proses cleaning, alat akan melakukan, wash
calibration dan kembali ke menu utama.
f. Quality Control Electrolyte Analyzer “JOKOH EX-D”
Dilakukan control sebelum dilakukan pemriksaan. Control pada
Electrolyte Analyzer “JOKOH EX-D” ada 3 macam, yaitu :
1. Control rendah
2. Control tinggi
3. Control normal

Gambar 2.2 Control Rendah Electrolyte Analyzer


“JOKOH EX-D”

12
Setelah dilakukan control maka dianalisis hasil control tersebut. Dilakukan
evaluasi jika terdapat hasil Control rendah atau tinggi dengan cara mengulangi
kalibrasi. Hasil dari Quality Control Lot 23843 ED 03 2020:
1. Na : 134 – 151
2. K : 4,02 – 4,82
3. Cl : 104 – 125
2. Faktor analitik
Pada dasarnya prinsip pengukuran alat yang menggunakan metode ISE
untuk menghitung kadar ion sampel dengan membandingkan kadar ion yang
tidak diketahui nilainya dengan kadar ion yang diketahui nilainya. Membran
ion selektif pada alat mengalami reaksi dengan elektrolit sampel, akan
memisahkan dua larutan yang berbeda nilainya. Membran selektif ion sebagai
elemen pengenal (sensor) merupakan penukar ion, bereaksi terhadap perubahan
listrik ion sehingga menyebabkan perubahan potensial membran. Perubahan
potensial membran ini diukur, dihitung menggunakan persamaan Nerst,
hasilnya kemudian dihubungkan dengan amplifier dan ditampilkan oleh alat
(Yaswir dan Ira , 2012). Prosedur pemeriksaan kalium dengan metode ISE
menggunakan alat Electrolyte Analyze “JOKOH EX-D” di instalasi
laboratorium RSUD Karanganyar adalah sebagaiberikut:
a. Pengerjaan Sampel Rutin :
1) Naikan Nozzle lever,
2) Angkat penutup sampel loader,
3) Masukan bahan pemeriksaan (serum) pada cup sample (volume
>150 uL),
4) Letakkan cup sample yang telah berisi serum pada sample loader,
5) Turunkan posisi Nozzle lever,
6) Pada menu utama JOKOH EX-D pilih no 1.SET ID/MEAS.
Kemudian isikan IDsampel, ENTER (pengisian no ID sampel
berdasarkan letak cup sample / no cup pada sample loader),
7) Setelah no ID diisikan tekan ESC untuk kembali kemenu awal,
8) Tekan MEAS,

13
9) Alat melakukan pemeriksaan (lampu indikator menyala hijau),
10) Hasil pemeriksaan akan terprint secara otomatis jika pemeriksaan
telah selesai,
11) Ulangi prosedur di atas untuk melakukan pemeriksaan sampel
selanjutnya
b. Pengerjaan Sampel Cito
Metode pemeriksaan ini digunakan untuk sampel cito dan juga
digunakan untuk singlerun (satu persatu) sampel cup :
1. Masukan bahan pemeriksaan pada cup sample (volume >150 ul),
2. Tekan tombol INT (lampu indikator bewarna merah),
3. Naikan Nozzle lever,
4. Pada layar akan muncul pesan dan nozzle lever akan keluar,
5. Masukkan probe sampel ke dalam cup sample yangtelah berisi
serum,
6. Isikan ID kemudian tekan tombol MEAS,
7. Alat melakukan pemeriksaan (lampu indikator akannyala hijau),
8. Hasil pemeriksaan akan muncul secara otomatis jika pemeriksaan
telah selesai
3. Faktor post analitik
Faktor post analitik merupakan tahap akhir dari pemeriksaan mulai
dari mencatat hasil pemeriksaan, melakukan validasi hasil, memberikan
interpretasi hasil sampai pengeluaran hasil dan pelaporan. Melaporkan
hasil dari pemeriksaan harus sesuai hasil yang keluar dari alat tanpa ada
rekayasa dan apabila ada kejanggalan dengan hasil yang didapatkan
bisa dilakukan pemeriksaan ulang.

14
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan elektrolit terbagi dalam faktor

keseimbangan tubuh dan elektrolit, faktor pra-analitik, analitik dan pasca analitik.

A. Faktor Pra Analitik

1. Persiapan pasien

Sebelum pengambilan bahan pemeriksaan penderita perlu

dipersiapkan, diinformaskan, serta diberi penjelasan seperlunya

mengenai tindakan yang akan dikerjakan. Beberapa keadaan yang

dapat mempengaruhi hasil antara lain: obat diuretik, aktifitas fisik,

tidak puasa dan sebagainya harus diberitahukan juga agar dihindari

(Good Laboratory Practice, 2008).

2. Pengambilan sampel

Kalium adalah salah satu elektrolit kimia paling terpenting pada

kelainannya dapat segera mengancam nyawa, kesalahan pengukuran

dapat menimbulkan konsekuensi serius apabila terapi didasarkan pada

hasil yang tidak akurat. Nilai kalium dapat meningkat apabila pasien

berulang-ulang membuka dan menutup genggaman tangannya secara

kuat sementara tourniquet terpasang untuk fungsi vena. Pengambilan

sampel sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum banyak melakukan

aktifitass fisik dan di usahakan pada waktu yang sama, misalnya

pengambilan sampel pukul 09.00 dilakukan pemerisaan ulang juga

dilakukan pada pukul 09.00 karena hasil pemeriksaan juga diengaruhi

oleh perubahan analitik dari waktu kewaktu (variasi diural), dan

15
memindahkan variasi intr individu. Pengambilan sampel darah vena

dapat menggunakan spuit ataupun vakuntainer. Serum harus disimpan

beberapa saat, maka serum harus ditutup dan disimpan di lemari

pendingin, sebelum dianalisis biarkan serum pada suhu ruangan.

3. Penundaan sampel

Setelah darah diambil segera kirim ke laboratorium, kemudian sampel

darah ditunda 150 menit setelah itu dilakukan centrifugasi kemudian

serum segera dipisahkan kedalam tube. Sampel yang hemolisis tidak

dapat diperiksa untuk analisa elektrolit karena kalium keluar dari

eritrosit. Sampel plasma jika di tempatkan pada suhu kamar, maka

nilai kalium akan turun karena sel-sel menggunakan glukosa

mendorong kalium kedalam sel. Membiarkan darah terlalu lama

memungkinkan terjadinya penurunan kadar elektrolit dalam tabung

akan menurun setelah per 30 menit setelah pengambilan darah. Kadar

elektrolit darah pada Na tidak terjadi perbedaan pada penundaan

disebabkan karena adanya kesamaan umur, berat badan dan golongan

darah. Kandungan total Na dalam tubuh manusia bervariasi sekitar

10% tergantung asupan gizi dan sistem metabolisme dalam tubuh

masing-masing. Spesimen serum jika ditunda 150 menit setelah

pengambilan sampel mengalami perkembangan bakteri dan terjadi

pengerutan sel darah merah sehingga serum terperas keluar proses ini

mengakibatkan perubahan kadar elektrolit darah (Anonim, 2012).

16
1) Wadah penampung

Wadah yang dipakai untuk penampungan sampel harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut : Penampungan terbuat dari gelas atau

plastik, khusus untuk sampel darah harus menggunakan wadah

gelas dan di pastikan tidak bocor dan rembes. Ukuran wadah sesuai

dengan volume yang dibutuhkan, pastikan tertutup rapat dengan

tutup berulir, bersih, dan kering. Sehingga tidak ada pengaruh sifat

dalam zat-zat dalam sampel tidak mengandung bahan kimia atau

deterjen.

B. Faktor Analitik

Sebelum menggunakan reagen hendaknya diperhatikan beberapa hal yang

penting, keadaan fisik reagen perlu diamati terlebih dahulu mengenai kemasan

dana masa kadaluarsa. Reagen yang kemasannya rusak dan masa

kadaluarsanya sudah mencapai sebaiknya tidak digunkan. Suhu penyimpanan

reagen yang baik didalam lemari pendingin (2-8°C) atau sesuai dengan

anjuran dari petunjuk tertulis yang ada pada kemasan atau didalam kit reagen

yang digunakan. Sebelum menggunakan alat perlu diperhatikan beberapa hal

penting. Alat yang digunakan harus sudah terkalibrasi dengan baik.

Pemeriksaan bahan control perlu dilakukan sebelum pemeriksaan terhadap

sampel. Hal penting lainnya adalah mengikuti seluruh rangkaian protap

pemakaian alat yang telah dibakukan (Kumpulan portap RSUD Kardinah

Tegal, 2012).

17
C. Faktor Pasca Analitik

Faktor pasca analitik menjadi sangat penting artinya mengingat seluruh

rangkaian pemeriksan akan menjadi tidak memiliki arti sama sekali apabila

percepatan dan pelaporan hasil tidak sesuai dengan hasil merupakan sebuah

keharusan untuk memberikan gambaran klinis yang sebenarnya dari pasien

yang diperiksa (Depkes RI, 2008). Spesimen serum jika ditunda 150 menit

setelah pengambilan sampel mengalami perkembangan bakteri dan terjadi

pengerutan sel darah merah sehingga serum terperas keluar pada proses ini

akan mengubah kadar elektrolit darah (Na, K, Cl) dapat berdampak pada hasil

yang tidak akurat. Penanganan sampel secara cepat dan tepat dapat

memberikan hasil yang tepat, akurat dan dapat mengurangi resiko hemolisis.

Penanganan sampel darah dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 3000

rpm selama 15 menit membuat serum terpisah dari komponen-kompnen

lainnya jauh lebih baik untuk diperiksa dan lebih tahan lama apabila disimpan

(Riskawati, 2011).

D. Quality Control

Quality control (QC) adalah suatu proses atau tahapan didalam

prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi proses pengujian, dengan

tujuan untuk memastikan bahwa sistem mutu berjalan dengan benar serta

dilakukan dengan tujuan untuk menjamin hasil pemeriksaan laboratorium,

mengetahui dan meminimalkan penyimpangan serta mengetahui sumber

dari penyimpangan (Rinaldi, 2015).

18
Laboratorium dapat menentukan jumlah, jenis, dan frekuensi

dalam pengerjaan kontrol. Jika kontrol tidak ada, laboratorium harus

mempunyai mekanisme alternatif untuk deteksi cepat kesalahan proses

analisis. Memantau proses pemeriksaan menggunakan teknik

statistik (statistical quality control) untuk mendeteksi, meminimalisasi,

mencegah, memperbaiki penyimpangan yang terjadi selama proses analisis

berlangsung. Statistical quality contol (SQC) berguna untuk memantau

perubahan yang terjadi pada alat, reagen, kalibrator, dan prosedur kerja.

1. Hasil Quality Control Pemeriksaan Natrium

Hasil QC Natrium

124.3
123.3
122.3
121.3
120.3
119.3
118.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Gambar 2.3 Kurva Levey Jennings dari Nilai Bahan Kontrol Untuk

Pemeriksaan Natrium

Mean : 121,60 3SD : 124,82

SD : 1,07 1SD : 120,52

1SD : 122,67 2SD : 119,45

2SD : 123,74 3SD : 118,3751

19
Pada grafik hasil QC Natrium diatas, menunjukkan bahwa hasil

grafik kontrol terdapat aturan 22s dimana pada aturan ini mendeteksi

aturan sistematik. Terdapat kontrol yang dinyatakan keluar apabila dua

nilai kontrol pada satu level berturut-turut diluar batas 2SD, yaitu pada

nilai kontrol 119,45.

Hasil QC Kalium

3.9

3.85

3.8

3.75

3.7

3.65

3.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Gambar 2.4 Kurva Levey Jennings dari Nilai Bahan Kontrol Untuk

Pemeriksaan Kalium

Mean : 3,78 3SD : 3,94

SD : 0,05 1SD : 3,73

1SD : 3,83 2SD : 3,68

2SD : 3,89 3SD : 3,63

Pada grafik hasil QC Kalium diatas, menunjukkan bahwa hasil

grafik kontrol terdapat aturan 22s dan aturan 41s dimana terdapat empat

nilai kontrol pada satu level berturut-turut diluar batas 2SD. Dan terdapat

empat nilai kontrol yang berturut-turut keluar dari batas 1SD yang sama.

20
Hasil QC Calsium
92.9
92.4
91.9
91.4
90.9
90.4
89.9
89.4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Gambar 2.5 Kurva Levey Jennings dari Nilai Bahan Kontrol Untuk

Pemeriksaan Calsium

Mean : 91,3 3SD : 93,3

SD : 0,7 1SD : 90,7

1SD : 92,0 2SD : 90,0

2SD : 92,6 3SD : 89,4

Pada grafik hasil QC Calcium diatas, menunjukkan bahwa hasil

grafik kontrol terdapat aturan 41s dimana terdapat tiga nilai kontrol yang

berturut-turut keluar dari batas 1SD yang sama.

Menurut Musyaffa (2008), kesalahan acak menunjukkan tingkat

ketelitian (presisi) pemeriksaan. Kesalahan acak akan tampak pada 12

pemeriksaan yang dilakukan berulang pada spesimen yang sama dan

hasilnya bervariasi, kadang-kadang lebih besar, kadang-kadang lebih kecil

dari nilai seharusnya.Kesalahan acak seringkali disebabkan oleh hal-hal

berikut: (1) Instrumen yang tidak stabil; (2) Variasi suhu; (3) Variasi

reagen dan kalibrasi; (4) Variasi teknik proses pemeriksaan: pipetasi,

21
pencampuran dan waktu inkubasi; dan (5) Variasi operator / analis.

Kesalahan sistematik (systematic error) menunjukkan tingkat ketepatan

(akurasi) pemeriksaan. Sifat kesalahan ini menjurus ke satu arah. Hasil

pemeriksaan selalu lebih besar atau selalu lebih kecil dari nilai seharusnya.

Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut

ini: (1) Spesifitas reagen/metode pemeriksaan rendah (mutu rendah); (2)

Blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi tidak

liniear); (3) Mutu reagen kalibrasi kurang baik; (4) Alat bantu (pipet) yang

kurang akurat; (5) Panjang gelombang yang dipakai; dan (6) Salah cara.

1. Akurasi ( Ketepatan )

Kemampuan mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar

(true value) disebut dengan akurasi (Sukorini,dkk, 2010). Secara

kuantitatif, akurasi diekspresikan dalam ukuran inakurasi. Ketepatan

diartikan kesesuaian hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai yang

seharusnya (Musyaffa, 2008).

Menurut Sacher dan McPherson (2004), ketepatan

menunjukkan seberapa dekat suatu hasil pengukuran dengan hasil yang

sebenarnya. Sinonim dari ketepatan adalah kebenaran. Inakurasi alat

dapat diukur dengan melakukan pengukuran terhadap bahan kontrol

yang telah diketahui kadarnya. Perbedaan antara hasil pengukuran

dengan nilai target bahan kontrol merupakan indikator inakurasi

pemeriksaan. Perbedaan ini disebut sebagai bias yang dinyatakan

22
dalam satuan persen. Semakin kecil bias, semakin tinggi akurasi

pemeriksaan (Sukorini dkk, 2010).

2. Presisi ( Ketelitian )

Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap

pengulangan pemeriksaan disebut dengan presisi. (Kanagasabapathy &

Kumari, 2000 dalam Sukorini dkk 2010). Secara kuantitatif, presisi

disajikan dalam bentuk impresisi yang diekspresikan dalam

pengukuran koefisien variasi. Presisi terkait dengan reprodusibilitas

pemeriksaan.

Menurut Sacher dan McPherson (2004), ketelitian

menunjukkan seberapa saling dekat hasil yang didapat dari pengukuran

yang berulang-ulang pada suatu zat dari bahan yang sama. Sinonim

dari ketelitian adalah reprodusibilitas dan mengukur variabilitas

inheren suatu tes. Ketelitian diartikan kesesuaian hasil pemeriksaan

laboratorium yang diperoleh apabila pemeriksaan dilakukan berulang

(Musyaffa, 2010).

Gambar 2.6 Ilustrasi Akurasi dan Presisi

23
Dapat memberikan jaminan bahwa hasil pemeriksaan

laboratorium itu tepat dan teliti maka perlu dilakukan suatu upaya

sistematik yang dinamakan kontrol kualitas (Quality Control/ QC).

Kontrol kualitas merupakan suatu rangkaian pemeriksaan analitik yang

ditujukan untuk menilai kualitas data analitik. Dengan melakukan

kontrol kualitas kita akan mampu mendeteksi kesalahan analitik,

terutama kesalahan-kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan laboratorium (Sukorini dkk, 2010).

3. Grafik Levey-Jennings

Kesalahan analitik sistematik merupakan kesalahan yang

sifatnya sistematik sehingga mengikuti suatu pola yang pasti.

Kesalahan ini mengakibatkan setiap pengukuran cenderung ke salah

satu kutub, selalu lebih tinggi atau selalu lebih rendah. Terdapat dua 20

tipe kesalahan sistematik, yaitu kesalahan sistematik konstan dan

kesalahan sistematik proporsional. Sedangkan kesalahan analitik acak

merupakan suatu kesalahan yang tidak mengikuti pola yang dapat

diprediksi. Untuk memudahkan mendeteksi kesalahan analitik, perlu

dibuat grafik yang disebut dengan grafik kontrol. Grafik kontrol yang

sering digunakan adalah grafik Levey-Jennings ( Sukorini dkk, 2010).

24
Gambar 2.7 Contoh Grafik Levey-Jennings

(Sumber : Instrumentation Laboratory, 2010).

4. Wesgard Multirules Quality Control

Westgard dan kawan-kawan menyajikan suatu seri aturan

untuk membantu evaluasi pemeriksaan grafik kontrol. Seri aturan

tersebut dapat digunakan pada penggunaan satu level kontrol, dua level

maupun tiga level. Diagram Aplikasi Wesgard Multirules Quality

Control Evaluasi hasil pemeriksaan grafik kontrol yang sesuai dengan

Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Depkes, 2004) :

1) Aturan12s

Aturan ini merupakan aturan peringatan.

2) Aturan 13s

Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari

kontrol, apabila hasil pemeriksaan satu bahan kontrol

melewati batas x + 3S.

25
3) Aturan 22s

Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematis. Kontrol

dinyatakan keluar apabila dua nilai kontrol pada satu level

berturut-turut diluar batas 2SD

4) Aturan R4s

Aturan ini hanya dapat digunakan bila kita menggunakan

dua level kontrol.

5) Aturan 41s

Aturan ini mendeteksi kesalahan sistematik. Aturan ini

dapat digunakan pada satu level kontrol saja maupun lebih

dari satu level kontrol. Pada penggunaan satu level kontrol

maupun lebih dari satu level kontrol, perlu dilihat adanya

empat nilai kontrol yang berturut-turut keluar dari batas

1SD yang sama (selalu keluar dari +1SD atau -1SD). Kita

dapat tetap menggunakan instrument untuk pelayanan,

namun sebaiknya kita melakukan maintenance terhadap

instrument atau melakukan kalibrasi kit/instrument.

6) Aturan 10X

Aturan ini menyatakan apabila sepuluh nilai kontrol pada

level yang sama maupun berbeda secara berturut-turut

berada pada satu sisi yang sama terhadap rerata. Aturan ini

mendeteksi adanya kesalahan sistematik.

26
7) Aturan 2of32s

Apabila 2 dari 3 kontrol melewati batas 2SD yang sama,

kontrol dinyatakan ditolak.

8) Aturan 31s

Apabila tiga kontrol berturut-turut melewati batas 1SD

yang sama, kontrol dinyatakan ditolak. Perlu adanya

pembenahan sebelum instrument digunakan untuk

pelayanan pasien.

9) Aturan 6X

Apabila enam kontrol berturut-turut selalu berada di satu

sisi yang sama terhadap rerata, kontrol dinyatakan ditolak.

Bahan QC idealnya dibuat dari cairan tubuh manusia,

sebagian besar adalah serum, yang kadar analitnya

sudah diketahui. Sediaannya bisa berbentuk cair

atau lyophilized dan diperiksa dengan cara seperti

pemeriksaan sampel pasien. Berdasarkan nilainya,

kontrol bisa dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Kontrol normal: kadar analit dalam rentang

normal

2. Kontrol abnormal: kadar analit dibawah atau

diatas rentang normal.

27
A. Validasi

1. Pengertian

Validasi merupakan suatu proses yang dilakukan untuk

menyatakan hasil pemeriksan telah valid sebelum diinput ke data dan

diberikkan kepada peanggan. Validasi Hasil merupakan bagian dari

rangkaian proses kendali mutu. Proses validasi memerlukan

keterangan/data klinis pasien sebagai data penunjang. Validasi

merupakan tanggung jawab STAF LAB bukan hanya Quality

Validator, Staf Lab wajib mengetahui kejanggalan suatu hasil

pemeriksaan.

2. Tahapan Validasi

Validasi hasil dilakukan melaluitiga tahapan, yaitu pra analitik,

analitik, post analitik.

a. Validasi Tahap Pra Analitik

1) Variabel fisiologis

Tujuan : Mengidentifikasi variabel fisiologis dari pasien, hal ini

terkait dengan adanya pengaruh variabel fisiologis terhadap

hasil pemeriksaan tertentu.

Variabel Fisiologis :

a) Usia, selain terkait dengan nilai rujukan. Juga terkait

terhadap beberapa test yang kadarnya dipengaruhi oleh

usia. Misal : Alkali Phosfatase, Glukosa dll

b) Jenis kelamin

28
c) Puasa

2) Variabel pengambilan spesimen

a) Identifikasi pasien/test/aditif/jam pengambilan

spesimen

b) Labeling

c) Teknik pengambilan darah yang benar untuk mencegah

kontaminasi pada sampel misal lamanya pemasangan

torniquet

d) Posisi saat pengambilan darah (sebaiknya duduk)

e) Jenis tabung dan kesesuaian volume sampel

f) Efek diurnal

g) Olahraga

h) Persiapan pasien sesuai dengan jenis testnya

i) Terapi

b. Validasi Tahap Analitik

1) Kondisi Alat

2) Kalibrasi Alat

3) Kalibrasi Pemeriksaan

4) Hasil kontrol

a) Analisa hasil kontrol berdasarkan Westgard Rule,

Presisi, Akurasi dan Total Error

b) Masuk range kontrol ( X +/- 2SD)

c) Memenuhi rule yang digunakan di lab

29
d) Adanya trend/kecenderungan hasil kontrol

e) Adanya drift/pergeseran hasil kontrol

c. Validasi Tahap Post Analitik

Validasi tahap post analitik dilakukan untuk memastikan

korelasi hasil laboratorium secara keseluruhan, dikaitkan dengan

kondisi klinis pasien. Pada tahap ini selain dilakukan validasi oleh

quality validator juga melibatkan dokter penanggung jawab.

1) Kriteria Hasil Yang Harus Diulang

Sebelum dilakukan pengulangan pemeriksaan baik

menggunakan sampel cadangan atau sampel baru, pastikan

validasi preanalitik dan analitik sudah dipenuhi.

a) Hasil yang berada pada rentang nilai kritis

b) Hasil “Borderline” dan sesuai kit insert harus dilakukan

pengulangan

c) Hasil Normal tetapi muncul flagging di alat

d) Hasil yang tidak mungkin “Imposible value”

e) Adanya kecenderungan hasil pada konsentrasi tertentu

dalam jangka waktu yang lama

f) Hasil terletak dalam batas pengulangan seperti yang

dinyatakan dalam kit insert

g) Hasil abnormal yang tidak didukung data penunjang

h) Hasil yang tidak sesuai dengan status sebelumnya tetapi

tidak tersedia data klinisnya

30
i) Hasil yang tidak berkorelasi dengan test pendukung

lainnya

j) Hasil yang meragukan misal kemungkinan terjadi cross

contamination

k) Tes-tes yang memerlukan konfirmasi ulang dengan

prosedur manual

2) Kriteria Hasil Yang Harus Diencerkan

a) Hasil dalam rentang Pengenceran

b) Terletak di dalam batas pengenceran yang ditentukan

oleh kit insert/IK terkait dari masing-masing parameter

c) Terletak di luar rentang kalibrator/batas deteksi

(linieritas) instrument

d) Permintaan titer (pengenceran)

e) Pemeriksaan kualitatif/semikuantitatif yang

memerlukan titer

3) Kriteria Hasil yang Perlu Didiskusikan dengan Dokter PJ

a) Hasil yang berada pada rentang nilai kritis ➔ Lakukan

penelusuran terhadap preanalitik dan analitik. Jika tidak

ada masalah atau data preanalitik terbatas, maka

diskusikan hasil tersebut untuk menentukan langkah

yang harus dilakukan Untuk pemeriksaan mikroskopik

seperti malaria, sel LE, preparat hematologi, difteri atau

pemeriksaan yang jarang dilakukan.

31
b) Hasil yang meragukan

Yang dimaksud hasil meragukan jika :

 Hasil yang interpretasinya tidak sesuai dengan

status walaupun test sudah diulang

 Adanya kecenderungan hasil pada level tertentu

dalam jangka waktu tertentu

 Adanya ketidaksesuaian hasil dengan kondisi

klinis

 Hasil abnormal tapi tidak ada data penunjang -

ketidaksesuaian antar hasil lab

 Hasil pengulangan tetap “Borderline” walaupun

sampel yang digunakan adalah sampel baru

sesuai dengan yang disarankan.

c) Untuk pemeriksaan mikroskopik seperti malaria, sel

LE, preparat hematologi, difteri atau pemeriksaan yang

jarang dilakukan.

d) Hasil yang meragukan

Yang dimaksud hasil meragukan jika :

 Hasil yang interpretasinya tidak sesuai dengan

status walaupun test sudah diulang

 Adanya kecenderungan hasil pada level tertentu

dalam jangka waktu tertentu

32
 Adanya ketidaksesuaian hasil dengan kondisi

klinis

 Hasil abnormal tapi tidak ada data penunjang -

ketidaksesuaian antar hasil lab

 Hasil pengulangan tetap “Borderline” walaupun

sampel yang digunakan adalah sampel baru

sesuai dengan yang disarankan.

33
BAB III

ANALISIS PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

Elektrolit darah adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-

partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada didalam larutan.

Ion dibagi menjadi dua yaitu ion anion yang bermuatan negatif dan ion

kation yang bermuatan positif. Keseimbangan keduanya disebut

sebagai elektronetralitas (Tamsuri, 2009).

Elektrolit darah yang berada didalam cairan tubuh yang berupa

kation misalnya : Na+, K+, Ca2+, Mg2+. Anion misalnya : Cl-,

HCO3-, HPO-2, SO4-2 dan berupa laktat. Dalam keadaan normal,

nilai kadar anion dan kation seimbang, sehingga serum bersifat netral.

Cairan ektrasel kation utama Na+ dan anion utama Cl- dan HCO3-,

sedangkan pada cairan intrasel kation utama K+, karena sebagian besar

proses metabolism memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit

(Siregar P, 2010).

1. Deskripsi Alat

Electrolyte Analyzer adalah alat untuk mengukur sampel

berupa darah. Alat ini biasa digunakan dalam bidang Kesehatan.

Gangguan elektrolit umumnya disebabkan karena kehilangan

cairan tubuh melalui keringat berlebih, diare atau muntah yang

berlangsung lama, atau karena luka bakar. Obat-obatan yang

34
35

dikonsumsi juga bisa menyebabkan seseorang menderita gangguan

elektrolit. Pada laboratorium di RSUD Karanganyar menggunakan

alat electrolyte analyzer dengan merek Jokoh Ex-d.

Berikut adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan

cairan dan elektrolit sehari-hari:

a. Usia

Usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan

tubuh, berat badan dan kebutuhan metabolik. Perkiraan

kebutuhan cairan tubuh berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel

berikut.

Umur/usia Berat badan Kebutuhan (mL)/hari

1 tahun 9,5 kg 1150-1300

2 tahun 11,8 kg 1350-1500

6 tahun 18,7 kg 1800-2000

10 tahun 20 kg 2000-2500

14 tahun 45 kg 2200-2700

Dewasa 54 kg 2200-2700

Tabel 3.1 Kebutuhan cairan tubuh berdasarkan usia

b. Keadaan lingkungan

Lingkungan dengan iklim yang bersuhu tinggi

menyebabkan tubuh akan mengalami pengeluaran keringat yang


36

berlebihan, sehingga meningkatkan kehilangan cairan dan

elektrolit yang lebih banyak.

c. Aktivitas

Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme di

dalam tubuh sehingga pengeluaran cairan melalui keringat

akan meningkat, sedangkan dalam keadaan istirahat dan

beraktivitas, jumlah cairan yang dikeluarkan sangatlah

berbeda, oleh karena itu kebutuhan akan cairan untuk tubuh

juga akan meningkat.

2. Prinsip Kerja

Pengukuran Electrolytes diukur dengan proses yang dikenal

sebagai potensiometri. Metode ini mengukur tegangan yang

berkembang antara permukaan dalam dan luar elektroda selektif

ion. Elektroda (membran) terbuat dari bahan yang selektif

permeabel untuk ion yang diukur. Misalnya, natrium elektroda

terbuat dari formula kaca khusus yang selektif mengikat ion

natrium. Bagian dalam elektroda diisi dengan cairan yang

mengandung ion natrium, dan bagian luar membran kaca direndam

dalam sampel. Perbedaan potensial berkembang melintasi

membran kaca yang tergantung pada perbedaan konsentrasi

natrium (aktivitas) di dalam dan di luar membran kaca. Potensi ini

diukur dengan membandingkannya dengan potensi elektroda

referensi. Karena potensi elektroda referensi tetap konstan,


37

perbedaan tegangan antara dua elektroda tersebut diberikan untuk

konsentrasi natrium dalam sampel. Ion membran selektif dapat

dibuat dari bahan selain kaca.

1) Natrium (Na)

Natrium merupakan salah satu mineral yang banyak

terdapat pada cairan elektrolit ektraselular, jumlahnya bisa

mencapai 60 mEq perkilogram berat badan yang mempunyai

efek menahan air yang memiliki fungsi untuk mempertahankan

cairan dalam tubuh, mengaktifkan enzim, sebagai konduksi

inpuls saraf dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada

didalam intrasel. Berkurangnya natrium dalam tubuh

(hiponatremia) secara akut menimbulkan gejala-gejala

hipovolemia, syok dan kelainan jantung terkait seperti

tadikardi. Keadaan yang kronis, hiponatremia menyebabkan

kelainan susunan syaraf pusat seperti kebingungan dan

kelainanmental. Kebutuhan natrium harian tergantung pada

usia. Dewasa membutuhkan sekitar 1,5 mEq/kg berat badan

per hari, sementara bayi baru lahir membutuhkan asupan yang

lebih tinggi setiap hari (2-3 mEq/kg berat badan per hari).

Natrium difiltrasi di glomerulus, direabsorpsi secara

aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan

klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di

lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus


38

koligentes (4%). Sekresi natrium di urine <1%. Jumlah

natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit

kurang dari 10%. Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi

natrium dan klorida. Kandungan natrium pada cairan keringat

orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah pengeluaran keringat

akan meningkat sebanding dengan lamanya periode terpapar

pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam.

Pengeluaran lain bisa terjadi karena muntah, diare, dan luka

bakar.

Plasma Cairan Cairan

Intersisial intraseluler

pH 7,4 7,4 7,2

Na+ (mmol/L) 142 143 10

K+ (mmol/L) 4 4 155

Cl- (mmol/L) 103 115 8

Ca2+ (mmol/L) 2,5 1,3 <000,1

Tabel 3.2 Komponen utama dalam cairan tubuh.

2) Kalium (K)

Kalium merupakan kation utama dalam sel dan kebutuhan

tubuh yang berada di dalam cairan intrasel yang berfungsi


39

memelihara keseimbangan osmotic dalam sel, meregulasikan

aktifitas otot, enzim dan keseimbangan asam basa. Nilai

normal kalium adalah 2,3-5 mEq/L. Hiperklemia dapat terjadi

pada kerusakan ginjal seperti pada cedera mekanis yang berat.

Selain itu, pasien gagal ginjal dan gangguan ekresi kalium

dapat mengalami kelebihan melalui makanan tidak dibatasi

(Fischbach, 2009).

Kalium dalam tubuh merupakan cerminan keseimbangan

kalium yang masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui

saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan.

Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi 60-100

mEq/L kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi

natrium). Kalium difiltrasi oleh glomerulus, sebagian besar

(70-80%) direabsorbsi secara aktif maupun pasif di tubulus

proksimal dan direabsorbsi bersama natrium dan klorida di

lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus

gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.

Akibat Kelebihan atau Kekurangan Elektrolit dalam Tubuh :

1. Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) 

Suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari

5 mEq/L darah. Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi

adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang


40

rendah. Hiperkalemia akan mempengaruhi sistem konduksi

listrik jantung. Bila konsentrasi yang tinggi ini terus

berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung

akan berhenti berdenyut.

2. Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) 

Suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah

kurang dari 3.8 mEq/L darah. Ginjal yang normal dapat

menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi kalium

darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang

tidak berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium

yang hilang melalui saluran pencernaan (karena diare,

muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama

atau polip usus besar).

3. Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi)

Suatu keadaan dimana kadar natrium dalam darah lebih dari

145 mEq/L darah. Hipernatremia akan menyebabkan

lisisnya sel-sel neuron. Pada hipernatremia, tubuh

mengandung terlalu sedikit air dibandingkan dengan jumlah

natrium.  Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat

secara tidak normal jika kehilangan cairan melampaui

kehilangan natrium, yang biasanya terjadi jika minum

terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang tinggi

secara tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang tidak


41

merasakan haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia

haus tetapi tidak dapat memperoleh air yang cukup untuk

minum. Misalnya : Fungsi ginjal yang abnormal, Diare,

Muntah, Demam, Keringat yang berlebihan.

4. Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah) 

Suatu keadaan dimana konsentrasi natrium yang lebih kecil

dari 136 mEq/L darah. Hiponatremia akan menyebabkan

penurunan kadar osmolaritas plasma sehingga akan terjadi

edema sitotoksik. Konsentrasi natrium darah menurun jika

natrium telah dilarutkan oleh terlalu banyaknya air dalam

tubuh. Pengenceran natrium bisa terjadi pada orang yang

minum air dalam jumlah yang sangat banyak (seperti yang

kadang terjadi pada kelainan psikis tertentu) dan pada

penderita yang dirawat melebihi kemampuan ginjal untuk

membuang kelebihannya. Asupan cairan dalam jumlah

yang lebih sedikit (kadang sebanyak 1L/hari), bisa

menyebabkan hiponatremia pada orang-orang yang

ginjalnya tidak berfungsi dengan baik, misalnya pada gagal

ginjal.

3) Klorida (Cl)

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.

Pemeriksaan kosentrassi klorida dalam plasma berguna sebagai

diagnosis banding pada gangguan keseimbangan asam basa.


42

Kosentrasi klorida lebih tinggi dibandingkan anak-anak atau

dewasa. Nilai normal klorida adalah 98-108 mEq/L.

Keseimbangan antara klorida yang masuk tergantung dari

jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan

sama dengan natrium orang dewasa pada keadaan normal rerata

mengkonsumsi 50-200 mEq/ klorida perhari, dan ekresi klorida

bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari.

Gangguan keseimbangan pada klorida penyebab

hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi

pemasukan. Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan

hiponatremia, tetapi tetapi pada alkalosis metabolik dengan

hipoklorinemia, defisit klorida tidak disertai defisit natrium.

Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran

pada gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Penyebab

hiperklorenemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorenemia

dapat dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal,

gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebkan karena

diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat. Asidosis

hiperklorinemia dapat menjadi pertanda pada gangguan tubulus

ginjal yang luas.


43

3. Metode Pemeriksaan

Beberapa metode pemeriksaan elektrolit darah diantaranya adalah

sebagai berikut:

a) Metode Flame Emision Spectrophotometry

Suatu larutan yang mengandung garam-garam logam

(senyawa-senyawa logam lain) jika dibakar dengan nyala

asetelen udara atau yang sejenis akan terbentuk uap yang

mengandung atom-atom logam. Uap atom-atom logam ini

dapat memancarkan atau menyerap energi dengan mengalami

transisi elektronik (melepas atau menangkap electron)

(Kristianingrum, 2004).

Gambar 3.1 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit

dengan Metode Flame Emision Spectrophotometry

(Sumber : Instrumentation Laboratory, 2010).


44

Pengaktifan elektron pada atom oleh energi panas dari api.

Elektron menjadi tidak stabil dan mengelurankan energi yang

dihasilkan diubah menjadi arus listrik yang dapat diukur pada

flame photometer. Metode Potensiometer dengan menggunakan

Ion Selektif Elektrodes (ISE)

Metode ISE mempunyai akurasi yang baik, koefisien

variasi kurang dari 1,5%, kalibrator dapat dipercaya dan

mempunyai program pemantapan mutu yang baik. ISE ada dua

macam yaitu ISE direk dan ISE indirek. ISE direk memeriksa

secara langsung pada sampel plasma, serum dan darah utuh.

Metode inilah yang umumnya digunakan pada laboratorium gawat

darurat. Metode ISE indirek yang diberkembang lebih dulu dalam

sejarah teknologi ISE, yaitu memeriksa sampel yang sudah

diencerkan.

Gambar 3.2 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit

dengan Metode ISE

(Sumber : Instrumentation Laboratory, 2010).


45

Prinsip dasar alat yang menggunakan metode ISE adalah

untuk menghitung kadar ion sampel dengan membandingkan kadar

ion yang tidak diketahui nilainya dengan kadar ion yang diketahui

nilainya. Membran ion selektif pada alat mengalami reaksi dengan

elektrolit sampel. Membran merupakan penukar ion, bereaksi

terhadap perubahan listrik ion sehingga menyebabkan perubahan

potensial membran. Perubahan potensial membran ini diukur dan

dihitung, yang hasilnya kemudian dihubungkan dengan amplifier

dan ditampilkan oleh alat.

Metode ISE (Ion Selektive Elektrode) prinsip

pemeriksaanya didasarkan pada adanya potensial muatan listrik

yang diantara kedua elektrode (bolam, kalommel) (Mokoagow,

2017). Dengan mengubah aktivitas ion dalam larutan menjadi

tegangan listrik yang dapat diukur dengan voltmeter atau pH-meter

(Kemenkes RI, 2010). Membran ion selektif pada alat mengalami

reaksi dengan elektrolit sampel. Membran merupakan penukar ion,

bereaksi terhadap perubahan listrik ion sehingga menyebabkan

perubahan potensial membran. Tegangan listrik yang dihasilkan

tergantung pada logaritma konsentrasi ion sesuai dengan rumus

Nernst (Kemenkes RI, 2010). Hasilnya kemudian dihubungkan

dengan amplifier dan ditampilkan oleh alat (Klutts dan Scott,

2006).
46

b) Metode Atomic Absorbtion Spectrophotometry/AAS

(Spektrofotometer Serapan Atom)

Prinsip pemeriksaan dengan spektrofotometer serapan atom

adalah teknik emisi dengan elemen pada sampel mendapat sinar

dari hollow cathode dan cahaya yang ditimbulkan diukur sebagai

level energi yang paling rendah. Elemen yang mendapat sinar

dalam bentuk ikatan kimia (atom) dan ditempatkan pada ground

state (atom netral). Metode spektrofotometer serapan atom

mempunyai sensitivitas spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan

metode spektrofotometer nyala emisi (Yaswir dan Ferawati, 2012).

Gambar 3.3 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit

dengan Metode Atomic Absorbtion Spectrophotometry/AAS

(Spektrofotometer Serapan Atom)

(Sumber : Instrumentation Laboratory, 2010).


47

c) Metode Potensiometer dengan menggunakan Biosensor

Biosensor merupakan metoda analisis yang menggunakan

komponen biologi aktif yang diintegrasikan dengan peralatan

elektronik untuk menentukan kadar suatu senyawa. Teknik analisis

dengan biosensor sangat menarik dikembangkan karena

selektivitas dan akurasi pendekatannya yang dinilai cukup handal

dan bahkan mempunyai prospek ekonomi yang cukup besar.

Biosensor ini biasanya digunakan pada instalansi yang mebutuhkan

hasil pemeriksaan cepat seperti IGD, ICU, RI, dan Laboratorium

Cito, biosensor juga merupakan instrumen analisis yang sangat

penting, karena dapat menentukan kadar senyawa konsentrasi yang

sangat rendah, seperti ppm, ppb, dan ppt. (Manurung et.all,2012).

Gambar 3.4 Bagian-Bagian Alat Pengukur Kadar Elektrolit

dengan Metode Potensiometer

(Sumber : Instrumentation Laboratory, 2010).


48

a. Prinsip Kerja Biosensor

Luminescence adalah emisi energi cahaya yang dihasilkan

dari molekul yang kembali dalam keadaan semula. Saat

luminescence dimulai dengan cahaya, biasanya disebut

fluoresensi. Saat neon kimia terkena energi cahaya dari warna

yang sesuai, elektron dalam molekul fluoresen akan bereaksi

dengan zat kimia dalam waktu yang sangat singkat, elektron

kembali ke keadaan semula dan dalam proses ini terkadang ia

memancarkan sedikit energi cahaya. Energi ini kurang dari

energi eksitasi dan karena warnanya berbeda. Artinya, lampu

yang dipancarkan (emisi fluoresensi), bergeser dari arah merah

ke eksitasi ringan dan jauh lebih tidak intens.

Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur

biologi (reseptor biologi), transduser, dan sistem elektronik

pemroses sinyal. Unsur biologi yang umumnya digunakan

dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel,

jaringan, antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA.

B. Analisis SWOT

1. Strenght (Kekuatan)

Pemeriksaan elektrolit dengan metode elektroda ion selektif

(Ion Selective Electrode/ISE) menggunakan alat Electrolyte

Analyzer JOKOH EX-D memiliki beberapa kelebihan, antara


49

lain : akurasiyang baik, kalibrator dapat dipercaya, waktu

pengerjaanny arelatif cepat, prosedur kerja praktis.

2. Weakness (Kelemahan)

Pemeriksaan kalium dengan metode elektroda ion selektif (Ion

Selective Electrode/ISE) menggunakan alat Electrolyte

Analyzer JOKOH EX-D memiliki kelemahan yaitu biaya

pemeriksaan cukup mahal.

3. Opportunity (Peluang)

 Pemeriksaan kalium dengan metode elektroda ion


selektif (Ion Selective Electrode/ISE) menggunakan alat
Electrolyte Analyzer JOKOH EX-D merupakan alat
yang direkomendasikan untuk pemeriksaan elektrolit
karena waktu pengerjaan yang relatif cepat dan akurasi
yang baik dalam keadaan darurat, seperti pada pasien di
ruang ICU ataupun membutuhkan hasil yang keluar
dengan segera.
 Hasil pemeriksaan menggunakan alat elektrolit

analyzer tepat dan akurat, sehingga diagnosis dokter

kepada pasien adalah benar dan pengobatan berhasil.

Laboratorium pun terpercaya.

4. Threat (Ancaman)

Pemeriksaan kalium dengan metode elektroda ion selektif (Ion


Selective Electrode/ISE) menggunakan alat Electrolyte
Analyzer JOKOH EX-D memiliki ancaman biaya yang terlalu
mahal. Dan tidak menutup kemungkinan bila akan ada alat
pemeriksaan elektrolit dengan harga yang kebih terjangkau.
50

C. PEMBAHASAN
Pemeriksaan Elektrolit yang dilakukan di RSUD Karanganyar
menggunakan alat Electrolyte Analyzer JOKOH EX-D meliputi
natrium (Na+ ), kalium (K+), dan klorida (Cl-), menggunakan sampel
serum. Pemeriksaan elektrolit tidak ada persiapan secara khusus pada
pasien, hanya saja sampel darah yang digunakan tidak boleh ada
gelembung dan lisis. Alat ini hanya membutuhkan sampel sebanyak
150 uL. Alat JOKOH EX-D akan melakukan autocalibration, Setelah
kalibrasi berjalan dengan baik, alat akan meminta dilakukan
pencucian. Pencucian dilakukan seharidua kali yaitu sebelum
dansesudah pemakaian alat.
Nilai rujukan kalium serum pada:
1. Serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
2. Serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
3. Serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
4. Urine anak : 17-57 mmol/24 jam
5. Urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
6. Cairan lambung : 10 mmol/L
Prinsip dasar pengukuran alat menggunakan metode ISE
pengukurannya adalah interaksi pergerakan ion-ion bebas dalam
sampel. Setiap elektroda mempunyai membran ion selektif. Dimana
elektroda referense mempunyai konsentrasi larutan yang diketahui
nilainya dan stabil. Sedangkan elektroda indikator mempunyai
konsentrasi larutan yang tidak diketahui nilainya. Membran ion
selektif akan memisahkan sampel yang tidak diketahui konsentrasinya
dengan larutan elektroda yang diketahui konsentrasi larutannya. Bila
suatu membran tipis memisahkan dualarutan yang berbeda aktivitas
ionnya, maka akan terjadi perbedaan potensial antara kedua sisi
membran. Potensial yang terjadi akan diteruskan ke amplifier. Proses
selanjutnya, elektroda reference (acuan) dihubungkan dengan ground.
Hasil potensial masing-masing elektroda diketahui dan dihitung
51

perbedaan potensialnya. Hasilnya kemudian ditampilkan oleh alat


(Yaswir & Ira, 2012).
BAB IV

PENUTUP

1. Simpulan

Pemeriksaan Elektrolit di RSUD Karanganyar dengan Metode


Elektroda Ion Selektif (Ion Selective Electrode/ISE) menggunakan alat
Electrolyte Analyzer merupakan pemeriksaan yang efektif dan efisien
dalam pengerjaannya serta hasil untuk pemeriksaaan elektrolit yang
didapat juga akurat dan terjamin apabila pengerjaannya sesuai dengan
SOP. Metode ISE mempunyai akurasi yang baik, kalibrator dapat
dipercaya dan mempunyai program pemantapan mutu yang baik.
Pada dasarnya alat yang menggunakan Metode ISE untuk
menghitung kadar ion sampel dengan membandingkan kadar ion yang
tidak diketahui nilainya dengan kadar ion yang diketahui nilainya.
Membran ion selektif pada alat mengalami reaksi dengan elektrolit
sampel. Membran merupakan penukar ion, bereaksi terhadap perubahan
listrik ion sehingga menyebabkan perubahan potensial membran.
Perubahan potensial membran ini diukur, dihitung menggunakan
persamaan Nerst, hasilnya kemudian dihubungkan dengan amplifier dan
ditampilkan oleh alat.
2. Saran
Pada proses pengambilan sampel darah perhatikan prosedur yang baik dan

benar agar tidak terjadi kerusakan sampel seperti hemolisis, karena dalam

proses pengambilan sampel sangat mempengaruhi hasil untuk semua

pemeriksaaan tidak hanya pada pemeriksaan elektrolit saja. Apabila

diambil dengan benar serum yang tidak hemolisis merupakan spesimen

52
53

yang baik untuk penentuan elektrolit. Pastikan saat pertama kali alat

dinyalakan pastikan alat terkalibrasi dengan baik.


Daftar Pustaka :

Assa, Y.A & Tiho, M. 2015. Kadar Kalium Serum Pada Latihan Fisik

Intensitas Sedang Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi, Manado

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;

2013

Handoko. 2013. Ion Selective Electrode. Dalam: Mengko R. penyunting.

Instrumentasi Laboratorium Klinik. Bandung: ITB. H. 85-96.

Juffrie, M. 2004. Gangguan Keseimbangan cairan Dan Elektrolit Pada


Penyakit Saluran Cerna. Jurnal. Yogyakarta :Universitas Gajah
Mada. Sari pediatri 6 (1): p. 52-59.

Mountung, L.J.A. 2015. Perbandingan Kadar Natrium Serum Sebelum dan

Sesudah Aktivitas Fisik Intensitas Berat. Jurnal e-Biomedik (eBm).

3. 3. 711-715.

Rismawati, Y. & Ira F. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan

Natrium, kalium, dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium.

Jurnal Kesehatan Andalas. Tinjauan pustaka.

Siregar P. 2009. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. dalam: Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-5, Interna publishing, Jakarta.

Teapon.,dkk. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cairan dan

Elektrolit. Manado : Jurnal STIKes Muhammadiyah Manado.

54
Wirawan, R. (2012) „Faal pankreas‟. Jakarta: Bio Medika.

Yaswir, R. and Ferawati, I. (2012) „Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan

Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium‟,

1(2), pp. 80–85.

55

Anda mungkin juga menyukai