Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

”Kasus Akuntansi Tanah Pihak Ketiga Pemerintah


Kabupaten Subang”
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Akuntansi Keuangan Pemerintah Lanjutan
Dosen Pengampu : Muhammad Rizal, SE., M.Si, Ak., CA

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1
Anna Lestari (7181220001)
Lori Evaronika Sihaloho (7181220007)
Mega Utami (7182220016)
Simon Petrus Gulo (7183220034)
Debora Oktavine Gracia Sinaga (7183520052)

Akuntansi B 2018

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah kelompok 1 yang berjudul “Kasus Akuntansi Tanah Pihak Ketiga
Pemerintah Kabupaten Subang” mata kuliah Akuntansi Keuangan Pemerintah
Lanjutan. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Medan, Agustus 2021

Tim Penyusun

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Kasus Akuntansi Pihak Ketiga Kabupaten Subang

Sebanyak 24 ahli waris keturunan Raden Somadiwinata menggugat


Pemerintah Kabupaten Subang. Gugatan tersebut, atas tanah seluas 32.450 meter
yang berlokasi di objek wisata Cipanas Sari Ater, Desa Palasari, Kecamatan Ciater.
Pasalnya, saat ini tanah tersebut dikuasi oleh Pemkab Subang. Salah seorang ahli
waris Raden Somadiwinata, Didit Sadiah, mengatakan, tanah tersebut kini dikuasai
Pemkab Subang dan dikelola oleh PT Sari Ater. Padahal, berdasarkan letter C Nomer
603, tanah tersebut milik Raden Somadiwinata dan merupakan bagian dari sertifikat
hak pengelolaan No 1 tertanggal 28 Januari 2015, yang merupakan milik para
penggugat. "Kami menuntut, supaya kontrak perjanjian kerja sama bagi hasil
pengelolaan objek wisata Sari Ater antara Pemkab Subang dengan PT Sari Ater
beserta adendumnya dibatalkan. Kami juga menuntut para tergugat agar membayar
ganti rugi sebesar Rp207 miliar," ujar Didit, Minggu (14/2/2021). Perkara ini sudah
masuk persidangan di PN Subang. Persidangan sudah berjalan beberapa kali.
Namun, dirinya enggan membeberkan lebih lanjut terkait informasi perkembangan
proses sidang tersebut. "Intinya kami sudah beberapa kali proses sidang, masih
pemeriksaan saksi," ujarnya.

Informasi yang berhasil dihimpun melalui situs resmi Pengadilan Negeri


Subang, 24 orang penggugat itu masing-masing Didit Sadiah, Gayan Solichin, Nila
Hayati, Lia Setiawaty, Gery Alam, Gema Solihin, Nenden Suminar, Bodi Kadarsah,
Mutia Kadarsih, Santya Rahman, Junjunan Kadarsah, Zeni Milah, Lies Nafisah,
Kemal Graham, Mari Maemunah, Tetty Hafsah, Iba Romlah Sunarya, Prasena
Sunarya, Nugraha Sunarya, Wini Murniati, Yana Setiana, Isal Putrajaya, Hijib
Komardani dan Memet Rahmat.
Adapun pihak tergugat, selain Pemkab Subang atas nama Bupati Subang, juga PT
Sari Ater, Pemprov Jawa Barat dan Pemerintah RI atas nama Menteri Agraria Kepala
Kantor BPN Subang. Dua intansi lain juga turut tergugat yakni, Kades Palasari dan
Camat Ciater.

Sebagaimana dikutip dari website Sistem Informasi Penelusuran Perkara


(SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Subang, www.sipp.pn-subang.go.id, gugatan perdata
terhadap Pemkab Subang tersebut dilayangkan para ahli waris kepada PN Subang
pada Senin, 26 Oktober 2020 lalu. Dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan
hukum bernomor perkara 49/Pdt.G/2020/PN SNG. Dalam situs tersebut juga
dijelaskan, bahwa para penggugat menuding pihak tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum terkait sebidang tanah seluas 32.450 meter yang berlokasi
di obyek wisata Cipanas, Sari Ater, Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Subang. Secara
terpisah Kepala Bidang Aset Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten
Subang, Tatang membenarkan informasi gugatan tersebut. Agenda sidangnya masih
keterangan saksi-saksi. Dia juga mengaku yakin dapat memenangkan gugatan
tersebut. Pasalnya, pemkab memiliki bukti-bukti kuat memgenai lahan tersebut.
"Lahan itu milik pemkab," ujar Tatang.

Dia menyebut, gugatan yang dilayangkan ahli waris Raden Somadiwinata


merupakan hak para ahli waris. Mereka juga sempat memperlihatkan bukti-bukti
kepemilikannya kepada pihaknya. Tapi soal pembuktian siapakah pemilik sebenarnya
itu nanti dibuktikan di pengadilan. Saat ini pihaknya tengah menyiapkan bukti-bukti
sah kepemilikan tanah yang digugat tersebut. Untuk menghadapi sidang
pengadilan."Kalau kami dari bidang aset, intinya hanya kesiapan untuk memberikan
support melalui bukti-bukti kepemilikan bahwa tanah itu milik Pemkab Subang,"
ujarnya. Secara terpisah, Kuasa Hukum Pemerintah Kabupaten Subang Dede Sunarya
mengatakan persidangan sudah berjalan selama tiga bulan. Selama tiga bulan itu,
sudah delapan kali sidang. Untuk tergugat sendiri, lanjut Dede, masing-masing
tergugat satu adalah Pemprov Jawa Barat. Tergugat kedua adalah Pemkab Subang.
Lalu tergugat tiga adalah PT Sari Ater. Selanjutnya ada tergugat terkait yakni Kepala
Desa Palasari dan kepala BPN Kanwil Subang. (K60).

 
BAB II PEMBAHASAN
A. Kajian Teori

Kebijakan Akuntansi Aset Lainnya adalah salah satu bab dalam Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Pusat. Kebijakan Akuntansi Aset Lainnya terdapat dalam
Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat pada
BAB VIII. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah
Pusat melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menteri Keuangan berwenang untuk
menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara.

Dalam Kebijakan Akuntansi Aset Lainnya, Aset Lainnya adalah aset pemerintah
selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan piutang
jangka panjang.

Aset Lainnya, antara lain:

1. Aset tak berwujud;


2. Kemitraan dengan pihak ketiga;
3. Kas yang dibatasi penggunaannya; Uang Muka Rekening BUN; dan
4. Aset Lain-Lain.

Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat


mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.05/2016, dan
dinyatakan tidak berlaku.

Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat


bermaksud untuk memberikan kepastian pengaturan penyelenggaraan akuntansi dan
pelaporan keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi,
aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan di lingkungan pemerintah pusat, perlu mengatur kembali
ketentuan mengenai kebijakan akuntansi pada pemerintah pusat. Salah satunya adalah
dalam BAB V yaitu Kebijakan Akuntansi Piutang.

Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat


ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 oleh Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Pusat diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 oleh Dirjen
Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham RI, Widodo Ekatjahjana.

Agar setiap orang mengetahuinya, Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan


Akuntansi Pemerintah Pusat ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 1792.

BAB VIII

KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA

Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset
tetap, dana cadangan, dan piutang jangka panjang. Aset Lainnya, antara lain:

1. ASET TAK BERWUJUD (ATB)


a. Definisi

ATB didefinisikan sebagai aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan


tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam
menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk
hak atas kekayaan intelektual. ATB merupakan bagian dari Aset Non lancar
yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan
pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum yang memiliki kriteria
sebagai berikut:

1) Dapat diidentifikasi;
2) Dikendalikan, dikuasasi, atau dimiliki oleh pemerintah;
3) Kemungkinan besar manfaat ekonomi dan sosial atau jasa potensial di
masa mendatang mengalir kepada/dinikmati oleh pemerintah; dan
4) Biaya perolehan atau nilai wajar dapat diukur dengan andal.

b. Jenis Aset Tak Berwujud

ATB dapat dibedakan berdasarkan jenis sumber daya, cara perolehan serta
masa manfaatnya.

Menurut jenis sumber dayanya, Aset tak Berwujud dapat dibedakan menjadi:

1) Perangkat Lunak (Software) Komputer


Software Komputer yang masuk dalam kategori ATB adalah software
yang bukan merupakan bagian tidak terpisahkan dari hardware komputer
tertentu. Dengan kata lain, software yang dimaksud di sini adalah software
yang dapat digunakan di komputer atau jenis hardware lainnya.

2) Hak Paten dan Hak Cipta

Hak Paten dan Hak Cipta diperoleh karena adanya kepemilikan


kekayaan intelektual atau atas suatu pengetahuan teknis atau suatu karya
yang dapat menghasilkan manfaat bagi entitas. Di samping itu, dengan
adanya hak ini, entitas dapat mengendalikan pemanfaatan aset tersebut
dan membatasi pihak lain yang tidak berhak untuk memanfaatkannya.

3) Lisensi dan Waralaba (Franchise)

Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta
atau Pemilik Hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.
Waralaba (Franchise) adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas
usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti
berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain
berdasarkan perjanjian waralaba.

4) Hasil Kajian/Penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang

Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panJang


adalah suatu kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat
ekonomis dan/atau sosial dimasa yang akan datang dan dapat
diidentifikasi sebagai aset. Diantara bentuk hasil penelitian adalah peta
digital yang dikembangkan oleh beberapa kementerian negara/lembaga.

5) ATB Lainnya

ATB lainnya merupakan jenis ATB yang tidak dapat dikelompokkan


ke dalam jenis ATB yang ada. Menurut cara perolehannya, ATB dapat
dibedakan menjadi:

 Pembelian;
 Pengembangan internal;
 Pertukaran;
 Kerjasama;
 Donasi/hibah;
 Warisan budaya/sejarah.

Berdasarkan masa manfaatnya, ATB dapat dibedakan menjadi:

 ATB dengan masa manfaat terbatas;


 ATB dengan masa manfaat tak terbatas.

c. Pengakuan

ATB diakui jika, seluruh syarat berikut ini terpenuhi yaitu:

 Dapat diidentifikasi;
 Dikendalikan, dikuasai, atau dimiliki entitas;
 Kemungkinan besar manfaat ekonomi dan sosial atau jasa potensial di
masa mendatang mengalir kepada/dinikmati oleh entitas; dan
 Biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal.

Untuk ATB yang diperoleh dari pengembangan internal, kriteria


pengakuannya dikelompokkan dalam dua tahap yaitu:

 Tahap penelitian/riset; dan


 Tahap pengembangan

Dalam tahap penelitian/riset, semua pengeluaran yang terkait dengan aktivitas


penelitian tidak dapat diakui sebagai ATB. Pengeluaran dalam tahap
penelitian diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Contoh dari kegiatan
penelitian diantaranya:

 Kegiatan/aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan


baru;
 Pencarian, evaluasi dan seleksi akhir untuk penerapan atas penemuan
penelitian atau pengetahuan lainnya;
 Pencarian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem
ataupun layanan;
 Perumusan formula/rumus, rancangan, evaluasi dan seleksi akhir atas
alternatif yang tersedia untuk peningkatan material, peralatan, produk,
proses, sistem dan layanan yang baru atau yang diperbaiki.
Dalam tahap pengembangan, pengakuan suatu ATB harus memenuhi semua
syarat di bawah ini yaitu:

 Kelayakan teknis atas penyelesaian ATB sehingga dapat tersedia


untuk digunakan atau dimanfaatkan;
 Keinginan untuk menyelesaikan dan menggunakan atau
memanfaatkan ATB tersebut;
 Kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan ATB tersebut;
 Manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan;
 Ketersediaan sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya
yang cukup untuk menyelesaikan pengembangan dan penggunaan atau
pemanfaatkan ATB tersebut;
 Kemampuan untuk mengukur secara memadai pengeluaran-
pengeluaran yang diatribusikan ke ATB selama masa pengembangan.

Contoh tahap pengembangan diantaranya:

 Desain, konstruksi dan percobaan sebelum proses produksi prototipe


atau model;
 Desain, konstruksi dan pengoperasian kegiatan percobaan proses
produksi yang belum berjalan pada skala ekonomis yang
menguntungkan untuk produksi komersial;
 Desain, konstruksi dan percobaan beberapa alternatif pilihan, untuk
bahan, peralatan, produk, proses, sistem atau pelayanan yang sifatnya
baru atau sedang dikembangkan.

Pembahasan

Bab III Kesimpulan dan Saran

Lampiran Kasus

Anda mungkin juga menyukai