Anda di halaman 1dari 30

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PT.

PERTAMINA (PERSERO)
MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD

Oleh:

Amelia Natasya Eka Puspita

203141914111030

BIDANG KEAHLIAN AKUNTANSI TERAPAN

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN

FAKULTAS PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ujian tengah
semester yang berjudul “Analisis Pengukuran Kinerja PT. Pertamina (Persero)
Menggunakan Metode Balanced Score Card” ini tepat pada waktunya

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
ujian tengah semester Ibu Fitriana Rahma Dhanias, SE., MSA., Ak pada mata
kuliah Akuntansi Manajemen. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Analisis Pengukuran Kinerja PT. Pertamina
(Persero) Menggunakan Metode Balanced Score Card bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fitriana Rahma Dhanias, SE.,
MSA., Ak selaku dosen mata kuliah Akuntansi Manajemen yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 14 Desember 2021

Amelia Natasya Eka Puspita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
2.1 Pengertian Pengukuran..............................................................................5
2.2 Pengertian Kinerja.....................................................................................5
2.3 Balance Scorecard.....................................................................................6
2.4 Perspektif Keuangan..................................................................................7
2.5 Perspektif Pelanggan.................................................................................8
2.6 Perspektif Proses Internal Bisnis.............................................................10
2.7 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.............................................10
BAB III..................................................................................................................12
PEMBAHASAN DAN ANALISIS.......................................................................12
3.1 Profil, Visi, dan Misi PT. Pertamina (PERSERO)..................................12
3.2 Hasil Analisis Pengukuran Kinerja PT. Pertamina (Persero)..................13
BAB IV..................................................................................................................24
PENUTUP..............................................................................................................24
4.1 Evaluasi...................................................................................................24
4.2 Kesimpulan..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi, tingkat persaingan usaha semakin meningkat
dan ini disebabkan karena banyaknya perusahaan sejenis yang muncul.
Oleh karena itu, demi memenangkan persaingan dan mencapai tujuan
perusahaan, maka kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan harus
dipertahankan dengan cara mengkoordinasikan fungsi yang ada di dalam
perusahaan. (Widiasri, Anantawikrama, & Herawati, 2016) mengatakan,
perusahaan perlu melakukan pengukuran kinerja, dimana pihak
manajemen perusahaan memerlukan sistem pengukuran yang
berkelanjutan dalam memberikan misi dan strategi organisasi ke dalam
tujuan pokok dan tolak ukur kinerja.
Penilaian kinerja yang biasa perusahaan pakai yaitu pengukuran
dengan pendekatan tradisional. Sistem pendekatan tradisional berfokus
untuk mengukur kinerja pada anggaran belanja (budgets), sehingga
pelaksanaan strategi perusahaan akan sangat bergantung pada anggaran
belanja yang ada. Keuntungan dari pengukuran kinerja ini yaitu sangat
mudah dilakukan, namun memiliki kelemahan salah satunya tidak
berorientasi pada kepentingan jangka panjang, dan ketidakmampuan
dalam mengukur kekayaan perusahaan yang tidak berwujud ataupun
intelektual.
Dengan pendekatan tradisional yang hanya menitikberatkan pada
sisi kekuangannya saja, maka manajer yang mendapatkan keuntungan
tinggi akan dinilai berhasil dan akan mendapatkan respon positif dari
perusahaan. Akan menyesatkan jika kinerja sebuah perusahaan hanya
dilihat dari sisi keuangan saja, karena tidak menilai dari aspek lain yang
akan perpengaruh jangka panjang terhadap perusahaan. Jika kinerja
keuangan kurang baik dalam jangka pendek dapat terjadi karena
perusahaan melakukan investasi untuk jangka panjang. Oleh sebab itu
untuk mengatasi lemahnya sistem pengukuran kinerja perusahaan yang
berfokus hanya kepada aspek keuangan saja dan mengabaikan

1
produktivitas karyawan, kepuasan pelanggan, dan sebaganya, maka di
buatlah model pengukuran kinerja yang tidak hanya menitikberatkan pada
aspek keuangan saja namun non keuangan pula yaitu balanced scorecard.
(Panudju, Asfar, & Fuziah, 2016) mengatakan visi sebuah
perusahaan perlu dijabarkan secara terperinci dalam tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai agar manajemen dapat mengukur kinerjanya. Ukuran
kinerja perusahaan dapat dijelaskan ke dalam masing-masing perspektif
sasaran strategi yang digunakan untuk mewujudkan visi. Dengan balanced
scorecard, pihak manajemen dapat melakukan evaluasi apakah aset yang
dimiliki oleh perusahaan disebabkan oleh faktor yang sustainable atau
hanya keberuntungan saja. Dengan balanced scorecard, kita dapat
menyatukan seluruh proses kerja perusahaan menjadi satu bagian dari
suatu sistem yang terintegrasi.
Menurut (Maselia, Katili, & Wahyuni, 2017) baik dalam sektor
swasta atau public, balanced scorecard dibuat guna memberikan kepuasan
bagi para pelanggan, yang membedakannya hanya dari tujuan dan pihak
yang berkepentingan saja. Penerapan balanced scorecard pada sector bisnis
berguna untuk meningkatkan persaingan, sedangkan pada sector publik
lebih menekankan nilai, misi dan pencapaian perusahaan, dari aspek
keuangan tentunya akan mengutamakan keuntungan, pertumbuhan, serta
pangsa pasar, sedangkan sektor publik berguna untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara maksimal.
Dengan balanced scorecard dapat memberikan indikasi peringatan
pertama dari keberhasilan ataupun kegagalan untuk perusahaan secara
menyeluruh baik dari sisi keuangan, pelanggan, proses bisnis, maupun
pembelajaran, sehingga perusahaan dapat lebih cepat dalam merespon
perubahan yang terjadi, dengan tindakan perbaikan yang lebih cepat guna
memperkecil resiko yang ada.
PT. Pertamina (Persero) dalam melakukan pengukuran kinerja
menggunakan pengukuran dengan metode Balance scorecard, dimana
perusahaan hanya melakukan pengukuran kinerja keuangan yang
berdasarkan dengan perspektif keuangan, hal ini tentu cukup lemah dalam

2
pengukuran kinerja, dimana perusahaan hanya melihat tingkat
keberhasilan atas perusahaan hanya berdasarkan dengan laporan keuangan,
tanpa melihat dari kinerja pegawai dan tingkat kepuasan pelanggan yang
dapat diukur dengan menggunakan perspektif pelanggan, perspektif bisnis
internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana profil, visi, dan misi Perusahaan PT. Pertamina
(Persero)?
1.2.2 Bagaimana penerapan pengukuran kinerja pada PT. Pertamina
(Persero) dengan menggunakan metode balance scorecard?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui profil, visi, dan misi Perusahaan PT. Pertamina
(Persero)
1.3.2 Untuk mengetahui cara penerapan pengukuran kinerja pada PT.
Pertamina (Persero) dengan menggunakan metode balance
scorecard

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk memberikan sumbangan pikiran terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan ekonomi khususnya di bidang akuntansi
manajemen mengenai pengukuran kinerja suatu perusahaan dengan
menggunakan metode Balanced scorecard.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Perusahaan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
yang berharga dalam mengevaluasi sekaligus untuk
memperbaiki kinerja manajemen keuangan di masa mendatang.
b. Bagi Penulis
Dengan adanya tugas ini menjadikan penulis menerapkan teori
tentang pengukurakan kinerja dengan menggunakan metode
Balanced Scorecard yang telah diperoleh selama masa

3
perkuliahan ke dalam praktik sebenarnya dan diharapkan dapat
menjadi referensi bagi penulis lain yang tertarik untuk meneliti
kajian yang sama untuk waktu yang akan datang.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengukuran


Pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi
data secara kuantitatif. Hasil dari pengukuran dapat berupa informasi-
informasi atau data yang dinyatakan dalam berntuk angka ataupun uraian
yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan, oleh karena itu mutu
informasi haruslah akurat (Umar, 1991) dan menurut Cronbach yang
dikutip oleh Mehren (1973) pengukuran sebagai suatu prosedur yang
sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan menggambarkannya
dengan bantuan skala numeric atau sistem pengkategorian. Menurut
Hamalik (1989) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas hasil
pengukuran itu banyak bergantung pada jenis dam mutu alat ukur yang
diguanakan.
Menurut Suryabrata (1984) pengukuran secara sederhana adalah
terdiri atas aturan-aturan untuk mengenakan bilangan-bilangan kepada
sesuatu obyek untuk mempresentasikan kuantitas atribut pada obyek
tersebut. Pengukuran adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk
mengidentifikasi besar kecilnya obyek atau gejala (Hadi, 1995).
Pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara; 1) menggunakan alat-alat
yang standar, 2) menggunakan alat-alat yang tidak standar
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengukuran adalah suatu prosedur yang sistematis untuk memperoleh
informasi data kuantitatif baik data yang dinyatakan dalam bentuk angka
maupunuraian yang akurat, relevan, dan dapat dipercaya terhadap atribut
yang diukur dengan alat ukur yang baik dan prosedur pengukuran yang
jelas dan benar

2.2 Pengertian Kinerja


Kinerja merupakan istilah umum yang digunakan untuk
menunjukkan Sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu

5
organisasi pada suatu periode seiring dengan referensi pada sejumlah
standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan suatu dasar
efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan
semacamnya (Mulyadi, 2011)
Menurut (Horngren, Datar, & Foster, 2010) menyatakan bahwa:
“Kinerja adalah suatu tingkat keberhasilan yang dicapai seorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang diasaskan atas
pengalaman dan kesungguhan”. Menurut (Hani, 2015) menilai
keberhasilan perusahaan tidak cukup hanya melihat kondisi internal,
karena lingkungan eksternal juga sangat mempengaruhi kelangsungan
usaha, sehingga manajemen perusahaan perlu membuat perbandingan
keberhasilan usaha dengan pihak lain seperti pesaing kelompok industri
atau standart tertentu yang dapat menilai atau mengukur kinerja
perusahaan tersebut dalam kondisi yang baik, sehat atau sebaliknya.

2.3 Balance Scorecard


Robert S. Kaplan dan David P. Norton mengembangkan metode
balanced scorecard dalam studi “pengukuran kinerja dan organisasi masa
depan”. Penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur
kinerja eksekutif perusahaan dimasa depan diperlukan pengukuran yang
komprehensif, mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan. Balanced
scorecard dipandang sangat komprehensif dalam memotivasi eksekutif
untuk meningkatkan kinerjanya.
Menurut (Riyana H, 2017) balanced scorecard terdiri dari dua kata,
pertama balanced yang memiliki arti berimbang, kedua scorecard yang
artinya kartu skor pekerjaan atau kartu prestasi kerja. Kartu prestasi kerja
berisi angka – angka keuangan atau biasa disebut kinerja keuangan,
sehingga dapat dijadikan alat ukur untuk membuat rencana kerja di masa
depan karena merupakan data historis. Balanced yang memiliki arti
berimbang menjelaskan bahwa kinerja sebuah perusahaan harus diukur
dari berbagai sudut baik melalui kinerja keuangan ataupun kinerja non

6
keuangan seperti pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan
pertumbuhan.
Tidak hanya untuk mencapai tujuan khusus seperti menghasilkan
laba sekian milyar rupiah, namun menurut (Sari & Furqani, 2020) dalam
balanced scorecard juga lebih ditekankan pada perbaikan
berkesinambungan (continuous improvement). Karena apabila sebuah
perusahaan tidak melakukan perbaikan secara berkesinambungan, yang
terjadi akan mengakibatkan perusahaan tersebut akan kalah bersaing
dengan perusahaan sejenis.
Menurut (Suhartini & Ahrori, 2017) manajer harus secara berhati –
hati dalam memilih tolak ukur kinerja yang akan digunakan untuk
menghitung balanced scorecard perusahaan. Seperti tolak ukur kinerja
yang sejalan dengan strategi perusahaan, maka scorecard seharusnya tidak
memiliki terlalu banyak tolak ukur kinerja karena itu akan menyulitkan
dalam proses pengukuran. Jika perusahaan sudah mempunyai balanced
scorecard secara menyeluruh, maka
setiap individu atau karyawan yang bertanggung jawab pada bidangnya
akan memiliki scorecard nya masing – masing.
Keunggulan dari balanced scorecard dalam sistem perencanaan
strategik yaitu mampu menghasilkan rencana strategis yang memiliki
karakteristik, komprehensif, koheren, berimbang dan terukur. Menurut
(Hidayat, 2016) balanced scorecard memiliki banyak manfaat yaitu,
mengklasifikasi serta dapat menghasilkan konsensus mengenai strategi
perusahaan, mengkomunikasikan strategi perusahaan ke seluruh karyawan,
melaksanakan peninjauan ulang strategi perusahaan secara periodik dan
sistematis, mengidentifikasikan serta menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis, menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan
strategi perusahaan, mengkaitkan berbagai tujuan strategis dengan jangka
panjang dan anggaran tahunan, sehingga akan mendapatkan umpan balik
yang akan dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi.

2.4 Perspektif Keuangan

7
Balanced Scorecard menggunakan perspektif keuangan karena
penilaiankinerja merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomis yang telah
dilakukan. Menurut (Wardana, 2013) menyatakan bahwa ukuran financial
yaitu ukuran yang menjadi fokus dari berbagai tujuan strategis yang
menjadi bagian dari keterkaitan hubungan sebab akibat yang memuncak
dipeningkatan kinerja financial seperti profitabilitas, nilai saham, rasio-
rasio keuangan dan lain sebagainya.
Laporan keuangan dapat memberikan gambaran umum untuk
menganalisis dan membandingkan kinerja perusahaan dengan periode
sebelumnya. Keuangan perusahaan merupakan ikhtisar dari konsekuensi
ekonomi yang telah terjadi dan disebabkan oleh tindakan manajemen yang
menunjukan berapa hasil yang didapat secara maksimal. Menurut (Sari &
Arwinda, 2015) perspektif keuangan merupakan perhitungan data
keuangan dari perusahaan setiap periodenya, untuk mengetahui dan
meningkatkan pendapatan dan keuntungan yang didapatkan di setiap
periode. Perspektif keuangan juga menunjukan seberapa baik kinerja
perusahaan kepada kreditur, pemegang saham, dan pihak – pihak lain yang
berkepentingan.
Menurut (Kasmir, 2017) ada lima indikator yang dapat digunakan
dalam perspektif keuangan, pertama Return on Equity merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas atau kemampuan
perusahaan dalam memberikan keuntungan berdasarkan modal
perusahaan. Kedua Return on Assets merupakan tingkat profitabilitas
berdasarkan aset perusahaan yang manunjukkan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba. Ketiga Operating Income, untuk mengetahui
seberapa banyak atau besar sumbangan penjualan terhadap laba
operasional perusahaan. Keempat Efficiency Cost, berguna untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang
dikeluarkan sehingga keuntungan perusahaan tetap terjaga dan terus
meningkat. Kelima Total Asset Turnover, biasa digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan dari
aktiva yang telah dimiliki, dan memperhatikan apakah perusahaan tersebut

8
telah melakukan modernisasi peralatan atau tidak, karena hal tersebut akan
mempengaruhi besarnya rasio

2.5 Perspektif Pelanggan


Perspektif pelanggan focus pada pandangan pelanggan atau
konsumen terhadap perusahaan. Jika perusahaan berkeinginan untuk
mencapai kinerja keuangan yang baik dan unggul dalam jangka panjang,
maka perusahaan harus menciptakan serta menjanjikan suatu produk atau
jasa yang bernilai lebih untuk para pelanggan atau konsumennya. Namun,
perusahaan tidak dapat memenuhi seluruh keinginan dan kebutuhan
konsumennya, sehingga perusahaan harus menentukan segmentasi pasar,
perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan serta segmen pasar dimana
mereka akan mampu untuk berkompetisi.
Sasaran perspektif ini yaitu meningkatkan kepuasan konsumen,
retensi, akuisisi, dan loyalitas konsumen dari pelayanan yang telah
diberikan, seperti kualitas yang diberikan harga yang terjangkau, distribusi
cepat, serta layanan purna jual yang lebih dari pesaingnya. Ukuran kinerja
yang dapat digunakan yaitu kenaikan pendapatan konsumen lama dan
konsumen baru yang bertambah, sehingga perhitungan ini akan
menghasilkan ekuitas pelanggan.
Pengukuran yang dilakukan dalam perspektif pelanggan yaitu,
Customer Retention, On Time Delivery. Number of Complaints, Sales
Return, Akuisisi Pelanggan, dan Profitabilitas Pelanggan. Customer
Retention, berguna untuk meningkatkan market share dengan
mempertahankan pelanggan yang ada dalam targeted customer segmen,
karena perusahaan yang dapat mengidentifikasi pelanggan yang dimiliki,
akan dapat dapat menghitung dengan tepat customer retention dari periode
satu ke periode lainnya. On Time Delivery, berguna untuk meningkatkan
kepercayaan pelanggan pada perusahaan. Number of Complaints atau
keluhan konsumen, berisikan semua keluahan dari konsumen mengenai
produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, dan keluhan ini akan sangat
berpengaruh pada citra perusahaan tersebut, karena jika citra perusahaan
buruk hal tersebut akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan

9
tersebut. Sales Return, bertujuan guna meningkatkan kualitas barang atau
jasa yang telah dihasilkan perusahaan, jika barang yang sudah dibeli
konsumen dikembalikan lagi karena tidak sesuai dengan apa yang sudah
dispesifikasikan, maka kualitas barang yang telah dihasilkan perusahaan
patut dipertanyakan kualitasnya. Akuisisi Pelanggan, diuji dengan
membandingkan jumlah pelanggan baru dengan seluruh pelanggan lama
yang telah dimiliki. Sedangkan profitabilitas pelanggan rasio yang
menunjukan keuntungan yang diberikan pelanggan, sehingga pelanggan
yang memberi keuntungan yang besar harus dijaga dengan baik agar tidak
beralih ke perusahaan lain.

2.6 Perspektif Proses Internal Bisnis


Dalam perspektif proses internal bisnis, perusahaan harus
mengidentifikasikanproses internal yang penting dimana perusahaan harus
melakukannya dengan sebaik-baiknya,karena proses internal tersebut
memiliki nilai-nilai yang diinginkan pelanggandan akan memberikan
pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham. Para manajer harus
memfokuskan perhatiannya pada proses bisnis internal yangmenjadi
penentu kepuasan pelanggan.
Kinerja perusahaan dari perspektif tersebut diperoleh dari proses
bisnis internal yang diselenggarakan perusahaan. Perusahaan
harusmemilih proses dari kompetensi yang menjadi unggulannya dan
menentukan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja proses dan kompetensi
tersebut.
Proses bisnis internal merupakan aktivitas yang memiliki tujuan
untuk memaksimalkan penggunaan aset perusahaan dalam menciptakan
produk atau jasa, serta untuk menemukan metode kerja baru yang lebih
efektif dan efisien. Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci
untuk menggerakan operasional perusahaan yang menerapkan metode
kerja secara efektif dan efisien. Yang termasuk ke dalam organizational
capital adalah sumber daya manusia, modal kerja, peralatan, serta metode
kerja. Alat ukur yang digunakan yaitu produktifitas mesin, tenaga kerja
manusia, efisiensi biaya, dan produktivitas capital.

10
2.7 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan lebih fokus pada
kemampuan manusia, tolak ukurnya yaitu kepuasan karyawan, retensi
karyawan, serta produktivitas karyawan. Suatu perusahaan yang ideal dan
berkembang tidak hanya mempertahankan kinerja perusahaan yang sudah
ada, namun juga melakukan perbaikan secara terus menerus tanpa henti
dan proses ini hanya akan tercapai jika perusahaan melibatkan seluruh
karyawannya dalam proses bisnis internal.
Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) disebut juga human capital,
sehingga kemampuan karyawan harus ditingkatkan melalui pendidikan
dan pelatihan yang telah difasilitasi perusahaan, serta kesejahteraan
karyawan melalui imbalan yang telah diberikan agar semua kebutuhan
baik sandang, pangan, ataupun kesehatan dapat terpenuhi. Produktivitas
kerja karyawan dapat diukur melalui dua sisi yaitu, nilai penjualan dibagi
dengan jumlah pekerja atau laba bersih dibagi dengan jumlah pekerja.
Namun pada dasarnya, pendapatan perusahaan atau laba bersih perusahaan
yang meningkat tidak lepas dari usaha para pekerja di perusahaan tersebut,
karena tidak akan ada artinya jika tanpa adanya karyawan, modal dan alat
kerja.

11
BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

3.1 Profil, Visi, dan Misi PT. Pertamina (PERSERO)


Pertamina merupakan perusahaan minyak dan gas bumi yang
dimiliki Pemerintah Republik Indonesia (state-owned oil company) yang
dibentuk pada tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Pada
tahun 1961, perusahaan ini berganti nama menjadi PN. Permina, dan
setelah digabung dengan PN. Pertamin di tahun 1968 namanya berubah
menjadi PN. Pertamina. Dengan diberlakukannya Undang Undang No. 8
Tahun 1971, nama perusahaan menjadi Pertamina. Nama Perusahaan ini
tetap digunakan pada waktu Pertamina berubah status hukumnya menjadi
Perseroan Terbatas pada tanggal 17 September 2003, menjadi PT
Pertamina (Persero).
Pendirian PT. Pertamina (Persero) dikukuhkan berdasarkan akta
Notaris Lanny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan
disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) melalui
Surat Keputusan No.C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003.
Tujuan dari Perusahaan Perseroan adalah untuk:
Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan
perseroan secara efektif dan efisien dan memberikan kontribusi dalam
peningkatan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat.

12
Perseroan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi
berserta hasil olahan dan turunannya.
b. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang
ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi
dan berhasil menjadi milik perseroan
c. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural
Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
d. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau
menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf
a,b,c diatas

Sejalan dengan UU Migas serta kebijakan lain terkait dengan


BUMN dan Perseroan, maka pada tahun 2006 pemerintah Republik
Indonesia memberlakukan suatu kebijakan baru tentang pola kompensasi
pendistribusian BBM bersubsidi (dalam kaitan penugasan public service
obligation/PSO). Perubahan kebijakan tersebut adalah dari pola cost + fee
menjadi berdasarkan harga keekonomian plus margin.

Visi PT. Pertamina (Persero)

Menjadi perusahaan yang unggul, maju, dan terpandang

Misi PT. Pertamina (Persero)

1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia serta usaha lain
yang menunjang bisnis Pertamina.
2. Menjalankan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif
dan berorientasi laba.
3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan,
pekerja, dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional

13
3.2 Hasil Analisis Pengukuran Kinerja PT. Pertamina (Persero)
Analisa laporan keuangan merupakan suatu proses yang dilakukan
untuk untuk membedakan laporan keuangan kedalam unsur-unsurnya, dan
juga menelaah masing-masing dari unsur tersebut dan hubungan masing-
masing unsur dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang baik dan
tepat atas laporan keuangan itu sendiri.

Dalam laporan keuangan PT. Pertamina (Persero) 2014 sampai


tahun 2018 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Laporan Keuangan Pada PT. Pertamina (Persero)

Tahun Total Aset Total ekuitas penjualan Laba


Hutang bersih
2014 50.327.920 32,291,950 18,035,970 70.648.377 1.534.796
2015 45.518.903 26.043.665 19.475.238 41.762.680 1.442.163
2016 47.233.206 25.158.639 22.074.567 36.486.744 3.162.654
2017 57.439.375 30.426.108 27.013.267 46.000.723 2.700.404
2018 64.718.452 35.108.412 29.610.040 57.933.571 2.716.394

Dalam pengukuran kinerja pada PT. Pertamina (Persero) dengan


menggunakan metode Balanced Scorecard dengan melihat empat
perspektif yaitu, perspektif pelanggan, perspektif keuangan, perspektif
proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
Sasaran dari perspektif keuangan ini adalah untuk memenuhi
harapan darishareholder. Salah satunya adalah dengan cara
memperbaiki kinerja operasi perusahaan tersebut. Sehingga profit yang
dihasilkan dapat meningkat. Adapun ukuran-ukuran yang digunakan
pada perspektif keuangan sebagai berikut:

14
Dalam peneliti ini, penulis menggunakan Surat Keputusan Menteri
BUMN Nomor KEP- 100/MBU/2002, dengan menggunakan 8 rasio
yaitu, Rasio ROE (Return On equity), ROI (Return On Investment),
Rasio Kas (Cash Ratio), dan Rasio Lancar (Current Ratio).
a. Return on Equity (ROE)
ROE adalah ukuran yang mewakili harapan dari
shareholder. Sebab tingkat pengembalian atas modal yang
ditanamkan dapat langsung diketahui dan menggambarkan
keefektifan atas investasi yang dilakukan oleh shareholder,
Perhitungan rasio Return on Equity perusahaan PT. Pertamina
(Persero) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Rasio ROE

Tahu Laba setelah Modal ROE Standar


n pajak (a) sendiri (b) (a/b) BUMN
2014 1.534.796 18.035.970 8,5% >15%
2015 1.442.163 19.475.238 7,4% >15%
2016 3.162.654 22.074.567 14,3% >15%
2017 2.700.404 27.013.267 10% >15%
2018 2.716.394 29.610.040 9,2% >15%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa ROE untuk tahun


2014sampai tahun 2018cenderung mengalami penurunan dan
berada dibawah standar BUMN. Untuk tahun 2014 rasio ROE
sebesar 8,5%, tahun 2015 rasio ROE mengalami penurunan
menjadi 7,4%, dan untuk tahun 2015 rasio ROE mengalami
peningkatan yang signifikan menjadi 14,3% , sedangkan
ditahun 2017 dan tahun 2018 rasio ROE mengalami penurunan
menjadi 10% dan 9,2% dimana hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan tidak mampu dalam mengelola modal yang dimiliki
guna untuk dapat meningkatkan keuntungan perusahaan,
dengan menurunnya laba perusahaan menunjukkan bahwa

15
perusahaan tidak mampu dalam mencapai tujuannya untuk
meningkatkan keuntungan setinggi-tingginya.
Hasil pengembalian ekuitas dilakukan untuk mengukur laba
bersih sesudah pajak terhadap modal sendiri. Rasio ini
menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin
tinggi tingkat hasil pengembalian ekuitas, maka semakin baik
kondisi perusahaan, yang artinya posisi pemilik perusahaan
semakin kuat pula. Sebaliknya jika tingkat hasil pengembalian
ekuitas semakin menurun, maka semakin buruk kondisi
perusahaan, yang artinya posisi pemilik perusahaan semakin
lemah.Standar BUMNKEP-100/MBU/2002, dimana
standarnya sebesar 15%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk Return on Equity
yang terjadi pada PT Pertamina (Persero) untuk tahun 2014
sampai tahun 2018masih berada dibawah dari standar BUMN.
Kondisi yang kurang baik bagi perusahaan karena ROE masih
jauh dibawah Standar BUMNNo : KEP-100/MBU/2002,
sebesar 15%, yang artinya posisi pemilik perusahaan akan
semakin lemah, pada modal yang dimiliki oleh perusahaan,
karena modal perusahaan banyak dibiayai dari utang
perusahaan.
b. Return on Investment (ROI)
Analisis Return on Investement (ROI) menggambarkan
perbaikan atas kinerja operasi dan mengukur efisiensi dari
penggunaan total aktiva untuk menghasilkan profit.Perhitungan
rasio Return on Investement perusahaan PT Pertamina
(Persero)dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Rasio ROI

Tahu EBIT + Capital ROI Standar


n Penyusutan Employed (a/b) BUMN
(a) (b)
2014 3.897.864 50.327.920 7,7% >18%

16
2015 3.026.539 45.518.903 6,6% >18%
2016 4.927.335 47.233.206 10,5% >18%
2017 3.859.387 57.439.375 6,8% >18%
2018 5.757.941 64.718.452 8,9% >18%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa ROI untuk tahun


2014sampai tahun 2015 mengalami penurunan dan masih
dibawah standar BUMN. Untuk tahun 2014 rasio ROI sebesar
7,7%, tahun 2015 ROI mengalami penurunan menjadi 6,6%,
dan untuk tahun 2015 rasio ROI mengalami peningkatan
menjadi 10,5%, ditahun 2017 ROI kembali mengalami
penurunan menjadi 6,8%, sedangkan ditahun 2018 ROI
mengalami peningkatan menjadi 8,9%. Penurunan yang terjadi
pada ROI disebabkan karena menurunnya laba bersih
perusahaan yang dikarenakan rendahnya perputaran terhadap
asset. Menurunnya ROI menunjukkan bahwa perusahaan
kurang mampu dalam menjaga stabilitas finansialnya.
Hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas
dari seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun
modal sendiri. Semakin kecil atau rendahnya ROI maka
semakin kurang baik tingkat pengembalian investasi pada
perusahaan, sebaliknya jika ROI semakinbesar, maka semakin
baik tingkat pengembalian investasi. Standar BUMNNo: KEP-
100/MBU/2002, dimana standarnya sebesar 18%.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa ROI yang terjadi pada PT
Pertamina (Persero)cenderung mengalami penurunan dan
masih dibawah standar BUMN, hal ini menunjukkan kondisi
yang kurang baik karena ROI masih dibawah standar BUMN
sebesar 18%, hal ini disebabkan karena menurunnya laba
bersih perusahaan yang dikarenakan rendahnya perputaran
terhadap asset yang dimiliki perusahaan.
c. Rasio Kas (Cash Ratio)

17
Rasio kas merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
Perhitungan rasio ini dapat diukur dari kas ditambah bank
dibandingkan dengan utang lancar. Perhitungan rasio kas pada
perusahaan PT Pertamina (Persero)dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4. Rasio Kas

Tahu Kas + Bank Hutang Rasio Standar


n (a) Lnacar Kas BUMN
(b) (a/b)
2014 3.809.454 13.422.589 28,4% >35%
2015 3.111.066 8.546.589 36,4% >35%
2016 5.258.526 8.107.156 64,9% >35%
2017 6.409.827 9.837.044 65,1% >35%
2018 9.112.312 13.927.882 65,2% >35%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Rasio Kas untuk


tahun 2014 sampai tahun 2018 mengalami peningkatan dan
berada diatas standar BUMN. Untuk tahun 2014 rasio kas
sebesar 28,4%. Untuk tahun 2015rasio kas mengalami
peningkatan menjadi 36,4%, untuk tahun 2015 sampai tahun
2018 rasio kas mengalami peningkatan menjadi 64,9% 65,1%
dan 65,2%, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mampu
dalam memenuhi sebagian hutang perusahaan dengan
menggunakan ketersediaan kas yang dimiliki perusahaan.
Tingkat likuid dari suatu perusahaan dapat dilihat dari rasio
kasnya, yang digunakan untuk dapat memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Peningkatan atas kas perusahaan terjadi
dikarenakan meningkatnya ketersediaan uang kas yang dimiliki
perusahaan yang dapat digunakan untuk memenuhi
kewajibannya. Penilaian terhadap Kas mengalami peningkatan

18
dan telah berada dibawah diatas Standar BUMN No: KEP-
100/MBU/2002, dimana standarnya sebesar 35%.
Rasio kas dapat digunakan oleh perusahaan untuk
mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk
membayar utang. Semakin tinggi rasio kas pada perusahaan
berarti perusahaan mampu dalam memenuhi utang jangka
pendeknya, sebaliknya Semakin rendah rasio kas pada
perusahaan berarti perusahaan tidak mampu dalam memenuhi
utang jangka pendeknya.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa rasio kas yang terjadi
pada PT Pertamina (Persero) untuk tahun 2014 sampai tahun
2018mengalami peningkatan dan berada diatas standar BUMN,
hal ini menunjukkan kondisi yang cukup baik bagi perusahaan
dikarenakan ketersediaan kas perusahaan mampu dalam
memuhi kewajiban jangka pendeknya.
d. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau
utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara
keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar
yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang
segera jatuh tempo. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan
membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang
lancar. Perhitungan rasio lancar perusahaan PT. Pertamina
(Persero) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5. Rasio Lancar

Tahun Asset Hutang Rasio Standar


Lancar (a) Lancar (b) lancar BUMN
(a/b)
2014 20.377.755 13.422.078 151,8% 125%
2015 14.329.659 8.546.589 167,7% 125%
2016 16.240.987 8.107.156 200,3% 125%

19
2017 19.156.608 9.837.044 194,7% 125%
2018 23.154.204 13.972.882 165,7% 125%

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Rasio Lancar


untuk tahun 2014 sampai tahun 2018 mengalami peningkatan,
walaupun rasio lancar mengalami penurunan tetapi masih
berada diatas standar BUMN sebesar 125%, hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan mampu dalam membayar
hutang jangka pendeknya dengan menggunakan asset lancar
yang dimiliki perusahaan, tanpa harus menggunaakan asset
lainnya.
Tingkat likuid dari suatu perusahaan dapat dilihat dari rasio
lancarnya, yang digunakan untuk memenuhi utang lancarnya.
Peningkatan rasio lancar terjadi dikarenakan meningkatnya
jumlah asset lancar yang dimiliki perusahaan dan yang tidak
diikuti dengan jumlah hutang perusahaan. Penilaian rasio
lancar telah berada diatas Standar BUMN No:
KEP-100/MBU/2002, dimana standarnya sebesar 125%.
Rasio lancar yang rendah biasanya dianggap menunjukkan
terjadinya masalah dalam likuidasi, sebaliknya rasio lancar
yangterlalu tinggi juga kurang bagus, karena menunjukkan
banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat
mengurangi kemampuan laba perusahaan (Sawir, 2012)
Hal ini dapat disimpulkan bahwa rasio lancar yang terjadi
pada PT Pertamina (Persero) untuk tahun 2014 sampai tahun
2018 mengalami peningkatan dan berada diatas standar
BUMNNo : KEP-100/MBU/2002. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan mampu dalam memenuhi hutang jangka pendeknya
dengan menggunakan asset lancar yang dimiliki perusahaan.
2. Perspektif Pelanggan
Sasaran dari perspektif pelanggan dimaksudkan untuk
meningkatkan kepuasan, retensi, akuisisi, dan loyalitas pelanggan.

20
Sasaran dari pada strategi customer perspektif pada PT Pertamina
(Persero) adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan
kepercayaan pelanggan. Adapun pengukuran kinerja yang digunakan
adalah customer retention, customer acquisition. Sebelum dilakukan
analisis kinerja dengan perspektif pelanggan, terlebih dahulu akan
disajikan data pelanggan yang diperoleh dari PT Pertamina (Persero)
sebagai berikut:
Tabel 6. Jumlah Pelanggan PT. Pertamina (Persero)

Pelanggan Pelanggan
Tahun Lama Baru Selisih

2014 13 14 1
2015 14 14 -
2016 14 12 (2)
2017 12 15 3
2018 15 13 (2)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan data pelanggan PT Pertamina (Persero)


selama 5 tahun yang menunjukkan bahwa terjadinya penurunan jumlah pelanggan
yang dimiliki perusahaan, bahkan dalam beberapa tahun, terdapat pelanggan yang
tidak bekerjasama kembali terhadap PT Pertamina (Persero), sedangkan
pelanggan yang masuk tidak bertambah dalam 3 tahun. Salah satu faktor yang
menyebabkan jumlah pelanggan PT Pertamina (Persero) mengalami penurunan
dikarenakan strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan belum maksimal,
sehingga menyebabkan banyak nya pelanggan yang keluar dalam bekerjasama
denga perusahaan PT Pertamina (Persero).
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Sasaran dari perspektif ini adalah untuk mengukur kegiatan inovasi
yang dilakukan oleh perusahaan, guna untuk membuat suatu produk
yang baru yang tujuannya guna meningkatkan pengembangan bagi
perusahaan dimasa yang akan datang, yang dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 7. Laporan data pa PT. Pertamina (Persero)

21
Produk dengan
Produk Inovasi Baru
Tahun
dengan
Inovasi
Lama
2014 3 Kali 0 Kali
2015 3 Kali 1 Kali
2016 4 Kali 3 Kali
2017 7 Kali 0 Kali
2018 7 Kali 2 Kali

Dapat dilihat pada tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah produk


yang dilakukan dengan inovasi baru untuk tahun 2014 sampai tahun
2018 cenderung mengalami peningkatan, dengan meningkatnya
inovasi baru yang dilakukan oleh perusahaan mampu membantu
pengembangan atas kegiatan perusahaan, hal ini terbukti dengan
jumlah penjualan yang mengalami penurunan untuk setiap tahunnya.
Selama 5 tahun terakhir yang dilakukan pengukuran terhadap
pemberian inovasi yang dilakukan sudah cukup baik. Dimana
perusahaan berusaha untuk dapat melakukan pengembangan usahanya
dengan membuat suatu inovasi yang baru yang bertujuan untuk dapat
menarik minat konsumen dalam melakukan pembelian atas produk
yang dihasilkan oleh perusahaan. Proses pengembangan usahan yang
dilakukan dengan menggunakan inovasi dapat dinyatakan cukup yang
dikatagorikan dengan penilaianbaik yang dilihat dari inovasi yang
dilakukan oleh perusahaan mengalami peningkatan.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Dalam perspektif ini lebih terpusat pada karyawana khususnya,
karyawan perusahaan sebagai salah satu sumber daya yang penting
bagi perusahaan karenatanpa karyawan maka dapat dikatakan
keseluruhan produksi tidak akan berjalan.Adapun pengukuran dalam
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan dapat dilakukan dengan
melihat dari perputaran karyawan.

22
Tingkat perputaran karyawan dilakukan untuk memantau kinerja
setiap karyawan. Kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
pekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan
yang telah melakukan investasi dalam sumber daya manusia akan sia-
sia apabila tidak mempertahankan karyawannya untuk terus berada
dalam perusahaannya. Mengukur seberapa besar perputaran karyawan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4. Jumlah Karyawan PT. Pertamina (Persero)

Karyaw
an Awal Karyaw
Tahun an Selisih
Masuk
Akhir

2014 24.781 27.429 2.648


2015 27.429 27.971 542
2016 27.971 27.227 (744)
2017 27.227 30.118 2.891
2018 30.118 31.569 1.451

Dapat dilihat pada tabel diatas untuk jumlah karyawan dilakukan


untuk memantaukinerja setiap karyawan untuk tahun 2015, tahun 2016
dan tahun 2018 mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan
meningkatnya jumlah karyawan keluar yang tidak bekerja kembali di
perusahaan. Kemampuan perusahaan tidak mampu untuk dapat
mempertahankan pekerjaterbaiknya untuk terus berada dalam
organisasinya. Perusahaan yang telahmelakukan investasi dalam
sumber daya manusia akan sia- sia apabila tidakmempertahankan
karyawannya untuk terus berada dalam perusahaannya.Selama 5 tahun
terakhir yang dilakukan pengukuran terhadap Tingkat perputaran
karyawan yang cenderung mengalami penurunandan dapat dinyatakan
tingkat perputaran karyawan dinyatakan belum maksimal.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Evaluasi
Setelah memperhatikan kinerja PT Pertamina (Persero)
berdasarkan empat perspektif Balanced Scorecard, penulis ingin
memberikan beberapa masukan perihal yang perlu diperhatikan oleh pihak
manajemen PT. Pertamina (Persero):
1. Sebaiknya PT. Pertamina (Persero)menerapkan konsep Balanced
Scorecard sebagai alternatif pengukuran kinerjanya, agar mampu
bersaing dalam persaingan bisnis yang kian ketat.
2. Dalam membangun konsep Balanced Scorecard, sebaiknya PT.
Pertamina (Persero) lebih banyak melibatkan para karyawannya dalam
pengambilan keputusan yang akan diambil, karena karyawanlah yang
banyak mengetahui masalah-masalah yang terdapat di lapangan.

24
4.2 Kesimpulan
Dari hasil analisis data berdasarkan penilaian kinerja keuangan
dengan pendekatan Balanced Scorecard cenderung mengalami penurunan,
Maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hutang perusahaan PT. Pertamina (Persero) untuk tahun 2014 sampai
tahun 2018 mengalami peningkatan, tetapi melebihi modal perusahaan.
Hutang perusahaan yang besar terjadi dikarenakan besarnya kebutuhan
atas biaya operasional perusahaan, serta penggunaan atas hutang
peusahaan digunakan untuk penambahan atas asset tetap perusahaan
yang dibiayai juga dengan menggunakan hutang perusahaan,
sedangkan modal yang dimiliki perusahaan tidak mampu dalam
membiayai kegiatan operasional perusahaan, meningkatnya hutang
perusahaan juga dapat berdampak dengan keuntungan perusahaan,
dimana perusahaan harus berusaha untuk dapat membayar hutang-
hutang nya dengan menggunakan keuntungan yang dimiliki
perusahaan.
2. Jumlah pelanggan dan karyawan diketahui bahwa kinerja PT
Pertamina (Persero) cenderung mengalami penurunan yang dinilai
tidak cukup, dan dapat dikatagorikan belum begitu baik.
3. Pengukuran kinerja perusahaan PT Pertamina (Persero) berdasarkan
pendekatan dengan Balanced Scorecard cenderung mengalami
penurunan yang diukur dengan menggunakan perpektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perpektif
pembelajaran dan pertumbuhan mengalami penurunan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I., & Lestari. (2015). Analisis Rasio Solvabilitas dan Aktivitas untuk
Menilai Kinerja Keuangan pada PT. Aneka Gas Industri. Jurnal Ilmu
Ekonomi Dan Studi Pembangunan, 14(2), 182–190.

Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2011). Dasar - dasar Keuangan Manajemen


(11th ed.). Jakarta: Salemba Empat.

Christina, N. P. Y., & Sudana, I. P. (2013). Penilaian Kinerja Pada Pt. Adhi
Karya Dengan Pendekatan Balanced Scorecard. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 5(3), 516–529.

Frenny. (2009). Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran Kinerja


pada RSUD Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Universitas Sebelas
Maret.

Gaspersz, V. (2011). Total Quality Management (untuk Praktisi Bisnis dan


Industri). Jakarta: Penebar Swadaya.

26
Wardana, A. (2013). Usulan Rencana Pengukuran Kinerja Strategi Bisnis
Dengan Menggunakan Kerangka The Balanced Scorecard pada PT
Pertamina Gas (Persero). Jurnal Kebangsaan, 2(4), 37–42

Sari, V. K. (2017). Analisis Kinerja Perusahaan Menggunakan Metode Balanced


Scorecard (Studi Kasus Pada PT. Aditya Sentana Agro). Jurnal AGORA,
5(1), 1–7

27

Anda mungkin juga menyukai