Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SISTEM, PROBLEMATIKA DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI MESIR

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah perbandingan pendidikan

Dosen Pengampu : Dr. Habib Anwar Al Anshori, M.Pd.

Disusun oleh :

Achmad Ridho Saputra 2111101074


Adina Mardiani 2111101101
Khairunnisa Hasani 2111101019
Puteri 2111101100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS

SAMARINDA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat taufik
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat
serta salam tidak lupa kita haturkan kepada Baginda Rasulullah, Muhammad SAW.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan
Pendidikan. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang membantu
kelancaran pembuatan makalah ini terutama kepada Bapak Dr. Habib Anwar Al Anshori,
M.Pd., yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga kami dapat belajar dan
mengerjakan semaksimal mungkin. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan
memberkahi. Aamiin.

Akhirnya penyusunan makalah ini terselesaikan. Kami menyadari kekurangan


makalah ini masih sangat banyak. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun agar kami dapat belajar dari kesalahan untuk bisa menjadi lebih
baik lagi di masa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Warahamatulahi Wabarakatuh

Samarinda, 27 Februari 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ II

DAFTAR ISI ..................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN. ................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... .1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2

A. Sistem Pendidikan di Mesir ...................................................................... 2


B. Problematika Pendidikan di Mesir................................................................6
C. Kebijakan Pendidikan di Mesir....................................................................13

BAB III PENUTUP.................................................................................................18

A. Kesimpulan...................................................................................................18
B. Saran.............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan
kepribadian di luar dan di dalam sekolah dan berlangsung seumur hidup. Usaha tersebut
untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan aktif dan positif dalam
kehidupannya untuk hidupnya sekarang maupun yan akan datang. Untuk itu setiap
negara pasti memiliki sebuah sistem pendidikan nasional, di mana sistem tersebut
mempunyai acuan bagi setiap pendidikan yang ada dalam suatu negara.
Setiap negara mempunyai sistem pendidikan yang berbeda-beda, begitu juga
dengan Mesir yang terkenal dengan sebutan ardhul anbiyâ (negeri para nabi), memang
telah menjadi kiblat keilmuan keislaman dunia. Di samping mempunyai segudang
peradaban, negeri seribu menara ini juga merupakan gudang segala ilmu. Negara ini
seakan memiliki magnet tersendiri. Terbukti, Mesir telah memikat jutaan hati para
pelajar dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di sana. Dalam kesempatan ini,
pemakalah akan mendeskripsikan sistem pendidikan yang ada di negara Mesir.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan sistem pendidikan di Negara Mesir
2. Menjelaskan problematika pendidikan di Negara Mesir
3. Menjelaskan kebijakan pendidikan di Negara Mesir

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sistem perjenjangan pendidikan di Negara Mesir
2. Untuk mengetahui problematika yang dihadapi
3. Untuk mengetahui kebijakan bidang pendidikan di Negara Mesir

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pendidikan di Mesir


Secara historis, modernisasi pendidikan di Mesir berawal dari pengenalan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Napoleon Bonaparte pada saat penaklukan
Mesir. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai Napoleon Bonaparte
yang berkebangsaan Perancis ini, memberikan inspirasi yang kuat bagi para pembaharu
Mesir untuk melakukan modernisasi pendidikan di Mesir yang dianggapnya stagnan. Di
antara tokoh-tokoh tersebut Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan
Muhammad Ali Pasha. Modernisasi yang dilakukan ole Muhammad Ali Pasya
merupakan upaya pembaharuan pendidikan di dunia Islam pertama karena bentuk
sekolah yang didirikannya berbeda dengan madrasah atau sekolah tradisional yang
sebelumnya, yang hanya menekankan pelajaran agama semata. Berbeda dengan Abduh,
ilmu pengetahuan modern yang berkembang di Barat bersumber dari sunnatullah atau
hukum alam. Jadi, tidak bertentangan dengan ajaran islam. Menurutnya, iptek telah
menjadi sebab kemajuan umat Islam di masa lampau dan merupakan faktor kemajuan di
Dunia Barat saat ini.
a. Pendidikan pemerintah
Secara umum ada dua jenis sekolah pemerintah yaitu sekolah bahasa arab dan
eksperimental language school:
• Sekolah bahasa arab sekolah yang menyediakan kurikulum nasional dalam bahasa
arab,kurikulum bahasa inggris diajarkan pada tahun pertama dan bahasa prancis primer
ditambahkan sebagai bahasa asing kedua di pendidikan menengah
• Eksperimental language school, mengajarkan sebagian besar kurikulum pemerintah
( sains, matematika dan komputer ), bahasa inggris juga di masukan dalam kurikulum
dan bahasa prancis adalah bahasa bahasa asing yang kedua dimasukan dalam kurikulum.
Sebenarya hampir sama dengan sekolah bahasa arab
b. Pendidikan swasta
Secara umum terdapat 4 jenis sekolah swasta yaitu:
• Sekolah biasa
• Sekolah bahasa
• Sekolah agama
• Sekolah internasional

2
Pemerintah Mesir menyatakan bahwa pengembangan secara ilmiah harus
dilakukan dalam sistem pendidikan. Oleh sebab itu diputuskan bahwa konsep struktur,
fungsi dan manajemen pendidikan semua harus ditinjau ulang. Mesir memprogramkan
wajib belajar. Masyarakatnya harus pandai dalam hal baca tulis dan terdidik, harus
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi masyarakat yang
produktif, pendidikan juga harus fleksibel dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Kementerian Pendidikan menyatakan dengan lebih rinci tujuan utama pendidikan
adalah:
a. Pendidikan dimaksudkan untuk menegakkan demokrasi dan persamaan
kesempatan serta pembentukan individu-individu yang demokratis.
b. Pendidikan juga dimaksud sebagai pembangunan bangsa secara menyeluruh, yaitu
menciptakan hubungan fungsional antara produktivitas pendidikan dan pasar kerja.
c. Pendidikan juga harus diarahkan pada penguatan rasa kepemilikan individu
terhadap bangsa, dan penguatan atasbudaya dan identitas Arab.
d. Pendidikan harus mampu menggiring masyarakat pada pendidikan sepanjang
hayat melalui peningkatan diri dan pendidikan diri sendiri.
e. Pendidikan harus mencakup pengembangan ilmu dan kemampuan tulis baca,
berhitung, mempelajari bahasa-bahasa selain bahasa Arab, cipta seni, serta
pemahaman atas lingkungan.
f. Pendidikan bertujuan pula sebagai kerangka kerjasama dalam pengembangan
kurikulum dan penilaian.
Pada tahun 1987, pemerintah Mesir menyatakan bahwa pengembangan secara
ilmiah harus dilakukan dalam sistem pendidikan Mesir.
Kebijakan kebijakan pendidikan diatas adalah tujuan umum Negara
biasanya,sasaran pendidikan bervariasi menurut tingkatan penididikan, daerah, program,
dan individu. Banyak orang Islam di kampung-kampung yang ingin belajar menulis dan
membaca agar mereka dapat mamahami Islam itu dengan lebih baik. Bagi kebanyakan
orang, pendidikan diartikan sebagai perolehan diploma yang akan mampu membawa
mereka ke posisi dengan penghasilan yang teratur serta terjamin masa depan dan
sekaligus mendapatkan status sosial dalam masyarakat.
Tujuan pendidikan setiap Negara pasti berbeda-beda antara Negara yang satu
dengan Negara yang lain, hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya :
1. Factor ideologi Negara
2. Factor dasar Negara

3
3. Ekonomi suatu Negara
4. Letak geografis Negara
5. Tujuan berdirinya Negara.
Jenis-Jenis Pendidikan Mesir
1). Sistem Pendidikan Formal.
Sistem pendidikan Mesir mempunyai dua struktur parallel, yaitu: struktur sekuler dan
struktur keagamaan Al-Azhar. Struktur sekuler diatur oleh Kementerian Pendidikan.
Struktur Al-Azhar dilaksanakan oleh Kementerian Urusan Al-Azhar, ini sering juga
disebut Kementerian Agama di negara-negara lain. Selain kedua struktur itu, ada pula
jenis sekolah yang diikuti oleh sejumlah kecil anak-anak. Misalnya, anak-anak cacat
masuk ke sekolah-sekolah khusus; bagi yang ingin menjadi militer masuk ke sekolah
militer, dan ada pula generasi muda yang meninggalkan sekolahnya dan mendaftar
pada programprogram nonformal yang diselenggarakan oleh berbagai badan atau
lembaga.
2) Sistem Sekolah Sekuler.
Pendidikan wajib di Mesir berlaku sampai grade 8 dan ini dikenal sebagai pendidikan
dasar.Ada pendidikan taman kanak-kanak dan play group yang mendahului pendidikan
dasar, tetapi jumlahnya sangat kecil dan kebanyakan berada di kota-kota.Pendidikan
dasar ini dibagi menjadi dua jenjang.Jenjang pertama, yang dikenal dengan sekolah
dasar mulai dari grade 1 sampai grade 5; dan jenjang kedua, yang dikenal dengan
sekolah persiapan, mulai dari grade 6 sampai grade 8.Sekolah persiapan ini baru
menjadi pendidikan wajib dalam tahun 1984, sehingga nama"sekolah persiapan"tidak
tepat lagi. Setelah mengikuti pendidikan dasar selama delapan tahun, muridmurid
punya empat pilihan: tidak bersekolah lagi, memasuki sekolah menengah umum,
memasuki sekolah teknik menengah tiga tahun, atau memasuki sekolah teknik lima
tahun. Pada sekolah menengah umum, tahun pertama (grade 9) adalah kelas bersama.
Pada grade 10, murid harus memilih antara bidang sains dan nonsains (IPA vs non-
IPA) untuk grade 10 dan 11. Pendidikan tinggi di universitas dan institusi spesialisasi
lainnya mengikuti pendidikan akademik umum. Pendidikan pada sebagian lembaga
perguruan tinggi berlangsung selama dua, empat atau lima tahun, tergantung pada
bidang dan program yang dipilih. Sejak tahun 1999, sebagian tamatan sekolah teknik
dibolehkan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Pertambahan penduduk yang begitu
cepat di Republik Arab Mesir berdampak terhadap meningkatnya tuntutan atas
pendidikan, dan seterusnya meningkat pula jumlah murid. Peningkatan jumlah murid

4
ini sebagai pengaruh dari kenyataan bahwa sejak revolusi tahun 1952, Mesir selalu
berjuang memperluas pendidikan sebagai salah satu prasyarat untuk pembangunan
sosial dan ekonomi.
3). Sistem Sekolah Al-Azhar.
Sistem sekolah Al-Azhar hampir sama dengan sistem sekolah sekuler pada tingkat
pendidikan dasar. Perbedaannya ialah bahwa pendidikan agama Islam lebih mendapat
tekanan.Tetapi untuk mata pelajaran kurikulumnya sama seperti pada sekolah sistem
sekuler. Grade 10 dan 11 sama untuk semua murid. Pada akhir grade 11, murid boleh
memilih apakah ingin masuk ke sekolah umum dua tahun lagi, atau masuk ke sekolah
agama selama dua tahun. Pada level universitas, fakultasfakultanya sama dengan yang
ada pada pendidikan sekuler, tetapi kurikulumnya lebih menekankan pada keagamaan.
Selanjutnya, seluruh pendidikan guru untuk pendidikan keagamaan hanya
diselenggarakan dalam lingkungan sistem Al-Azhar. Sekolah-sekolah Al-Azhar lebih
sedikit muridnya dibandingkan dengan jumlah murid sekolah sistem sekuler. Namun
pada kenyataannya lebih besar jumlah tamatan dari jalur Al-Azhar yang masuk ke
pendidikan tinggi dibandingkan dengan tamatan sekolah sistem sekuler. Perlu juga
dicatat bahwa tidak ada pendidikan teknik pada sistem Al-Azhar.
4). Pendidikan Vokasional dan Teknik.
Upaya untuk memperluas pendidikan kejuruan (vokasional) dan pendidikan teknik
dimulai tahun 1950 an. Jumlah sekolah vokasional dan teknik meningkat dari 134
(dengan 31.800 siswa)dalam tahun 1952 menjadi 460 buah (dengan siswa 115.600)
dalam tahun 1960.
5) Pendidikan Nonformal.
Pendidikan nonformal didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan pendidikan
terencana di luar sistem pendidikan formal. Pendidikan ini dimaksudkan untuk
melayani kebutuhan pendidikan bagi kelompok-kelompok orang tertentu. Apakah itu
anak-anak, generasi muda atau orang dewasa; apakah mereka lakilaki atau perempuan,
petani, pedagang, atau pengrajin; apakah mereka dari orang kaya atau miskin. Di
Mesir, pendidikan nonformal terutama dikaitkan dengan penghapusan iliterasi. Dengan
demikian, kebanyakan program lebih dikonsentrasikan pada pendidikan nonformal
dalam aspek itu. Sejak tahun 1967, Kementerian Perburuhan menyelenggarakan
program penataran untuk mendidik orang-orang yang telah menamatkan pendidikan
tingkat dasar, dan orang-orang yang putus sekolah formal yang berusia antara 12 dan
18 tahun. Mereka dilatih dalam keterampilan vokasional yang cocok untuk lingkungan

5
dan kemampuannya. Pendidikan ini biasanya diselenggarakan selama sembilan bulan:
tujuh bulan di pusat-pusat latihan vokasional, dan dua bulan di tempat-tempat unit
produksi. Para peserta latihan kemudian ditempatkan bekeria pada sektor pemerintah
atau sektor swasta. Di bawah pengawasan Kementerian Perindustrian, ada 33 buah
pusat pelatihan di berbagai governorat. Pusat pusat pelatihan ini menyelenggarakan
program-program kilat bagi pekeria yang "semiskilled” masih melalui pemagangan di
industri-industri,dan juga meningkatkan keterampilan para teknisi. Program bagi orang
semiskilled ini diikuti peserta yang berusia sekitar 17 tahun dengan lama program
enam bulan.Program pemagangan dapat pula diikuti oleh murid murid yang telah tamat
pendidikan dasar, atau mereka yang tidak akan melanjutkan pendidikannya ke sekolah
teknik. Program pemagangan ini berlangsung selama tiga tahun. Untuk meningkatkan
Keterampilan karyawan, perusahaan memilih karyawan yang telah punya pengalaman
kerja minimal lima tahun untuk mengikuti pelatihan teknis malam hari selama tiga
bulan.
Modernisasi pendidikan terus dilakukan oleh Mesir.Berbagai peraturan
perundangan dan perundang-undangan dibuat untuk mengintegrasikan jenis dan
system persekolahan yang semula otonom menjadi system pendidikan nasional.
Adapun jenjang pendidikan di mesir adalah sebagai berikut.
 Sekolah Dasar (Ibtida'i). selama 5 tahun
 Sekolah Menengah Pertama (I' dadi).Selama 3 tahun
 Sekolah Menengah Atas (Tsanawiyah’Ammah). Selama 3 tahun
 Pendidikan Tinggi. Selama 4-6 tahun.1

Pada saat ini sistem pendidikan di Mesir dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu:
 Pendidikan Dasar (Altaklimil Islamiy)
 Pendidikan Menengah (Altaklimil Altsanawy)
 Pasca Pendidikan Sekunder (Altaklimil Jaamiiy)
Sejak Perluasan bebas wajib belajar hukum pada tahun 1981 maka diadakan
peraturan baru yang isinya kurang lebih yaitu bebas biaya wajib belajar bagi sekolah
persiapan atau sekolah dasar. Sedangkan untuk perguruan tinggi atau pasca pendidikan
sekunder negeri, hanya membayar biaya pendaftaran saja. 2

1 Syofian Iddian, “ Sistem Pendidikan di Mesir ”, Jurnal Pendidikan Islam Ar Riyadhah, Vol. XVIII, No. 1, 2021,
Hlm. 34-37
2 Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I, 2011,“ Perbandingan Pendidikan Islam ”, hlm. 89-90.
repo.uinsatu.ac.id/6752/1/perbandingan%20pendidikan%20islam.pdf.. Diakses pada tanggal 3 Maret 2023 pukul 22.30 WITA.
6
B. Problematika Pendidikan di Mesir
1. Dalam proses pelaksanaan pengembangan kurikulum untuk mencapai pendidikan
yang direncakanakan, nampakya tidak semudah yang telah direncanakan. Timbul
berbagai kendala Dan problematika, di antaranya adalah masalah pertumbuhan
penduduk yang begitu cepat di Republik Arab Mesir. Hal ini berdampak
meningkatya tuntutan atas pendidikan, dan seterusnya, meningkat pula jumlah
murid. Peningkatan jumlah murid in sebagai pengaruh dari kenyataan bahwa
semenjak Revolusi tahun 1952, Mesir selalu berjuang memperluas pendidikan
sebagai salah satu prasyarat untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Problem lain
yang ditimbulkan yakni sistem brokrasi dan administrasi yang carut marut,
infrastruktur yang belum memadai, sehingga tak memungkinkan bagi semua
mahasiswa untuk masuk dalam kelas. Dengan jumlah mahasiswa yang
membludak, namun ruang kelas belum bisa menampungnya secara sempura.
Barangkali ini juga yang menyebabkan absen kuliah tak lagi penting di univ. al-
Azhar. Bisa dikata, dari segi satu in, mungkin kita bisa sedikit berbangga. Karena
setidaknya sebagian sekolah atau universitas kita di Indonesia, mempunyai sistem
birokrasi dan administrasi yang lebih tertata, walau masih banyak juga yang
keadaannya mash sangat memprihatinkan. Dari sini dapat ditarik sebuah simpulan
kecil bahwa setiap negara bahkan itu negara maju sekalipun memiliki sebuah
permasalahan khususnya dalam bidang pendidikan yang mash saja terdapat
kendala-kendala. Untuk itu perlu kiranya kita mengambil pelajaran yang bisa kita
petik dari corak pendidikan Mesir tersebut. dan mencoba membandingkan dengan
pendidikan yang ada di Indonesia. Mengambil segi positifnya dan mengubahnya
menjadi lebih baik.
2. sistem administrasi yang masih manual. Tidak seperti universitas di Indonesia
yang sudah memakai komputer dan alat canggih lainnya. Di al-Azhar, administrasi
mash menggunakan tulisan tangan. Hal ini pula yang membuat para mahasiswa
harus mengantre panjang, bahkan harus menunggu berhari-hari untuk
menyelesaikan administrasi kuliah. Begitu juga dengan rang kuliah, al-Azhar
masih menggunakan meja dan bangku panjang yang bisa diduduki sekitar lima
sampai tujuh orang, yang seharusnya mahasiswa duduk sendiri-sendiri layaknya
perkuliahan lain. Al-Azhar bukannya tidak mampu untuk membeli komputer
ataupun meja dan bangku layaknya sebuah universitas.
Transformasi Keilmuan Tokoh Pemikiran Ulama Al-azhar terhadap Ulama-ulama

7
Nusantara
Beberapa ulama terkemuka yang hidup pada masa sebelum dan sesudah abad 19 yang
pernah belajar ilmu agama di Mesir dan pengaruhnya terhadap keilmuan Islam di
nusantara.
• Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali al-Jawi al-Bantani.
Beliau adalah anak sulung seorang ulama Banten, Jawa Barat. Beliau datang ke Mekah
dalam usia 15 tahun dan selaniutnya setelah menerima berbagai ilmu di Mekah, beliau
meneruskan pelajarannya ke Syam (Syria) dan Mesir.
• Abd al-Hamid bin Muhammad Ali Kudus
Syeikh Abdul Hamid Kudus memperoleh ijazah khusus dan umum, dan mereka pula
memberikan keizinan kepada beliau mengajar di Masjidil Haram dan di rumahnya.
Syeikh Abdul Hamid Kudus merupakan generasi kedua mahasiswa dunia Melayu yang
belajar di al-Azhar sesudah Syeikh Ahmad al-Fathani
• Muhammad Ouraish Shihab
Lahir di Rappang Sulawesi Selatan, pada 16 Pebruari 1944. Pada tahun 1958, ia
berangkat ke Kairo, kemudian melanjutkan belajar ke Al- Azhar, Kairo, Mesir. Sejak
tahun 2007 sampai sekarang menjadi Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan. Tahun 2008 mendirikan Perguruan Tinggi Institute Studi Islam
Fahmina di Cirebon.
Selain apa yang telah disebutkan di atas sebenarnya pengaruh pendidikan di
Mesir juga telah memberikan sumbangan inspirasi bagi alumni untuk mengembangkan
lembaga pendidikan bercorak Mesir. Di Indonesia telah banyak lembaga pendidikan al-
Azhar yang cukup sukses dalam membangun sekolah. Perguruan al-Azhar telah
mendirikan lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi di
berbagai kota. Ini menunjukkan bahwa sebagaian umat Islam di Indonesia
sesungguhnya memiliki spirit keilmuan yang telah dikembangkan ole pemimpin dan
ulama Mesir dari awal petumbuhan sampai menjadi negara modern.

Mesir pada awal abad ke-19 tidak seperti Mesir yang sekarang. Mesir masih
dibawah kekuasaan Turki Ustmani. Setelah terjadinya Perang Dunia I kekuatan Turki
Ustmani mulai melemah, akhirnya Inggris mulai melancarkan koloninya ke beberapa
tanah Arab termasuk Mesir. Pada masa-masa ini permasalahan sentral di kalangan
masyarakat Mesir yang jauh dari kota adalah Krisis pendidikan dan Buta Huruf. Dalam
kutipan cerpen berikut: Akupun menjawabnya sembari memegang koran ditanganku:
“tidak ada kabar menarik hari ini, kecuali hanya kabar dari kementerian pendidikan
8
tentang sosialisasi pendidikan dan pemberantasan buta huruf.”
Pada kutipan tersebut ada beberapa data yang bisa dikaji, yaitu terkait topik
utama dalam koran itu adalah “sosialisasi Pendidikan dan pemberantasan Buta huruf”.
Hal ini sejalan dengan yang sudah disinggung dimuka. Maka dari kejadian ini
perdebatan antar tokoh dimulai.
Berawal dari pertanyaan pemuda kaya kepada tokoh “aku” yang berperan
sebagai orang kota dan belum banyak mengetahui secara langsung bagaimana pola
kehidupan di desa. Tokoh “aku” disini terlihat agak acuh terhadap perihal pendidikan,
hal itu bisa tersirat dari jawaban yang lontarkannya kepada sang pemuda kaya tadi
“tidak ada kabar menarik hari ini”. Dari kalimat ini bisa dibaca bahwa tokoh “aku” tidak
tertarik pada permasalahan yang cukup besar di tengah masyarakat. Sikap antisosial
yang dimiliki si “aku” ini mungkin juga banyak dialami oleh beberapa kaum muda
perkotaan di Mesir pada saat itu.
Di sisi lain ada sifat kesombongan dan kesewenangan dari pemuda anak orang
kaya yang menjadi lawan bicara tokoh “aku”. Dalam penggalan cerpen berikut: “Belum
selesai aku berbicara padanya tanpa memperdulikanku dia langsung merampas koran
dari tanganku tanpa seizinku, dan ia langsung membaca berita yang ada didepan
matanya. Namun perilakunya tidak membuatku kaget, karena aku adalah orang paling
tahu dengan perilaku orang-orang Syirkasia”
Strata sosial di Mesir yang masih sangat dipengaruhi gaya hidup Barat akibat
kontak kolonialisme dan beberapa utusan pelajar ke Eropa. Akibatnya sebagian orang
kaya pada saat itu mulai menyombongkan diri dan menganggap lebih mulia dari mereka
yang berada dibawah merekan dalam hal finansial. Maka tidak aneh jika dalam cerpen
ini diterangkan sifat sang pemuda yang sombong dan terlihat bertindak seenaknya
sendiri. “Orang Syarkasyi itu membaca sejenak koran tersebut lalu melipatnya dan
melemparkannya ke tanah, dia memanas kesakitan lalu berkata:“Mereka menginginkan
sosialisasi pendidikan dan pemberantasan buta huruf sehingga seorang petani akan
naik derajatnya sama seperti tuannya, sungguh mereka sangatlah bodoh, dan mereka
telah berbuat kesalahan yang besar.”
Dari penggalan diatas nampak bahwa tokoh pemuda kaya tersebut sangat tidak
suka atas usaha pemerintah dalam pemberantasan buta huruf dan sosialisasi pendidikan
kepada rakyat di desa. Hal itu disebabkan karena mereka orang-orang kaya beranggapan
bahwa orang-orang bisa menjadi tuan bagi orang-orang miskin, menyuruh-nyuruh
mereka berbuat apa saja yang mereka inginkan, dan memperlakukannya seperti seorang

9
budak. Dan mereka (orang-orang miskin) tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh
orang-orang kaya dan pejabat-pejabat di kota, oleh karena itu mereka tidak pernah
protes terhadap orang-orang kaya selama mereka mendapatkan upah dari orang
kaya.Oleh karena itu, jika pemerintah memberikan pendidikan kepada mereka (para
petani), lalu mereka mulai melek ilmu pengetahuan dan hak asasi manusia, maka
otomatis mereka akan mulai berani pada tuannya (orang kaya). Dalam hal ini, hubungan
antara sang pemuda kaya dengan tokoh “aku” adalah sebagai orang yang sukses dan
orang pengangguran.
Lalu hubungan antar peran selanjutnya yaitu antara seoerang pelajardan seorang
guru. Sebagaimana dalam kutipan berikut: “Kulihat pemuda tersebut lantas terbesit
dalam benakku segera bahwa ia adalah seorang pelajar desa yang baru menyelesaikan
ujiannya. Dia ingin pulang ke kampung halamannya untuk liburan bersama keluarga
dan kerabatnya.Setelah itu dia mengeluarkan seutai tasbih dari sakunya lantas iapun
memulai dzikir dengan mengulang-ulang asma Allah dan rasul-Nya, para sahabatnya
dan wali-walinya yang sholeh.”
Pada kutipan yang pertama menggambarkan watak dan ciri khas yang dimiliki
oleh seorang Mesir. Seorang pelajar di masa itu pasti identik dengan tas dan beberapa
buku yang dibacanya di sela-sela waktu kosong. Maka penulis mencoba
menggambarkan sifat-sifat seorang pelajar Mesir dan kebiasaan. “Aku tetap melihanya,
begitu juga ia melihatku juga, kemudian ia keluarkan dari tasnya sebuah novel dari
kumpulan cerita-cerita rakyat, maka ia bermaksud membacanya selepas melihatku dan
bapak (guru) yang tadi.”
Sedangkan sang guru dilukiskan oleh sang pengarang dengan seseorang yang
senantiasa mengamalkan sunnah nabi seperti membaca doa sebelum duduk, dzikir dan
beberapa aktivitas lainnya. Keterangan ini dapat kita jumpai pada petikan cerpen diatas
dari kata-kata “mengeluarkan seutai tasbih” dan “memulai dzikir”. kedua sifat dan
perilaku tersebut mewakilkan dari seorang guru atau yang dalam budaya Mesir mereka
dipanggil dengan istilah “Syaikh” atau “Ustadz”, sebagai bentuk penghormatan terhadap
kedudukannya.
Hubungan antar peran selanjutnya adalah seorang pejabat pemerintah dan
rakyatnya. Peristiwa yang melibatkan kedua peran itu berhubungan terdapat pada
petikan berikut: “ Tuan.... petani itu seperti kita, maka haram hukumnya berbuat
keburukan terhadap saudaranya sendiri sesama manusia.” Lantas aku menoleh kepada
pak Kades seakan-akan aku mengarahkan perkataanku terhadapnya, lalu sang kades

10
pun berujar: Lalu sang kades pun berujar:“ Saya orang paling tau tentang keadaaan
para petani, dan saya telah mempunyai jabatan sebagai kepala desa di suatu desa
dengan seribu pendudukya, dan jika saya mau saya akan menyuruh dia untuk
memahami perkara para petani, saya akan menjawab pertanyaanmu, sesungguhnya
para petani itu wahai anak muda.... tidak akan beruntung atau sukses kecuali dengan
pukulan, sungguh benar apa yang dikatakan orang Syarkasyi itu.”
Dari kutipan ini kita bisa mengetahui posisi seorang pejabat dalam menyikapi
peraturan pemerintah (dalam hal ini khususnya tentang pendidikan para petani). Jadi
bisa disimpulkan bahwa sekelas pejabat desa saja masih beranggapan bahwa pendidikan
itu tidak cocok untuk kaum petani. Dia beranggapan bahwa akan sia-sia mendidik atau
mengajari para petani itu, karena tugas utamanya adalah menanam tanaman dan
memanennya maka ia akan mendapatkan uang, dan dari uang itu mereka bisa
manfaatkan untuk keperluan hidup mereka.
Dalam kehidupan masyarakat menengah kebawah uang masih berperan sangat
penting untuk menentukan pola hidup dan cara berfikir mereka. Mereka menganggap
uang adalah satu-satunya indikator kesuksesan. Minat terhadap pendidikan masih sangat
rendah dibandingkan masyarakat perkotaan yang sudah mulai mengenal peradaban dan
ilmu pengetahuan. Menurut mereka para pejabat, satu-satunya pendidikan paling efektif
untuk para petani adalah dengan cambuk (pukulan) laksana seorang budak. Bila mereka
malas bekerja, tuannya tinggal menyabetkan cambuknya, maka ia akan mengikuti
semua kemauan mereka.
Cerpen Fi Al-Qithar ini menceritakan sebuah perkacapan di dalam kereta yang
melibatkan beberapa tokoh dengan peran masing-masing tokoh yang secara tidak
langsung merepresentasikan sifat dan ciri perilaku masyarakat Mesir di kala itu.
Perbedaan mendasar antara pola pikir dan paradigma orang kota dengan orang-orang
desa yang masih di pandang masyarakat kelas dua masih sangat terasa dalam cerpen ini.
Hawa perdebatan dan perang idiologi dalam menanggapi isu pemerintah akan
melakukan pemberantasan buta huruf dengan sosialisasi pendidikan mendapat banyak
pertentangan dari kalangan masyarakat perkotaan atau kelas satu. Tokoh sebagai orang
kota namun ia berperan sebagai pembela sosialisasi Pendidikan terhadap kaum petani,
begitu pula dengan tokoh sang murid yang berperan sebagai anak desa yang telah
mendapat pendidikan hingga tingkat lanjutan. Dan itu bersebrangan dengan pendapat
orang Syarkasia dan pejabat/kepala desa yang sangat menentang program tersebut.
Sikap menyetujui tokoh “aku” dalam cerpen Fî Al-Qithârbisa dijumpai dalam

11
penggalan berikut: Lalu aku mengambil kembali koran dari lantai dan berkata:“
Kesalahan apa?”“ Pengobatan yang seperti apa yang anda maksud? Apakah ada cara
lain yang lebih ampuh dari pada pembelajaran?”Aku ingin membantah Syarkasy itu,
namun sayangnya sang pejabat desa mencukupkanku untuk membantahnya lagi, aku
berkata kepadanya:“ Tuan.... petani itu seperti kita, maka haram hukumnya berbuat
keburukan terhadap saudaranya sendiri sesama manusia.”
Dari penggalan-penggalan cerpen diatas bisa kita baca peran atau sikap
menyetujui program pemerintah itu dengan cara menanyakan sebab ketidak setujuan
orang Syirkasia itu atas program pemerintah yang menurutnya baik untuk kemajuan
masyarakat pedesaaan. Ketika tokoh “aku” menanyakan apakah ada cara lain untuk
memberikan pencerahan kepada para petani, seakan menunjukkan sikap kontra ia pada
pendapat orang Syirkasyia itu. Ditambah lagi pernyataannya pada potongan kata-kata:
“aku ingin membantah Syirkasia itu” menambah kejelasan bahwa ia sangat kontra
dengan tokoh Syirksia itu. Dan pada pengglan terakhir tokoh “aku” menunjukkan rasa
sosial dan empatinya terhadap sesama, dia berpandangan bahwa petani sama seperti kita
derajatnya, maka kita tidak sepantasnya memperlekukan petani layaknya seorang budak
yang hina. Adapun sikap sang pelajar bisa kita jumpai pada penggalan cerpen ini: Si
murid pun berkata:“ Wahai Pak Kepala desa, mengapa petani itu tidak tunduk pada
perintah kalian kecuali dengan pukulan karena kalian telah membiasakan mereka
dengan itu semua, jikaseandainya kalian berkelakuan baik dengan mereka, maka
niscaya kalian akan mendapati saudara yang saling membantu dan memikul bersama
kalian, namun sayangnya kalian berprilaku buruk kepada mereka, maka mereka
berbuat buruk pula kepada kalian agar bisa terlepas dari kekejaman kalian. Dan yang
akan mengejutkannku jika suatu ketika anda menjadi seorang petani lalu anda
mengejek teman petani anda sendiri.
Dalam ujaran panjangnya sang pelajar itu mengutarakan pendapat sekaligus
pertentangannya terhadap pandangan orang Syarkasyia dan pejabat desa tadi bahwa
program pemerataan pendidikan itu tidak harus dilaksanakan, petani tidak akan sukses
dengan pendidikan, mereka hanya akan sukses dengan cambuk (kekerasan). Lantas sang
pelajar itu berpendapat bahwa petani itu tunduk dengan cambukan disebabkan oleh
pembiasaan dari tuan mereka dalam mendidik menggunakan kekerasan. Sejatinya para
petani akan berbuat baik jika atasan mereka (orang kaya) berbuat baik pada mereka. Dan
mereka pasti akan sangat senang bila ada program pemerintah terkait sosialisasi
pendidikan secara gratis. Realitanya penolakan program ini oleh kalangan orang kaya

12
disebabkan rasa takut mereka ketika para petani mulai mendapat pencerahan dan
pendidikan, mereka tidak akan mau lagi bekerja untuk mereka dan lagi mereka akan
banyak protes.3

C. Kebijakan Pendidikan di Mesir


• Kurikulum dan Metodologi Pengajaran
Di Mesir, kurikulum adalah hasil pekerjaan tim. Tim kurikulum terdiri dari
konsultan, supervisor, para ahli, para profesor pendidikan, dan guru-guru yang
berpengalaman. Biasanya ada sebuah panitia untuk setiap mata pelajaran atau kelompok
pelajaran, dan ketua-ketua panitia ini diundang rapat sehingga segala keputusan daat di
koordinasikan. Kurikulum yang sudah dihasilkan oleh panitia diserahkan kepada Dewan
Pendidikan Pra universtias yang secara resmi mengesahkan untuk diimplementasikan.
Berdasarkan peraturan, kurikulum dapat diubah dan disesuaikan untuk
mengakomodasikan kondisi setempat atau hal-hal khusus Sejumlah besar supervisor
konsultan dari semua level bertemu secara reguler dengan guru-guru guna memberikan
bimbingan dan untuk mengumpulkan informasi. Ada berbagai pusat latihan, sekolah
percobaan, dan sekolah percontohan, yang bertujuan untuk pembaharuan kurikulum
serta perbaikan metode mengajar. Garis besar kurikulum ditentukan sebuah tim keil
mirip dengan tim yang diterangkan diatas dibentuk untuk menulis buku teks. Buku teks
menurut kurikulum tidak persis sama dengan kurikulum yang dilaksanakan.
Perbedaanna disebakan oleh faktor seperti kondisi kelas, kurangnya alat peraga dan
perlengkapan lainnya, dan kualitas guru bertentangan dengan apa yang digariskan dalam
kurikulum, kebanyakan pengajaran masih berorientasi verbal.
• Ujian, Kenaikan Kelas, dan Sertifikasi
Ujian naik kelas ditetapkan pada Grade 2, 4, dan 5, dan ujian negara pertama
dilaksanakan pada akhir grade 8. Murid yang lulus mendapat Sertifikasi Pendidikan
Dasar, dan dengan itu dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Jumlah skor
menentukan jenis sekolah yang akan dimasuki, dan itu sangat penting karena umumnya
hanya murid-murid yang mendapat skor tinggi saja yang dapat masuk ke sekolah-
sekolah menengah akademik yang dinginkan menuju universitas. Kalau tidak, mereka
masuk kesekolah-sekolah teknik atau institut pendidikan lain. Jadi, masa dean anak
muda mesir banyakan tergantung pada nilai yang diperoleh pada ujian negara. Hal in
menjadi sangat penting shingga menjadi persaingan sesama murid sangat ketat.

3 Mohammad Dzulkifli, “ Problematika Pendidikan di Mesir ”, Alfaz, Vol. 7, No. 1, 2019, Hlm. 34-39
13
• Sistem Pendidikan Islam
Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Muslim dan tradisi agama yang
kuat, Mesir memiliki sistem pembelajaran agama Islam pendidikan Islam yang sangat
kuat. Standar untuk pendidikan Islam pun dilakukan dengan standar yang lebih
menjamin lulusan pendidikan keagamaan agar memiliki pengetahuan dan pemahaman
agama yang kuat. Karen itu, dalam pengembangan kurikulum dan evaluasi pendidikan
agama, pendidikan Islam di Meir sering menjadi rujukan negara-negera Islam lainnya.4

Agama Islam adalah agama negara di Mesir, dan bahasa Arab bahasa resmi
Negara. Cita-cita demokrasi terus dikembangkan dengan berbagai cara untuk menentang
feodalisme, monopoli, dan eksploitasi. Pendidikan wajib selama 5 tahun pada
pendidikan dasar, dan dapat ditambah ke tingkat pendidikan yang tinggi. Pendidikan
adalah gratis pada sekolah-sekolah negeri. Negara mengawasi seluruh kegiatan
pendidikan dan menjamin otonomi universitas dan pusat-pusat penelitian dengan catatan
bahwa semua kegiatan itu diarahkan pada usaha-usaha keperluan masyarakat dan pada
peningkatan produktivitas. Penghapusan buta huruf (literasi) merupakan tugas nasional,
dan Islam adalah pelajaran dasar dalam kurikulum. 5
Awal kebangkitan modernisasi di Mesir, bermula dari kekuatan kaum muslimin
Mesir dalam menghadapi kekuatan Napoleon, yaitu dibawah komando Muhammad Ali
Pasya (1765 – 1849). Semula ia sangat konsen dengan pendidikan militer, karena
menurutnya kunci untuk melanggengkan kekuasaan terletak pada kekuatan organisasi
militer. Karena pengembangan mileter ini membutuhkan pembiayaan, maka diperlukan
sumber pembiayaan. Dari sini lalu ia terdorong untuk mempelajari seluk beluk ilmu
ekonomi yang berkembang di Eropa.
Meskipun ia buta huruf, perhatiannya dibidang pendidikan cukup besar. Salah
satu perhatiannya yang cukup serius dalam bidang ini adalah mengirimkan putra-putra
Mesir untuk belajar terutama ke Paris. Salah seorang yang dikirim adalah Syeikh at-
Tahtawi (1801-1873) dan sekaligus bertindak sebagai Imam bagi para mahasiswa Mesir
di Ibukota Perancis itu. Hal ini terbukti dengan dibentuknya Kementrian Pendidikan
pada tahun 1815, yang sebelumnya tidak dikenal. Pada perkembangan selanjutnya,
beberapa sekolah modern didirikan, mulai Sekolah Militer pada tahun 1815, Sekolah

4 Linda Rosita, 2017, “ Filsafat Pendidikan di Negara Mesir


”,https://www.academia.edu/43243369/FILSAFAT_PENDIDIKAN_DI_NEGARA_MESIR. Diakses pada tanggal 3 Maret
2023 pukul 23.00 WITA.
5 Juni Erpida Nasution, “ Analisis Kebijakan Pengembangan Kompetensi Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pada Lembaga Pendidikan di Mesir”, Jurnal Pendidikan dan Pemikiran, Vol. 7, No. 2, 2022, Hal. 785-786
14
Teknik tahun 1816, Sekolah Kedokteran tahun 1827, Sekolah Apoteker tahun 1829,
Sekolah Pertambangan tahun 1834, sampai Sekolah Pertanian dan Sekolah
Penerjamahan pada tahunn 1839.
Kurikulum-kurikulum pendidikan pun dirombak dan disesuaikan dengan
perkembangan pada saat itu. Sejumlah ilmu pengetahuan karyakarya Voltaire,
Rousseau, Montesquieu dan lainnya, menjadi khasanah barudalam pemikiran
masyarakat Mesir. Selain itu, beberapa mata pelajaran umum, yang tadinya tidak
dimasukkan dalam sekolah-sekolah menjadi kewajiban untuk dipelajari. Misalnya
mempelajari secara intensif bahasa Eropa dan spesialisasi keahlian bidang-bidang
terapan mengalami penekanan yang cukup penting.
Gagasan Muhammad Ali ini di implementasikan secara jelas oleh al-Tahtawi. Ia
juga termasuk “pembuka” gerbong modernisasi Mesir pada periode awal. Dalam
gerakan pembaharuan Muhammad Ali diatas, altahtawi memainkan peranan yang cukup
signifikan dalam merealisasikan secara konkrit ide-ide besar tersebut. Bahkan ditangan
al-Tahtawilah, komitmen pemikiran agama disentuh.
Al-Tahtawi mempunyai keyakinan bahwa jika umat Islam ingin maju dan sejajar
dengan bangsa Eropa, maka mereka musti menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh sebab itu dibukalah sekolahsekolah modern telah ada pada masa Muhammad Ali
Pasya, dipertegas dengan keberadaan spesialisasi keilmuan dengan menyesuaikan
dengan kurikulum sebagaimana sekolah-sekolah Barat.
Tahthawi adalah bagian dari program perbaikan ekonomi-militer Mesir yang
dicanangkan Muhammad Ali. Pada tahun 1826, ia ditunjuk menjadi pemimpin (imam)
delegasi pelajar-tentara Mesir yang dikirim ke Paris, Perancis. Saat itu, Tahtawi
sebetulnya sedang menikmati masamasa indahnya belajar di al-Azhar. Ia mendapatkan
guru yang baik, di antaranya Syeikh Hassan al-Attar, guru dan pembimbing yang juga
merupakan teman diskusinya yang mengasyikkan. Ia mengerti betapa luhurnya tugas
tentara. Karenanya, ia tak menolak ketika gurunya merekomendasikannya menjadi
imam delegasi pelajar-tentara yang dikirim Muhammad Ali.
Paris adalah kota yang sangat menentukan bagi kehidupan dan karir intelektual
Thahthawi. Selama berada di “ibu kota” Eropa ini, mahasiswa al-Azhar itu tidak cuma
menjadi imam shalat atau rujukan masalah-masalah keagamaan bagi kawan-kawannya.
Dengan semangat dan kreatifitas tinggi, Thahthawi mempelajari bahasa Perancis dan
mengamati sosiologi masyarakat Eropa. Setelah mahir berbahasa Perancis, iapun
melahap semua buku-buku penting yang dijumpainya. Di kota itulah, ia berkenalan

15
dengan buku-buku logika, filsafat, sejarah, hukum, sastra, dan biografi orang-orang
besar, termasuk biografi Napoleon. Ia juga berkenalan dengan pemikiran-pemikiran
liberal Perancis semacam Voltaire, Montesquieu, Condillac, dan Rousseau. Akan tetapi,
usaha alTahtawi ini tidak berarti ia serta merta meninggalkan pengaruh Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Bahkan ia mencoba memanfaatkan teoriteori hukum alam yang
dimiliki Barat, untuk memberikan reinterpretasi dan pembaharuan atas ajaran-ajaran
Islam.
Membincangkan modernisasi dalam Islam tidak bisa melupakan jasa besar
Muhammad ‟Abduh. Ulama dan pemikir progresif asal Mesir ini telah menginspirasi
hampir sebagian besar dunia Islam, tak terkecuali Indonesia, untuk melakukan reformasi
total keagamaan.
Reformasi keagamaan yang digagas ‟Abduh dicanangkan dalam dua hal.
Pertama, reformasi pemikiran. ‟Abduh hidup di akhir dinasti Ottoman, akhir
pemerintahan Islam. Masa itu ditandai dengan fakta mandeknya pemikiran keagamaan
dan hilangnya rasionalitas. Hampir di seluruh belantika negeri Islam menghadapi
pelbagai persoalan maharumit, baik internal seperti pertarungan politik dan perebutan
kekuasaan, maupun eksternal seperti imperialisme dari negara-negara Eropa.
Abduh memandang, akar persoalan dari seluruh masalah adalah matinya
pemikiran keagamaan, yang berakibat pada hilangnya nalar progresif, rasional, dan
emansipatoris. Karena itu, ia memandang perlunya membangkitkan kembali ijtihad
dalam rangka memahami Islam sebagai agama ilmu, kebudayaan, dan peradaban
umumnya.
Tentang pentingnya ijtihad, ‟Abduh diinspirasi oleh gurunya, Jamaluddin al-
Afghani. Ijtihad sebagai langkah yang paling mungkin untuk melakukan perubahan dari
dalam. Bahkan ia menolak masuk ranah politik karena baginya, politik sama dengan
“setan”. Kata-katanya yang populer, “Ya Tuhan, saya berlindung dari setan dan politik.”
Sejak itulah ‟Abduh menghindari hal-hal yang berbau politik dan kembali ke
ranah pemikiran keagamaan dengan melakukan dekonstruksi terhadap teologi dan
kebudayaan Islam. Kedua bukunya, Risalat alTawhid dan Al-Islam bayn al-„ilm wa al-
Madaniyyah, merupakan tonggak penting bagi upaya menggali rasionalitas dalam Islam
sebagaimana dulu digagas kalangan Mu‟tazilah. Sementara buku kedua
menggarisbawahi pentingnya memahami Islam sebagai agama ilmu dan kebudayaan.
Abduh yang dikenal dengan ungkapannya, ”Saya menemukan Islam di Barat
tanpa orang Muslim, sedangkan saya di Mesir menemukan orang Muslim tanpa Islam”,

16
sadar betul bahwa umat Islam perlu mencanangkan pentingnya memahami sumber ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Dalam buku itu, ‟Abduh lagi-lagi berbeda dengan
pemikir Muslim pada zamannya karena melihat Barat tidak menggunakan kacamata
politik, tetapi memahami Barat sebagai entitas peradaban.
Pasca-’Abduh, pemikiran keagamaan seolah-olah mendapatkan amunisi untuk
melakukan pembaruan dan perubahan secara radikal, dari yang semula salafi menjadi
modern. ’Abduh mempunyai pengaruh penting karena lahir dari rahim institusi Al-
Azhar, yang dikenal konservatif dan berorientasi kepada masa lalu. Namun, justru
karena itulah ia menawarkan perlunya reformasi pemikiran keagamaan.
Hal kedua, reformasi pendidikan. Sebagai ulama berpengaruh pada zamannya,
‟Abduh memandang lembaga pendidikan sebagai satusatunya cara melakukan
reformasi. Untuk itu, dia mengusulkan agar AlAzhar sebagai lembaga keagamaan yang
menguasai jagat Mesir tak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengajarkan
ilmu umum, seperti kedokteran, psikologi, pertanian, dan perdagangan.
Dalam hal ini, harus diakui, ‟Abduh merupakan tokoh pendidikan paling
berpengaruh dan berjasa dalam reformasi Islam di Mesir. Karena setelah itu Al-Azhar
membuka fakultas-fakultas umum, seperti kedokteran, psikologi, pertanian, dan
perdagangan. Uniknya, di fakultas-fakultas umum itu, para mahasiswa sedikitnya
menggunakan dua bahasa pengantar, Perancis dan Arab, dan mereka pun harus
menghafalkan Al Quran. 6

6 Imam Hanafi, “ Kebijakan Pendidikan di Mesir”, Jurnal Madania, Vol. 6, No. 2, 2016, Hal. 127-131
17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mesir memprogramkan wajib belajar. Masyarakatnya harus pandai dalam


hal baca tulis dan terdidik, harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta menjadi masyarakat yang produktif, pendidikan juga harus fleksibel dan relevan
dengan kebutuhan masyarakat. Jenis pendidikan di Mesir yakni pendidikan
pemerintah dan pendidikan swasta.

Setiap negara bahkan itu negara maju sekalipun memiliki sebuah


permasalahan khususnya dalam bidang pendidikan yang masih saja terdapat kendala-
kendala. Untuk itu perlu kiranya kita mengambil pelajaran yang bisa kita petik dari
corak pendidikan Mesir tersebut. dan mencoba membandingkan dengan pendidikan
yang ada di Indonesia. Mengambil segi positifnya dan mengubahnya menjadi lebih
baik.

Awal kebangkitan modernisasi di Mesir, bermula dari kekuatan kaum


muslimin Mesir dalam menghadapi kekuatan Napoleon, yaitu dibawah komando
Muhammad Ali Pasya (1765 – 1849). Semula ia sangat konsen dengan pendidikan
militer, karena menurutnya kunci untuk melanggengkan kekuasaan terletak pada
kekuatan organisasi militer. Karena pengembangan mileter ini membutuhkan
pembiayaan, maka diperlukan sumber pembiayaan.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali
kekurangannya. Mengingat penulis hanya manusia biasa yang penuh khilaf. Maka
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi motivasi
bagi penulis untuk lebih baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Syofian Iddian, “ Sistem Pendidikan di Mesir ”, Jurnal Pendidikan Islam Ar Riyadhah,


Vol. XVIII, No. 1, 2021.

Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I, 2011, “ Perbandingan Pendidikan Islam ”.


repo.uinsatu.ac.id/6752/1/perbandingan%20pendidikan%20islam.pdf..

Mohammad Dzulkifli, “ Problematika Pendidikan di Mesir ”, Alfaz, Vol. 7, No. 1,


2019.

Linda Rosita, 2017, “ Filsafat Pendidikan di Negara Mesir ”,


https://www.academia.edu/43243369/FILSAFAT_PENDIDIKAN_DI_NEGAR
A_MESIR.

1Juni Erpida Nasution, “ Analisis Kebijakan Pengembangan Kompetensi Tenaga


Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pada Lembaga Pendidikan di Mesir”,
Jurnal Pendidikan dan Pemikiran, Vol. 7, No. 2, 2022.

Imam Hanafi, “ Kebijakan Pendidikan di Mesir”, Jurnal Madania, Vol. 6, No. 2, 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai