Anda di halaman 1dari 109

1

LAPORAN PENDAHULUAN

NUTRISI

A. Definisi
Nutrisi adalah jumlah semua interaksi antara suatu organisme dan
makanan yang dikonsumsinya. Dengan kata lain, nutrisi adalah suatu
yang dimakan seseorang dan bagaimana tubuh menggunakannya.
Manusia memerlukan zat gizi esensial dalam makanan untuk
pertumbuhan dan untuk memelihara semua jaringan tubuh dan fungsi
normal semua proses tubuh. Asupan makanan yang memadai terdiri atas
zat gizi esensial yang seimbang : air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Zat gizi memiliki tiga fungsi utama yaitu, menyediakan energi
untuk proses dan pergerakan tubuh, menyediakan materi struktural untuk
jaringan tubuh, dan mengatur proses tubuh (Kozier, et al.,2011: 740).
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan
dalam aktivitas tubuh (Hidayat dan Uliyah, 2015: 52).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

1
2

2. Fisiologi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015: 52-56), fisiologi percernaan
meliputi:
a. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari saluran percernaan dan terdiri
atas dua bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara
gusi, gigi, bibir, pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut.
Didalam mulut, makanan mengalami proses mekanis melalui
pengunyahan yang akan membuat makanan dapat hancur sampai
merata, dibantuoleh enzim amilase yang akan memecah amilum
yang terkandung dalam makanan menjadi maltosa.
b. Faring dan Esofagus
Faring merupakan bagian saluran percernaan yang terletak
dibelakang hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut
dengan bagian terlebar dibagian atas hingga vertebra servikal ke
enam. Faring langsung berhubungan dengan esofagus, sebuah
tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih 20-25 cm
dan terletak dibelakang trakea, didepan tulang punggung,
kemudian masuk melalui thoraks menembus diafragma yang
berhubungan langsung dengan abdomen serta menyambung
dengan lambung. Sedangkan esofagus merupakan bagian yang
berfungsi menghantarkan makanan dari faring menuju lambung.
Esofagus berbentuk seperti silinder yang berongga dengan
panjang kurang lebih 2cm dengan kedua ujungnya di lindungi oleh
sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu
tertutup, kecuali bila ada makanan masuk dalam lambung.
Keadaan ini bertujuan untuk mencegah gerakan balik sisi ke organ
bagian atas, yaitu esofagus. Proses penghantaran makanan
dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di
depan makanan mengendor dan dibelakang makanan
berkontraksi.
c. Lambung
Lambung merupakan bagian saluran percernaan yang terdiri atas
bagian atas (disebut fundus), bagian utama dan bagian bawah
berbentuk horizontal (antrum pilorik). Lambung berhubungan
3

langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia dan


dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak di
bawah diafragma dan didepan pankreas, sedangkan limpa
menempel pada sebelah kiri fundus. Lambung memiliki fungsi
yaitu fungsi motoris serta fungsi sekresi dan percernaan. Fungsi
motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk menampung
makanan sampai dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai
pencampur adalah memecah makanan menjadi partikel partikel
kecil yang dapat bercampur dengan asam lambung. Fungsi
sekresi dan percernaan adalah menyekresi pepsin dan Hcl yang
akan memecah protein menjadi pepton, amilase memecah amilum
menjadi maltosa, lipase memecah lemak menjadi asam lemak,
dan gliserol berbentuk sekresi gastrin, menyekresi faktor intrinsik
yang memungkinkan absorpsi vitamin B 12, yaitu di illeum, dan
menyekresi mukus yang bersifat protektif.
d. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung berlipat–lipat dengan panjang
kurang lebih 2,5 meter dalam keadaan hidup. Kemudian, akan
bertambah panjang menjadi kurang lebih 6 meter pada orang yang
telah meninggal, akibat adanya relaksasi otot yang telah
kehilangan tonusnya. Usus halus terletak didaerah umbilikus dan
dikelilingi oleh usus besar dan memanjang dari lambung hingga
katup illeo kolika. Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan
panjang kurang lebih 2 meter, dan illeum dengan panjang kurang
lebih 1 meter atau 3/5 akhir dari usus. Lapisan dinding dalam usus
halus mengandung berjuta– juta vili kira–kira sebanyak 4–5 juta,
yang berbentuk mukosa menyerupai beludru. Pada permukaan
setiap vili terdapat tonjolan yang menyerupai jari–jari yang disebut
mikrovili. Vili bersama–sama mikrovili dan falfula kaniventes
menambah luas permukaan sekresi dan absorpsi dan
menghalangi agar isinya tidak terlalu cepat berjalan sehingga
absorpsi lebih banyak terjadi. Fungsi usus halus pada umumnya
adalah mercerna dan mengabsorpsi chyme dari lambung. Zat–zat
makanan yang telah halus akan diabsorpsi didalam usus halus,
4

yaitu pada duodenum, dan disini terjadi absorpsi besi, kalsium


dengan bantuan vitamin D, vitamin A, D, E, K dengan bantuan
empedu dan asam folat.
e. Usus Besar
Usus besar merupakan sambungan dari usus halus yang dimulai
dari katup illeokolik atau illeosikal yang merupakan tempat
makanan. Usus besar memilik panjang kurang lebih 1,5 meter.
Kolon terbagi atas asenden, tranversum, desenden, sigmoid, dan
berakhir direktum yamg panjangnya kira–kira 10cm dari usus
besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran
anal. Tempat kolon asenden membentuk belokan tajam di
abdomen atas bagian kanan disebut fleksura hepatis, sedangakan
kolon tranvensum membentuk belokan tajam di abdomen atas
bagian kiri disebut fleksura lienalis. Fungsi utama usus besar
adalah mengabsorpsi air (kurang lebih 90%), elektrolit, vitamin,
dan sedikit glukosa. Kapasitas absorpsi air kurang lebih 5000 cc
per hari. Flora yang terdapat dalam usus besar berfungsi untuk
mensintesis vitamin K dan B serta memungkinkan pembusukan
sisa–sisa makanan.
f. Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar didalam tubuh yang terletak
dibagian paling atas rongga abdomen, disebelah kanan dibawah
diafragma dan memiliki berat kurang lebih 1500 gram (kira-kira 2,5
% orang dewasa).
g. Kantong Empedu
Kantong empedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti
kantong yang terletak dibawah kanan hati atau lekukan
permukaan bawah hati sampai pinggiran depan yang memiliki
panjang 8–18 cm dan berkapasitas 40–60 cm. Kantong empedu
memiliki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus, yaitu sebelah
luar pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak
bergaris, dan sebelah dalam membran mukosa.
5

h. Pankreas
Pankreas merupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti
kelenjar ludah dan memiliki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas
terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian kepala pankreas yang paling
lebar, badan pankreas yang letaknya dibelakang lambung dan
didepan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor pankreas
yang merupakan bagian runcing disebelah kiri yang menyentuh
limpa. Pankreas memiliki dua fungsi, yaitu eksokrin yang
dilaksanakan oleh sel sekretori yang membentuk getah pankreas
berisi enzim beserta elektrolit dan fungsi endokrin yang tersebar
diantara alveoli dan pankreas.

C. Jenis – jenis Nutrisi


Menurut Hidayah dan Uliyah (2015: 56-66), jenis – jenis nutrisi
dibagi menjadi 8, yaitu:
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan, pada
umumnya dalam bentuk amilum. Pembentukan amilum terjadi dalam
mulut melalui enzim petialin yang ada dalam air ludah. Amilum diubah
menjadi maltosa, kemudian diteruskan kedalam lambung. Dari
lambung hidrat arang dikirim terus ke ususdua belas jari. Getah
pankreas yang dialirkan ke usus dua belas jari mengandung amilase.
Dengan demikian, sisa amilum yang belum diubah menjadi maltosa
oleh amilase pankreas diubah seluruhnya menjadi maltosa. Maltosa
ini kemudian diteruskan ke usus halus. Usus halus mengeluarkan
getah pankreas hidrat arang, yaitu maltose yang bertugas mengubah
maltosa menjadi dua molekul glukosa sakarosa, fruktosa, dan
glukosa. Laktose bertugas mengubah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa. Setelah berada dalam usus halus, seluruhnya diubah
menjadi monosakarida oleh enzim-enzim tadi. Penyerapan
karbohidrat yang dikonsumsi atau dimakan masih dapat ditemukan
dalam tiga bentuk yaitu polisakarida, disakarida, dan monosakarida.
Disakarida dan monosakarida mempunyai sifat mudah larut dalam air
sehingga dapat diserap melewati dinding usus atau mukosa usus
mengikuti hukum difusi osmosis yang tidak memerlukan tenaga serta
6

langsung memasuki pembuluh darah. Proses penyerapan yang tidak


memerlukan tenaga dan mengikuti hukum difusi osmosis dikenal
sebagai penyerapan pasif.
2. Lemak
Pencernaan lemak dimulai dalam lambung, karena dalam mulut tidak
ada enzim pemecah lemak. Lambung mengeluarkan enzim lipase
untuk mengubah sebagian kecil lemak menjadi asam lemak dan
gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan selanjutnya
masuk kedalam peredaran darah untuk kemudian tiba dihati. Sintesis
kembali terjadi dalam saluran getah bening, mengubah lemak gliserin
menjadi lemak seperti aslinya. Penyerapan lemak dilakukan secara
pasif setelah lemak diubah menjadi gliserol asam lemak. Asam lemak
mempunyai sifat empedu, asam lemak teremulsi ini mampu diserap
melewati dinding usus halus. Penyerapan membutuhkan tenaga, lagi
pula tidak semua lemak dapat diserap, maka penyerapan lemak
dikatakan dengan cara aktif selektif.
3. Protein
Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim protease. Enzim
protease baru terdapat dalam lambung, yaitu pepsin, yang mengubah
protein menjadi albuminosa dan pepton. Kemudian, tripsin dalam
usus dua belas jari yang berasal dari pankreas mengubah sisa protein
yang belum sempurna menjadi albuminosa dan pepton. Dalam usus
halus, albuminosa dan pepton seluruhnya diubah oleh enzim pepsin
menjadi asam–asam amino yang siap untuk diserap. Protein yang
telah diubah kedalam bentuk asam amino mempunyai sifat larut
dalam air. Seperti halnya hidrat arang, asam amino yang mudah larut
dalam air ini juga dapat diserap secara pasif dan langsung memasuki
pembuluh darah.
4. Mineral
Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Mineral hadir dalam bentuk
tertentu sehingga tubuh mudah untu memprosesnya. Umumnya,
mineral diserap mudah melalui dinding usus halus secara difusi pasif
maupun transportasi aktif. Mekanisme transportasi aktif penting jika
kebutuhan tubuh meningkat atau adanya diet rendah kadar mineral.
Hormon adalah zat yang memegang peranan penting
7

dalam mengatur mekanisme aktif ini. Penyerapan dapat lebih jauh


dipengaruhi oleh isi sistem pencernaan. Beberapa senyawa organik
tertentu, seperti asam oksalat, akan menghambat penyerapan
kalsium. Mineral dipakai dalam berbagai hal. Beberapa dari mineral
adalah komponen esensial dari jaringan tubuh, sedang yang lainnya
esensial pada proses kimia tertentu.
5. Vitamin
Pencernaan vitamin melibatkan penguraiannya menjadi molekul –
molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap dengan efektif.
Beberapa penyerapan vitamin dilakukan dengan difusi sederhana,
tetapi sistem transportasi aktif sangat penting untuk memastikan
pemasukan yang cukup. Vitamin yang larut dalam lemak diserap oleh
sistem trasportasi aktif yang juga membawa lemak keseluruh tubuh,
sedang vitamin yang larut dalam air mempunyai beberpa variasi
mekanisme transportasi aktif. Sebagai contoh, faktor dasar yang
dihasilkan oleh lambung memudahkan penyerapan vitamin B12.
Tanpa faktor tersebut, tubuh tidak mampu menyerap dengan cukup,
sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi vitamin tersebut.
6. Air
Air merupakan zat makanan paling mendasar yang dibutuhkan oleh
tubuh manusia. Tubuh manusia terdiri atas 50-70 % air. Asupan air
secara teratur sangat penting bagi makhluk hidup untuk bertahan
hidup dibandingkan dengan pemasukan nutrisi lain. Bayi memiliki
proporsi air yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Semakin
tua umur seseorang, maka porsi air dalam tubuhnya akan semakin
berkurang. Pada orang dewasa, asupan air berkisar antara 1200–
1500 cc per hari, namun dianjurkan sebanyak 1900 cc sebagai batas
optimal. Selain itu, air yang masuk melalui makanan lain berkisar
antara 500–900 cc per hari.
7. Keseimbangan Energi
Energi merupakan kapasitas untuk melakukan sebuah aktivitas, dapat
diukur melalui pembentukan panas. Energi pada manusia dapat
diperoleh dari berbagai masukan zat gizi diantaranya protein,
karbohiodrat, lemak, dan bahan makanan yang disimpan dalam
8

tubuh. Tubuh memerlukan keseimbangan energi untuk melakukan


sebuah aktivitas. Keseimbangan tersebut dapat dihitung melalui
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan seseorang, kebutuhan kalori
dasar / basal, dan tingkat aktivitas.
8. Metabolisme Basal
Metabolisme basal merupakan energi yang dibutuhkan seseorang
dalam keadaan istirahat dan nilainya disebut dengan basal
metabolisme rate. Nilai metabolisme basal setiap orang berbeda–
beda, dipengaruhi oleh faktor usia, kehamilan, malnutrisi, komposisi
tubuh, jenis kelamin, hormonal, dan suhu tubuh.

D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:72), kebutuhan nutrisi
dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam
memahami kebutuhan gizi.
2. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa makanan bergizi tinggi dapat
memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, dibeberapa daerah,
tempe yang merupakan sumber protein yang paling murah, tidak
dijadikan bahan makanan yang layak untuk dimakan karena
masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi makanan tersebut
dapat menambahkan derajat mereka.
3. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap
makanan tertentu juga dapat memengaruhi status gizi. Misalnya,
dibeberapa daerah, terdapat larangan makan pisang dan pepaya bagi
para gadis remaja. Padahal, makanan tersebut merupakan sumber
vitamin yang sangat baik
4. Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kuranganya variasi makanan, sehingga tubuh tidak
9

memperoleh zat–zat yang dibutuhkan secara cukup. Kesukaan dapat


mengakibatkan merosotnya gizi pada remaja bila nilai gizinya tidak
sesuai yang diharapkan. Saat ini, para remaja dikota–kota besar
dinegara kita memiliki kecenderungan menyenangi makanan tertentu
secara berlebihan seperti makanan cepat saji, bakso, dan lain–
lainnya.
5. Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian
yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarganya
dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah.

E. Gangguan pada Kebutuhan Nutrisi


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015: 70-71), gangguan pada
kebutuhan nutrisi sebagai berikut :
1. Kekurangan Nutrisi
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang
dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau risiko penurunan berat
badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untukkebutuhan
metabolisme.
Tanda klinis :
a. Berat badan 10–20% dibawah normal
b. Tinggi badan dibawah ideal.
c. Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar
d. Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
e. Adanya penurunan albumin serum
f. Adanya penurunan transferin
Kemungkinan penyebab :
a. Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna
kalori akibat penyakit infeksi atau kanker
b. Disfagia karena adanya kelainan persarafan
c. Penurunan absorpsi nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi
laktosa
d. Napsu makan menurun
10

2. Kelebihan Nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yangdialami seseorang
yang mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat kebutuhan
metabolisme secara berlebih .
Tanda klinis:
a. Berat badan lebih dari 10% berat ideal
b. Obesitas
c. Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita
d. Adanya jumlah asupan yang berlebihan
e. Aktivitas menurun atau monoton
Kemungkinan penyebab :
a. Perubahan pola makan
b. Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman
3. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang
mencapai lebih dari 20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah
melebihi kebutuhan metabolisme karena berlebihan asupan kalori dan
penurunan dalam penggunaan kalori.
4. Malnutrisi
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan
kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai
masalah asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Gejala umumnya adalah berat badan rendah dengan asupan
makanan yang cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh,
adanya kelemahan otot dan penurunan energi, pucat pada kulit,
membran mukosa, konjungtiva, dan lain–lain.
5. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan nutrisi yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin
atau penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
6. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan nutrisi yang juga disebabkan oleh
berbagai masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi seperti
11

penyebab dari adanya obesitas, serta asupan kalsium, natrium, dan


gaya hidup yang berlebihan.
7. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner merupakan gangguan nutrisi yang sering
disebabkan oleh adanya peningkatan kolestrol darah dan merokok.
Saat ini, gangguan ini sering dialami karena adanya perilaku atau
gaya hidup yang tidak sehat, obesitas, dan lain–lain.
8. Kanker
Kanker merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang disebabkan oleh
konsumsi lemak secara berlebihan.
9. Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa merupakan penurunan berat badan secara
mendadak dan berkepanjangan, ditandai dengan adanya konstipasi,
pembengkakan badan, nyeri abdomen, kedinginan, letargi, dan
kelebihan energi.

F. Pengkajian
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015: 73-74), pengkajian tentang
gangguan nutrisi sebagai berikut :
1. Riwayat Makanan
Riwayat makanan meliputi informasi atau keterangan tentang pola
makanan, tipe makanan yang dihindari ataupun diabaikan, makanan
yang lebih disukai, yanga dapat digunakan untuk membantu
merencanakan jenis makanan untuk sekarang, dan rencana
makanan untuk masa selanjutnya.
2. Kemampuan Makan
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam hal kemampuan makan, antara
lain kemampuan mengunyah, menelan dan makan sendiri tanpa
bantuan orang lain.
a. Pengetahuan tentang nutrisi
Aspek lain yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah
penentuan tingkat pengetahuan pasien mengenai kebutuhan
nutrisi
b. Napsu makan, jumlah asupan
c. Tingkat aktivitas
12

d. Pengonsumsian obat
e. Penampilan fisik
Penampilan fisik dapat dilihat dari hasil pemeriksaan fisik terhadap
aspek – aspek meliput rambut yang sehat ciri mengkilat, kuat,
tidak kering, dan hasil tidak mengalami kebotakan bukan karena
faktor usia ; daerah diatas kedua pipi dan bawah kedua mata tidak
berwarna gelap; mata cerah dan tidak ada rasa sakit atau
penonjolan pembuluh darah; daerah bibir tidak kering; pecah-
pecah, ataupun mengalami pembengkakan ; lidah berwarna
merah gelap, tidak berwarna merah terang, dan tidak ada luka
pada permukaanya ;gusi tidak bengkak, tidak mudah berdarah,
dan gusi yang mengelilingi gigi harus rapat serta erat tidak tertarik
kebawah sampai dibawah permukaan gigi; gigi tidak berlubang
dan tidak berwarna; kulit tubuh halus, tidak bersisik, tidak timbul
bercak kemerahan, atau tidak terjadi pendarahan yang berlebihan;
kuku jari kuat dan berwarna merah muda.
f. Pengukuran Antropometri
Pengukuran ini meliputi pengukuran berat badan, dan lingkar
lengan. Tinggi badan anak dapat digambarkan pada suatu kurva
atau grafik sehingga dapat terlihat pola perkembangan. Tinggi dan
berat badan orang dewasa sering dibandingkan dengan
bermacam-macam peta untuk dirinya. Pada umumnya, berat
untuk pria lebih dari berat badan seorang wanita walaupun
tingginya sama. Ini disebabkan pria mempunyai persentase
jaringan dan struktur tulang yang berbeda. Seseorang dengan
persentase bagian tubuh yang besar dan jaringan otot yang
banyak akan terlihat gemuk (over weight). Metode khusus yang
sering digunakan untuk mengukur besar tubuh seseorang adalah
area kulit yang berada diatas otot trisep. Pada umumnya, wanita
mempunyai lipatan kulit yang lebih tebal di daerah ini. Ini
disebabkan banyaknya jaringan subkutan pada wanita, sehingga
membuat wanita terlihat lebih gemuk.
Rumus:
BB
IMT: 2
TB
13

BBI: 90% (TB-100)


g. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang langsung berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin
serum, Hb, glukosa, elektrolit, dan lain –lain.

G. Diagnosa Keperawatan pada Gangguan Nutrisi


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:74-75), diagnosa kemungkinan
terjadi pada masalah kebutuhan nutrisi antara lain :
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
2. Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan tubuh
3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh
4. Gangguan menelan

Menurut NANDA ( 2015 – 2017 ) diagnosa yang bisa ditegakkan yaitu :


1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Batasan karakteristik : kurang minat pada makanan, kelemahan otot
pengunyah, kesalahan persepsi, ketidakmampuan memakan
makanan, penurunan berat badan dengan asupan makan yang
adekuat.
Faktor yang berhubungan : kurang asupan makanan, faktor ekonomi,
faktor biologis, gangguan psikososial, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsopsi nutrien.
2. Kesiapan meningkatkan nutrisi
Definisi : Suatu pola asupan nutrisi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolic dan dapat ditingkatkan
Batasan karakteristik: Menyatakan keinginan untuk meningkatkan
nutrisi

H. Perencanaan
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015 : 177 dan 178), Moorhead, et
al., ed (2013 : 5,51 dan 553) dan Bulechek, et al,. ed (2013 : 197, 78, 82,
dan 235) Diagnosa, NOC, dan NIC untuk gangguan kebutuhan nutrisi
adalah :
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Noc : status nutrisi
Definisi :asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
14

Tujuan : klien mampu mencapai status nutrisi yang adekuat pada


tanggal..... dengan indikator :
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupan gizi
2 Asupan makanan
3 Asupan cairan
4 Energi
5 Rasio BB/TB
6 Hidrasi

Ket skala :
1. Sangat menyimpang
2. Banyak menyimpang
3. Cukup menyimpang
4. Sedikit menyimpang
5. Tidak menyimpang atau normal

a. NIC 1 : manajemen nutrisi


Aktivitas :
1. Identifikasi (adanya) alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki.
2. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
3. Tentukan apa yang menjadi prefensi makanan bagi pasien
4. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan
terhadap pilihan (makanan) yang lebih sehat, jika diperlukan.
5. Berikan arahan bila diperlukan.
6. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi.
7. Dorong untuk melakukan bagaimana cara menyiapkan
makanan dengan aman dan teknik – teknik pengetahuan
makanan.
8. Anjurkan pasien mengenai modifikasinya diet yang diperlukan
9. Anjurkan untuk duduk pada posisi tegak, dikursi, jika
memungkinkan.
15

10. Beri obat – obatan sebelum makan (misalnya, penghilang rasa


sakit, antimetik)

b. NIC 2 : Bantuan peningkatan berat badan


Aktivitas :
1. Monitor mual muntah.
2. Kaji penyebab mual muntah dan tangani dengan cepat.
3. Kaji makanan kesukaan pasien baik itu kesukaan pribadi.
4. Sediakan fariasi makanan yang tinggi kalori dan bernutrisi
tinggi.
5. Sediakan suplemen makanan jika diperlukan.
6. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana cara membeli
makanan murah tetapi bergizi tinggi.
7. Ajarkan pasien dan keluarga merencanakan makanan.
8. Berikan istirahat yang cukup.
9. Instruksikan cara meningkatkan asupan kalori.
10. Berikan obat – obatan untuk meredakan mual dan nyeri
sebelum makan.

2. Kesiapanmeningkatkannutrisi
NOC : Status Nutrisi : AsupanNutrisi
Tujuan :Pasien mampu mencapai status nutrisi yang adekuat
setelah dilakukan tindakan keperawatan sampaitanggal...
denganindikator :
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Asupankalori
2 Asupan protein
3 Asupanlemak
4 Asupankarbohidrat
5 Asupanserat
6 Asupan vitamin
7 Asupan mineral
8 Asupanzatgizi
9 Asupankalsium
10 Asupannutrium
16

Keteranganskala :
1. Tidakadekuat
2. Sedikitadekuat
3. Cukupadekuat
4. Sebagianbesaradekuat
5. Sepenuhnyaadekuat

a. NIC1 :Bantuanperawatandiri : pemberianmakan.


Aktivitas :
1. Monitor kemampuanpasienuntukmenelan
2. Identifikasi diet yang disarankan
3. Monitor beratbadanpasien, dengantepat
4. Monitor beratbadanpasien, dengantepat
5. Ciptakanlingkungan yang
menyenangkanselamawaktumakan (misalnya,
jauhkandaripandanganpispot, urinal, dansuksesion)
6. Berikanpenurunannyeri yang cukupsebelummakan,
dengantepat
7. Pastikanposisipasien yang
tepatuntukmemfasilitasimengunyahdanmenelan
8. Sediakanmakanandanminuman yang disukai, dengantepat
9. Sediakaninteraksi social dengantepat
10. Gunakanalatmakandangelas yang
tidakmudahpecahdantidakberat, sesuaikebutuhan

b. NIC 2 : Monitor nutrisi


Aktivitas :
1. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
2. Timbang berat badan pasien
3. Monitor kecenderungan turun dan naiknya berat badan
(misalnya, pada pasien anak-anak, pola tinggi dan anak-
anak sesuai standart growth chart)
4. Monitor adanya mual dan muntah
5. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
17

6. Identifikasi (adanya) abnormalitas rambut (misalnya, kering,


tipis, kasar, dan mudah patah)
7. Lakukan pengukuran antropometrik pada komposisi tubuh
(misalnya, indeks masa tubuh, pengukuran pinggang, dan
lipatan kulit)
8. Timbang berat badan pasien
9. Tentukan pola makan (misalnya, makanan yang disukai dan
tidak disukai, konsumsi yang berlebihan terhadap makanan
siap saji, makan yang terlewati, makan tergesa-gesa,
interaksi anak dan orang tua selama makan)
10. Diskusikan peran dari aspek sosial dan emosi terkait dengan
mengonsumsi makanan
11. DAFTAR PUSTAKA
12.
13.
14. Bulechek, Gloria, et al. 2013. Nursing Intervention
Classificaton. Edisi VI. Alih Bahasa Intansari Nurjannah dan
Roxsana Devi Tumanggor. Elsevier, Indonesia.
15.
16. Hermand, Heather dan Shigemi Kamitsuru, ed. 2015.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi X. Alih Bahasa Budi, Keliat, EGC, Jakarta.
17.
18. Hidayat A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2015. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi II, Salemba Medika,
Jakarta.
19.
20. Kozier, et al., ed. 2010. Fundamental Keperawatan. EGC,
Jakarta
21.
22. Moorhead, Sue, et al. 2010. Nursing Outcome Classification.
Edisi V. Alih Bahasa Intisari Nurjannah dan Roxsana Devi
Tumanggor. Elsevier, Indonesia.
18

LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI URIN

A. Definisi

Merupakan sistem perkemihan, yang menyediakan sarana pengeluaran

kotoran cair dari tubuh. Terdiri atas ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.

Organ tersebut berperan penting dalam keseimbangan cairan, elektrolit asam

dan basa. Urin yang dibentuk sebagai produk kotoran disaring didarah oleh

ginjal. Urin lalu ditransportasikan melalui ureter menuju kandung kemih,

dimana urine disimpan hingga diekskresikan dari tubuh melalui uretra. Dalam

keadaan normal, mengosongkan kandung kemih merupakan tindakan

fakultatif yang sebagian bergantung pada fungsi system saraf yang benar.

Eliminasi urin adalah salah satu proses dari metabolik tubuh, zat yang tidak

dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan.

Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas

yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir semua

karbondioksida dibawa paru-paru oleh sistem vena dan di ekskresikan

melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium atau keringat. Ginjal

merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan

kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen dan asam. Eliminasi urin

secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi volume

darah. Jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun.

(Vaughan, 2011).

B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

Menurut Mubarak dan Chayatin anatomi saluran perkemihan terdiri atas

ginjal, ureter, kandung kemih, uretra.

1
19

a. Ginjal

Merupakan struktur seperti biji kacang, jumlahnya ada dua di kiri

dan di kanan. Ginjal terletak di kedua sisi medulla spinalis, dibalik rongga

peritoneum. Ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan, pada umumnya ginjal

laki-laki lebih panjang dari pada ginjal perempuan. Ginjal terdiri atas satu

juta unit fungsional nefron yang bertugas menyaring darah dan

membuang limbah metabolik.

b. Ureter

Merupakan tabung yang berasal dari ginjal yang bermuara di

kandung kemih. Panjangnya sekitar 25 cm dan diameternya 1,25 cm.

Bagian atas ureter berdilatasi dan melekat pada hilus ginjal, sedangkan

bagian bawahnya memasuki kandung kemih pada sudut posterior dasar

kandung kemih. Urin didorong melewati ureter dengan gelombang

peristalsis yang terjadi sekitar 1-4 kali per menit. Pada pertemuan antara

ureter dan kandung kemih, terdapat lipatan membran mukosa yang

bertindak sebagai katup guna mencegah refluks urin kembali ke ureter

sehingga mencegah penyebaran infeksi dari kandung kemih ke atas.

c. Kandung kemih

Merupakan kantung muskular tempat urin bermuara dari ureter.

Ketika kosong atau setengah terisi, kandung kemih terletak di belakang

simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak di antara kelenjar

prostat dan rektum. Pada wanita, kandung kemih terletak di antara uterus

dan vagina. Dinding kandung kemih sangat elastis sehingga mampu

menahan regangan yang sangat besar. Saat penuh, kandung kemih bisa

melebihi simfisis pubis, bahkan bisa setinggi umbilikus.


20

d. Uretra

Uretra membentang dari kandung kemih sampai meatus uretra.

Panjang uretra pada pria sekitar 20 cm dan membentang dari

kandung kemih sampai ujung penis. Uretra pria terdiri atas tiga

bagian, yaitu uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, dan

uretra pars spongiosa. Pada wanita, panjang uretra sekitar 3 cm dan

membentang dari kandung kemih sampai lubang di antara labia

minora, 2,5 cm di belakang klitoris. Karena uretranya yang pendek,

wanita lebih rentan mengalami infeksi saluran kemih.

2. Fisiologi

Fisiologi perkemihan dimulai dari, Urin terkumpul dikandung kemih

sampai tekanan menstimulasi ujung saraf sensorik khusus di dinding

kemih yang disebut reseptor regang. Ini terjadi jika kandung kemih orang

dewasa berisi antara 250 sampai 450 ml urin. Pada anak anak volume

yang jauh lebih seikit 50 sampai 200 ml, menstimulasi saraf ini. Reseptor

regang mengirimkan implus ke medula spinalis, terutama ke pusat refleks

berkemih yang berada di vertebra sakralis kedua sampai keempat,

sehingga menyebabkan sfingter internal berelaksasi dan menstimulasi

desakan untuk berkemih. Apabila waktu dan tempatnya tepat untuk

urinasi, bagian otak yang sadar akan merelaksasikan otot sfingter uretra

eksternal dan urinasi terjadi. Apabila waktu dan tempat tidak tepat,

refleksi mikturisi biasanya mereda sampai kandung kemih menjadi lebih

penuh dan refleksi terstimulai kembali (Koizer.2010:856).

C. Gangguan dalam Eliminasi Urin

Menurut Mubarak dan Chayatin (2007:117) gangguan dalam eliminasi urine

adalah :
21

Salah satu ukuran utama dari fungsi perkemihan normal adalah

karakteristik urin yang diproduksi jumlah urin yang terkandung dalam sekali

buang air kecil berkisar antara 250-400 ml. Jumlah urin bervariasi tergantung

usia seseorang. BBL rata-rata 500 ml/hari, sementara orang dewasa rata-rata

1500 ml/hari. Keluaran urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan masalah

pada fungsi perkemihan. Urin biasanya berwarna kuning jernih dan memiliki

bau yang khas. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eliminasi urin

akibat kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi, enuresis, frekuensi,

urgensi, dan disuria.

1. Inkontinensia urin

Merupakan kondisi ketika dorongan berkemih tidak mampu dikontrol

oleh sfingter eksternal. Sifatnya bisa menyeluruh (inkontinensia komplet)

atau bagian (inkontinensia parsial). Ada dua jenis inkontinensia, yakni

inkontinensia stres dan inkontinensia urgensi.

a. Inkontinensia stres : terjadi saat tekanan intra abdomen meningkat

dan menyebabkan kompresi kandung kemih. Kondisi ini biasanya

terjadi ketika seseorang batuk atau tertawa. Penyebabnya atara lain

peningkatan tekanan intra abdomen, perubahan degeneratif terkait

usia.

b. Inkontinensia urgesi : terjadi saat klien mengalami pengeluaran urin

involunter karena desakan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih.

Penyebabnya antara lain infeksi saluran kemih bagian bawah,

spasme kandung kemih, overdistensi kandung kemih, penurunan

kapasitas kandung kemih, peningkatan konsumsi kafein atau alkohol,

serta peningkatan konsentrasi urin.


22

2. Retensi urin

Merupakan kondisi tertahannya urin di kandung kemih akibat

terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga kandung

kemih menjadi regang. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh obstruksi

(contoh: hipertrofi prostat), pembedahan, otot sfinger yang kuat,

peningkatan tekanan uretra akibat otot detrusor yang lemah.

3. Enuresis (mengompol)

Merupakan peristiwa berkemih yang tidak disadari pada anak yang

usianya melampaui batas usia normal kontrol kandung kemih seharusnya

tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi pada anak-anak di malam hari

(enuresis nokturnal). Faktor penyebabnya antara lain kapasitas kandung

kemih yang kurang dari normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan

yang banyak mengandung garam dan mineral, takut keluar malam, dan

gangguan pola miksi.

4. Sering berkemih (frekuensi)

Merupakan meningkatnya frekuensi berkemih tanpa disertai

peningkatan asupan cairan. Kondisi ini biasanya terjadi pada wanita hamil

(tekanan rahim pada kandung kemih), kondisi stres, dan infeksi saluran

kemih.

5. Urgensi

Merupakan perasaan yang sangat kuat untuk berkemih. Ini biasa

terjadi pada anak-anak karena kemampuan kontrol sfingter mereka yang

lemah. Gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis dan

iritasi uretra.
23

6. Disuria

Merupakan rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya

terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma kandung

kemih.

D. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine

Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:86) beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi eliminasi urine diantaranya adalah :

1. Diet dan Asupan

Jumlah dan tipe makan merupakan faktor yang mempengeruhi output

atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urin yang

dibentuk. Selain itu kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urin.

2. Respon keinginan awal untuk berkemih

Kebiasaan mengakibatkan keinginan awal untuk berkemih dapat

menyebabkan urin banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga

mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urin.

3. Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengarui pemenuhan kebutuhan

eliminasi dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.

4. Stres psikologis

Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan

berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan

berkemih dalam jumlah urin yang diproduksi.

5. Tingkat aktivitas

Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika yang baik untuk fungsi

sfingter hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan


24

pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan

dengan beraktivitas.

6. Tingkat perkembangan

Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat mempengaruhi pola

berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih

memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang air

kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk mengontrol

buang air kecil meningkat.

7. Kondisi penyakit

Kondisi penyakit seperti diabetes militus, dapat mempengaruhi produksi

urin.

8. Sosiokultural

Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urin,

seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil ditempat

tertentu.

9. Kebiasaan seseorang

Dalam keadaan tirah baring, seseorang yang sakit akan merasa

kurangnyaman atau bahkan kesulitan untuk berkemih melalui urinal atau

pot urin karena terbiasa kemih di toilet.

10. Tonus otot

Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses

berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya

sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urin.

11. Pembedahan

Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat

menyebabkan penurunan jumlah produksi urin karena dampak pemberian

obat anestesi.
25

12. Pengobatan

Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah

urin. Misalnya, pemberian deuretik dapat meningkatkan jumlah urin,

sedangkan pemberian obat antikolinergik atau anthipertensi dapat

menyebabkan retensi urin.

13. Pemeriksaan diagnostik

Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan

saluran kemih seperti intravenous pyelogran(IVP), dengan membatasi

jumlah asupan dapat mempengaruhi produksi urin. Kemudian tindakan

cystoscopydapat menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat

menggangu pengeluaran urin.

E. Proses Keperawatan dan Perubahan Fungsi Berkemih

1. Pengkajian

Menurut Mubarak dan Chayatin (2007:119) pengkajian riwayat

keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi urin adalah

menanyakan kepada klien secara cermat dan menyeluruh tentang hal-

hal sebagai berikut :

a. Pola berkemih

Pertanyaan terkait pola berkemih sifatnya individual ini bergantung

pada individu, apakah pola berkemihnya termasuk dalam kategori

normal atau apakah ia merasa ada perubahan pada pola

berkemihnya. Selain itu tanyakan pula faktor-faktor yang

mempengaruhi pola berkemih.

b. Frekuensi berkemih

1) 5 kali/hari, tergantung kebiasaan seseorang.


26

2) 70% miksi pada siang hari, sedangkan sisa nya dilakukan pada

malam hari, menjelang dan sesudah bangun tidur.

3) Berkemih dilakukan saat bangun tidur dan sebelum tidur.

c. Volume berkemih

Kaji perubahan volume berkemih untuk mengetahui adanya

ketidakseimbangan cairan dengan membandingkannya dengan

volume berkemih normal.

d. Asupan dan haluaran cairan

1) Catat haluaran urin selama 24 jam.

2) Kaji kebiasaan minum klien setiap hari (jenis dan jumlah cairan

yang diminum).

3) Catat asupan cairan per oral, lewat makanan, lewat cairan

infuse/NGT (jika ada).

Produksi urine rata-rata :

Usia ∑Produksi urin rata-rata


Lahir-2 hari 15-60 ml
3-10 hari 100-300 ml
10 hari-2 bulan 250-450 ml
2 bulan-1 tahun 400-500 ml
1-3 tahun 500-600 ml
3-5 tahun 600-700 ml
5-8 tahun 700-1000 ml
8-14 tahun 800-1400 ml
14 tahun-dewasa 1500 ml
Dewasa 1500ml atau kurang

2. Pengkajian fisik

Menurut Mubarak dan Cahyatin (2007:121) pemeriksaan fisik pasien

dengan gangguan eliminasi urin meliputi :

a. Abdomen
27

Kaji dengan cermat adanya pembesaran, distensi kandung kemih,

pembesaran ginjal, nyeri tekan pada kandung kemih.

b. Genitalia

Kaji kebersihan daerah genitalia. Amati adanya bengkak, rabas, atau

radang pada meatus uretra. Pada laki-laki, kaji adanya lesi,

pembesaran skrotum, atau nyeri tekan. Sedangkan pada wanita, kaji

adanya lesi, nodul, dan adanya radang pada labia minora maupun

mayora.

c. Urin

Kaji karakteristik urin klien, bandingkan dengan karakteristik urine

normal yaitu warna: kekuningan atau bening, bau : sedikit aromatik

atau berbau khas, ph: 4,4 – 7,5, BD: 1,010 – 1,025, konsistensi : cair

atau sangat encer, jumlah: 1200 – 1500 ml/24 jam.

3. Tes diagnostik

Menurut Mubarak dan Chayatin (2007:121) tes diagnostik eliminasi urine

sebagai berikut :

a. Pemeriksaan urin

Hal yang perlu dikaji meliputi warna, kejernihan, dan bau urin. Untuk

melihat adanya kejanggalan, bisa dilakukan pemeriksaan protein,

glukosa.

b. Tes darah

Pemeriksaan meliputi BUN, bersihan kreatinin, nitrogen non-protein

(NPN), sistoskopi, intravenous pyelogram (IVP).

F. Diagnosa Keperawatan
28

Menurut Herdman (2015) sumber diagnosa keperawatan yang berhubungan

dengan eliminasi urin adalah :

1. Inkontinensia urine (fungsional, stres, tidak tertahankan)

2. Gangguan eliminasi urine

3. Retensi urine

G. Perencanaan

Menurut Moorhead, et al., ed. (2015) dan Bulechek, Butcher, dan

Dochteman, ed al (2013)

1. Diagnosa 1 : Gangguan eliminasi urine

a. Definisi : Disfungsi eliminasi urine

b. Batasan Karakteristik:

1) Anyang-anyangan

2) Disuria

3) Dorongan berkerkemih

4) Inkontinensia

5) Inkontinensia urine

6) Nokturia

7) Retensi urine

8) Sering berkemih

c. Faktor yang Berhubungan:

1) Gangguan sensori motorik

2) Infeksi saluran kemih

3) Obstruksi anatomik

4) Penyebab multiple

NOC 1 : Eliminasi urine


29

Definisi: Pengumpulan dan pembuangan urin

Tujuan: klien mampu mencapai eliminasi urin secara efektif pada

tanggal… ,

Dengan indikator:
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Pola eliminasi
2 Bau urin
3 Jumlah urin
4 Warna urin
5 Kejernihan urin
6 Mengosongkan kantong kemih sepenuhnya
7 Mengenali keinginan untuk berkemih

Keterangan:

1 = Banyak sekali

2 = Banyak

3 = Cukup

4 = Sedikit

5 = Tidak berkemih

NIC I: Bantuan Perawatan Diri: Eliminasi

Aktivitas:

a. Monitor integritas kulit pasien.

b. Observasi budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan

diri.

c. Observasi usia pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri.

d. Observasi respon pasien terhadap kurangnya privasi.

e. Bantu pasien ke toilet untuk eliminasi.

f. Beri privasi pasien selama eliminasi.

g. Fasilitasi kebersihan toilet setelah eliminasi.


30

h. Ajarkan pasien dalam rutinitas toilet.

i. Ajarkan menyiram toilet atau bersihkan alat-alat eliminasi (seperti

pispot).

j. Kolaborasikan dengan keluarga untuk menyediakan alat

bantueliminasi.

NIC II:Manajemen eliminasi Perkemihan

Aktivitas:

a. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume,

dan warna.

b. Pantau tanda dan gejala retensi urine.

c. Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya

episode inkontinensia.

d. Dapatkan spesimen urin pancaran tengah, dengan tepat.

e. Sediakan minuman 8 gelas per hari pada saat makan, diantara jam

makan dan di sore hari.

f. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi saluran kemih.

g. Anjurkan pasien atau keluarga untuk mencatat output urin, yang

sesuai.

h. Anjurkan pasien untuk memantau tanda-tanda dan gejala infeksi

saluran kemih.

i. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum

(pelaksanaan) prosedur yang relevan.

j. Rujuk ke dokter jika tanda dan gejala infeksi saluran kemih terjadi.

2. Diagnosa II: Retensi Urine

Definisi: Pengosongan kandung kemih tidak tuntas

Batasan Karakteristik :
31

a. Berkemih sedikit

b. Distensi kandung kemih

c. Disuria

d. Inkontinensia aliran berlebihan

e. Menetes

f. Residu urine

g. Sensasi kandung kemih penuh

h. Sering berkemih

i. Tidak ada haluaran urine

Faktor Yang Berhubungan :

a. Inhibisi arkus refleks

b. Sfingter kuat

c. Sumbatan saluran perkemihan

d. Tekanan ureter tinggi

NOC: Kontinensia Urine

Definisi: Mengendalikan eliminasi urin dari kandung kemih

Tujuan: Klien mampu mengendalikan eliminasi urin dari kandung kemih

secara efektif pada tanggal…

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Mengenali keinginan untuk berkemih
2 Menjaga pola berkemih teratur
3 Memulai dan menghentikan aliran urin
4 Mengosongkan kantong kemih sepenuhnya
5 Mengkonsumsi cairan dalam jumlah yang
cukup
6 Bisa menggunakan toilet sendiri
7 Mengidentifikasi obat yang mengganggu
kontrol berkemih

Keterangan :
32

1= Tidak pernah menunjukkan

2= Jarang menunjukkan

3= Kadang-kadang menunjukkan

4= Sering menunjukkan

5= Secara konsisten menunjukkan

NIC I:Kateterisasi Urin

Aktivitas :

a. Monitor intake dan output.

b. Jelaskan prosedur dan rasionalisasi kateterisasi.

c. Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik untuk kesopanan (yaitu,

hanya mengekspos area genetalia).

d. Pastikan pencahayaan yang tepat untuk visualisasi anatomi yang

tepat.

e. Pertahankan teknik aseptik yang ketat.

f. Bersihkan daerah sekitar meatus uretra dengan larutan anti bakteri,

saline steril, atau air steril, sesuai kebijakan lembaga.

g. Pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh ke dalam

kandung kemih untuk mencegah trauma pada jaringan uretra dengan

inflasi balon.

h. Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan selang kateter di

waktu yang tepat.

i. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan kateter yang tepat.

j. Kolaborasikan dengan keluarga untuk memposisikan dengan tepat

(misalnya, perempuan terlentang dengan kedua kaki direnggangkan

atau fleksi pada bagian panggul dan lutut; laki-laki dengan posisi

terlentang).
33

NIC II: Perawatan Retensi Urine

Aktivitas:

a. Monitor efek dari obat-obat yang diresepkan,seperti calcium channel

blockers dan anticolinergics.

b. Monitor derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

bantu toileting pada interval yang reguler, sesuai kebutuhan.

c. Lakukan pengkajian komprehensif sistem perkemihan fokus terhadap

inkontinensia (misalnya, urin out put, pola berkemih, fungsi kognitif,

masalah saluran perkemihan sebelumnya).

d. Berikan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10

menit).

e. Gunakan kateter untuk residu urin, sesuai kebutuhan.

f. Stimulasi reflex kandung kemih dengan membasahi abdomen dengan

air dingin.

g. Berikan privasi dalam melakukan eliminasi.

h. Bantu toileting sesuai kebutuhan.

i. Ajarkan kekuatan sugesti dengan menggunakan air mengalir atau

dengan menyiram toilet.

j. Kolaborasi dengan keluarga untuk mencatat urin out put.

DAFTAR PUSTAKA
34

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joanne McCloskey Dochterman,


ed. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby Elsevier, St.
Louis.

Herdman, T. Heather, ed. 2015. NANDA International Nursing Diagnosa


Definition & Classification 2015-2017. Wiley-Blackwell, West Sussex.

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul. 2015. “Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia”. Jakarta Selatan.

Kozier, Barbara, et al. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,


Proses dan Praktik. Edisi VII. Alih bahasa Esty Wahyuningsih, et al. EGC,
Jakarta.

Moorhead, Sue, et al., ed. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby
Elsevier, St. Louis.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. “Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik". EGC, Jakarta.

Potter, Patrica A. Dan Anne G. Potter. 2010. “Fundamental Keperawatan”, EGC,


Jakarta.

Vaughan, Benita W. 2011. Eliminasi Urin. Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta.

Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia


35

Gangguan Oksigenasi

A. Definisi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Pernapasan merupakan
sebuah proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan
(Hidayat dan Uliyah, 2015 : 2).
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan
hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses
metabolisme tubuh secara terus menerus (Tarwoto dan Wartonah, 2011 :
9).

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 2) anatomi fisiologi dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Saluran Pernapasan bagian atas
a. Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung)
yang berisi kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar
dan bermuara ke rongga hidung oleh rongga hidung yang dilapisi
oleh selaput lender yang mengandung pembuluh darah, proses
oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui
hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
b. Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar
tengkorak sampai esophagus yang terletak dibelakang nasofaring
(dibelakang hidung) dibelakang mulut (orofaring), dan dibelakang
laring (laringo faring)
c. Laring (Tenggorokan) merupakan saluran pernapasan setelah
faring yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat
bersama ligament dan membrane, terdiri atas dua lamina yang
bersambung digaris tengah.
d. Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pada saat proses menelan.
1
36

2. Saluran Pernapasan bagian bawah


a. Trakea disebut juga batang tenggorok, memiliki panjang kurang
lebih 9 sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira kira
ketinggian vetebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam
belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin,
dilapisi selaput lender yang terdiri atas epitelium bersilia yang
dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan trakea
yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan
lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga
lobus atas, tengah dan bawah, sedangkan lobus kiri lebih panjang
dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
c. Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus
3. Proses Oksigenasi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:4) proses oksigenasi terdiri
atas tiga tahap yaitu:
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan
tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat
maka tekanan udara semakin rendah. Demikian sebaliknya,
semakin rendah tempat, tekanan udara semakin tinggi, adanya
kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang-kempis, adanya jalan napas yang dimulai
dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos
yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom
(terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
sehingga vasodilatasi dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses
penyempitan dapat terjadi), reflek batuk dan muntah, dan adanya
peran muskulus siliaris sebagai barier atau penangkal benda asing
yang mengandung interveron yang dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah compliance dan
recoil. Compliance merupakan kemampuan paru untuk
37

mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,


yaitu adanya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa
udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta gangguan
toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli
dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya
paru. Apabila compliance baik namun recoil terganggu, maka CO2
tidak dapat keluar secara maksimal.
Pusat pernapasan adalah medulla oblongata dan pons, dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60
mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan bila pCO2
kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi
pusat pernapasan.
b. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 dikapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan
paru, tebal membrane respirasi / permeabilitas yang terdiri atas
epitel alveoli dan interstisial tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini
sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah karena
tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2
dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi),
pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan
afinitas gas (kemampuan menembus dan saling mengikat
hemoglobin).
c. Transport gas
Merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi
O2 akaan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin
(97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2 akan
berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%),
larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang
berada dalam darah (65%).
38

Dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, curah jantung, kondisi


pembuluh darah, latihan, perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan, serta eritrosit dan kadar Hb.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:6) faktor-faktor yang
mempengaruhi oksigenasi adalah:
1. Saraf Otonomik
Saraf ini dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan
kontriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika
terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter
untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh
pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin
yang berpengaruh pada bronkokontriksi karena pada saluran
pernapasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik.
2. Hormone dan Obat
Obat yang tergolong parasimpatis seperti sulfas atropine dan
ekstrak balladona dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat
yang menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta-2) seperti
obat yang tergolong penyekat beta nonselektif dapat mempersempit
saluran napas (bronkokonstriksi).
3. Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang menimbulkan alergi, antara lain debu yang
terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk seri bunga,
makanan dan lain lain. Faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat
rangsangan di daerah nasal, batuk bisa disaluran pernapasan bagian
atas, bronkokonstriksi pada asma bronchial, dan rhinitis bila terdapat
di saluran pernapasan bagian bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah
kebutuhan oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang
seiring usia perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia
premature, yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan
surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan
organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.
39

5. Lingkungan
Dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,
ketinggian tanah, suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan
adaptasi.
6. Perilaku
Dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku
dalam mengonsumsi makanan (status nustrisi). Sebagai contoh,
obesitas dapat mempengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas
dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan oksigenasi,
merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh
darah dan lain lain.

D. Masalah kebutuhan oksigen


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:9) masalah kebutuhan
oksigenasi yaitu:
1. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan
oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan
oksigen dalam tingkat sel. Ditandai dengan adanya warna kebiruan
pada kulit (sianosis).
2. Takipnea
Merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali
per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektasis
atau terjadinya emboli.
3. Bradipnea
Merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali
per menit. Proses ini terjadi dalam keadaan peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
4. Hiperventilasi
Merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan
jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam.
Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi, napas
pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2.
5. Hipoventilasi
40

Merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbon dioksida


dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak
cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai dengan adanya nyeri
kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau ketidakseimbangan
elektrolit.
6. Kussmaul
Merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
7. Dispnea
Merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas. Hal ini
disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja
berat/berlebihan dan pengaruh psikis.
8. Ortopnea
Merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri. Pola ini banyak ditemukan pada seseorang yang mengalami
kongesti paru.
9. Cheynestoke
Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula mula
naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
10. Pernapasan paradoksial
Merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan
dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal, sering
ditemukan pada keadaan atelektasis.
11. Pernapasan biot
Merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan
cheynestoke, tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering
dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intracranial yang
meningkat, trauma kepala.
12. Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran pernapasan. Ditemukan pada kasus spasme trakea
atau obstruksi laring.

13. Obstruksi jalan napas


41

Merupakan kondisi pernapasan yang tidak normal akibat


ketidakmampuan batuk secara efektif dapat disebabkan oleh adanya
secret.

E. Pengkajian Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:11) pengkajian keperawatan
masalah oksigenasi sebagai berikut:
1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan
oksigenasi meliputi ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan
(gangguan hidung dan tenggorokan), seperti epitaksis (kondisi akibat
luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, hipertensi, gangguan pada
sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat
polip, hipertrofi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan
lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap
pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah infeksi kronis dari hidung, sakit pada daerah sinus, otitis
media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga
sekitar 38,5°C, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-
muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya
edema.
2. Pengkajian Fisik
a. Inspeksi
1) Penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas
spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan
selang endotrakeal atau trakeostomy, kemudian menentukan
status kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret,
perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.
2) Perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit.
Umumnya wanita bernapas sedikit lebih cepat. Apabila kurang
dari 10 kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali
per menit pada anak-anak, atau kurang dari 30 kali per menit
pada bayi, maka disebut sebagai bradipnea atau pernapasan
lambat. Gejala ini juga dijumpai pada keracunan obat golongan
barbiturate, uremia, diabetes, miksedema, dan proses desak
42

ruang intrakranium. Bila lebih dari 20 kali per menit pada orang
dewasa, kurang dari 30 kali per menit pada anak-anak, atau
kurang dari 50 kali per menit pada bayi, maka disebut takipnea
atau pernapasan cepat.
3) Pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu adalah torakal, abdominal,
atau kombinasi keduannya. Pernapasan torakal atau dada
adalah untuk menilai sifat pernapasan, seperti mengembang
dan mengempisnya rongga toraks sesuai dengan irama
inspirasi dengan ekspirasi. Pernapasan abdominal atau perut
adalah seiramanya inspirasi dengan mengembangnya perut
dan ekspirasi dengan mengempisnya perut. Selain itu,
mengembang dan mengempisnya paru juga diatur oleh
pergerakan diafragma. Sifat pernapasan khususnya pada
neonates umumnya adalah abdominal torakoabdominal, karena
otot interkostal masih lemah.
4) Pengkajian irama pernapasan, yaitu dengan menelaah masa
inspirasi dan ekspirasi. Pada orang dewasa sehat, irama
pernapasannya teratur dan menjadi cepat jika terjadi
pengeluaran tenaga dalam keadaan terangsang atau emosi.
Kemudian yang perlu diperhatikan pada irama pernapasan
adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada
keadaan normal, ekspirasi lebih lama daripada inspirasi 2:1.
Ekspirasi yang lebih pendek dari inspirasi terjadi pada orang
yang mengalami sesak napas. Dalam keadaan normal,
perbandingan antara frekuensi pernapasan dengan frekuensi
nadi adalah 1:1, sedangkan pada keracunan obat golongan
berbiturat perbandingannya menjadi 1:6. Penyimpangan irama,
seperti pernapasan kussmaul, dijumpai pada keracunan
alkohol, obat bius, diabetes, uremia, dan proses desak ruang
intrakranium. Pernapasan biot ditemukan pada pasien
kerusakan otak. Pernapasan cheynestoke dapat ditemui pada
pasien keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru,
penyakit ginjal kronis, dan perdarahan pada susunan saraf
pusat.
43

5) Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pada


pernapasan yang dangkal, dinding toraks tampak hampir tidak
bergerak. Gejala ini timbul jika terhadap emfisema atau jika
pergerakan dinding toraks menimbulkan rasa sakit dan juga
pada rongga toraks terjadi proses desak ruang. Seperti
penimbunan cairan dalam rongga pleura dan pericardium serta
konsolidasi yang dangkal dan lambat.
b. Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan, seperti
nyeri tekan yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat,
metastasis tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan
benjolan pada dada. Palpasi dilakukan untuk menentukan besar
konsistensi, suhu, apakah dapat atau tidak digerakan dari
dasarnya.
c. Perkusi
Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya
suara perkusi paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi
sonor, yang bunyinya seperti kata “dug dug”. Suara perkusi
lainnya dianggap tidak normal yaitu redup, pekak, hipersonor.
d. Auskultasi
1) Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas,
diantaranya suara napas dasar dan tambahan.
2) Suara vesikuler yaitu suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi
nadanya. Suara vesikuler dapat didengar pada sebagian paru.
3) Suara bronkhial yaitu suara yang bisa kita dengar saat inspirasi
dan ekspirasi. Suara bronchial terdengar didaerah trakea dekat
bronkus, dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh
daerah paru.
4) Suara bronkovaskular yaitu suara yang terdengar antara
vesikuler dan bronkhial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang,
hingga hampir menyamai inspirasi. Suara ini lebih terdengar
pada manubrium sterni.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaaan laboratorium, Hb, Leukosit, dan lain-lain
yang dilakukan secara rutin, juga dilakukan pemeriksaan sputum
44

guna melihat kuman dengan cara mikroskopis. Uji reistansi dapat


dilakukan secara kultur, untuk melihat sel tumor dengan pemeriksaan
sitologis. Bagi pasien yang menerima pengobatan dalam waktu lama,
harus dilakukan pemeriksaan sputum secara periodic.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen dada
Penapisan yang dapat dilakukan, misalnya untuk melihat lesi
paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi adanya tumor, benda
asing, paru membengkak, penyakit jantung, dan untuk melihat
struktur yang abnormal.
b. Fluroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
kardiopulmonum, misalnya kerja jantung, diafragma, dan kontraksi
paru.
c. Bronkografi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual
bronkus sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan
bronkus atau kasus diplancement dari bronkus.
d. Angiografi
Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis
tentang keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma,
emfiesma, kelainan kongiental, dan lain-lain.
e. Endoskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostik
dengan cara mengambil sekret untuk pemeriksaan, melihat lokasi
kerusakan, biospi jaringan, untuk pemeriksaan sitologi,
mengetahui adanya tumor, melihat letak terjadinya pendarahan,
untuk terapeutik, misalnya mengambil benda asing dan
menghilangkan sekret yang menutupi lesi.
f. Radio Isotop
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat
adanya emboli paru. Ventilasi scanning untuk mendeteksi
ketidaknormalan ventilasi, misalnya pada emfisema. Scanning
gallium untuk mendeteksi peradangan pada paru.
45

g. Mediastinoskopi
Merupakan endoskopi mediastinum untuk melihat penyebaran
tumor. Mediastinoskopi bertujuan untuk memeriksa mediastinum
bagian depan dan menilai aliran limpa pada paru, biasanya
dilakukan pada penyakit saluran pernapasan bagian atas.

F. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015:17) Diagnosa Keperawatan yang
dapat ditegakkan yaitu :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Ketidakefektifan Pola Napas
3. Gangguan Pertukaran Gas

Menurut NANDA 2015-2017 Diagnosa Keperawatan Oksigenasi yang


dapat ditegakkan yaitu :
1. Ketidakefektifan Pola Napas
Definisi : Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat.
a. Faktor yang Berhubungan :
1) Ansietas
2) Cedera medulla spinalis
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang
5) Disfungsi neuromuskular
6) Gangguan muskuloskeletal
7) Gangguan neurologis
8) Hiperventilasi
9) Imaturitas neurologis
10) Keletihan
11) Keletihan otot pernapasan
12) Nyeri
13) Obesitas
14) Sindrom hipoventilasi
15) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
46

b. Batasan Karakteristik :
1) Bradipnea
2) Dispnea
3) Fase ekspirasi memanjang
4) Orthopnea
5) Penggunaan otot bantu pernapasan
6) Penggunaan posisi tiga-titik
7) Peningkatan diameter anterior-posterior
8) Penurunan kapasitas vital
9) Penurunan tekanan ekspirasi
10) Penurunan tekanan inspirasi
11) Penurunan ventilasi semerut
12) Pernapasan bibir
13) Pernapasan cuping hidung
14) Perubahan ekskursi dada
15) Pola napas abnormal
16) Takipnea

Menurut Moorhead, et al 2013 NOC(Nursing Outcomes Classification)


yang dapat ditegakkan yaitu:
1. Status Pernafasan
Definisi : Proses keluar masuknya udara ke paru-paru serta
pertukaran karbondioksida dan oksigen di alveoli.
Tujuan : Pasien mampu mencapai status pernafasan yang efektif.

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi pernafasan
2 Irama pernapasan
3 Kedalaman inspirasi
4 Suara auskultasi nafas
5 Volume tidal

Skala:
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi cukup berat dari kisaran normal
47

3 : Deviasi sedang dari kisaran normal


4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal

Menurut Bulechek, et al 2013 NIC(Nursing Interventions Classification)


yang dapat ditegakkan yaitu :
1. Managemen Jalan Napas
Aktivitas :
a. Monitor kebutuhan aktual pasien
b. Monitor status pernapasan dan oksigenasi pasien
c. Buka jalan napas dengan tehnik chin lift
d. Posisikan klien untuk memaksimalkan pernapasan
e. Auskultasi suara napas
f. Lakukan fisioterapi dada
g. Ajari bagaimana agar pasien dapat batuk efektif
h. Ajari pasien untuk latihan napas
i. Kelola nebulizer ultrasonic
j. Kelola pengobatan aerosol

2. Monitor Pernapasan
Aktivitas :
a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
b. Monitor suara nafas tambahan
c. Monitor pola nafas pasien
d. Monitor keluhan sesak pasien
e. Auskultasi suara nafas
f. Posisikan pasien miring kesamping sesuai dengan indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan teknik log roll, jika pasien diduga
mengalami cedera leher
g. Buka jalan nafas dengan menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust dengan tepat
h. Berikan bantuan resusitasi jika diperlukan
i. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
j. Buka jalan nafas dengan menggunakan maneuver chin lift atau
jaw thrust dengan tepat
48

k. Pasang sensor pemantau oksigen non-invasif, pasang alat pada


jari, dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai
dengan prosedur tetap yang ada.
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
a. Faktor yang Berhubungan :
1) Lingkungan ( perokok, perokok pasif, terpajan asap)
2) Obstruksi jalan napas ( adanya jalan napas buatan, benda
asing dalam jalan napas, eksudat dalam alveoli, hyperplasia
pada dinding bronkus, sputum berlebihan, penyakit paru
obstruksi kronis, sekresi yang tertahan, spasme jalan napas)
3) Fisiologis ( asma, disfungsi neuromuscular, infeksi, jalan
napas alergik)

b. Batasan karakteristik
1) Batuk yang tidak efektif
2) Dispnea
3) Gelisah
4) Kesulitan verbalisasi
5) Mata terbuka lebar
6) Orthopnea
7) Penurunan bunyi napas
8) Perubahan frekuensi napas
9) Perubahan pola napas
10) Sianosis
11) Suara napas tambahan
12) Tidak ada batuk

Menurut Moorhead, et al 2013 NOC(Nursing Outcomes Classification)


yang dapat ditegakkan yaitu:
1. Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Definisi : Saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk
pertukaran udara.
49

Tujuan : Pasien mampu mencapai status pernafasan: kepatenan jalan


nafas yang efektif.

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Tersedak
2 Batuk
3 Kemampuan untuk mengeluarkan
sekret
4 Suara nafas tambahan
5 Dispnea saat istirahat

Skala:
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal

Menurut Bulechek, et al 2013 NIC(Nursing Interventions Classification)


yang dapat ditegakkan yaitu:
1. Fisioterapi Dada
Aktivitas :
a. Monitor status respirasi pasien
b. Memposisikan segmen paru yang akan dilakukan fisioterapi dada
c. Lakukan fisioterapi dada minimal dua jam setelah makan
d. Gunakan bantal untuk menopang posisi pasien
e. Lakukan getaran setelah fisioterapi dada
f. Anjurkan untuk batuk setelah tindakan
g. Kenali ada tidaknya kontra indikasi dilakukannya fisioterapi dada
h. Instruksikan pasien agar mengeluarkan nafas dengan teknik nafas
dalam
i. Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
j. Kolaborasikan dengan dokter tindakan suction jika diperlukan
50

2. Pemberian obat : Inhalasi


a. Monitor tanda-tanda vital pasien
b. Monitor pasien saat diberikan obat inhalasi
c. Gunakan prinsip 6 benar
d. Pertahankan aturan dan prosedur yang sesuai
e. Catat tanggal kadaluwarsa obat
f. Catat alergi yang dialami pasien
g. Siapkan obat-obatan dan alat-alat pada pasien
h. Hindari pemberian obat yang tidak diberi label
i. Beritahukan pasien mengenai obat yang akan diberikan
j. Verifikasi dengan dokter resep obat sebelum pemberian obat
k. DAFTAR PUSTAKA
l.
m.
n. Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan
Proses Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta
o.
p. Hidayat, Aziz Alimun dan Musrifatul Uliyah. 2015. Pengantar
kebutuhan Manusia. Salemba Medika, Jakarta
q.
r. Potter, Patricia dan Anne G, Perry. 2009. Fundamental
Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta
s.
t. Moorhead, Ue, Et Al. 2016. Nursing Outcome Classification
(NOC) Edisi Kelima. Elsevier, Global Rights
u.
v. Bulechek, M Gloria Et Al. 2016 . Nursing Interventions
Classifikation (NIC) Edisi Keenam. Elsevier, Global Rights
w.
x. Herdman, T Heather dan Higemi Kamitusu. 2015. Nanda
internasional Inc Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. EGC, Jakarta
y.
z.
51

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN RASA NYAMAN

A. Teori Nyeri
1. Definisi
Setiap orang pasti pernah mengalami berbagai jenis dan
tingkatan nyeri. Seseorang yang mengalami nyeri dan merasa
menderita akibat nyeri tersebut akan mencari pertolongan. Nyeri
merupakan suatu yang bersifat subjektif, tidak ada dua orang
sekalipun yang mengalami kesamaan rasa nyeri dan tidak ada dua
kejadian menyakitkan yang mengakibatkan respons atau perasaan
yang sama pada individu.
Managemen nyeri yang efektif dapat meningkatkan kualitas
hidup, mengurangi ketidaknyamanan secara fisik, menstimulus
mobilisasai lebih awal sehingga dapat kembali bekerja, serta
berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan ke rumah sakit, dan
memperpendek jangka waktu perawatan di rumah sakit, oleh karena
itu dapat mengurangi biaya perawatan (Potter dan Perry, 2010 : 214).
2. Fisiologis Nyeri
Terdapat empat proses fisiologis dari nyeri nosiseptif (nosiseptif :
saraf-saraf yang menghantarkan stimulus nyeri ke otak) yaitu :
a. Transduksi
Stimulus suhu, kimia, atau mekanik biasanya dapat menyebabkan
nyeri. Energi dari stimulus-stimulus ini dapat berubah menjadi
energi listrik. Perubahan ini dinamakan transduksi. Transduksi
dimulai di perifer, ketika stimulus terjadinya nyeri mengirimkan
impuls yang melewati serabut saraf nyeri perifer yang terdapat di
pancaindera (nosiseptor ; saraf pancaindera yang menghantarkan
stimulus nyeri ke otak) maka akan menimbulkan potensi aksi
(Potter dan Perry, 2010 : 215).
b. Transmisi
Pada fase ini terdiri dari tiga bagian. Pada bagian pertama, nyeri
merambat dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Dua jenis
serabut nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah
serabut C, yang mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan,
52

serta serabut A-Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan


terlokalisasi. Bagian kedua adalah transmisi nyeri dari medula
spinalis menuju batang otak dan talamus melalui jaras
spinotalamikus (spinothalamic tract [STT]). STT merupakan suatu
sitem diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan
lokasi stimulus ke talamus. Selanjutnya, pada bagian ke tiga,
sinyal tersebut di teruskan ke korteks sensorik somatik, tempat
nyeri dipersepsikan. Impuls yang ditransmisikan melalui STT
mengaktifkan respons otonomi dan limbik (Mubarak dan Chayatin,
2007 : 205).
c. Persepsi
Pada fase ini, individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya
persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur korteks sehingga
memungkinkan munculnya berbagai strategi perilaku-kognitif
untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri (Mubarak
dan Chayatin, 2007 : 205).
d. Modulasi
Fase ini juga disebut “sistem desenden”. Pada fase ini, neutron di
batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medula spinalis.
Serabut desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid,
serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls
asenden yang membahayakan di bagian dorsal medula spinalis
(Mubarak dan Chayatin, 2007 : 205).
3. Jenis-Jenis Nyeri
Menurut Potter dan Perry (2010 : 219-222) nyeri dikategorikan
dengan durasi atau lamanya nyeri berlangsung atau dengan kondisi
patologis.
a. Nyeri akut atau sementara.
Nyeri akut bersifat melindungi, memiliki penyebab yang dapat
diidentifikasi, berdurasi pendek dan memiliki sedikit kerusakan
jaringan serta respons emosional. Nyeri akut biasanya
berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Nyeri akut dapat
diprediksi waktu penyembuhannya dan penyebabnya dapat
diidentifikasi, hal ini akan membuat para anggota tim medis
merasa termotivasi untuk segera menangani nyeri tersebut.
53

Penting untuk menyadari bahwa nyeri akut yang tidak terobati


dapat berkembang menjadi nyeri kronis.
b. Nyeri kronis atau menetap.
Perbedaan utama antara nyeri kronis dan nyeri akut adalah nyeri
kronis bukanlah suatu hal yang bersifat protektif, sehingga
menjadi tak bertujuan. Nyeri kronis berlangsung lebih lama yaitu
lebih dari enam bulan, tidak selalu memiki penyebab yang dapat
diidentifikasi, dan dapat memicu penderitaan yang teramat sangat
bagi seseorang. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak
dapat disembuhkan.
Dampak nyeri kronis yaitu, penderita menjadi lebih mudah
tersinggung dan sering mengalami putus asa, dan mengalami
insomnia. Akibatnya, mereka menjadi kurang perhatian, sering
merasa putus asa dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri
kronis biasanya hilang timbul dalam periode waktu tertentu. Ada
kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri (misal: sakit kepala
migran).
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nyeri
Menurut Potter dan Perry (2010 : 224-226) rasa nyeri merupakan
hal yang bersifat kompleks, mencakup pengaruh fisiologis, sosial,
spiritual, psikologis dan budaya. Oleh karena itu, pengalaman nyeri
masing-masing individu adalah berbeda. Mengingat semua faktor
memengaruhi klien yang mengalami nyeri, hal ini penting untuk
memastikan pendekatan holistik/menyeluruh dalam pengkajian dan
perawatan klien.
a. Faktor fisiologis
1) Usia
Usia dapat memengaruhi nyeri, terutama pada bayi dan lansia.
Anak-anak lebih mengalami kesulitan dalam mengenal atau
memahami nyeri dibanding lansia. Anak usia 1-3 tahun
(toddler) dan usia 4-5 tahun (prasekolah) belum mampu
mengingat penjelasan tentang nyeri atau yang berhubungan
dengan nyeri, dengan pengalaman yang terjadi pada situasi
yang berbeda-beda. Disisi lain, prevalensi pada individu lansia
lebih tinggi karena penyakit akut atau kronis yang mereka
54

derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak berubah karena


penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun
karena perubahan fisiologis yang terjadi.
2) Kelemahan (fatigue)
Kelemahan meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan
menurunkan kemampuan untuk mengatasi masalah. Apabila
kelemahan terjadi di sepanjang waktu istirahat, persepsi
terhadap nyeri akan lebih besar. Nyeri jarang dialami setelah
tidur atau istirahat yang cukup.
3) Gen
Penentuan sel-sel genetik kemungkinan dapat menentukan
ambang nyeri seseorang atau toleransi tehadap nyeri.
4) Fungsi neurologis
Fungsi neurologis klien memengaruhi pengalaman nyeri.
Faktor apa saja yang dapat memengaruhi atau mengganggu
penerimaan atau persepsi nyeri yang normal (contoh: cedera
medula spinalis, neuropatik perifer, atau penyakit-penyakit
saraf) dapat memengaruhi kesadaran dan respons klien
terhadap nyeri. Beberapa gen farmkaologis (analgesik, sedatif,
dan anestesi) memengaruhi persepsi dan respons terhadap
nyeri, karena itulah membutuhkan asuhan keperawatan yang
bersifat preventif.
b. Faktor sosial
1) Perhatian
Tingkatan di mana klien memfokuskan perhatiannya terhadap
nyeri yang dirasakan memengaruhi persepsi nyeri.
Meningkatnya perhatikan berhubungan dengan meningkatkan
nyeri, sebaliknya distraksi berhubungan dengan kurangnya
respons nyeri.
2) Pengalaman sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi
nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang
pernah mengalami nyeri nyeri atau menyaksikan penderitan
orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa
terancam. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode
55

penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap


harapan individu terhadap penanganan nyeri saat ini.
3) Keluarga dan dukungan sosial
Orang dengan nyeri terkadang tergantung pada keluarga atau
teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau perlindungan.
Meski masih merasa nyeri, tetapi kehadiran keluarga dapat
membuat pengalaman nyeri yang menyebabkan stres sedikit
berkurang.
c. Faktor spiritual
Spiritualitas menjangkau antara dan mencakup pencarian secara
aktif terhadap makna situasi di mana seseorang menemukan
dirinya sendiri. Aspek-aspek spiritual yang perlu diperhatikan
mencakup kehilangan rasa kemandirian dan menjadi beban bagi
keluarga.
d. Faktor psikologis
1) Kecemasan
Tingkat kualitas nyeri yang diterima klien berhubungan dengan
arti dari nyeri tersebut. Hubungan antara nyeri dan kecemasan
bersifat kompleks. Kecemasan terkadang meningkatkan
persepsi terhadap nyeri, tetapi nyeri juga menyebabkan
perasaan cemas.
2) Teknik koping
Teknik koping memengaruhi kemampuan untuk mengatasi
nyeri. Seseorang yang memiliki kontrol terhadap situasi
internal merasa bahwa mereka dapat mengontrol kejadian-
kejadian dan akibat yang terjadi dalam hidup mereka, seperti
nyeri. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kontrol terhadap
situasi ekternal merasa bahwa faktor lain dalam hidupnya
seperti perawat, bertanggung jawab terhadap akibat suatu
kejadian.
e. Faktor budaya
1) Arti dari nyeri
Sesuatu yang diartikan seseorang sebagai nyeri akan
memengaruhi pengalaman nyeri sebagaimana seseorang
beradaptasi terhadap kondisi tersebut.
56

2) Suku bangsa
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya memengaruhi
bagaimana seseorang mengatasi rasa sakitnya. Individu
belajar tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh
budayanya, termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri.
5. Penatalaksanaan
Menurut Prasetyo (2010 : 56-73) penatalaksanaan nyeri dibagi
menjadi :
a. Farmakologi
World Health Organization (WHO) merekomendasikan petunjuk
untuk pengobatan nyeri kanker, pedoman tersebut dikembangkan
dalam bentuk tangga analgesik yang membantu tenaga klinis
untuk menentukan obat-obatan mana yang harus diresepkan pada
klien. Kategori obat-obatan analgesik :
1) Analgesik non-opiat sering digunakan untuk berbagai keadaan
yang mengakibatkan nyeri seperti trauma, pembedahan, atau
kanker. Penggunaannya meliputi nyeri yang bersifat ringan
sampai sedang.
2) Analgesik opiat bekerja dengan mengikat reseptor opiat pada
neuron afferen, sehingga impuls nyeri akan terhenti pada
spinal cord dan tidak ditransmisikan ke korteks.
3) Analgesik opiat agonist-antagonist merupakan opiat
campuran, komponen yang menghambat efek opiat pada
salah satu reseptor dan memproduksi efek opiat pada reseptor
lain.
4) Analgesik opiat antagonist efek samping yang ditimbulkan
adalah efek sedasi, depresi pernapasan dan mual.
5) Patient Controlled Analgesia (PCA) merupakan terapi
farmakologi yang diberikan melalui seperangkat alat, yang
memungkinkan klien untuk mengontrol pemberian obat secara
mandiri melalui intravena, epidural, maupun subkutaneus dan
merupakan cara yang efektif dengan sistem pompa yang
sudah terprogram.
6) Analgesi epidural adalah pemberian opiat melalui kateter yang
dimasukkan ke ruang epidural.
57

7) Anestesi lokal merupakan manajemen nyeri yang efektif


tujuannya untuk menghilangkan sensasi pada lokalisasi
bagian tubuh tertentu.
b. Non-Farmakologi
1) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien
2) Bimbingan antisipasi
3) Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental
dan fisik dari ketegangan dan nyeri.
4) Imajinasi terbimbing dapat digunakan bersamaan saat
melakukan relasasi, atau merupakan tindakan terpisah.
Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk menciptakan kesan
dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan
tersebut.
5) Distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien
ke hal-hal lain di luar nyeri, yang dengan demikian diharapkan
dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri
bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Contoh :
menonton TV, mendengarkan musik dan lain-lain.
6) Akupungtur merupakan therapi pengobatan kuno dari China,
di mana akupungtur menstimulasi titik-titik tertentu pada tubuh
untuk meningkatkan aliran energi di sepanjang jalur yang
disebut meridian.
7) Biofeedback merupakan metode elektronik yang mengukur
respon fisiologis, seperti gelombang pada otak, kontraksi otot,
atau temperatur kulit kemudian “mengembalikan” memberikan
informasi tersebut ke klien.
8) Stimulasi kutaneus, teknik ini bekerja dengan menstimulasi
permukaan kulit untuk mengontrol nyeri.
9) Akupresur dapat dilakukan oleh klien sendiri dengan cara
menggunakan ibu jari atau jari untuk memberikan tekanan
pada titik akupresur untuk membebaskan ketegangan otot
kepala, bahu atau leher.
10) Psikoterapi dapat menurunkan persepsi nyeri pada beberapa
klien, terutama pada klien yang sangat sulit sekali mengontrol
nyeri.
58

6. Proses Keperawatan
Manajemen nyeri meluas melebihi pertolongan terhadap nyeri,
meliputi kualitas hidup klien dan kemampuan untuk bekerja secara
produktif, menikmati rekreasi serta melaksanakan perannya dalam
keluarga dan kehidupan sosial yang normal.
a. Pengkajian
Menurut Potter dan Perry (2010 : 231-240) ketika mengkaji nyeri,
perawat harus peka terhadap tingkat ketidaknyamanan klien.
Selain itu, tanyakan kepada klien pada level manakah klien dapat
melaksanakan perannya. Perawat harus menanyakan berapa
tingkat nyeri yang dirasa klien.
1) Ekspresi klien terhadap nyeri
Laporan klien terhadap nyeri yang dirasakan merupakan satu-
satunya indikator yang sangat dapat dipercaya tentang adanya
rasa nyeri dan intensitas nyeri yang dirasakan. Nyeri
merupakan sesuatu yang bersifat individual. Banyak klien
gagal dalam melaporkan atau mendiskusikan
ketidaknyamanan yang dirasakan; pada waktu yang sama,
banyak perawat percaya bahwa klien akan melaporkan adanya
nyeri apabila mereka merasakannya.
2) Intensitas nyeri
Salah satu karakteristik yang paling subjektif dan paling
berguna dalam pelaporan nyeri adalah “kehebatannya” atau
intensitasnya. Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien
untuk mengomunikasikan intensitas nyeri mereka.
a) Skala nyeri menurut Hayward :
No Skala Keterangan
1 Skala 0 tidak nyeri
2 Skala 1-3 nyeri ringan
3 Skala 4-6 nyeri sedang
4 Skala 7-9 sangat nyeri namun masih dapat dikontrol dengan
aktivitas yang biasa dilakukan
5 Skala 10 nyeri dan tidak bisa dikontrol
59

b) Skala nyeri menurut Wong-Baker FACES

3) Karakteristik nyeri
Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim membantu
perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis
nyeri, pola nyeri, serta jenis intervensi yang dapat memberikan
pertolongan terhadap nyeri.
4) Permulaan serangan/onset dan durasi
Memberi pertanyaan untuk menentukan permulaan serangan,
durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan?
Berapa lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri terjadi
pada waktu yang sama setiap hari? Berapa sering nyeri
tersebut muncul?
5) Lokasi
Untuk mengkaji lokasi nyeri, minta klien untuk mengatakan
atau menunjukkan semua area di mana klien merasa tidak
nyaman. Nyeri di klasifikasikan oleh lokasi, apakah
dipermukaan (superfisial) atau kutaneus, dalam (viseral),
berlokasi di bagian lain dari tubuh, atau meluas.
6) Kualitas
Dikarenakan tidak adanya kosakata yang lazim atau spesifik
dalam penggunaan secara umum, kata-kata yang dipilih klien
untuk menggambarkan nyeri sangat berarti. Ada beberapa
ketetapan tentang cara seseorang menggambarkan jenis nyeri
tertentu. Nyeri yang berhubungan dengan infark miokard
sering kali digambarkan sebagai sensasi hebat dan menusuk;
sebaliknya nyeri karena insisi bedah sering kali digambarkan
sebagai sensasi hebat.
7) Pola nyeri
Berbagai macam faktor memengaruhi pola nyeri. Hal ini
membantu untuk mengkaji kajian atau kondisi tertentu yang
60

memicu atau memperburuk nyeri. Minta klien untuk


menjelaskan aktivitas yang menyebabkan nyeri, seperti
gerakan fisik.
8) Tindakan mengurangi nyeri
Penting bagi perawat untuk tahu apakah klien memiliki cara
yang efektif dalam mengobati nyeri, seperti mengubah posisi,
menggunakan perilaku yang bersifat kebiasaan (berjalan,
mengayun, menggosok), makan, meditasi, berdoa atau
memberikan sensasi hangat atau dingin pada lokasi nyeri.
9) Gejala-gejala yang menyertai
Ada beberapa gejala yang menjadi penyebab memburuknya
nyeri, seperti depresi, cemas, lemas, anoreksia dan lain-lain.
Perawat perlu mengkaji gejala-gejala yang berhubungan
tersebut dan mengevaluasi efeknya terhadap persepsi nyeri
klien.
10) Efek nyeri terhadap klien
Nyeri merubah gaya hidup seseorang dan memengaruhi
kesejahteraan psikologis. Nyeri kronis menyebabkan
penderitaan, kehilangan kontrol, kesepian, ketidakmampuan,
kelelahan, dan gangguan kualitas hidup klien.
11) Efek perilaku
Ketika klien mengalami nyeri, kaji ekspresi, respons verbal,
gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial. Perawat perlu
untuk mau mendengarkan dan mengerti.
12) Pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari
Klien yang hidup dengan nyeri setiap hari memiliki sedikit
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas harian,
dimana hal ini akan memicu penurunan ketahanan fisik klien
tersebut. Pengkajian terhadap perubahan ini menyatakan
tingkat ketidakmampuan dan penyesuaian diri klien yang
penting untuk membantu klien dalam berpartisipasi dalam
perawatan diri klien.
13) Harapan klien
Beberapa klien mengalami nyeri selama beberapa jam atau
beberapa hari sebelum mencari pertolongan perawatan
61

kesehatan. Mengkaji pengalaman nyeri sebelumnya dan


intervensi efektif yang dilakukan di rumah yang memberikan
landasan terhadap apa yang akan perawat rencanakan.
b. Diagnosa keperawatan
Menurut Potter dan Perry (2010 : 240-241), diagnosa keperawatan
yang dapat diaplikasikan pada klien yang mengalami nyeri
menurut buku “Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 3” :
1) Defisit perawatan diri berhubungan dengan
berpakaian/berhias
2) Nyeri kronis
3) Nyeri akut
4) Kecemasan
5) Kelelahan
6) Rasa putus asa
7) Gangguan mobilitas fisik
8) Ketidakseimbangan asupan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh
9) Ketidakberdayaan
10) Harga diri rendah kronis
11) Insomnia
12) Gangguan interaksi sosial
13) Penderitaan secara spiritual
Menurut Potter dan Perry (2010 : 240-241) diagnosa keperawatan
berfokus kepada sifat nyeri yang spesifik untuk membantu perawat
dalam mengidentifikasi jenis intervensi yang paling efektif untuk
meredakan rasa nyeri dan meningkatkan fungsi/peran klien.
Diagnosa keperawatan menurut NANDA 2015-2017 yang akan
diuraikan antara lain:
1) Diagnosa I
a) Nyeri akut
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015 : 469-470) nyeri
akut merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan
(International Association for the study of Pain): awitan
62

yang tiba-tiba lambat dengan intensitas dari ringan hingga


berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga
(>3) bulan.
(1) Batasan karakteristik :
(a) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar
periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat
mengungkapkannya (mis., Neonatal Infant Pain
Scale, Pain Assessment Checklist for Senior with
Limited Ability to Communicate).
(b) Diaforesis.
(c) Dilatasi pupil.
(d) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya,
tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap
pada satu fokus, meringis).
(e) Fokus menyempit (mis.,persepsi waktu, proses
berpikir, interaksi dengan orang dan lingkungan).
(f) Fokus pada diri sendiri.
(g) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar
skala nyeri (mis., skala Wong-Baker FACES, skala
analog visual, skala penilaian numerik).
(h) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan
menggunakan standar instrumen nyeri (mis., McGill
Pain Questionnaire, Brief Pain Inventory),
(i) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
(mis., anggota keluarga, pemberian asuhan).
(j) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada).
(k) Perilaku distraksi.
(l) Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan
frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi
oksigen, dan endtidal karbon dioksida [CO2]).
(m) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
(n) Perubahan selera makan.
(o) Putus asa.
63

(p) Sikap melindungi area nyeri.


(q) Sikap tubuh melindungi.
(2) Fakor yang berhubungan:
(a) Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia,
neoplasma).
(b) Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka
bkar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
bedah, trauma, olahraga berlebihan).
(c) Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin,
metilen klorida, agens mustard).
b) NOC (Nursing Outcome Classification)
Menurut Moorhead, et al., ed (2008) NOC untuk diagnosa
nyeri akut antara lain :
(1) Kontrol nyeri
Definisi : tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri.
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
Mengenali kapan nyeri
1.
terjadi
Menggambarkan faktor
2.
penyebab
Menggunakan tindakan
3.
pencegahan
Menggunakan
4. analgesik yang
direkomendasikan
Melaporkan nyeri yang
5.
terkontrol
Keterangan skala :
Skala Keterangan Skala
1 tidak pernah menunjukkan
2 jarang menunjukkan
3 kadang-kadang menunjukkan
4 sering menunjukkan
5 secara konsisten menunjukkan
64

c) NIC (Nursing Intervention Classification)


Menurut Bulechek, Butcher, Dochterman, ed (2008), NIC
untuk kontrol nyeri tersebut antara lain :
(1) Manajemen nyeri
Definisi : pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien.
Aktivitas :
(a)Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.
(b) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat
menurunkan atau memperberat nyeri.
(c) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat.
(d)Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan
dukungan.
(e)Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri.
(f) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan.
(g)Dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan
penurun nyeri yang adekuat.
(h)Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
(i) Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan
nyeri.
(j) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimpelemtasikan tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologi, sesuai kebutuhan.
(2) Manajemen lingkungan: kenyamanan
Definisi : manipulasi lingkungan pasien untuk
mendapatkan kenyamanan yang optimal.
65

Aktivitas :
(a) Mempertimbangkan penempatan pasien di kamar
dengan beberapa tempat tidur.
(b) Mempertimbangkan sumber-sumber
ketidaknyamanan, seperti balutan yang lembab,
posisi selang, balutan yang tertekan, seprei kusut,
maupun lingkungan yang mengganggu.
(c) Memonitor kulit terutama daerah tonjolan tubuh
terhadap adanya tanda-tanda tekanan atau iritasi.
(d) Memberikan atau menyikirkan selimut untuk
meningkatkan kenyamanan terhadap suhu, seperti
yang diindikasikan.
(e) Menyediakan kamar terpisah jika terdapat
preferensi dan kebutuhan pasien (dan keluarga)
untuk mendapatkan ketenangan dan istirahat jika
memungkinkan.
(f) Menciptakan lingkungan yang tenang dan
mendukung.
(g) Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih.
(h) Menyesuaikan suhu ruangan yang paling
menyamankan individu, jika memungkinkan.
(i) Memposisikan pasien untuk memfasilitasi
kenyamanan.
(j) Kolaborasi dengan keluarga untuk menyediakan
pencahayaan dalam pemenuhan kebutuhan
kegiatan pasien.
2) Diagnosa II
a) Nyeri kronis
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015 : 471-472) nyeri
kronis merupakan pengalaman sensorik dan emosional
tidak menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual
atau potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan
(Internasional Association for the study of Pain); awitan
yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir
66

yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung


lebih dari tiga (>3) bulan.
(1) Batasan karakteristik :
(a) Anoreksia.
(b) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar
periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat
mengungkapkannya (mis., Neonatal Infant Pain
Scale, Pain Assessment Checklist for Senior with
Limited Ability to Communicate).
(c) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya,
tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap
pada satu fokus, meringis).
(d) Fokus pada diri sendiri.
(e) Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas
sebelumnya.
(f) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar
skala nyeri (mis., skala Wong-Baker FACES, skala
analog visual, skala penilaian numerik).
(g) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan
menggunakan standar instrumen nyeri (mis., McGill
Pain Questionnaire, Brief Pain Inventory).
(h) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
(mis., anggota keluarga, pemberian asuhan).
(i) Perubahan pola tidur.
(2) Fakor yang berhubungan:
(a) Agens pencedera*.
(b) Cedera medula spinalis.
(c) Cedera otot.
(d) Cedera tabrakan.
(e) Distres emosi.
(f) Fraktur.
(g) Gangguan genetik.
(h) Gangguan imun (mis., neuropati karena human
immunodeficiency virus [HIV], virus varisela zoster.
(i) Gangguan iskemik.
67

(j) Gangguan metabolik.


(k) Gangguan muskuloskeletal kronis.
(l) Gangguan pola tidur.
(m) Infiltrasi tumor.
(n) Isolasi sosial.
(o) Jender wanita.
(p) Keletihan.
(q) Kerusakan sistem saraf ,
(r) Ketidakseimbangan neurotransmiter,
neuromodulator, dan reseptor.
(s) Kompresi otot.
(t) Kontusio.
(u) Malnutrisi.
(v) Mengangkat beban berat berulang.
(w) Pasca-trauma karena gangguan (mis., infeksi,
inflamasi).
(x) Pengguanaan komputer lama (20 jam/minggu).
(y) Peningkatan indeks massa tubuh.
(z) Peningkatan kadar kortisol lama.
(aa) Pola seksualitas tidak efektif.
(bb) Riwayat hutang terlalu banyak.
(cc) Riwayat mutilasi genital.
(dd) Riwayat olahraga terlalu berat.
(ee) Riwayat penganiayaan (mis., fisik, psikologis,
seksual.
(ff) Riwayat penyalahgunaan zat.
(gg) Riwayat postur tubuh statis dalam bekerja.
(hh) Usia >50 tahun.
(ii) Vibrasi seluruh tubuh.
b) NOC (Nursing Outcome Classification)
Menurut Moorhead, et al., ed (2008) NOC untuk diagnosa
nyeri akut antara lain :
(1) Tingkat nyeri
Definisi : keparahan dari nyeri yang diamati atau
dilaporkan.
68

Kriteria hasil :
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Nyeri yang dilaporkan
Mengerang dan
2.
menangis
3. Ekspresi nyeri wajah
4. Tidak bisa beristirahat
5. Tidak nafsu makan
Keterangan skala :
Skala Keterangan Skala
1 Berat
2 cukup berat
3 Sedang
4 Ringan
5 tidak ada

c) NIC (Nursing Intervention Classification)


Menurut Bulechek, Butcher, Dochterman, ed (2008), NIC
untuk kontrol nyeri tersebut antara lain :
(1) Pemijatan
Definisi : stimulasi kulit dan jaringan dasar dengan
berbagai level tekanan tangan yaang bertujuan untuk
menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau
memperbaiki stimulasi.
Aktivitas :
(a) Mengkaji adanya kontraindikasi seperti penurunan
platelet, penurunan integitas kulit, trombosis vena
dalam, area dengan lesi terbuka, kemerahan atau
inflamasi, bengkak dan hipersensitivitas terhadap
sentuhan.
(b) Mengkaji keinginan pasien untuk dilakukan
pemijatan.
(c) Menyiapkan lingkungan yang hangat, nyaman, dan
memiliki privasi, tanpa adanya distraksi.
69

(d) Menggunakan lotion, atau minyak untuk


mengurangi gesekan.
(e) Pijat tangan atau kaki jika lokasi yang lain tidak
nyaman atau jika hal itu lebih nyaman untuk pasien.
(f) Pijat secara terus-menerus, halus, usapan yang
panjang meremas; atau getaran dengan telapak
tangan, jari dan jempol.
(g) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam dan
rileks selama pemijatan.
(h) Anjurkan pasien untuk beristirahat pada saat pijat
sudah diselesaikan dan siap untuk selanjutnya
mulai untuk bergerak perlahan-lahan.
(i) Kolaborasi dengan pasien untuk menentukan
bagian-bagian yang tidak nyaman jika dipijat.
(j) Kolaborasi dengan pasien untuk menentukan lama
waktu pemijatan.
(2) Pengaturan posisi
Definisi : menempatkan pasien atau bagian tubuh
tertentu dengan sengaja untuk meningkatkan
kesejahteraan fungsi fisiologis dan psikologis.
Aktivitas :
(a) Mengkaji status oksigenasi [pasien sebelum dan
sesudah perubahan posisi].
(b) Meninggikan bagian tubuh yang terkena dampak.
(c) Memposisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
(misl., posisi semi fowler).
(d) Meminimalisir gesekan dan cedera ketika
memposisikan dan membalikkan tubuh pasien.
(e) Membalikkan pasien dengan menggunakan tehnik
gelinding dan gulung/log roll technique.
(f) Membalikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi
kulit.
(g) Membalikkan pasien yang tidak sadar setiap 2 jam
atau sesuai dengan jadwal.
(h) Ajarkan pasien untuk melakukan ROM aktif.
70

(i) Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur


tubuh dan mekanika tubuh yang baik ketika
beraktivitas.
(j) Kolaborasi dengan pasien posisi tidur yang
diinginkan dan memasukkan ke dalam rencana
perawatan jika tidak ada kontraindikasi.
71

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joabe M. Dochterman, ed. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). Mobsy Elsevier, St. Louis.

Herdman, T Heather, Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi 2015-2017. Alih bahasa Budi Anna Keliat ... [et al.]. Edisi.
10. EGC, Jakarta.

Moorehead, Sue., Marion Johnson, dan Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier, St. Louis.

Mubarak, Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia : Teori & Aplikasi dalam Praktik. EGC, Jakarta.

Potter, Patricia A dan Perry, Anne G. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7


Buku. Salemba Medika, Jakarta.

Prasetyo, Sigid Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
72

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILISASI

A. Definisi
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), konsep dasar mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh
untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).

B. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi


Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), faktor yang mempengaruhi
mobilisasi antara lain :
1. Gaya hidup
Mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
Contoh sederhananya adalah wanita jawa dituntut untuk berpenampilan
lemah dan lembut. Selain itu, tabu bagi mereka untuk melakukan
aktivitas yang berat.
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan
ada dua macam, yakni ketidakmampuan primer dan sekunder.
Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma
(mis.,paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (mis.,kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit – penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh
terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi.
Dalam hal ini, cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu
73

bervariasi. Disamping itu, ada kecenderungan seseorang untuk


menghindari stressor guna mempertahankan kesehatan fisik dan
psikologis.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk
melakukan aktivitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.

C. Jenis Imobilitas
Imobilisasi merupakan suatu kondisi yang relatif. Maksudnya individu
tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga
mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya.
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), secara umum ada beberapa
macam keadaan imobilitas antara lain :
1. Imobilitas fisik. Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya
pada kasus kerusakan otak.
3. Imobilitas emosional. Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4. Imobilitas sosial. Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.

D. Dampak Fisik dan Psikologis Imobilitas


Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), masalah imobilisasi dapat
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis.
Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi,
kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan
konsep diri. Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian
antara emosi dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta
kesepian yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri, dan apatis.
Sedangkan masalah fisik dapat terjadi adalah sebagai berikut :
1. Sistem musculoskeletal
74

Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah,


seperti :
a. Osteoporosis. Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada
tulang tulang akan mengalami demineralisasi (osteoporosis).
Proses ini akan menyebabkan tulang kehilangan kekuatan dan
kepadatannya sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah.
b. Atrofi otot. Otot yang tidak digunakan dalam waktu lama akan
kehilangan sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.
c. Kontraktur. Pada kondisi imobilisasi serabut otot tidak mampu
memanjang atau memendek. Lama kelamaan akan menyebabkan
kontraktur (pemendekan otot permanen). Sering mengenai sendi,
tendon, dan ligamen.
d. Kekakuan dan nyeri sendi. Tulang akan mengalami demineralisasi
yang akan menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat
mengakibatkan kekakuan dan nyeri pada sendi.
2. Eliminasi urin
Masalah umum yang ditemui pada sistem perkemihan akibat
imobilisasi antara lain :
a. Stasis urine. Saat individu berada dalam posisi berbaring untuk
waktu lama, gravitasi justru akan menghambat proses tersebut.
Akibatnya, pengosongan urine menjadi terhambat, dan terjadilan
stasis urine (terhentinya atau terhambatnya aliran urine)
b. Batu ginjal. Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidakseimbangan
antara kalsium dan asam sitrat yang menyebabkan kelebihan
kalsium. Akibatnya urine menjadi lebih basa, dan garam kalsium
mempresipitasi terbentuknya batu ginjal. Pada posisi horizontal
akibat mobilisasi, pelvis ginjal yang terisi urine basa menjadi tempat
yang ideal untuk pembentukan batu ginjal.
c. Retensi urine. Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seorang untuk
melemaskan otot perineum pada saat berkemih. Selain itu,
penurunan tonus otot kandung kemih juga menghambat
kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara tuntas.
d. Infeksi perkemihan. Urine yang statis merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Organisme yang umumnya
menyebabkan infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli.
75

3. Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga fungsi system pencernaan,
yaitu fungsi ingesti, digesti dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah yang
umum ditemui salah satunya adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat
penurunan peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut,
feses akan menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk
mengeluarkannya.
4. Respirasi
a. Penurunan gerak pernapasan. Disebabkan oleh pembatasan gerak,
hilangnya koordinasi otot atau karena jarangnya otot-otot tersebut
digunakan. Obat-obat tertentu (mis., sedative dan analgesic) dapat
pula menyebabkan kondisi ini.
b. Penumpukan sekret. Pada kondisi imobilisasi, secret terkumpul
pada jalan nafas, akibat gravitasi sehingga mengganggu proses
difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Selain itu, upaya batuk
untuk mengeluarkan secret juga terhambat karena melemahnya
tonus otot-otot pernapasan.
c. Atelektasis. Pada kondisi tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran
darah regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini,
ditambah dengan sumbatan sekret pada jalan napas, dapat
mengakibatkan atelektasis.
5. Sistem kardiovaskular
a. Hipotensi ortostatik. Terjadi karena system saraf otonon tidak dapat
menjaga keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu individu
bangun dari posisi berbaring dalam waktu lama.
b. Pembentukan trombus.
c. Edema dependen. Bisa terjadi di area yang menggantung, seperti
kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering duduk berjuntai
dikursi.
6. Metabolisme dan nutrisi
a. Penurunan laju metabolisme
b. Balans nitrogen negatif
c. Anoreksia
76

7. Sistem integumen
a. Turgor kulit menurun
b. Kerusakan kulit
8. Sistem neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnnya
input sensorik, menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak
realistis, dan mudah bingung.

E. Anatomi Fisiologi
Menurut Potter dan Perry (2010), anatomi fisiologi dan regulasi
pergerakan pada mobilisasi antara lain :
1. Sistem rangka.
Rangka memberikan hubungan antara otot dan ligamen dan
memberikan suatu pengungkit yang dibutuhkan untuk bergerak. Oleh
karena itu rangka adalah suatu kerangka pendukung tubuh dan dibentuk
oleh empat jenis tulang yaitu :
a. Tulang panjang
Misalnya : tulang femur, fibula, dan tibia pada kaki.
b. Tulang pendek
Misalnya : tulang karpal pada kaki dan tulang patella pada lutut.
c. Tulang pipih
Seperti beberapa tulang dibagian tengkorak dan rusuk pada dada.
d. Tulang ireguler
Membentuk kolumna vertebralis dan beberapa tulang dibagian
tengkorak seperti mandibula.
2. Sendi adalah penghubung diantara tulang. Masing-masing sendi
diklasifikasikan sesuai struktur dan derajat mobilisasinya. Terdapat
empat klasifikasi sendi, yaitu: sinostosik, kartilago, fibrosa dan sinovial.
a. Sendi sinostosik adalah sendi yang menghubungkan antara tulang.
Contoh klasik sendi ini adalah tengkorak, yang peleburan sendinya
terjadi di usia yang akan bertambah.
b. Sendi kartilago atau sendi sinkondrosia berfungsi menggabungkan
komponen tulang. Jenis sendi ini meungkinkan pertumbuhan tulang,
dan tetap memberikan stabilitas.
77

c. Sendi fibrosa atau sendi sindesmosis dalah sendi yang ligament


atau membrannya menyatukan dua permukaan tulang. Tulang yang
berpasangan pada kaki bawah (tibia dan fibula) adalah contoh dari
sendi sindesmosis (Copstead-Kirkhorn dan Banasik, 2005).
d. Sendi sinovial atau sendi nyata adalah sendi yang bebas gerak
dimana permukaan tulang kontigus ditutupi oleh tulang kartilago
articular, dihubungkan dengan ligament, serta diselubungi oleh
membrane sinovial.
3. Ligamen. Ligamen berwarna putih bercahaya, dan memiliki ikatan
jaringan fibrosa fleksibel yang berikatan pada sendi dan
menghubungkan tulang serta kartilago.
4. Tendon. Tendon berwarna putih, berkilau, dan memiliki ikatan jaringan
fibrosa yang menghubungkan otot pada tulang. Bersifat kuat, fleksibel,
dan elastis serta memiliki panjang dan tebal yang berbeda-beda. Tenon
Achilles (tendon kalkaneus) adalah tendon yang paling tebal dan kuat
dalam tubuh.
5. Kartilago. Tidak memiliki pembuluh darah; mendukung jaringan
penghubung; terutama berada pada sendi thoraks, trakea, laring,
hidung, dan telinga.
6. System saraf. Meregulasi pergerakan dan postur.
7. Otot rangka. Pergerakan tulang dan sendi meliputi proses aktif yang
diintegrasikan dengan hati-hati, untuk meningkatkan koordinasi. Otot
rangka, karena kemampuannya berkontraksi dan relaksasi serta
melekat pada rangka, akan meningkatkan kontraktilitas elemen-elemen
pada otot rangka.

F. Klasifikasi Gangguan
Menurut Wahid (2013), Klasifikasi gangguan mobilitas antara lain :
1. Fraktur
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care plans documentation menyebutkan bahwa
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
78

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :


1) Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang
dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor instrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan
daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
b. Tanda dan gejala
1) Deformitas
2) Bengkak/edema
3) Echimosis (memar)
4) Spasme otot
5) Nyeri
6) Kurang/hilang sensasi
7) Krepitasi
8) Pergerakan abnormal
9) Rontgen abnormal
2. Sprain
Adalah bentuk cedera berupa penguluran atau robekan pada
ligament (jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau
kapsul sendi yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan parah pada
ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada
sendi.
a. Penyebab sprain :
1) Jatuh, terpelintir
2) Tekanan pada tubuh yang menyebabkan sendi bergeser
sehingga menjadi cedera ligament.
b. Tanda dan gejala
1) Memar
79

2) Nyeri
3) Bengkak
4) Sulit menggerakan sendi

3. Strain
Adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendon karena
penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Strain
adalah bentuk cedera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur
muskulotendinous (otot dan tendon)
a. Penyebab strain :
1) Otot/tendon terpelintir atau mengalami tarikan
2) Over stressing dan mengangkat benda yang berat
b. Tanda dan gejala
1) Nyeri
2) Spasme otot
3) Kelemahan otot
4) Bengkak
5) Kram
6) Sulit menggerakkan otot
4. Dislokasi
Adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi)
a. Penyebab dislokasi :
1) Cedera olahraga
2) Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor
3) Terjatuh
b. Tanda dan gejala
1) Nyeri
2) Perubahan kontur sendi
3) Perubahan panjang ekstermitas
4) Kehilangan mobilitas normal
5) Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6) Deformitas
80

7) Kekakuan

G. Pengkajian Fungsional
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), saat mengkaji data tentang
masalah imobilitas, perawat menggunakan metode pengkajian inspeksi,
palpasi, dan auskultasi. Selain itu perawat juga memeriksa hasil tes
laboratorium serta mengukur berat badan, asupan cairan, dan haluaran
cairan klien. Karena tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah
komplikasi imobilitas, maka perawat perlu mngidentifikasi klien yang berisiko
mengalami komplikasi. Ini termasuk klien yang mengalami gizi buruk,
penurunan sensivitas terhadap nyeri, temperature atau tekanan, masalah
kardiovaskular, paru, dan neuromuscular, serta perubahan tingkat
kesadaran.
Menurut Potter dan Perry (2010), pengkajian mobilisasi klien berfokus
pada ROM, gaya berjalan, latihan dan toleransi aktivitas, serta kesejajaran
tubuh. Saat merasa ragu akan kemampuan klien, lakukan pengkajian
mobilisasi, dengan klien berada pada posisi yang paling mendukung dan
berada pada tingkat mobilisasi yang paling tinggi sesuai dengan toleransi
klien. Umumnya pengkajian pergerakan dimulai dari saat klien berbaring,
kemudian mengkaji posisi duduk ditempat tidur, berpindah ke kursi, dan
yang terakhir saat berjalan. Hal ini membantu keselamatan pasien.

H. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang terkait dengan
masalah aktivitas dan olahraga antara lain sebagai berikut.
1. Intoleransi aktivitas
2. Risiko intoleransi aktivitas
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Risiko disuse syndrome
Menurut Mubarak, Indrawati, dan Susanto (2015), diagnosa
keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanik tubuh dan ambulasi,
antara lain sebagai berikut :
81

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan


akibat spasme muskuloskeletal pada ekstremitas, nyeri akibat
peradangan sendi, atau penggunaan alat bantu dalam waktu lama.
2. Risiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan
tidak stabil, atau penggunaan tongkat yang tidak benar.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara
umum.

I. Perencanaan
1. Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi, batasan karakteristik, dan factor yang berhubungan
diagnosa tersebut menurut NANDA 2015-2017, yaitu :
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerak fisik atau satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri dan terarah.
b. Batasan karakteristik
1) Dyspnea setelah beraktivitas
2) Gangguan sikap berjalan
3) Gerakan lambat
4) Gerakan spastik
5) Gerakan tidak terkoordinasi
6) Instabilitas postur
7) Kesulitan membolak-balik posisi
8) Keterbatasan rentang gerak
9) Ketidaknyamanan
10) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, fokus pada aktivitas sebelum sakit)
11) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus
12) Penurunan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar
13) Penurunan waktu reaksi
14) Tremor akibat bergerak
c. Faktor yang berhubungan
1) Agens farmaseutikal
2) Ansietas
82

3) Depresi
4) Disuse
5) Fisik tidak bugar
6) Gangguan fungsi kognitif
7) Gangguan metabolisme
8) Gangguan muskuloskeletal
9) Gangguan neuromuskular
10) Gangguan sensoriperseptual
11) Gaya hidup kurang gerak
12) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
13) Intoleransi aktivitas
14) Kaku sendi
15) Keengganan memulai pergerakan
16) Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
17) Kerusakan integritas struktur tulang
18) Keterlambatan perkembangan
19) Kontraktur
20) Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
21) Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
22) Malnutrisi
23) Nyeri
24) Penurunan kekuatan otot
25) Penurunan kendali otot
26) Penurunan ketahanan tubuh

d. NOC (Nursing Outcomes Classification)


Menurut Moorhead, Johnson, Mass, ed., (2013) NOC untuk
Hambatan mobilitas fisik antara lain :
NOC : Ambulasi
Definisi : tindakan personal untuk berjalan dari satu tempat ke
tempat lain secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
Indikator
Skala
No. Indikator
1 2 3 4 5
1. Berjalan dengan langkah yang efektif
83

2. Berjalan dengan pelan


3. Berjalan dalam jarak yang dekat (< 1 blok / 20
meter)
4. Berjalan dalam jarak yang sedang (> 1 blok < 5
blok)
5. Berjalan mengelilingi kamar

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

e. NIC (Nursing Interventions Classification)


Menurut Bulechek, Butcher, dan Dochteman, ed., (2013) NIC
untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik antara lain :
1) Terapi Latihan : Ambulasi
Definisi : peningkatan dan bantuan berjalan untuk menjaga atau
mengembalikan fungsi tubuh otonom dan volunter selama
pengobatan dan pemulihan dari penyakit atau cidera.
Aktivitas :
a) Monitor penggunaan kruk pasien atau alat bantu berjalan
lainnya
b) Bantu pasien untuk duduk disisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh
c) Bantu pasien untuk perpindahan sesuai kebutuhan
d) Bantu pasien dengan ambulasi awal dan jika diperlukan
e) Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika
sesuai
f) Instruksikan pasien untuk memposisikan diri sepanjang
proses perpindahan
g) Instruksikan pasien/caregiver mengenai perpindahan dan
teknik ambulasi yang aman
h) Dorong ambulasi independen dalam batas aman
84

i) Anjurkan pasien untuk “bangkit sebanyak dan sesering


yang diinginkan” (up ad lib)
j) Kolaborasikan pada ahli terapi fisik mengenai rencana
ambulasi, sesuai kebutuhan
2) Peningkatan Mekanika Tubuh
Definisi : memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan
dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah kelelahan dan
ketegangan atau injuri muskuloskeletal.
Aktivitas :
a) Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan
postur [tubuh] yang benar
b) Monitor perbaikan postur [tubuh]/mekanika tubuh pasien
c) Kaji pemahaman pasien mengenai mekanika tubuh dan
latihan (misalnya, mendemonstrasikan kembali teknik
melakukan aktivitas/latihan yang benar)
d) Bantu pasien untuk mendemonstrasikan posisi tidur yang
tepat
e) Bantu untuk menghindari duduk dalam posisi yang sama
dalam jangka waktu yang lama
f) Bantu pasien melakukan latihan fleksi untuk memfasilitasi
mobilisasi punggung, sesuai indikasi
g) Edukasi pasien tentang pentingnya postur [tubuh] yang
benar untuk mencegah kelelahan, ketegangan atau injuri
h) Edukasi pasien mengenai bagaimana menggunakan postur
[tubuh] dan mekanika tubuh untuk mencegah injuri saat
melakukan berbagai aktivitas
i) Edukasi pasien/keluarga untuk mengidentifikasikan latihan
postur [tubuh] yang sesuai
j) Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan
peningkatan mekanika tubuh, sesuai indikasi
2. Diagnosa 2 : Intoleransi Aktivitas
Definisi, batasan karakteristik, dan faktor yang berhubungan
diagnosa tersebut menurut NANDA 2015-2017, yaitu :
85

a. Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk


mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan

b. Batasan karakteristik
1) Dyspnea setelah beraktivitas
2) Keletihan
3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis.,aritmia, abnormalitas
konduksi, iskemia)
5) Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6) Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
c. Faktor yang berhubungan
1) Gaya hidup kurang gerak
2) Imobilitas
3) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4) Tirah baring
d. NOC (Nursing Outcomes Classification)
Menurut Moorhead, Johnson, Maas, ed., (2013) NOC untuk
diagnosa intoleransi aktivitas antara lain :
Tingkat kelelahan
Indikator :
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Kelelahan
2. Kelesuan
3. Kehilangan selera makan
4. Nyeri otot
5. Nyeri sendi

Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
86

5. Tidak ada

e. NIC (Nursing Interventions Classification)


Menurut Bulechek, Butcher, dan Dochteman, ed., (2013)
NIC untuk diagnosa Intoleransi Aktivitas antara lain :
1) Terapi Aktivitas
Definisi : peresepan terkait dengan menggunakan bantuan fisik,
kognisi, sosial dan spiritual untuk meningkatkan frekuensi dan
durasi dari aktivitas kelompok.
Aktivitas :
a) Monitor respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap
aktivitas
b) Ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melakukan
pergerakan otot secara berkala sesuai dengan indikasi
c) Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan
dalam level aktivitas tertentu
d) Fasilitasi aktivitas pengganti pada saat klien memiliki
keterbatasan waktu, energi, maupun pergerakan dengan
cara berkonsultasi pada terapis fisik, okupasi dan terapis
rekreasi
e) Bantu klien dan keluarga memantau perkembangan klien
terhadap pencapaian tujuan [yang diharapkan]
f) Instruksikan keluarga untuk memberikan pujian positif
karena ketersediaannya untuk terlibat dalam kelompok
g) Tingkatkan gaya hidup dengan memulai aktivitas fisik untuk
mencegah peningkatan berat badan yang tidak diinginkan
h) Dorong aktivitas kreatif yang tepat
i) Ajarkan metode-metode untuk meningkatkan aktivitas fisik
yang tepat
j) Berkolaborasi dengan [ahli] terapis fisik, okupasi dan
terapis rekreasional dalam perencanaan dan pemantauan
program aktivitas, jika memang diperlukan
2) Manajemen Energi
87

Definisi : pengaturan energi yang digunakan untuk menangani


atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi.

Aktivitas :
a) Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
b) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber
energi yang adekuat
c) Monitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur pasien
d) Bantu pasien memprioritaskan kegiatan untuk
mengakomodasi energi yang diperlukan
e) Bantu pasien identifikasi pilihan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan
f) Instruksikan pasien/SO untuk mengenali tanda dan gejala
kelelahan yang memerlukan pengurangan aktivitas
g) Anjurkan senam aerobik sesuai kemampuan pasien
h) Anjurkan pasien untuk memilih aktivitas-aktivitas yang
membangun ketahanan
i) Anjurkan periode istirahat dan kegiatan secara bergantian
j) Kolaborasikan dengan ahli gizi mengenai cara
meningkatkan asupan energi dari makanan
88

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joabe M. Dochterman, ed. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis: Mobsy Elsevier.

Herdman, T Heather, Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi


dan Klasifikasi 2015-2017. Alih bahasa Budi Anna Keliat., [et al.]. Edisi. 10.
Jakarta: EGC.

Mooehead, Sue., Marion Johnson, dan Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Mosby Elsevier.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati, dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Pearce, C Evelyn. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk Paramedis. Alih Bahasa Sri
Yuliani Handoyoi. Jakarta: IKAPI.

Potter, Patrica Adan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa Renata
Komalasari, et al. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia Adaan Anne Griffin Perry. 2010. Fundamental of Nursing:


Fundamental Keperawatan. Alih Bahasa Diah Nur Fitriani, dkk. Buku III.
Edisi VII. Jakarta: Salemba Medika.
89

LAPORAN PENDAHULUAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit


1. Definisi
Keseimbangan cairan adalah keseimbangan antara masukkan dan
keluaran cairan.Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa dalam
tubuh berfungsi untuk mempertahankan kesehatan dan semua sistem
tubuh.Ketidakseimbangan menggangu fungsi sistem respirasi,
metabolisme kardiovaskuler, perkemihan, dan sistem saraf pusat. (Potter
dan Perry, 2010)
2. Klasifikasi
a. Cairan
Menurut Tamsuri (2008), cairan tubuh didistribusikan dalam dua
kompartemen yang berbeda, yaitu :
1) Kompartemen cairan intraseluler (CIS)
Jumlah cairan intraseluler 2/3 dari jumlah total cairan tubuh (67%)
dan terdapat dalam sekitar 75 triliun sel tubuh. Besarnya
konsentrasi dan jumlah zat terlarut dalam masing-masing sel
berubah-ubah, bergabung pada jenis sel yang ada.Cairan
intraseluler mengisi 40% dari berat tubuh.
2) Kompartemen cairan ekstraseluler (CES)
Seluruh cairan diluar sel disebut sebagai cairan ekstraseluler.
Cairan ini mengisi 20% dari berat tubuh atau memenuhi 1/3 dari
jumlah total cairan tubuh. Cairan ekstraseluler dikelompokkan
menjadi plasma dan cairan intersisial.Plasma mengisi ¼ dari
volume cairan ekstraseluler, sedangkan sisanya diisi cairan
intersisial.
b. Elektrolit
Menurut Kozier, et al (2011), klasifikasi elektrolit adalah sebagai
berikut :
1) Natrium
Natrium merupakan kation yang terbanyak dicairan ekstrasel dan
merupakan kontributor utama terhadap osmolaritas serum.Natrium
berfungsi untuk mengendalikan dan mengatur keseimbangan air.
90

2) Kalium
Kalium merupakan kation untuk di dalam cairan intrasel, hanya
sedikit ditemukan berada di dalam plasma dan cairan
interstitial.Kalium sangat penting dalam mempertahankan
keseimbangan cairan di CIS.

3) Kalsium
Sebagian besar kalsium di dalam tubuh berada dalam sistem
rangka, relative sedikit berada di dalam cairan ekstrasel.Kalium
sangat penting dalam pengaturan kontraksi dan relaksasi otot,
fungsi neuromuskuler dan fungsi jantung.
4) Magnesium
Magnesium terutama ditemukan di dalam tulang rangka dan cairan
intrasel.Magnesium penting untuk metabolisme intrasel, yang
terutama terlibat dalam produksi dan penggunaan ATP.
5) Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam CES.Fungsi klorida
bersama dengan natrium adalah untuk mengatur osmolaritas
serum dan volume darah.
6) Fosfat PO 4
Fosfat merupakan merupakan anion utama dalam cairan
intrasel.Fosfat juga ditemukan dalam CES dan terlibat dalam
banyak kerja kimia sel, fosfat esensial untuk fungsi otot, saraf dan
sel arah merah.Fosfat juga terlibat dalam metabolisme protein,
lemak, dan karbohidrat.
7) Bikarbonat HCO 3
Bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan ekstrasel.Fungsi
utamanya adalah mengatur kesimbangan asam basa sebagai
komponen esensial dari system buffer asam karbonat-bikarbonat.
3. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), pengeluaran cairan dapat
terjadi melalui beberapa organ, yaitu :
1) Kulit
91

Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis


yang merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada
kelenjar keringat disebabkan oleh aktivitas otot, temperatur
lingkungan yang tinggi, dan kondisi demam.Pengeluaran cairan
melalui kulit dikenal dengan istilah Insensible Water Loss (IWL).
Hal yang sama juga berlaku pada paru-paru sedangkan
pengeluaran cairan melalui kulit berkisar 15-20 jam atau 350-400
ml/hari.
2) Paru-paru
Meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan
suatu bentuk respon terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas karena pergerakkan atau kondisi demam.IWL
untuk paru adalah 350-400 ml/hari.
3) Pencernaan
Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem
pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. Perhitungan IWL
secara keseluruhan adalah 10-15 ml/kg BB/24 jam, dengan
penambahan 10% dari IWL normal setiap kenaikan suhu 1° C .
4) Ginjal
Ginjal merupakan organ pengekresi sekitar 1500 ml/hari.
b. Fisiologi
Menurut Asmadi (2008), salah satu tujuan pelayanan keperawatan
adalah membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Lima
tingkat kebutuhan dasar menurut Maslow adalah kebutuhan fisiologi,
kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan mencintai dan
dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi
diri.Kebutuhan fisiologi meliputi oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi,
istirahat, dan lain sebagainya.
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), air menempati porposi yang
besar dalam tubuh.Agar dapatmempertahankan kesehatan dan
kehidupannya,maka manusia membutuhkan cairan dan elektrolit yang
tepat di berbagai jaringan tubuh.Pengaturan keseimbangan cairan
terjadi melalui, antara lain :
1) Rasa haus
92

Rasa haus adalah keinginan yang disadari terhadap kebutuhan


akan cairan. Osmoreseptor yang terletak pusat rasa haus
hipotalamus sensistif terhadap perubahan osmolaritas pada cairan
ekstrasel.
2) Hormon ADH
Stimulasi utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Selain itu sekresi
juga dapat terjadi pada kondisi stress, trauma, pembedahan, nyeri,
dan penggunaan beberapa jenis anestetik dan obat-obatan.
3) Hormon aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada
tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium.Retensi
natrium mengakibatkan retensi air.
4) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat
dibanyak jaringan dan berperan dalam respon radang,
pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus, dan motilitas
gastrointestinal.Di ginjal, prostaglandin berperan mengatur
sirkulasi ginjal, respon natrium.

5) Glukokortikoid
Meningkatkan reabsorbsi natrium dan air sehingga memperbesar
volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh karena itu,
perubahan kadar glukokortikoid mengakibatkan perubahan pada
keseimbangan volume darah.
4. Pergerakkan Cairan dan Elektrolit
Menurut Mubarak dan Chayatin (2007), regulasi cairan dalam tubuh
adalahhubungan timbal balik antara sejumlah komponen, termasuk air
dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang cairan,
membran, sistem transport, enzim, dan tonisitas.Sirkulasi cairan dan
elektrolit terjadi dalam tiga tahap yaitu plasma darah bergerak diseluruh
tubuh melalui sistem sirkulasi, cairan interstisial dan komponennya
bergerak diantara kapiler darah dan sel, serta cairan dan substansi
bergerak dari cairan interstisial kedalam sel.
93

Menurut Asmadi (2008), pergerakkan cairan tubuh dipengaruhi oleh


gaya-gaya utama yang menyebabkan cairan dan elektrolit tersebut
bergerak. Gaya tersebut meliputi :
a. Difusi
Difusi adalah pengaliran larutan dari daerah yang konsentrasinya
tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah dan hasil akhir dari
proses difusi adalah konsentrasi di kedua kompartemen menjadi
sama.
b. Omosis
Osmosis adalah gerakan air melewati membran semipermeabel dari
area dengan konsentrasi zat terlarut rendah ke area dengan
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi.
c. Filtrasi
Tekanan filtrasi merupakan cara lain di mana air dan partikel-partikel
bergerak melewati membran. Gerakan ini terjadi akibat bobot atau
tekanan cairan lebih besar pada satu sisi membran dibandingkan
dengan sisi lain.
d. Transport aktif
Pada transpor aktif, zat-zat dapat bergerak melewati membran sel dari
larutan yang konsentrasinya rendah ke konsentrasi yang tinggi
dengan memakai energi.Ini berguna unutk keseimbangan elektrolit.
5. Faktor yang Berpengaruh
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit antara lain :

a. Usia
Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah asupan cairan
yang besar yang diimbangi dengan haluaran yang besar pula,
metabolisme tubuh yang tinggi, masalah yang muncul akibat
imaturitas fungsi ginjal, serta banyaknya cairan yang keluar melalui
ginjal, dan proses penguapan.
b. Temperatur lingkungan
94

Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan


menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang sangat
panas, seseorang akan kehilangan 750-2000 ml air/jam dan 15-30
garam /hari.
c. Kondisi stress
Kondisi stres mempengaruhi metabolisme sel, konsentrasi glukosa
darah, dan glikosis otot.Kondisi stres mencetuskan pelepasan
hormone anti-dieuretik sehingga produksi urine menurun.
d. Keadaan sakit
Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain luka bakar, gagal ginjal, dan payah jantung.
e. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin
serum. Jika albumin serum menurun, cairan interstisial tidak bias
masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema.Menurut Kozier, et
al. (2011), edema adalah kelebihan cairan interstisial. Pada kelebihan
cairan, rongga intravaskuler dan interstisial mengalami peningkatan
kandungan air dan natrium.Edema biasanya peling jelas tampak di
area yang tekanan jaringannya rendah, seperti disekitar mata.edema
dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme utama yaitu
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, penurunan tekanan onkotik
plasma, dan peningkatan permeabilitas kapiler.
6. Jenis Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Menurut Potter dan Perry (2010), gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit meliputi :
a. Ketidakseimbangan elektrolit
1) Ketidakseimbangan natrium
Hiponatremia adalah keadaan dimana konsentrasi natrium dalam
darah lebih rendah dari kadar normal, yang dapat terjadi saat
kehilangan natrium atau kelebihan cairan. Jika kekurangan
natrium terus terjadi, tubuh terus mempertahankan volume darah
dan jaringan interstitial. Akibatnya kadar natrium dalam cairan
ekstraseluler menjadi padat. Hipernatremia adalah konsentrasi
natrium melebihi kadar normal yang dapat disebabkan oleh
95

kehilangan cairan yang berlebihan atau natrium yang berlebihan.


Ketika hipernatremia terjadi, tubuh mempertahankan kadar air
sebanyak mungkin melalui reabsorbsi ginjal.
2) Ketidakseimbangan kalium
Hipokalemia merupakan jumlah kalium yang beredar dalam cairan
ekstraseluler tidak adekuat.Hiperkalemia adalah keadaan
konsentrasi kalium dalam darah melebihi kadar normal.
3) Ketidakseimbangan kalsium
Hiperkalsemia adalah keadaan meningkatnya konsentrasi total
kalsium serum dan atau kalsium yang terionisasi.
4) Ketidakseimbangan magnesium
Hipomagnesemia adalah penurunan kadar magnesium yang bisa
terjadi dalam keadaan malnutrisi dan malabsorbsi.
Hipermagnessemia adalah peningkatan kadar magnesium serum,
yang dapat mendepresi otot skelel dan fungsi saraf.
5) Ketidakseimbangan klorida
Hipokloremia terjadi ketika kadar serum klorida berada dibawah
batas normal. Ketika kadar serum klorida menurun, alkalosis
metabolisme terjadi karena tubuh beradaptasi dengan
menurunkan reabsorbsi ion bikarbonat untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan cairan
Terdapat 2 jenis ketidakseimbangan cairan yaitu isotonik dan
osmolar.
1) Ketidakseimbangan isotonik
a) Defisit volume cairan
Kehilangan cairan dan elektrolit pada jumlah yang sama atau
isotonik.
b) Kelebihan volume cairan
Air dan natrium ditahan pada jumlah yang isotonik.
2) Ketidakseimbangan osmolar
a) Ketidakseimbangan hiperosmolar : dehidrasi
b) Ketidakseimbangan hiperosmolar : kelebihan air
7. Proses Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Cairan dan
Elektrolit
96

a. Pengkajian
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), proses keperawatan
gangguan cairan dan elektrolit adalah :

1) Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan perlu untuk mengetahui pasien
yang berisiko mengalami gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi :
a) Asupan cairan dan makanaan (oral dan parenteral), haluaran
cairan
b) Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
c) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis
cairan dan elektrolit
d) Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat
mengganggu status cairan
e) Status perkembangan (usia atau kondisi sosial)
f) Faktor psikologis (perilaku emosional)
2) Pengukuran klinis
a) Berat badan
b) Tanda-tanda vital
c) Asupan cairan
d) Haluaran cairan
e) Status hidrasi
f) Proses penyakit
g) Riwayat pengobatan
3) Pemeriksaan fisik
a) Integumen : turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan
sensasi rasa.
b) Kardiovaskuler : disten vena jugularis, tekanan darah, dan
bunyi jantung.
c) Mata : cekung, cowong, air mata kering.
d) Neurologis : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
e) Gastrointestinal : mukosa kulit, mulut, lidah, bising usus.
97

4) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
b) Pemeriksaan elektrolit serum
c) pH dan berat jenis urin
d) Analisa gas darah
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah kelebihan volume cairan
yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, definisi
dan batasan karakteristik diagnosa menurut NANDA-I 2012-2014 oleh
Herdman, ed. (2012), yaitu:
1) Definisi :peningkatan retensi cairan isotonik.
2) Batasan karakteristik:
a) Gangguan elektrolit
b) Anasarka
c) Ansietas
d) Azotemia
e) Perubahan tekanan darah
f) Perubahan pola pernapasan
g) Penurunan hematokrit
h) Penurunan hemoglobin
i) Dispnea
j) Edema
k) Peningkatan tekanan vena sentral
l) Asupan melebihi haluaran
m) Oligouria
n) Ortopnea
o) Efusi pleura
p) Kongesti pulmonal
q) Gelisah
r) Perubahan berat jenis urine
s) Bunyi jantung S3
t) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
3) Faktor yang berhubungan
a) Gangguan mekanisme regulasi
b) Kelebihan asupan cairan
98

c) Kelebihan asupan natrium


c. Rencana perawatan
1) NOC (Nursing Outcome Classification)
Menurut Moorhead, et al., ed. (2008), NOC untuk diagnosa
kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi antara lain adalah :
a) NOC 1 : Keseimbangan cairan
Definisi : Keseimbangan air dalam komponen intrasel dan
ekstrasel tubuh.
Indikator :
(1) Hidrasi kulit
(2) Berat badan DBN
(3) Cairan 24 jam seimbang
(4) Hematokrit DBN
(5) Tidak ada edema
b) NOC 2 : Keseimbangan ektrolit dan asam basa
Definisi : Keseimbangan elektrolit dan non-elektrolit dalam
kompartemen intrasel serta ekstrasel tubuh.
Indikator :
(1) Serum klorida normal
(2) Serum magnesium normal
(3) pH darah normal
(4) Keratin normal
(5) BUN normal
2) NIC (Nursing Intervention Classification)
Menurut Bulechek, Butcher, dan Dochterman, ed. (2008),NIC
untuk diagnosa kelebihan cairan yang berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi antara lain :
a) NIC 1 : Manajemen cairan
Definisi : Meningkatkan keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal atau
di luar harapan.
Aktifitas :
(1) Tentukan lokasi dan derajat edema
(2) Monitor status nutrisi
99

(3) Monitor vital sign


(4) Timbang berat badan setiap hari dan pantau
kemajuannya
(5) Monitor status hidrasi (membran mukosa lembab,
keadekuatan nadi, dan tekanan darah)
(6) Distribusi asupan cairan selama 24 jam, sesuai dengan
keperluan
(7) Berikan diuretik, sesuai keperluan
(8) Monitor hasil laboratorium yang sesuai untuk retensi
cairan
(9) Pertahankan catatan input dan output yang akurat
(10) Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan
volume cairan muncul atau memburuk
b) NIC 2 : Monitoring cairan
Definisi : mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk
mengaturi keseimbangan cairan
Aktifitas :
(1) Pantau ketidaknormalan elektrolit serum
(2) Pantau tanda dan gejala dari ketidakseimbangan elektrolit
(3) Pertahankan ketepatan jalan masuk IV
(4) Berikan cairan sesuai kebutuhan
(5) Pertahankan keakuratan intakedan output
(6) Kelola elektrolit tambahan yang sudah ditetapkan
(7) Pantau efek samping dari pemberian suplemen elektrolit
(8) Berikan diet yang tepat untuk ketidakseimbangan
elektrolit pasien
(9) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tipe, penyebab dan
akibat dari ketidakseimbangan elektrolit
(10) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala dari
ketidakseimbangan elektrolit memburuk

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
100

Bulechek, Gloria. M, Howard K. Butcher, dan Joanne Mc Closkey Dochterman,


ed. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis : Mosby Elsevier,
2008.

Herdman, T. Heather, ed. NANDA-I International Nursing Diagnoses : Definition


& Classification 2015-2017.West Sussex : Wiley-Blackwell, 2012.

Kozier, Barbara, et al. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi VII. Alih
bahasa Esty Wahyuningsih, et al. Jakarta : EGC, 2011.

Moorhead, Sue, et al., ed. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis:
Mosby Elsevier, 2008.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC, 2008.

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. Edisi VII. Alih bahasa Diah Nur Fitriani, Onny
Tampubulon, dan Farah Diba. Jakarta : EGC, 2010.

Tamsuri, Anas. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Jakarta :


EGC.
101

LAPORAN PENDAHULUAN

integritas kulit
A. DEFINISI
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan
dermis
B. KARAKTERISTIK
Kerusakan lapisan kulit (dermis)
Gangguan permukaan kulit (epidermis)
C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor Eksternal:
- zat kimia, radiasi
- Kelembaban
- Hipertermia
- Hipotermia
- Imobilisasi fisik
Faktor Internal:
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan turgor
D. TAHAPAN – TAHAPAN
Kerusakan integritas kulit terjadi karena kerusakan sel beta yang
menyebabkan produksi insulin berkurang dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gula darah meningkat,
darah menjadi pekat dan mengakibatkan kerusakan system vaskuler,
terjadi gangguan fungsi imun, penurunan aliran darah menjadikan
gangguan penyembuhan luka pada ulkus.
E. MASALAH / GANGGUAN YANG TIMBUL PADA GANGGUAN
INTEGRITAS KULIT
102

1. Gangguan metabolisme adalah kondisi genetikyang ditandai dengan


adanya kelainan dalam proses metabolism dalam tubuh manusia akibat
defisiensi hormone atau enzim.
2. Gangguan neuropati perifer adalah gangguan yang terjadi akibat
kerusakan pada system saraf perifer atau system saraf tepi
3. Gangguan sensasi merupakan kondisi yang terjadi setelah cedera atau
kondisi kronis yang disebabkan oleh diabetes atau penyakit lain.
F. PENGKAJIAN PADA GANGGUAN INTEGRITAS KULIT

Riwayat keperawatan

1. Masalah keperawatan yang dialami


a. Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa
kali sehari makan
b. Pemenuhan sehari-hari terganggu
c. Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas
d. Kesulitan tidur pada malam hari
e. Perasaan tidak percaya diri atau minder

2. Pemeriksaan fisik
a. Mata
-konjungtiva pucat
-Konjungtiva sianosis

b. kulit

- Penurunan turgor

c. Mulut dan bibir

- membrane mukosa sianosis

G. MASALAH KEPERAWATAN TERKAIT


Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penempakan kulit yang tidak
baik
103

H. INTERVENSI
Dx 1: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
kulit
Tujuan: setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Turgor kulit baik
- Kulit tidak bersisik
- Bercak – bercak hilang

Intervensi:

- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien


- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
- Kolaborasi dengan dokter pemberian infus RL dan obat PCT

Dx 2 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penempakan kulit yang


tidak baik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan


kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi:

- Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak


mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak
terhadap kondisi kulitnya)
- Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan
- Berikan kesempatan untuk pengungkapan, dengarkan untuk
mengekspresikan berduka / ansietas tentang perubahan citra tubuh
104

I. SUMBER PUSTAKA
Nurarif.A.H dan Kusuma.H.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta:Medi Action
Nursalam.2013.metode penelitian ilmu kesehatan: pendekatan praktis,
edisi 3.Jakarta:Salemba Medika
Tarwoto & Wartonah.2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Hidayat A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2015. Pengantar
Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi II, Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2008. “Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktik”.Jakarta:EGC

Lp mobilisasi
J. DEFINISI
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008), konsep dasar mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk
bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).
105

K. KARAKTERISTIK
1. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan termasuk
mobilitas di tempat itu, berpindah dan ambulasi
2. Keengganan melakukan gerak
3. Keterbatasan rentang gerak
4. Penurunan kekuatan, pengendalian atau masa otot
5. Mengalami pembatasan pergerakan
6. Gangguan koordinasi

L. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


5. Gaya hidup
Mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
6. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan
ada dua macam, yakni ketidakmampuan primer dan sekunder.
Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma
(mis.,paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (mis.,kelemahan otot dan tirah baring).

3. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas
dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.

M. TAHAPAN – TAHAPAN
Menurut (Helman, T. Heather, dkk.2015) mobilisasi sangat dipengaruhi oleh
system neuromuscular, meliputi system otot, skeletal sendi, ligament,
tendon,kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagaisistem
106

pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energy (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontaindikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru, kronik). Postur dan gerakan otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal
dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan
otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.

E. MASALAH/ GANGGUAN YANG TIMBUL PADA GANGGUAN


MOBILISASI
1. Kelainan postur
Kelainan postur dapat mempengaruhi efisiensi system musculoskeletal
2. Gangguan perkembangan otot
Distrofi muskuler gangguan yang disebabkan oleh degenerasi otot skeletal
3. Kerusakan system saraf pusat
Kerusakan komponen system saraf yang mengatur pergerakan volunter
mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi
4. Trauma langsung pada system musculoskeletal
Ini menyebabkan memar, konstusio, salah urat dan fraktur

F. PENGKAJIAN PADA GANGGUAN MOBILISASI


107

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan
immobilitas
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes
mellitus
d. Kemampuan mobilitas
Tingkat aktivitas mobilitas
Kategori:
Tingkat 0: mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1: memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2: memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3: memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
Tingkat 4: sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
e. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti
bahu, siku, lengan, kaki dengan derajat rentang gerak normal
yang berbeda pada setiap gerakan (Abduksi-adduksi, fleksi-
ekstensi, hiperekstensi)
f. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan
perubahan system pernapasan dan system kardiovaskular.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak
108

h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan mobilitas dan immobilitas antara lain perubahan
perilaku, peningkatan emosi, dan sebagainya.

G. MASALAH KEPERAWATAN TERKAIT


4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
ditandai dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi
5. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan gangguan
neuromuscular ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan
pembersihan tubuh
6. Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tonjolan tulang
ditandai dengan imobilisasi fisik

H. INTERVENSI
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dapat tetap mempertahankan pergerakannya
Intervensi:
- Kaji keterbatasan gerak sendi
- Motivasi pasien untuk mempertahankan pergerakan sendi
- Jelaskan alasan pemberian latihan kepada pasien/keluarga
- Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama aktivitas
- Lindungi pasien dari cidera selama latihan
- Anjurkan pasien untuk melakukan latihan range of motion secara aktif
jika memungkinkan
- Anjurkan untuk melakukan range of motion pasif jika diindikasikan

I. SUMBER PUSTAKA
109

Mooehead, Sue., Marion Johnson, dan Meridean L. Maas, ed. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). St. Louis: Mosby Elsevier.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati, dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, Patrica Adan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa Renata
Komalasari, et al. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia Adaan Anne Griffin Perry. 2010. Fundamental of Nursing:


Fundamental Keperawatan. Alih Bahasa Diah Nur Fitriani, dkk. Buku III.
Edisi VII. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai