LAPORAN PENDAHULUAN
NUTRISI
A. Definisi
Nutrisi adalah jumlah semua interaksi antara suatu organisme dan
makanan yang dikonsumsinya. Dengan kata lain, nutrisi adalah suatu
yang dimakan seseorang dan bagaimana tubuh menggunakannya.
Manusia memerlukan zat gizi esensial dalam makanan untuk
pertumbuhan dan untuk memelihara semua jaringan tubuh dan fungsi
normal semua proses tubuh. Asupan makanan yang memadai terdiri atas
zat gizi esensial yang seimbang : air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Zat gizi memiliki tiga fungsi utama yaitu, menyediakan energi
untuk proses dan pergerakan tubuh, menyediakan materi struktural untuk
jaringan tubuh, dan mengatur proses tubuh (Kozier, et al.,2011: 740).
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan
dalam aktivitas tubuh (Hidayat dan Uliyah, 2015: 52).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
1
2
2. Fisiologi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015: 52-56), fisiologi percernaan
meliputi:
a. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari saluran percernaan dan terdiri
atas dua bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara
gusi, gigi, bibir, pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut.
Didalam mulut, makanan mengalami proses mekanis melalui
pengunyahan yang akan membuat makanan dapat hancur sampai
merata, dibantuoleh enzim amilase yang akan memecah amilum
yang terkandung dalam makanan menjadi maltosa.
b. Faring dan Esofagus
Faring merupakan bagian saluran percernaan yang terletak
dibelakang hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut
dengan bagian terlebar dibagian atas hingga vertebra servikal ke
enam. Faring langsung berhubungan dengan esofagus, sebuah
tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih 20-25 cm
dan terletak dibelakang trakea, didepan tulang punggung,
kemudian masuk melalui thoraks menembus diafragma yang
berhubungan langsung dengan abdomen serta menyambung
dengan lambung. Sedangkan esofagus merupakan bagian yang
berfungsi menghantarkan makanan dari faring menuju lambung.
Esofagus berbentuk seperti silinder yang berongga dengan
panjang kurang lebih 2cm dengan kedua ujungnya di lindungi oleh
sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu
tertutup, kecuali bila ada makanan masuk dalam lambung.
Keadaan ini bertujuan untuk mencegah gerakan balik sisi ke organ
bagian atas, yaitu esofagus. Proses penghantaran makanan
dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di
depan makanan mengendor dan dibelakang makanan
berkontraksi.
c. Lambung
Lambung merupakan bagian saluran percernaan yang terdiri atas
bagian atas (disebut fundus), bagian utama dan bagian bawah
berbentuk horizontal (antrum pilorik). Lambung berhubungan
3
h. Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti
kelenjar ludah dan memiliki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas
terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian kepala pankreas yang paling
lebar, badan pankreas yang letaknya dibelakang lambung dan
didepan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor pankreas
yang merupakan bagian runcing disebelah kiri yang menyentuh
limpa. Pankreas memiliki dua fungsi, yaitu eksokrin yang
dilaksanakan oleh sel sekretori yang membentuk getah pankreas
berisi enzim beserta elektrolit dan fungsi endokrin yang tersebar
diantara alveoli dan pankreas.
2. Kelebihan Nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yangdialami seseorang
yang mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat kebutuhan
metabolisme secara berlebih .
Tanda klinis:
a. Berat badan lebih dari 10% berat ideal
b. Obesitas
c. Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita
d. Adanya jumlah asupan yang berlebihan
e. Aktivitas menurun atau monoton
Kemungkinan penyebab :
a. Perubahan pola makan
b. Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman
3. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang
mencapai lebih dari 20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah
melebihi kebutuhan metabolisme karena berlebihan asupan kalori dan
penurunan dalam penggunaan kalori.
4. Malnutrisi
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan
kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai
masalah asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Gejala umumnya adalah berat badan rendah dengan asupan
makanan yang cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh,
adanya kelemahan otot dan penurunan energi, pucat pada kulit,
membran mukosa, konjungtiva, dan lain–lain.
5. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan nutrisi yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin
atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
6. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh
berbagai masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti
11
F. Pengkajian
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015: 73-74), pengkajian tentang
gangguan nutrisi sebagai berikut :
1. Riwayat Makanan
Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola
makanan, tipe makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makanan
yang lebih disukai, yanga dapat digunakan untuk membantu
merencanakan jenis makanan untuk sekarang, dan rencana
makanan untuk masa selanjutnya.
2. Kemampuan Makan
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam hal kemampuan makan, antara
lain kemampuan mengunyah, menelan dan makan sendiri tanpa
bantuan orang lain.
a. Pengetahuan tentang nutrisi
Aspek lain yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah
penentuan tingkat pengetahuan pasien mengenai kebutuhan
nutrisi
b. Napsu makan, jumlah asupan
c. Tingkat aktivitas
12
d. Pengonsumsian obat
e. Penampilan fisik
Penampilan fisik dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik terhadap
aspek – aspek meliput rambut yang sehat ciri mengkilat, kuat,
tidak kering, dan hasil tidak mengalami kebotakan bukan karena
faktor usia ; daerah diatas kedua pipi dan bawah kedua mata tidak
berwarna gelap; mata cerah dan tidak ada rasa sakit atau
penonjolan pembuluh darah; daerah bibir tidak kering; pecah-
pecah, ataupun mengalami pembengkakan ; lidah berwarna
merah gelap, tidak berwarna merah terang, dan tidak ada luka
pada permukaanya ;gusi tidak bengkak, tidak mudah berdarah,
dan gusi yang mengelilingi gigi harus rapat serta erat tidak tertarik
kebawah sampai dibawah permukaan gigi; gigi tidak berlubang
dan tidak berwarna; kulit tubuh halus, tidak bersisik, tidak timbul
bercak kemerahan, atau tidak terjadi pendarahan yang berlebihan;
kuku jari kuat dan berwarna merah muda.
f. Pengukuran Antropometri
Pengukuran ini meliputi pengukuran berat badan, dan lingkar
lengan. Tinggi badan anak dapat digambarkan pada suatu kurva
atau grafik sehingga dapat terlihat pola perkembangan. Tinggi dan
berat badan orang dewasa sering dibandingkan dengan
bermacam-macam peta untuk dirinya. Pada umumnya, berat
untuk pria lebih dari berat badan seorang wanita walaupun
tingginya sama. Ini disebabkan pria mempunyai persentase
jaringan dan struktur tulang yang berbeda. Seseorang dengan
persentase bagian tubuh yang besar dan jaringan otot yang
banyak akan terlihat gemuk (over weight). Metode khusus yang
sering digunakan untuk mengukur besar tubuh seseorang adalah
area kulit yang berada diatas otot trisep. Pada umumnya, wanita
mempunyai lipatan kulit yang lebih tebal di daerah ini. Ini
disebabkan banyaknya jaringan subkutan pada wanita, sehingga
membuat wanita terlihat lebih gemuk.
Rumus:
BB
IMT: 2
TB
13
H. Perencanaan
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015 : 177 dan 178), Moorhead, et
al., ed (2013 : 5,51 dan 553) dan Bulechek, et al,. ed (2013 : 197, 78, 82,
dan 235) Diagnosa, NOC, dan NIC untuk gangguan kebutuhan nutrisi
adalah :
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Noc : status nutrisi
Definisi :asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
14
Ket skala :
1. Sangat menyimpang
2. Banyak menyimpang
3. Cukup menyimpang
4. Sedikit menyimpang
5. Tidak menyimpang atau normal
2. Kesiapanmeningkatkannutrisi
NOC : Status Nutrisi : AsupanNutrisi
Tujuan :Pasien mampu mencapai status nutrisi yang adekuat
setelah dilakukan tindakan keperawatan sampaitanggal...
denganindikator :
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupankalori
2 Asupan protein
3 Asupanlemak
4 Asupankarbohidrat
5 Asupanserat
6 Asupan vitamin
7 Asupan mineral
8 Asupanzatgizi
9 Asupankalsium
10 Asupannutrium
16
Keteranganskala :
1. Tidakadekuat
2. Sedikitadekuat
3. Cukupadekuat
4. Sebagianbesaradekuat
5. Sepenuhnyaadekuat
LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI URIN
A. Definisi
kotoran cair dari tubuh. Terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
dan basa. Urin yang dibentuk sebagai produk kotoran disaring didarah oleh
dimana urine disimpan hingga diekskresikan dari tubuh melalui uretra. Dalam
fakultatif yang sebagian bergantung pada fungsi system saraf yang benar.
Eliminasi urin adalah salah satu proses dari metabolik tubuh, zat yang tidak
melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium atau keringat. Ginjal
kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen dan asam. Eliminasi urin
secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume
(Vaughan, 2011).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
1
19
a. Ginjal
dan di kanan. Ginjal terletak di kedua sisi medulla spinalis, dibalik rongga
peritoneum. Ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan, pada umumnya ginjal
laki-laki lebih panjang dari pada ginjal perempuan. Ginjal terdiri atas satu
b. Ureter
Bagian atas ureter berdilatasi dan melekat pada hilus ginjal, sedangkan
peristalsis yang terjadi sekitar 1-4 kali per menit. Pada pertemuan antara
c. Kandung kemih
prostat dan rektum. Pada wanita, kandung kemih terletak di antara uterus
menahan regangan yang sangat besar. Saat penuh, kandung kemih bisa
d. Uretra
kandung kemih sampai ujung penis. Uretra pria terdiri atas tiga
2. Fisiologi
kemih yang disebut reseptor regang. Ini terjadi jika kandung kemih orang
dewasa berisi antara 250 sampai 450 ml urin. Pada anak anak volume
yang jauh lebih seikit 50 sampai 200 ml, menstimulasi saraf ini. Reseptor
urinasi, bagian otak yang sadar akan merelaksasikan otot sfingter uretra
eksternal dan urinasi terjadi. Apabila waktu dan tempat tidak tepat,
adalah :
21
karakteristik urin yang diproduksi jumlah urin yang terkandung dalam sekali
buang air kecil berkisar antara 250-400 ml. Jumlah urin bervariasi tergantung
usia seseorang. BBL rata-rata 500 ml/hari, sementara orang dewasa rata-rata
1500 ml/hari. Keluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan masalah
pada fungsi perkemihan. Urin biasanya berwarna kuning jernih dan memiliki
bau yang khas. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eliminasi urin
1. Inkontinensia urin
usia.
2. Retensi urin
kemih menjadi regang. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh obstruksi
3. Enuresis (mengompol)
kemih yang kurang dari normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan
yang banyak mengandung garam dan mineral, takut keluar malam, dan
peningkatan asupan cairan. Kondisi ini biasanya terjadi pada wanita hamil
(tekanan rahim pada kandung kemih), kondisi stres, dan infeksi saluran
kemih.
5. Urgensi
lemah. Gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis dan
iritasi uretra.
23
6. Disuria
terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma kandung
kemih.
atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urin yang
3. Gaya hidup
4. Stres psikologis
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika yang baik untuk fungsi
dengan beraktivitas.
6. Tingkat perkembangan
7. Kondisi penyakit
urin.
8. Sosiokultural
seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil ditempat
tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
11. Pembedahan
obat anestesi.
25
12. Pengobatan
1. Pengkajian
a. Pola berkemih
b. Frekuensi berkemih
2) 70% miksi pada siang hari, sedangkan sisa nya dilakukan pada
c. Volume berkemih
2) Kaji kebiasaan minum klien setiap hari (jenis dan jumlah cairan
yang diminum).
2. Pengkajian fisik
a. Abdomen
27
b. Genitalia
adanya lesi, nodul, dan adanya radang pada labia minora maupun
mayora.
c. Urin
atau berbau khas, ph: 4,4 – 7,5, BD: 1,010 – 1,025, konsistensi : cair
3. Tes diagnostik
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan urin
Hal yang perlu dikaji meliputi warna, kejernihan, dan bau urin. Untuk
glukosa.
b. Tes darah
F. Diagnosa Keperawatan
28
3. Retensi urine
G. Perencanaan
Dochteman, ed al (2013)
b. Batasan Karakteristik:
1) Anyang-anyangan
2) Disuria
3) Dorongan berkerkemih
4) Inkontinensia
5) Inkontinensia urine
6) Nokturia
7) Retensi urine
8) Sering berkemih
3) Obstruksi anatomik
4) Penyebab multiple
tanggal… ,
Dengan indikator:
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pola eliminasi
2 Bau urin
3 Jumlah urin
4 Warna urin
5 Kejernihan urin
6 Mengosongkan kantong kemih sepenuhnya
7 Mengenali keinginan untuk berkemih
Keterangan:
1 = Banyak sekali
2 = Banyak
3 = Cukup
4 = Sedikit
5 = Tidak berkemih
Aktivitas:
diri.
pispot).
bantueliminasi.
Aktivitas:
dan warna.
episode inkontinensia.
e. Sediakan minuman 8 gelas per hari pada saat makan, diantara jam
sesuai.
saluran kemih.
j. Rujuk ke dokter jika tanda dan gejala infeksi saluran kemih terjadi.
Batasan Karakteristik :
31
a. Berkemih sedikit
c. Disuria
e. Menetes
f. Residu urine
h. Sering berkemih
b. Sfingter kuat
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Mengenali keinginan untuk berkemih
2 Menjaga pola berkemih teratur
3 Memulai dan menghentikan aliran urin
4 Mengosongkan kantong kemih sepenuhnya
5 Mengkonsumsi cairan dalam jumlah yang
cukup
6 Bisa menggunakan toilet sendiri
7 Mengidentifikasi obat yang mengganggu
kontrol berkemih
Keterangan :
32
2= Jarang menunjukkan
3= Kadang-kadang menunjukkan
4= Sering menunjukkan
Aktivitas :
c. Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk kesopanan (yaitu,
tepat.
inflasi balon.
atau fleksi pada bagian panggul dan lutut; laki-laki dengan posisi
terlentang).
33
Aktivitas:
menit).
air dingin.
DAFTAR PUSTAKA
34
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul. 2015. “Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia”. Jakarta Selatan.
Moorhead, Sue, et al., ed. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby
Elsevier, St. Louis.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. “Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik". EGC, Jakarta.
Gangguan Oksigenasi
A. Definisi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Pernapasan merupakan
sebuah proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan
(Hidayat dan Uliyah, 2015 : 2).
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan
hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses
metabolisme tubuh secara terus menerus (Tarwoto dan Wartonah, 2011 :
9).
B. Anatomi Fisiologi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 2) anatomi fisiologi dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Saluran Pernapasan bagian atas
a. Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung)
yang berisi kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar
dan bermuara ke rongga hidung oleh rongga hidung yang dilapisi
oleh selaput lender yang mengandung pembuluh darah, proses
oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui
hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
b. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar
tengkorak sampai esophagus yang terletak dibelakang nasofaring
(dibelakang hidung) dibelakang mulut (orofaring), dan dibelakang
laring (laringo faring)
c. Laring (Tenggorokan) merupakan saluran pernapasan setelah
faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat
bersama ligament dan membrane, terdiri atas dua lamina yang
bersambung digaris tengah.
d. Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pada saat proses menelan.
1
36
5. Lingkungan
Dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,
ketinggian tanah, suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan
adaptasi.
6. Perilaku
Dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku
dalam mengonsumsi makanan (status nustrisi). Sebagai contoh,
obesitas dapat mempengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas
dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan oksigenasi,
merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh
darah dan lain lain.
E. Pengkajian Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:11) pengkajian keperawatan
masalah oksigenasi sebagai berikut:
1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan
oksigenasi meliputi ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan
(gangguan hidung dan tenggorokan), seperti epitaksis (kondisi akibat
luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, hipertensi, gangguan pada
sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat
polip, hipertrofi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan
lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap
pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis
media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga
sekitar 38,5°C, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-
muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya
edema.
2. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi
1) Penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas
spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan
selang endotrakeal atau trakeostomy, kemudian menentukan
status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret,
perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.
2) Perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit.
Umumnya wanita bernapas sedikit lebih cepat. Apabila kurang
dari 10 kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali
per menit pada anak-anak, atau kurang dari 30 kali per menit
pada bayi, maka disebut sebagai bradipnea atau pernapasan
lambat. Gejala ini juga dijumpai pada keracunan obat golongan
barbiturate, uremia, diabetes, miksedema, dan proses desak
42
ruang intrakranium. Bila lebih dari 20 kali per menit pada orang
dewasa, kurang dari 30 kali per menit pada anak-anak, atau
kurang dari 50 kali per menit pada bayi, maka disebut takipnea
atau pernapasan cepat.
3) Pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu adalah torakal, abdominal,
atau kombinasi keduannya. Pernapasan torakal atau dada
adalah untuk menilai sifat pernapasan, seperti mengembang
dan mengempisnya rongga toraks sesuai dengan irama
inspirasi dengan ekspirasi. Pernapasan abdominal atau perut
adalah seiramanya inspirasi dengan mengembangnya perut
dan ekspirasi dengan mengempisnya perut. Selain itu,
mengembang dan mengempisnya paru juga diatur oleh
pergerakan diafragma. Sifat pernapasan khususnya pada
neonates umumnya adalah abdominal torakoabdominal, karena
otot interkostal masih lemah.
4) Pengkajian irama pernapasan, yaitu dengan menelaah masa
inspirasi dan ekspirasi. Pada orang dewasa sehat, irama
pernapasannya teratur dan menjadi cepat jika terjadi
pengeluaran tenaga dalam keadaan terangsang atau emosi.
Kemudian yang perlu diperhatikan pada irama pernapasan
adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada
keadaan normal, ekspirasi lebih lama daripada inspirasi 2:1.
Ekspirasi yang lebih pendek dari inspirasi terjadi pada orang
yang mengalami sesak napas. Dalam keadaan normal,
perbandingan antara frekuensi pernapasan dengan frekuensi
nadi adalah 1:1, sedangkan pada keracunan obat golongan
berbiturat perbandingannya menjadi 1:6. Penyimpangan irama,
seperti pernapasan kussmaul, dijumpai pada keracunan
alkohol, obat bius, diabetes, uremia, dan proses desak ruang
intrakranium. Pernapasan biot ditemukan pada pasien
kerusakan otak. Pernapasan cheynestoke dapat ditemui pada
pasien keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru,
penyakit ginjal kronis, dan perdarahan pada susunan saraf
pusat.
43
g. Mediastinoskopi
Merupakan endoskopi mediastinum untuk melihat penyebaran
tumor. Mediastinoskopi bertujuan untuk memeriksa mediastinum
bagian depan dan menilai aliran limpa pada paru, biasanya
dilakukan pada penyakit saluran pernapasan bagian atas.
F. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:17) Diagnosa Keperawatan yang
dapat ditegakkan yaitu :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Ketidakefektifan Pola Napas
3. Gangguan Pertukaran Gas
b. Batasan Karakteristik :
1) Bradipnea
2) Dispnea
3) Fase ekspirasi memanjang
4) Orthopnea
5) Penggunaan otot bantu pernapasan
6) Penggunaan posisi tiga-titik
7) Peningkatan diameter anterior-posterior
8) Penurunan kapasitas vital
9) Penurunan tekanan ekspirasi
10) Penurunan tekanan inspirasi
11) Penurunan ventilasi semerut
12) Pernapasan bibir
13) Pernapasan cuping hidung
14) Perubahan ekskursi dada
15) Pola napas abnormal
16) Takipnea
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi pernafasan
2 Irama pernapasan
3 Kedalaman inspirasi
4 Suara auskultasi nafas
5 Volume tidal
Skala:
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi cukup berat dari kisaran normal
47
2. Monitor Pernapasan
Aktivitas :
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
b. Monitor suara nafas tambahan
c. Monitor pola nafas pasien
d. Monitor keluhan sesak pasien
e. Auskultasi suara nafas
f. Posisikan pasien miring kesamping sesuai dengan indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan teknik log roll, jika pasien diduga
mengalami cedera leher
g. Buka jalan nafas dengan menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust dengan tepat
h. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
i. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
j. Buka jalan nafas dengan menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust dengan tepat
48
b. Batasan karakteristik
1) Batuk yang tidak efektif
2) Dispnea
3) Gelisah
4) Kesulitan verbalisasi
5) Mata terbuka lebar
6) Orthopnea
7) Penurunan bunyi napas
8) Perubahan frekuensi napas
9) Perubahan pola napas
10) Sianosis
11) Suara napas tambahan
12) Tidak ada batuk
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tersedak
2 Batuk
3 Kemampuan untuk mengeluarkan
sekret
4 Suara nafas tambahan
5 Dispnea saat istirahat
Skala:
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN RASA NYAMAN
A. Teori Nyeri
1. Definisi
Setiap orang pasti pernah mengalami berbagai jenis dan
tingkatan nyeri. Seseorang yang mengalami nyeri dan merasa
menderita akibat nyeri tersebut akan mencari pertolongan. Nyeri
merupakan suatu yang bersifat subjektif, tidak ada dua orang
sekalipun yang mengalami kesamaan rasa nyeri dan tidak ada dua
kejadian menyakitkan yang mengakibatkan respons atau perasaan
yang sama pada individu.
Managemen nyeri yang efektif dapat meningkatkan kualitas
hidup, mengurangi ketidaknyamanan secara fisik, menstimulus
mobilisasai lebih awal sehingga dapat kembali bekerja, serta
berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan ke rumah sakit, dan
memperpendek jangka waktu perawatan di rumah sakit, oleh karena
itu dapat mengurangi biaya perawatan (Potter dan Perry, 2010 : 214).
2. Fisiologis Nyeri
Terdapat empat proses fisiologis dari nyeri nosiseptif (nosiseptif :
saraf-saraf yang menghantarkan stimulus nyeri ke otak) yaitu :
a. Transduksi
Stimulus suhu, kimia, atau mekanik biasanya dapat menyebabkan
nyeri. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat berubah menjadi
energi listrik. Perubahan ini dinamakan transduksi. Transduksi
dimulai di perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan
impuls yang melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat di
pancaindera (nosiseptor ; saraf pancaindera yang menghantarkan
stimulus nyeri ke otak) maka akan menimbulkan potensi aksi
(Potter dan Perry, 2010 : 215).
b. Transmisi
Pada fase ini terdiri dari tiga bagian. Pada bagian pertama, nyeri
merambat dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Dua jenis
serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah
serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan,
52
2) Suku bangsa
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya memengaruhi
bagaimana seseorang mengatasi rasa sakitnya. Individu
belajar tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh
budayanya, termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri.
5. Penatalaksanaan
Menurut Prasetyo (2010 : 56-73) penatalaksanaan nyeri dibagi
menjadi :
a. Farmakologi
World Health Organization (WHO) merekomendasikan petunjuk
untuk pengobatan nyeri kanker, pedoman tersebut dikembangkan
dalam bentuk tangga analgesik yang membantu tenaga klinis
untuk menentukan obat-obatan mana yang harus diresepkan pada
klien. Kategori obat-obatan analgesik :
1) Analgesik non-opiat sering digunakan untuk berbagai keadaan
yang mengakibatkan nyeri seperti trauma, pembedahan, atau
kanker. Penggunaannya meliputi nyeri yang bersifat ringan
sampai sedang.
2) Analgesik opiat bekerja dengan mengikat reseptor opiat pada
neuron afferen, sehingga impuls nyeri akan terhenti pada
spinal cord dan tidak ditransmisikan ke korteks.
3) Analgesik opiat agonist-antagonist merupakan opiat
campuran, komponen yang menghambat efek opiat pada
salah satu reseptor dan memproduksi efek opiat pada reseptor
lain.
4) Analgesik opiat antagonist efek samping yang ditimbulkan
adalah efek sedasi, depresi pernapasan dan mual.
5) Patient Controlled Analgesia (PCA) merupakan terapi
farmakologi yang diberikan melalui seperangkat alat, yang
memungkinkan klien untuk mengontrol pemberian obat secara
mandiri melalui intravena, epidural, maupun subkutaneus dan
merupakan cara yang efektif dengan sistem pompa yang
sudah terprogram.
6) Analgesi epidural adalah pemberian opiat melalui kateter yang
dimasukkan ke ruang epidural.
57
6. Proses Keperawatan
Manajemen nyeri meluas melebihi pertolongan terhadap nyeri,
meliputi kualitas hidup klien dan kemampuan untuk bekerja secara
produktif, menikmati rekreasi serta melaksanakan perannya dalam
keluarga dan kehidupan sosial yang normal.
a. Pengkajian
Menurut Potter dan Perry (2010 : 231-240) ketika mengkaji nyeri,
perawat harus peka terhadap tingkat ketidaknyamanan klien.
Selain itu, tanyakan kepada klien pada level manakah klien dapat
melaksanakan perannya. Perawat harus menanyakan berapa
tingkat nyeri yang dirasa klien.
1) Ekspresi klien terhadap nyeri
Laporan klien terhadap nyeri yang dirasakan merupakan satu-
satunya indikator yang sangat dapat dipercaya tentang adanya
rasa nyeri dan intensitas nyeri yang dirasakan. Nyeri
merupakan sesuatu yang bersifat individual. Banyak klien
gagal dalam melaporkan atau mendiskusikan
ketidaknyamanan yang dirasakan; pada waktu yang sama,
banyak perawat percaya bahwa klien akan melaporkan adanya
nyeri apabila mereka merasakannya.
2) Intensitas nyeri
Salah satu karakteristik yang paling subjektif dan paling
berguna dalam pelaporan nyeri adalah “kehebatannya” atau
intensitasnya. Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien
untuk mengomunikasikan intensitas nyeri mereka.
a) Skala nyeri menurut Hayward :
No Skala Keterangan
1 Skala 0 tidak nyeri
2 Skala 1-3 nyeri ringan
3 Skala 4-6 nyeri sedang
4 Skala 7-9 sangat nyeri namun masih dapat dikontrol dengan
aktivitas yang biasa dilakukan
5 Skala 10 nyeri dan tidak bisa dikontrol
59
3) Karakteristik nyeri
Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim membantu
perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis
nyeri, pola nyeri, serta jenis intervensi yang dapat memberikan
pertolongan terhadap nyeri.
4) Permulaan serangan/onset dan durasi
Memberi pertanyaan untuk menentukan permulaan serangan,
durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan?
Berapa lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri terjadi
pada waktu yang sama setiap hari? Berapa sering nyeri
tersebut muncul?
5) Lokasi
Untuk mengkaji lokasi nyeri, minta klien untuk mengatakan
atau menunjukkan semua area di mana klien merasa tidak
nyaman. Nyeri di klasifikasikan oleh lokasi, apakah
dipermukaan (superfisial) atau kutaneus, dalam (viseral),
berlokasi di bagian lain dari tubuh, atau meluas.
6) Kualitas
Dikarenakan tidak adanya kosakata yang lazim atau spesifik
dalam penggunaan secara umum, kata-kata yang dipilih klien
untuk menggambarkan nyeri sangat berarti. Ada beberapa
ketetapan tentang cara seseorang menggambarkan jenis nyeri
tertentu. Nyeri yang berhubungan dengan infark miokard
sering kali digambarkan sebagai sensasi hebat dan menusuk;
sebaliknya nyeri karena insisi bedah sering kali digambarkan
sebagai sensasi hebat.
7) Pola nyeri
Berbagai macam faktor memengaruhi pola nyeri. Hal ini
membantu untuk mengkaji kajian atau kondisi tertentu yang
60
Aktivitas :
(a) Mempertimbangkan penempatan pasien di kamar
dengan beberapa tempat tidur.
(b) Mempertimbangkan sumber-sumber
ketidaknyamanan, seperti balutan yang lembab,
posisi selang, balutan yang tertekan, seprei kusut,
maupun lingkungan yang mengganggu.
(c) Memonitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh
terhadap adanya tanda-tanda tekanan atau iritasi.
(d) Memberikan atau menyikirkan selimut untuk
meningkatkan kenyamanan terhadap suhu, seperti
yang diindikasikan.
(e) Menyediakan kamar terpisah jika terdapat
preferensi dan kebutuhan pasien (dan keluarga)
untuk mendapatkan ketenangan dan istirahat jika
memungkinkan.
(f) Menciptakan lingkungan yang tenang dan
mendukung.
(g) Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih.
(h) Menyesuaikan suhu ruangan yang paling
menyamankan individu, jika memungkinkan.
(i) Memposisikan pasien untuk memfasilitasi
kenyamanan.
(j) Kolaborasi dengan keluarga untuk menyediakan
pencahayaan dalam pemenuhan kebutuhan
kegiatan pasien.
2) Diagnosa II
a) Nyeri kronis
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015 : 471-472) nyeri
kronis merupakan pengalaman sensorik dan emosional
tidak menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual
atau potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan
(Internasional Association for the study of Pain); awitan
yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
66
Kriteria hasil :
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
Mengerang dan
2.
menangis
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Tidak bisa beristirahat
5. Tidak nafsu makan
Keterangan skala :
Skala Keterangan Skala
1 Berat
2 cukup berat
3 Sedang
4 Ringan
5 tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joabe M. Dochterman, ed. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). Mobsy Elsevier, St. Louis.
Moorehead, Sue., Marion Johnson, dan Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier, St. Louis.
Mubarak, Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia : Teori & Aplikasi dalam Praktik. EGC, Jakarta.
Prasetyo, Sigid Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
72
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILISASI
A. Definisi
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), konsep dasar mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh
untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).
C. Jenis Imobilitas
Imobilisasi merupakan suatu kondisi yang relatif. Maksudnya individu
tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga
mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya.
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), secara umum ada beberapa
macam keadaan imobilitas antara lain :
1. Imobilitas fisik. Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya
pada kasus kerusakan otak.
3. Imobilitas emosional. Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4. Imobilitas sosial. Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
3. Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga fungsi system pencernaan,
yaitu fungsi ingesti, digesti dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah yang
umum ditemui salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat
penurunan peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut,
feses akan menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk
mengeluarkannya.
4. Respirasi
a. Penurunan gerak pernapasan. Disebabkan oleh pembatasan gerak,
hilangnya koordinasi otot atau karena jarangnya otot-otot tersebut
digunakan. Obat-obat tertentu (mis., sedative dan analgesic) dapat
pula menyebabkan kondisi ini.
b. Penumpukan sekret. Pada kondisi imobilisasi, secret terkumpul
pada jalan nafas, akibat gravitasi sehingga mengganggu proses
difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Selain itu, upaya batuk
untuk mengeluarkan secret juga terhambat karena melemahnya
tonus otot-otot pernapasan.
c. Atelektasis. Pada kondisi tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran
darah regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini,
ditambah dengan sumbatan sekret pada jalan napas, dapat
mengakibatkan atelektasis.
5. Sistem kardiovaskular
a. Hipotensi ortostatik. Terjadi karena system saraf otonon tidak dapat
menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu individu
bangun dari posisi berbaring dalam waktu lama.
b. Pembentukan trombus.
c. Edema dependen. Bisa terjadi di area yang menggantung, seperti
kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering duduk berjuntai
dikursi.
6. Metabolisme dan nutrisi
a. Penurunan laju metabolisme
b. Balans nitrogen negatif
c. Anoreksia
76
7. Sistem integumen
a. Turgor kulit menurun
b. Kerusakan kulit
8. Sistem neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnnya
input sensorik, menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak
realistis, dan mudah bingung.
E. Anatomi Fisiologi
Menurut Potter dan Perry (2010), anatomi fisiologi dan regulasi
pergerakan pada mobilisasi antara lain :
1. Sistem rangka.
Rangka memberikan hubungan antara otot dan ligamen dan
memberikan suatu pengungkit yang dibutuhkan untuk bergerak. Oleh
karena itu rangka adalah suatu kerangka pendukung tubuh dan dibentuk
oleh empat jenis tulang yaitu :
a. Tulang panjang
Misalnya : tulang femur, fibula, dan tibia pada kaki.
b. Tulang pendek
Misalnya : tulang karpal pada kaki dan tulang patella pada lutut.
c. Tulang pipih
Seperti beberapa tulang dibagian tengkorak dan rusuk pada dada.
d. Tulang ireguler
Membentuk kolumna vertebralis dan beberapa tulang dibagian
tengkorak seperti mandibula.
2. Sendi adalah penghubung diantara tulang. Masing-masing sendi
diklasifikasikan sesuai struktur dan derajat mobilisasinya. Terdapat
empat klasifikasi sendi, yaitu: sinostosik, kartilago, fibrosa dan sinovial.
a. Sendi sinostosik adalah sendi yang menghubungkan antara tulang.
Contoh klasik sendi ini adalah tengkorak, yang peleburan sendinya
terjadi di usia yang akan bertambah.
b. Sendi kartilago atau sendi sinkondrosia berfungsi menggabungkan
komponen tulang. Jenis sendi ini meungkinkan pertumbuhan tulang,
dan tetap memberikan stabilitas.
77
F. Klasifikasi Gangguan
Menurut Wahid (2013), Klasifikasi gangguan mobilitas antara lain :
1. Fraktur
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care plans documentation menyebutkan bahwa
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
78
2) Nyeri
3) Bengkak
4) Sulit menggerakan sendi
3. Strain
Adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendon karena
penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Strain
adalah bentuk cedera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
muskulotendinous (otot dan tendon)
a. Penyebab strain :
1) Otot/tendon terpelintir atau mengalami tarikan
2) Over stressing dan mengangkat benda yang berat
b. Tanda dan gejala
1) Nyeri
2) Spasme otot
3) Kelemahan otot
4) Bengkak
5) Kram
6) Sulit menggerakkan otot
4. Dislokasi
Adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi)
a. Penyebab dislokasi :
1) Cedera olahraga
2) Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor
3) Terjatuh
b. Tanda dan gejala
1) Nyeri
2) Perubahan kontur sendi
3) Perubahan panjang ekstermitas
4) Kehilangan mobilitas normal
5) Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6) Deformitas
80
7) Kekakuan
G. Pengkajian Fungsional
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), saat mengkaji data tentang
masalah imobilitas, perawat menggunakan metode pengkajian inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Selain itu perawat juga memeriksa hasil tes
laboratorium serta mengukur berat badan, asupan cairan, dan haluaran
cairan klien. Karena tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah
komplikasi imobilitas, maka perawat perlu mngidentifikasi klien yang berisiko
mengalami komplikasi. Ini termasuk klien yang mengalami gizi buruk,
penurunan sensivitas terhadap nyeri, temperature atau tekanan, masalah
kardiovaskular, paru, dan neuromuscular, serta perubahan tingkat
kesadaran.
Menurut Potter dan Perry (2010), pengkajian mobilisasi klien berfokus
pada ROM, gaya berjalan, latihan dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran
tubuh. Saat merasa ragu akan kemampuan klien, lakukan pengkajian
mobilisasi, dengan klien berada pada posisi yang paling mendukung dan
berada pada tingkat mobilisasi yang paling tinggi sesuai dengan toleransi
klien. Umumnya pengkajian pergerakan dimulai dari saat klien berbaring,
kemudian mengkaji posisi duduk ditempat tidur, berpindah ke kursi, dan
yang terakhir saat berjalan. Hal ini membantu keselamatan pasien.
H. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang terkait dengan
masalah aktivitas dan olahraga antara lain sebagai berikut.
1. Intoleransi aktivitas
2. Risiko intoleransi aktivitas
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Risiko disuse syndrome
Menurut Mubarak, Indrawati, dan Susanto (2015), diagnosa
keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanik tubuh dan ambulasi,
antara lain sebagai berikut :
81
I. Perencanaan
1. Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi, batasan karakteristik, dan factor yang berhubungan
diagnosa tersebut menurut NANDA 2015-2017, yaitu :
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerak fisik atau satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri dan terarah.
b. Batasan karakteristik
1) Dyspnea setelah beraktivitas
2) Gangguan sikap berjalan
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Instabilitas postur
7) Kesulitan membolak-balik posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
9) Ketidaknyamanan
10) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, fokus pada aktivitas sebelum sakit)
11) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus
12) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar
13) Penurunan waktu reaksi
14) Tremor akibat bergerak
c. Faktor yang berhubungan
1) Agens farmaseutikal
2) Ansietas
82
3) Depresi
4) Disuse
5) Fisik tidak bugar
6) Gangguan fungsi kognitif
7) Gangguan metabolisme
8) Gangguan muskuloskeletal
9) Gangguan neuromuskular
10) Gangguan sensoriperseptual
11) Gaya hidup kurang gerak
12) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
13) Intoleransi aktivitas
14) Kaku sendi
15) Keengganan memulai pergerakan
16) Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
17) Kerusakan integritas struktur tulang
18) Keterlambatan perkembangan
19) Kontraktur
20) Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
21) Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
22) Malnutrisi
23) Nyeri
24) Penurunan kekuatan otot
25) Penurunan kendali otot
26) Penurunan ketahanan tubuh
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
b. Batasan karakteristik
1) Dyspnea setelah beraktivitas
2) Keletihan
3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis.,aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)
5) Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6) Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
c. Faktor yang berhubungan
1) Gaya hidup kurang gerak
2) Imobilitas
3) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4) Tirah baring
d. NOC (Nursing Outcomes Classification)
Menurut Moorhead, Johnson, Maas, ed., (2013) NOC untuk
diagnosa intoleransi aktivitas antara lain :
Tingkat kelelahan
Indikator :
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Kelelahan
2. Kelesuan
3. Kehilangan selera makan
4. Nyeri otot
5. Nyeri sendi
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
86
5. Tidak ada
Aktivitas :
a) Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
b) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber
energi yang adekuat
c) Monitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien
d) Bantu pasien memprioritaskan kegiatan untuk
mengakomodasi energi yang diperlukan
e) Bantu pasien identifikasi pilihan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan
f) Instruksikan pasien/SO untuk mengenali tanda dan gejala
kelelahan yang memerlukan pengurangan aktivitas
g) Anjurkan senam aerobik sesuai kemampuan pasien
h) Anjurkan pasien untuk memilih aktivitas-aktivitas yang
membangun ketahanan
i) Anjurkan periode istirahat dan kegiatan secara bergantian
j) Kolaborasikan dengan ahli gizi mengenai cara
meningkatkan asupan energi dari makanan
88
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joabe M. Dochterman, ed. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis: Mobsy Elsevier.
Mooehead, Sue., Marion Johnson, dan Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Mosby Elsevier.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati, dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Pearce, C Evelyn. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk Paramedis. Alih Bahasa Sri
Yuliani Handoyoi. Jakarta: IKAPI.
Potter, Patrica Adan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa Renata
Komalasari, et al. Edisi VI. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
2) Kalium
Kalium merupakan kation untuk di dalam cairan intrasel, hanya
sedikit ditemukan berada di dalam plasma dan cairan
interstitial.Kalium sangat penting dalam mempertahankan
keseimbangan cairan di CIS.
3) Kalsium
Sebagian besar kalsium di dalam tubuh berada dalam sistem
rangka, relative sedikit berada di dalam cairan ekstrasel.Kalium
sangat penting dalam pengaturan kontraksi dan relaksasi otot,
fungsi neuromuskuler dan fungsi jantung.
4) Magnesium
Magnesium terutama ditemukan di dalam tulang rangka dan cairan
intrasel.Magnesium penting untuk metabolisme intrasel, yang
terutama terlibat dalam produksi dan penggunaan ATP.
5) Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam CES.Fungsi klorida
bersama dengan natrium adalah untuk mengatur osmolaritas
serum dan volume darah.
6) Fosfat PO 4
Fosfat merupakan merupakan anion utama dalam cairan
intrasel.Fosfat juga ditemukan dalam CES dan terlibat dalam
banyak kerja kimia sel, fosfat esensial untuk fungsi otot, saraf dan
sel arah merah.Fosfat juga terlibat dalam metabolisme protein,
lemak, dan karbohidrat.
7) Bikarbonat HCO 3
Bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan ekstrasel.Fungsi
utamanya adalah mengatur kesimbangan asam basa sebagai
komponen esensial dari system buffer asam karbonat-bikarbonat.
3. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), pengeluaran cairan dapat
terjadi melalui beberapa organ, yaitu :
1) Kulit
91
5) Glukokortikoid
Meningkatkan reabsorbsi natrium dan air sehingga memperbesar
volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh karena itu,
perubahan kadar glukokortikoid mengakibatkan perubahan pada
keseimbangan volume darah.
4. Pergerakkan Cairan dan Elektrolit
Menurut Mubarak dan Chayatin (2007), regulasi cairan dalam tubuh
adalahhubungan timbal balik antara sejumlah komponen, termasuk air
dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang cairan,
membran, sistem transport, enzim, dan tonisitas.Sirkulasi cairan dan
elektrolit terjadi dalam tiga tahap yaitu plasma darah bergerak diseluruh
tubuh melalui sistem sirkulasi, cairan interstisial dan komponennya
bergerak diantara kapiler darah dan sel, serta cairan dan substansi
bergerak dari cairan interstisial kedalam sel.
93
a. Usia
Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah asupan cairan
yang besar yang diimbangi dengan haluaran yang besar pula,
metabolisme tubuh yang tinggi, masalah yang muncul akibat
imaturitas fungsi ginjal, serta banyaknya cairan yang keluar melalui
ginjal, dan proses penguapan.
b. Temperatur lingkungan
94
a. Pengkajian
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), proses keperawatan
gangguan cairan dan elektrolit adalah :
1) Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan perlu untuk mengetahui pasien
yang berisiko mengalami gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi :
a) Asupan cairan dan makanaan (oral dan parenteral), haluaran
cairan
b) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
c) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis
cairan dan elektrolit
d) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat
mengganggu status cairan
e) Status perkembangan (usia atau kondisi sosial)
f) Faktor psikologis (perilaku emosional)
2) Pengukuran klinis
a) Berat badan
b) Tanda-tanda vital
c) Asupan cairan
d) Haluaran cairan
e) Status hidrasi
f) Proses penyakit
g) Riwayat pengobatan
3) Pemeriksaan fisik
a) Integumen : turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan
sensasi rasa.
b) Kardiovaskuler : disten vena jugularis, tekanan darah, dan
bunyi jantung.
c) Mata : cekung, cowong, air mata kering.
d) Neurologis : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
e) Gastrointestinal : mukosa kulit, mulut, lidah, bising usus.
97
4) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
b) Pemeriksaan elektrolit serum
c) pH dan berat jenis urin
d) Analisa gas darah
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan
yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, definisi
dan batasan karakteristik diagnosa menurut NANDA-I 2012-2014 oleh
Herdman, ed. (2012), yaitu:
1) Definisi :peningkatan retensi cairan isotonik.
2) Batasan karakteristik:
a) Gangguan elektrolit
b) Anasarka
c) Ansietas
d) Azotemia
e) Perubahan tekanan darah
f) Perubahan pola pernapasan
g) Penurunan hematokrit
h) Penurunan hemoglobin
i) Dispnea
j) Edema
k) Peningkatan tekanan vena sentral
l) Asupan melebihi haluaran
m) Oligouria
n) Ortopnea
o) Efusi pleura
p) Kongesti pulmonal
q) Gelisah
r) Perubahan berat jenis urine
s) Bunyi jantung S3
t) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
3) Faktor yang berhubungan
a) Gangguan mekanisme regulasi
b) Kelebihan asupan cairan
98
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Barbara, et al. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi VII. Alih
bahasa Esty Wahyuningsih, et al. Jakarta : EGC, 2011.
Moorhead, Sue, et al., ed. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis:
Mosby Elsevier, 2008.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC, 2008.
Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. Edisi VII. Alih bahasa Diah Nur Fitriani, Onny
Tampubulon, dan Farah Diba. Jakarta : EGC, 2010.
LAPORAN PENDAHULUAN
integritas kulit
A. DEFINISI
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan
dermis
B. KARAKTERISTIK
Kerusakan lapisan kulit (dermis)
Gangguan permukaan kulit (epidermis)
C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor Eksternal:
- zat kimia, radiasi
- Kelembaban
- Hipertermia
- Hipotermia
- Imobilisasi fisik
Faktor Internal:
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan turgor
D. TAHAPAN – TAHAPAN
Kerusakan integritas kulit terjadi karena kerusakan sel beta yang
menyebabkan produksi insulin berkurang dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gula darah meningkat,
darah menjadi pekat dan mengakibatkan kerusakan system vaskuler,
terjadi gangguan fungsi imun, penurunan aliran darah menjadikan
gangguan penyembuhan luka pada ulkus.
E. MASALAH / GANGGUAN YANG TIMBUL PADA GANGGUAN
INTEGRITAS KULIT
102
Riwayat keperawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Mata
-konjungtiva pucat
-Konjungtiva sianosis
b. kulit
- Penurunan turgor
H. INTERVENSI
Dx 1: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit
Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Turgor kulit baik
- Kulit tidak bersisik
- Bercak – bercak hilang
Intervensi:
Intervensi:
I. SUMBER PUSTAKA
Nurarif.A.H dan Kusuma.H.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta:Medi Action
Nursalam.2013.metode penelitian ilmu kesehatan: pendekatan praktis,
edisi 3.Jakarta:Salemba Medika
Tarwoto & Wartonah.2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Hidayat A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2015. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi II, Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2008. “Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik”.Jakarta:EGC
Lp mobilisasi
J. DEFINISI
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), konsep dasar mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk
bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).
105
K. KARAKTERISTIK
1. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan termasuk
mobilitas di tempat itu, berpindah dan ambulasi
2. Keengganan melakukan gerak
3. Keterbatasan rentang gerak
4. Penurunan kekuatan, pengendalian atau masa otot
5. Mengalami pembatasan pergerakan
6. Gangguan koordinasi
3. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas
dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
M. TAHAPAN – TAHAPAN
Menurut (Helman, T. Heather, dkk.2015) mobilisasi sangat dipengaruhi oleh
system neuromuscular, meliputi system otot, skeletal sendi, ligament,
tendon,kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagaisistem
106
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energy (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontaindikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru, kronik). Postur dan gerakan otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal
dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan mobilitas dan immobilitas antara lain perubahan
perilaku, peningkatan emosi, dan sebagainya.
H. INTERVENSI
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dapat tetap mempertahankan pergerakannya
Intervensi:
- Kaji keterbatasan gerak sendi
- Motivasi pasien untuk mempertahankan pergerakan sendi
- Jelaskan alasan pemberian latihan kepada pasien/keluarga
- Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama aktivitas
- Lindungi pasien dari cidera selama latihan
- Anjurkan pasien untuk melakukan latihan range of motion secara aktif
jika memungkinkan
- Anjurkan untuk melakukan range of motion pasif jika diindikasikan
I. SUMBER PUSTAKA
109
Mooehead, Sue., Marion Johnson, dan Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Mosby Elsevier.
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.
Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati, dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Patrica Adan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa Renata
Komalasari, et al. Edisi VI. Jakarta: EGC.