Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA BELAJAR DALAM ISLAM


“KEWAJIBAN BELAJAR DALAM ISLAM”

Dosen Pengampu:
Bapak Bakri,S.Pd.I., M.Pd.

Disusun Oleh:
1. Indah Pujiasih 7319058
2. Rohmatul Chahyani 7319001

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG 2020
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH ...…………………………………………………………………………i


DAFTAR ISI ………..…………………………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR ………….……………………………………………………………..iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah ..……………………………………………………………….....2
C. Tujuan Pembahasan …………………..……………………………………………...2

BAB II
PEMBAHASAN
1. Mengagungkan Ilmu dan Guru ……..………………………………………………..3
2. Memuliakan Kitab ……………………………………..…………………………….5
3. Sifat-sifat Ahli Ilmu………………………………………………………………….6

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan ………………………………………………………………………….8
2. Saran …………………………………………………………………………………9

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………10


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. atas


terselesaikannya makalah ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah dan
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Beserta seluruh keluarga,
para sahabat, dan para pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman.
Alhamdulillah wa syukurillah berkat Rahmat dan Hidayah Allah SWT, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah S1 Keperawatan, yang membahas tentang MEMULIAKAN
ILMU DAN AHLLINYA.
Ucapan terima kasih tak luput kami sampaikan pula kepada berbagai pihak yang terkait
dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak Bakri, S.Pd.I M.Pd  sebagai dosen
pengampu mata kuliah ETIKA BELAJAR DALAM ISLAM yang telah membina dan
menuntun kami untuk bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis menyadari tiada gading yang tak retak, sehingga penulis berharap adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca budiman demi adanya peningkatan dalam
makalah kami selanjutnya.
Terlepas dari banyaknya kekurangan yang ada, penulis berharap agar isi dari makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jombang, 14 Sepetember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji, bahwa hubungan guru
dan siswa harus memiliki relasi yang baik. Dimana relasi ini dijiwai oleh sifat-sifat sufi
seperti tawadhu, sabar, ikhlas, pengertian dan saling menghormati antara keduanya.
Kemudian ada rasa saling mengasihi dan menyayangi layaknya orang tua terhadap anaknya.
Dengan demikian, hubungan yang dibangun antara guru dan murid memiliki nilai-nilai yang
didasari oleh adanya sifat-sifat terpuji seperti tawadhu, sabar, ikhlas, pengertian dan saling
menghormati seperti yang telah dirumuskan dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh
Az-Zarnuji. Selain manfaat ilmu yang didapat dari guru oleh muridnya untuk menjadi bekal
pengetahuan sebagai manusia yang terdidik. Oleh karena itu, pendidikan yang diberikan
kepada peserta didik tidak terbatas pada materi pelajaran tetapi pendidikan yang terdiri dari
aspek-aspek yang mampu ia kembangkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai tingkah laku
yang dilihat dan dinilai oleh keluarga, masyarakat dan diri sendiri. Sebagaimana dalam Kitab
Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji, bahwa hubungan guru dan siswa harus
memiliki relasi yang baik. Dimana relasi ini dijiwai oleh sifat-sifat sufi seperti tawadhu,
sabar, ikhlas, pengertian dan saling menghormati antara keduanya, (Al- Zarnuji, 1367H).
Kemudian ada rasa saling mengasihi dan menyayangi layaknya orang tua terhadap anaknya.
Hal inilah alasan peneliti membahas “Implementasi Etika Relasi Guru dan Siswa dalam Kitab
Ta’lim al-Muta’allim di Pondok Roudlotul Khuffadz”. Peneliti ingin mengamati akan konsep
implementasi etika relasi antara guru dan siswa di Pondok tersebut setelah adanya
pembelajaran Kitab Kuning yang bernama “Kitab Ta’lim al-Muta’allim.” Sebab di Pondok
Pesantren Roudlotul Khuffadz mengajarkan “Kitab Ta’lim al-Muta’allim” ini kepada
santriwan dan santriwatinya. Baik dalam bentuk kajian-kajian yang dilakukan pada malam
hari, pada waktu liburan, pada waktu ramadhan dan pada waktu-waktu yang tersusunkan
secara jadwal. Bahkan bagi mereka yang telah mampu mempelajarinya dengan sendiri, maka
mereka dituntut untuk mampu mengajarkannya kepada santri lain yang masih belum bisa
belajar sendiri. Serta saling menegur dan mengingatkan ketika ada yang masih kurang dalam
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal menuntut ilmu dalam agama Islam ialah dianjurkan bahwa menuntut ilmu itu
hukumnya wajib, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rosulullah SAW:
‫طلب العلم فريضة علي كل مسلم و مسلمة‬
Yang artinya:“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim dan Muslimat.”
Adapun kewajiban mencari ilmu itu sepanjang hayat sebagaimana sabda Nabi:
ُ ‫اطلب العلم من المهد الي اللحد‬
Artinya: “Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang kubur.”
Sebagaimana siswa/santri termasuk mahasiswa kadang-kadang ada yang belum memahami
tentang etika dalam belajar terutama menghormati ilmu dan guru, bahkan memang mereka
belum mau untuk melaksanakan tatacara atau etika dan menghormati guru.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari Mengagungkan Ilmu dan Ahlinya sesuai dengan yang tertera dalam
kitab Ta’limul Muta’allim?
2. Bagaimana cara mengagungi Ilmu dan Ahlinya sesuai yang tertera pada kitab Ta’limul
Muta’allim?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui maksud dari Memuliakan Ilmu dan Ahlinya secara menyeluruh sesuai
apa yang dipaparkan dalam kitab Ta’limul Muta’allim
2. Untuk mengetahui cara yang benar menghormati Ilmu dan Ahlinya berdasarkan apa yang
dipaparkan dalam kitab Ta’limul Muta’alli.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengagumkan guru da ilmu


1. Mengagungkan Ilmu
Penting diketahui, seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak
pula ilmunya bermanfaat, selain jika diam au mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu dan
menghormati keagungan gurunya.
Ada dikatakan: “Dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu,
dan gagalnya pula karena tidak mau mengagungkannya. “Tidaklah anad telah tahu, manusia
tidak menjadi kafirkarena maksiatnya, melainkan menjadi kafir lantaran tidak mengagungkan
Allah”.
2. Mengagungkan Guru
Termasuk arti mengagungkan Ilmu, yaitu menghormati pada sang guru. Ali ra berkata:
“Saya siap menjadi budak seseorang yang bisa mengajarkanku ilmu walaupun satu huruf.
Terserah padanya saya mau diapakan, entah mau dijual, dimerdekakan atau tetap menjadi
budaknya”. Berikut adalah syi’irnya :
‫رايت احق العلم حق المعلم * واوجبه حفظا علي كل مسلم‬
‫لقدحق ان يهدي اليه كرامة * لتعليم حرف وا حد الف درهم‬
Keyakinanku tentang hak guru hak paling hak adalah itu * Paling wajib dipelihara oleh
muslim seluruhnya
Demi memuliakan, hadiah berhak dihaturkan * Seharga seribu dirham untuk mengajarkan
satu huruf.
Memang benar, orang yang mengajarkanmu satu huruf ilmu yang diperlukan dalam
urusan agamamu adalah bapak dalam kehidupan agamamu.
Guru kita, Syaikhul Imam Sadiduddin Asy-Syairozy berkata : Guru-guru kami berucap :
“Bagi orang yang ingin putranya alim, hendaklah suka memelihara, memuliakan,
mengagungkan dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam
pengembaraan ilmiahnya. Kalau ternyata bukan putranya yang alim, maka cucunyalah nanti”.
Termasuk arti menghormati guru yaitu jangan berjalan didepannya, duduk ditempatnya,
memulai mengajak bicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam darinya
dan menanyakan hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar
hingga ia sendiri yang keluar dari rumah.
Pada pokoknya adalah melakukan hal-hal yang membuatnya rela, menjauhkan
amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab
orang tidak boleh taat kepada makhluk dalam melakukan perbuatan durhaka kepada Allah.
Termasuk arti menghormati guru pula yaitu menghormati putra dan semua orang yang
bersangkutan dengannya.
Disini Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin Shahibul Hidayah pernah bercerita bahwa
ada seorang imam besar di Bochara, pada suatu ketika sedang asyiknya ditengah majlis
belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanyai kenapa demikian, beliau
menjawab : “ada seorang putra guruku yang sedanng bermain-main dihalaman rumah
ddengan teman-temannya, bila saya melihatnya saya pun berdiri demi menghormati guruku”.
Qodli Imam Fakhruddin Al-Arsyabandy yang menjabat kepala para imam di marwa yang
sangat dihormati sultan itu berkata : “Saya bisa menduduki jabatan ini adalah berkah saya
menghormati guruku. Saya menjadi tukang masak makanan beliau, yaitu beliau Yazid Ad-
Dabbusy, tapi kami tidak ikut memakannya”.
Syaikhul Imamil Ajall Syaikhul Aimmah Al-Khulwaniy, karena suatu peristiwa yang
menimpa dirinya, maka berpindah untuk beberapa waktu, dari Bochara ke suatu pedesaan.
Semua muridnya berziarah kesana kecuali satu orang saja, yaitu syaikhul imam Al-qodli Abu
Bakar Az-Zarnujiy. Suatu hari ketika bertemu, beliau bertanya : “kenapa engkau tidak
menjengukku?” jawabnya : “maaf tuan, saya sibuk merawat ibukku” beliau berkata : “engkau
dianugrahi umur Panjang, tetapi tidak mendapat anugrah buah manis belajar”. Lalu
kenyataannya seperti itu, hingga sebagian banyak waktu Az-Zarnujiy digunakan tinggal
dipedesaan yang membuatnya kesulitan belajar.
‫فمن تاذي منه استاذه يحرم بركةالعلم والينتفع به اال قليال‬.
‫ان المعلم والطبيب كالهما * ال ينصحان اذا هما لم يكرما‬
‫فاصبر لدائك ان جفوت طبيبها * واقنع بحبلك ان جفوت معلما‬
“Barang siapa melukai hati gurunya, maka berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit
manfaatnya”.
*Sungguh dokter dan guru tidak akan memberi nasehat jika tidak dihormati
*Terimalah penyakitmu, bila kau acuhkan doktermu dan terimalah kebodohanmu bila kau
menentang guru
 Suatu hikayat: Khalifah Harun Ar-Rasyid mengirim putranya kepada Al-Ashma’iy
agar diajar ilmu dan adab. Pada suatu hari Khalifah melihat Al-Ashma’iy berwudhu
dan membasuh sendiri kakinya, sedang putra khalifah cukup menuang air pada kaki
tersebut. Maka khalifah pun menegurnya lalu berkata : “putraku saya kirim kemari
agar engkau ajar dan didik, tapi mengapa engkau tidak perintahkan agar satu
tangannya menuang air dan tangan satunya membasuh kakimu?”
B. Memuliakan Kitab
Termasuk arti mengagungkan ilmu yaitu memuliakan kitab. Oleh sebab itu, sebaiknya
pelajar jika mengambil kitabnya itu selalu dalam keadaan suci. Hikayat, bahwa Syaikhul
Islam Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy pernah berkata: “saya mendapat ilmu-ilmu itu dengan
mengagungkan. Sungguh, saya mengambil kertas belajarku selalu dalam keadaan suci”.
Syaikhul Imam Syamsul Aimmah As-Syarkhasiy pada suatu malam mengulang kembali
pelajaran- pelajarannya yang terdahulu, kebetulan dia sedang sakit perut. Jadi sering kentut.
Untuk itu ia melakukan 17 kali berwudlu dalam satu malam tersebut, karena
mempertahankan supaya belajar dalam keadaan suci. Demikianlah sebab ilmu itu cahaya.
Wudlupun cahaya. Dan cahaya ilmu akan semakin cemerlang bila dibarengi cahaya wudlu.
Termasuk memuliakan yang harus dilakukan, hendaknya jangan membentangkan kaki
kearah kitab. Kitab tafsir letaknya diatas kitab-kitab lain, dan jangan sampai menaruh sesuatu
apapun diatas kitab.
Guru kita Burhanuddin pernah membawakan cerita dari seoarang ulama yang
mengatakan ada seorang ahli fiqih meletakkan botol tinta diatas kitab. Ulama itu seraya
berkata : “Tidak bermanfaat ilmumu”.
Guru kita Qodli Fakhrul Islam yang dikenal dengan Qodli Khan pernah berkata : “kalau
yang demikian itu tidak dimaksud meremehkan maka tidak apalah. Namun sebaiknya
disingkirkan saja”.
Termasuk pula arti mengagungkan, hendak menulis kitab sebaik mungkin. Jangan kabur
jangan pula membuat catatan penjelas yang membuat tulisan kitab tidak jelas lagi, kecuali
terpaksa harus dibuat begitu. Abu Hanifah pernah menemui seseorang yang tidak jelas
tulisannya, lalu beliau berkata : “jangan kau bikin tulisanmu tidak jelas, jika kau punya umur
yang Panjang kau akan hidup menyesal dan jika kau mati akan dihina”. Maksudnya yaitu jika
kau semakin tua dan matamu rabun, kau akan menyesali perbuatanmu itu sendiri. Diceritakan
dari Syaikhul Imam Majduddin As-Shorhakiy pernah berkata : “kami menyesali tulisan yang
tidak jelas, catatan kami yang pilih-pilih dan pengetahuan yang tidak kami bandingkan
dengan kitab lain”.
Sebaiknya format kitab itu persegi empat, sebagaimana format itu pulalah kitab-kitab
Abu Hanifah. Dengan format tersebut, akan lebih mudah untuk dibawa, diletakkan dan
dimutholaah kembali.
Sebaiknya pula jangan ada coretan merah didalam kitab, karena hal itu perbuatan kaum
filsafat bukan ulama salaf. Ada juga diantara guru-guru kita yang tidak suka memakai
kendaraan berwarna merah.

C. Sifat-Sifat Ahli Ilmu


1. Menghormati Teman
Menghormati teman belajar dan guru yang mengajar adalah juga termasuk
mengagungkan ilmu. Bercumbu rayu itu tidak dibenarkan, selain dalam menuntut ilmu.
Malah sebaliknya disini bercumbu rayu dengan guru dan teman sebangkunya.
2. Sikap Selalu Hormat Dan Khidmah
Wajib bagi orang yang menuntut ilmu memperhatikan segala ilmu dan hikmah atas
dasar selalu mengagungkan dan meghormati, walaupun itu-itu saja yang ia dengar sampai
seribu kali. Ada dikatakan : “Barang siapa yang telah mengagungkannya setelah lebih dari
seribu kali tidak sebagaimana pertama kalinya, ia tidak termasuk ahli ilmu”.
3. Jangan Memilih Ilmu Sendiri
Hendaklah sang murid tidak menentukan sendiri ilmu yang akan ia pelajari. Hal itu
dipersilahkan sang guru untuk menentukannya, karena dialah yang telah berkali-kali
melakukan percobaan serta dia pula yang mengetahui ilmu yang sebaiknya diajarkan kepada
seseorang dan sesuai dengan tabiatnya.
Syakhul Imam Agung Ustad Burhanul Haq Waddin ra. Berkata: “Siswa jaman dahulu
dengan suka rela menyerahkan sepenuhnya urusan-urusan belajar kepada gurunya, ternyata
mereka memperoleh kesuksesan sesuai apa yang mereka idamkan, tetapi sekarang
kebanyakan mereka menentukan sendiri pilihannya, akhirnya cita-citanya gagal dan tidak
mendapatkan ilmu dan fiqh”.
Hikayat orang, bahwa Muhammad bin Ismail Al-Bukhariy pada mulanya belajar sholat
kepada Muhammad Ibnul Hasan. Lalu sang guru ini memerintahkan kepadanya: “Pergilah
belajar ilmu hadist!”. Setelah ia tau bahwa ilmu inilah yang sesuai dengan Bukhariy.
Akhirnya ia pun belajar hadist dan menjadi imam hadist paling terkemuka.
4. Jangan Duduk Terlalu Dekat Dengan Guru
Diwaktu belajar, janganlah duduk terlalu dekat dengan guru selain bila kamu terpaksa.
Duduklah sejauh antar busur panah. Karena dengan begitu, akan terlihat mengagungkan guru.
5. Menyingkiri Akhlak Tercela
Pelajar selalu menjaga dirinya dari akhlak-akhlak tercela. Karena akhlak yang buruk itu
ibarat anjing. Rosulullah SAW bersabda: “Malaikat tidak akan masuk rumah yang
didalamnya terdapat gambar atau anjing”. Padahal orang belajar itu dengan perantara
malaikat. Dan terutama yang dijauhkan adalah sikap takabbur dan sombong.

Ada Syi’ir yang mengatakan:


‫العلم حرب للفتي المتعا لي * كالسيل حرب للمكا ن العالي‬
‫بجد ال بجد كل مجد * فهل جد بال جد بمجدي‬:‫وقيل‬
‫فكم عبد يقوم مقام حر * وكم حر يقوم مقام عبد‬
 Ilmu itu musuh bagi orang yang menyombongkan diri * Laksana air bah, musuh
dataran tinggi
 Diraihnya keagungan dengan kesungguhan bukan semata dengan harta tumpukan *
Bisakah keagungan didapat? Dengan harta tanpa semangat?
 Banyak sahaya menduduki tingkat merdeka * Banyak orang merdeka menduduki
tingkat sahaya.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji, bahwa hubungan


guru dan siswa harus memiliki relasi yang baik. Dimana relasi ini dijiwai oleh sifat-sifat
sufi seperti tawadhu, sabar, ikhlas, pengertian dan saling menghormati antara keduanya.
Kemudian ada rasa saling mengasihi dan menyayangi layaknya orang tua terhadap
anaknya. Dengan demikian, hubungan yang dibangun antara guru dan murid memiliki
nilai-nilai yang didasari oleh adanya sifat-sifat terpuji seperti tawadhu, sabar, ikhlas,
pengertian dan saling menghormati seperti yang telah dirumuskan dalam Kitab Ta’lim al-
Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji. Selain manfaat ilmu yang didapat dari guru oleh
muridnya untuk menjadi bekal pengetahuan sebagai manusia yang terdidik. Oleh karena
itu, pendidikan yang diberikan kepada peserta didik tidak terbatas pada materi pelajaran
tetapi pendidikan yang terdiri dari aspek-aspek yang mampu ia kembangkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai tingkah laku yang dilihat dan dinilai oleh keluarga,
masyarakat dan diri sendiri. Sebagaimana dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syekh
Az-Zarnuji, bahwa hubungan guru dan siswa harus memiliki relasi yang baik. Dimana
relasi ini dijiwai oleh sifat-sifat sufi seperti tawadhu, sabar, ikhlas, pengertian dan saling
menghormati antara keduanya, (Al- Zarnuji, 1367H).
Penting diketahui, seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan
tidak pula ilmunya bermanfaat, selain jika diam au mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli
ilmu dan menghormati keagungan gurunya. Termasuk arti mengagungkan Ilmu, yaitu
menghormati pada sang guru. Ali ra berkata: “Saya siap menjadi budak seseorang yang
bisa mengajarkanku ilmu walaupun satu huruf. Terserah padanya saya mau diapakan,
entah mau dijual, dimerdekakan atau tetap menjadi budaknya”. Berikut adalah syi’irnya :
‫رايت احق العلم حق المعلم * واوجبه حفظا علي كل مسلم‬
‫لقدحق ان يهدي اليه كرامة * لتعليم حرف وا حد الف درهم‬
Keyakinanku tentang hak guru hak paling hak adalah itu * Paling wajib dipelihara
oleh muslim seluruhnya. Demi memuliakan, hadiah berhak dihaturkan * Seharga
seribu dirham untuk mengajarkan satu huruf.
Memang benar, orang yang mengajarkanmu satu huruf ilmu yang diperlukan
dalam urusan agamamu adalah bapak dalam kehidupan agamamu. Termasuk arti
mengagungkan ilmu yaitu memuliakan kitab. Oleh sebab itu, sebaiknya pelajar jika
mengambil kitabnya itu selalu dalam keadaan suci. Hikayat, bahwa Syaikhul Islam
Syamsul Aimmah Al-Khulwaniy pernah berkata: “saya mendapat ilmu-ilmu itu dengan
mengagungkan. Sungguh, saya mengambil kertas belajarku selalu dalam keadaan suci”.
Termasuk memuliakan yang harus dilakukan, hendaknya jangan membentangkan kaki
kearah kitab. Kitab tafsir letaknya diatas kitab-kitab lain, dan jangan sampai menaruh
sesuatu apapun diatas kitab. Tidak hanya itu kita juga harus mencontoh setiap sifat-sifat
ahli ilmu seperti halnya, Menghormati teman, Sikap yang selalu hormat dan khhidmad,
Tidak memiliki ilmu sendiri maksudnya kita berbagi bagi ilmu yang kita dapat kepada
orang lain, Tidak duduk terlalu dekat dengan guru maksudnya agar terbilang sopan dan
kita serasa menghormati kedudukan guru, Membuang akhlak tercela dimana hal yang
buruk tidka baik untuk di pertahankan karena tidak akan bermanfaat pada diri kita
sendiri.

2. Saran
Dari pembahasan yang telah disampaikan penulis dapat memahami bagaimana
pentingnya kewajiban belajar alma islam. Mengapa bisa berkata begitu? Karena Kita
sebagai manusia terutama umat islam apalagi dalam masa sekarang sangat
memerlukan tentang kewajiban belajar dalam islam agar kita dapat memahami mana
yang baik dan mana yang buruk, serta kita dapat memiliki sikap yang khidmad dan
berakhlak terhadap ilmu apalagi tehadap pemberi ilmu tersebut. Karena tanpa akhlak
ilmu sia-sia dan sebaliknya tanpa ilmu akhal kurang lengkap. Jadi sebagai pelajar
apalagi era sekarang kita harus banyak banyak belajar mengenai belajar dalma islam
agar kita dapat menyeimbangkan akhlak dan ilmu serta dapat bermanfaat kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Az- Zarnuji Syekh.2011.TERJEMAHAN TA’LIM MUTA’ALIM. Alamsyah Yuri.


http://yurirobithoh.blogspot.com/2011/05/terjemahan-ta-muta.html?m=1,

Anda mungkin juga menyukai