Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM FITOFARMAKA
TUGAS 2
Penentuan Parameter Mutu Spesifik Ekstrak
Kaempferia galanga
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK 7

KELAS: F

1. Novi Sus Mahfita Ningsih (201910410311273)


2. Indah Fitria Rahayu (201910410311275)
3. Suci Rinda Prasasti (201910410311276)
4. Arvil Rohmaturrizqi (201910410311277)
5. Rize Bilgis Nurfatiyah (201910410311283)

DOSEN PEMBIMBING:
apt. Siti Rofida, M. Farm. apt.
Amaliyah Dina A., M. Farm.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bumi Indonesia terdiri dari berbagai suku dengan keanekaragaman obat


dibuat secara tradisional dari bahan-bahan alami yang ada di Indonesia termasuk
tumbuhan obat. Diperkirakan keanekaragaman hayati di Indonesia menempati
urutan kedua setelah Brazil. Secara internasional, obat herbal telah diterima
secara luas di negara berkembang dan maju, sehingga obat herbal juga
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemasok terbesar obat-obatan
herbal di dunia yaitu China, Eropa dan Amerika Serikat. Di Afrika jumlah
penduduk yang menggunakan obat herbal mencapai 60-90%, di Australia 40-
50%, Eropa 40 80%, Amerika Serikat 40%, dan Kanada 50%. Obat Herbal atau
obat tradisional merupakan campuran dari bahan-bahan alami yang secara
tradisional telah digunakan dan terbukti secara empiris manfaatnya. Keragaman
tumbuhan obat bisa menunjang suplai obat tradisional siap pakai (Jumiarni &
Komalasari, 2017).
Tanaman kencur merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan
obat. Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman yang
berpotensi dapat dikembangkan karena fungsinya yang dapat digunakan sebagai
bahan obat herbal atau obat tradisional, bahan pembuatan parfum dan juga
kosmetik (Kurniati et al., 2020). Selain itu tanaman kencur juga dapat digunakan
untuk mengobati diare, migrain, meningkatkan energi, mengatasi kelelahan dan
juga dapat meningkatkan imunitas tubuh (Izazi & Kusuma P, 2020).
Kencur merupakan tanaman herbal yang umum digunakan sebagai ramuan
obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga banyak petani di
Indonesia yang membudidayakan ini. Kencur sebagai hasil pertanian yang
diperdagangkan dalam jumlah besar, salah satunya adalah rimpang kencur atau
rizoma. Ekstrak kencur terbukti memliki banyak sekali manfaat, antara lain sakit
kepala, keseleo, menghilangkan lelah, radang, lambung, batuk, memperlancar
haid, radang telinga anak, darah kotor, mata pegal, diare, dan masuk angina
(Tajudin et al., 2022).
Tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) terbukti mengandung senyawa
metabolit sekunder diantaranya seperti flavonoid, alakloid, tanin, dan polifenol.
Senyawa metabolit sekunder polifenol dan flavonoid dapat dimanfaatkan sebagai
antioksidan. Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat
terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi ini dapat terbentuk karena banyaknya radikal
bebas yang terdapat dalam tubuh. Karena adanya radikal bebas dalam tubuh
dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan sehingga dapat menyebabkan
berbagai penyakit (Indrawati et al., 2018).
Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, pemakaian dan
penyalahgunaan obat tradisional mengalami kemajuan yang sangat pesat. Karena
obat tradisional terbuat dari bahan-bahan alami maka efek samping, tingkat
bahaya, dan resiko yang diberikan sangat rendah jika dibandingkan dengan obat-
obatan kimia. Diantara tumbuhan obat tersebut yang menarik untuk
dikembangkan lebih lanjut yaitu ripang kencur (Lely & Rahmanisah, 2017).
Karakteristik ekstrak terdiri dari 2 proses yaitu proses pertama dengan
parameter spesifik dan non spesifik. Parameter spesifik adalah aspek analisis
kimia kualitatif dan kuantitatif kadar senyawa aktif terkait aktivitas farmakologi
masing- masing ekstrak. Parameter tersebut antara lain menentukan susut
pengeringan, kadar air, kadar abu dan sebagainya (Lely & Rahmanisah, 2017).
Beberapa metode yang sering digunakan untuk mengekstraksi kencur
adalah metode perasan, infusa, dan maserasi. Maserasi adalah metode
perendaman dan syarat utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak
yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi. Penyaringan zat aktif
yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
yang sesuai dengan waktu tertentu pada temperatur kamar terlindungi dari
cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap
hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Kusuma,
2015).
Dalam produksinya ekstrak kencur memiliki mutu, dan kandungan bahan
aktif di dalam rimpang kencurnya. Hal tersebut ditentukan oleh varietas, cara
budidaya, dan lingkungan tempat tumbuhnya (Muhlisah Pratama, 2014). Jadi
dapat dikatakan bahwa, kandungan kencur di daerah yang berbeda memilki
kemungkinan kandungan senyawa kimia yang berbeda. Sehingga pada setiap
ekstrak pasti memiliki parameter-parameter dalam bentuk spesifik maupun non
spesifik dalam membantu menentukan mutu (Kusuma, 2015).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menentukan parameter mutu spesifik dan non-
spesifik ekstrak Kaempferia galanga L.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kencur

Kaempferia galanga (K. galanga) atau yang dikenal sebagai "kencur"


di Indonesia digunakan sebagai salah satu bahan makanan. Diperkirakan
berasal dari daerah asia tropika yang kemudian menyebar kemana-mana dan
sampai di Indonesia sebagai tanaman budidaya (Alihar, 2018). Kaempferia
galanga atau kencur merupakan salah satu jenis dalam famili Zingiberaceae
merupakan salah satu jenis tanaman obat penting bagi masyarakat Asia termasuk
Indonesia. Tanaman ini sering dijadikan pasta karena dipercaya dapat mengatasi
kelelahan. Berdasarkan hasil review dalam jurnal Putu Nita (2020), secara
tradisonal tanaman ini sering digunakan untuk pengobatan diare, migrain dan
meningkatkan energi, dan mengatasi kelelahan. Rimpang kencur selama ini
digunakan oleh untuk menghilangkan sakit gigi, sakit perut, pembengkakan pada
otot dan rematik.

2.1.1 Klasifikasi

Gambar 2.1 Kencur (Ida Bagus, 2022)

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Lilianae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia L.
Spesies : Kaempferia galanga L.
(https://www.itis.gov/)

2.1.2 Morfologi
Kencur (Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan
digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah
paling lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh
subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak
terlalu banyak air. Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu
pada musim penghujan. Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang
cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka (Lasro, 2018).
Kencur memiliki batang berbentuk basal yang memiliki ukuran kurang
lebih 20 cm yang tumbuh dalam rumpun. Kemudian kencur memiliki daun
berwarna hijau berbentuk tunggal yang pinggir daunnya berwarna merah
kecoklatan. Bentuk dari daun kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada
juga yang berbentuk bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-15
cm, lebar 2-8 cm, dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi daun
rata. Untuk permukaan daun bagian atas tidak mempunyai bulu tetapi pada bagian
bawah memiliki bulu yang halus. Kemudian untuk tangkai daun sedikit
pendekmemiliki ukuran berkisar antara 3-10 cm yang terbenam didalam tanah,
mempunyai panjang berkisar 2-4 cm yang memiliki warna putih. Jumlah daun
pada kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan yang saling berhadapan.
Adapun untuk rimpangnya memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari
yang tumpul dengan warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kemcur
memiliki warna coklat yang mengkilat (Lasro, 2018).
Dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur. Kemudian pada
bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan tekstur seperti daging yang
tidak berserat (Soleh & Megantara, 2019). Pada morfologi kencur memiliki
batang berbentuk basal yang memiliki ukuran kurang lebih 20 cm yang tumbuh
dalam rumpun. Kemudian kencur memiliki daun berwarna hijau berbentuk
tunggal yang pinggir. Daunnya berwarna merah kecoklatan. Bentuk dari daun
kencur menjorong ada yang menjorong lebar dan ada juga yang berbentuk
bundar, untuk ukurannya daun kencur memiliki panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm,
dengan ujung daun runcing pangkai berkeluk dan tepi daun rata. Untuk
permukaan daun bagian atas tidak mempunyai bulu tetapi pada bagian bawah
memiliki bulu yang halus. Kemudian untuk tangkai daun sedikit pendek
memiliki ukuran berkisar antara 3-10 cm yang terbenam didalam tanah,
mempunyai panjang berkisar 2-4 cm yang memiliki warna putih. Jumlah daun
pada kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan yang saling
berhadapan (Haryudin & Rostiana, 2020).
Kencur mempunyai Bunga yang tunggak yang berbentuk seperti terompet
dengan panjang bunga 3-5 cm. Kencur mempunyai benang sari berwarna kuning
yang memiliki panjang 4 mm, untuk putik kencur memiliki warna putih agak
keunguan. Kemudian untuk bunganya tersusun setengah duduk dengan jumlah
mahkota bunga 4-12 buah dengan warna yang dominan yaitu warna putih.
Kencur memiliki perbedaan dengan famili yang lainnya pada bagian daun yang
menjalar dipermukaan tanah, dengan batang kencur yang pendek dan serabut
akar yang memiliki warna coklat agak kekuningan. Adapun untuk rimpangnya
memiliki ukuran yang pendek berbentuk seperti jari yang tumpul dengan
warna coklat lalu pada bagian kulit rimpang kemcur memiliki warna coklat
yang mengkilat, dengan bau khas yang dikeluarkan oleh rimpang kencur.
Kemudian pada bagian dalam kencur memiliki warna putih dengan tekstur seperti
daging yang tidak berserat (Haryudin & Rostiana, 2020).
Untuk pemerian simplisia rimpang kencur menurut Farmakope Herbal
Indonesia edisi II (2017) berupa irisan rimpang, pipih, bentuk hampir bulat
sampai jorong atau tidak beraturan, bagian tepi berombak dan berkeriput, kasar,
bagian tengah tampak pembatas yang tegas antara korteks dan stele, korteks
sempit, berserat halus; warna cokelat hingga cokelat kemerahan, bagian
tengah berwarna putih sampai putih kecokelatan, bau khas dan rasa pedas.
2.1.3 Kandungan Kimia
Komponen utama yang terkandung dalam Kaempferia galanga antara
lain ethyl-p-methoxycinnamate (31.77%), methylcinnamate (23.23%), carvone
(11.13%), eucalyptol (9.59%) dan pentadecane (6.41%), ethyl cinnamate
(23,2%), 1,8-cineole (11,5%), transcinnamaldehyde (5,3%), dan borneol (5,2%)
(Chao et al., 2014). Ekstrak kencur dilaporkan memiliki efek antinflamasi,
analgetik, antidiare, antibakteri, sedatif, sitotoksik, insektisidal, antihelmint, dan
antioksidan.
Secara etnobotani Kaempferia galanga digunakan sebagai obat
ekspektorat, karminatif, obat batuk, rematik, dan anti kanker, kolera,
vasorelaksasi, anti mikroba, antioksidan, anti alergi penyembuhan luka. Dan pada
bioaktivitasnya membuktikan aktivitas K. galanga sebagai anti kanker, anti
oksidan, anti inflamasi, analgesik dan anti bakteri (Marina S, 2019).
Rajendra et al., (2021) menyatakan bahwa rizoma Kaempferia galanga
yang diekstak dengan menggunakan petroleum mengandung sterols, triterpenoids
dan resins: sedangkan jika diekstrak dengan menggunakan kloroform akan
diperoleh, sterols, triterpenoids, flavanoids dan resins. Sedangkan jika diekstrak
dengan menggunakan metanol akan diperoleh steroids, triterpenoids,
alkaloids, flavanoids, carbohydrates, resins dan protein. Dan jika diekstrak
menggunakan air akan diperoleh saponins, carbohydrates dan protein.
Rimpang Kencur mengandung 1,0-2,50% minyak atsiri yang terdiri dari
sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam sinamat, etil ester, borneol,
kamphene, paraeumarin, asam anisat dan alkaloid. Selain itu juga terdapat
sinnamal, aldehide, asam motil p-kumarik, asam annamat, etil asetat dan
pentadekan. Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan
komponen utama dari Kencur. Tanaman Kencur mempunyai kandungan kimia
antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas etil parametoksi sinamat
(30%). Kamfer, borneol, sineol, penta dekaan. Adanya kandungan etil para
metoksi sinamat dalam kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat
(Primawati & Jannah, 2019).
2.2 Ektraksi dan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat


aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Farmakope Indonesia Edisi VI, 2020).

Berdasarkan konsistensinya ekstrak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta Liquida)


2. Semi solid : ekstrak kental (Extracta Spissa)
3. Kering : ekstrak kering (Extracta Sicca)

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan


menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel
dengan penyaringan. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan
senyawa yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi
perlu ditentukan terlebih dahulu (Mukhtarini, 2014).

2.3 Parameter Mutu Ekstrak

Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi
langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar
umum (Depkes RI, 2018):

1. Parameter mutu umum : Kebenaran jenis; Kemurnian; Aturan penstabilan


(wadah, penyimpanan, dan transportasi)
2. Memenuhi 3 paradigma (Quality-Safety-Efficacy)
3. Mempunyai spesifikasi kimia (informasi jenis dan kadar) senyawa kandungan.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor biologi
dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor kandungan kimia bahan obat tersebut.
Standardisasi ekstrak terdiri dari parameter standar spesifik dan parameter
standar non spesifik (Depkes RI, 2018).
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang
terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi
obat herbal meliputi dua aspek:
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan
senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis
kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi
dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
misal kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain (Saifudin et al.,
2021).
2.3.1 Parameter Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter spesifik adalah aspek kandungan kimia kualitatif dan
aspek kuantitatif kadar senyawa kimia yang bertanggung jawab langsung
terhadap aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi:
a. Identitas (parameter identitas esktrak) meliputi: deskripsi tata nama, nama
ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika
botani), bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb) dan nama
Indonesia tumbuhan.
b. Organoleptis: parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca
indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal
yang sederhana se-objektif mungkin.

c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu: melarutkan ekstrak dengan pelarut


(alkohol/ air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat diukur
senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan,
metanol. Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa
kandungan (Depkes RI, 2018).
i. Larut air
Penetapan kadar senyawa larut air untuk mengetahui kandungan
terendah dalam suatu zat/senyawa yang larut dalam air. Pada
penentuannya, simplisia/ekstrak terlebih dahulu dimaserasi selama kurang
lebih 24 jam dengan air kloroform LP. Ketika penentuan kadar larut
air, simplisia/ekstrak ditambahkan klorform terlebih dahulu, penambahan
kloroform tersebut bertujuan sebagai zat antimikroba atau pengawet,
karena apabila dalam maserasi hanya air saja kemungkinan ekstrak akan
rusak karena air meripakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba
atau dikhawatirkan terjadi proses hidrolisis yang akan merusak ekstrak
sehingga menurunkan mutu dan kualitas dari ekstrak tersebut.
ii. Larut etanol
Penetapan kadar senyawa larut alcohol dilakukan untuk mengetahui
kandungan terendah zat/senyawa yang larut dalam etanol tetapi tidak
larut dalam air.Maserasi ekstrak sebanyak 5 gram selama 24 jam
dengan 100 mL etanol 96%, ekstraksi terdestruksi dan menguap.
Sehingga yang tersisa hanya unsur mineral dan anorganik.
iii. Uji kandungan kimia ekstrak
- Pola kromatogram
Pola kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Bertujuan untuk
memberikan gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan
pola kromatogram (KLT, KCKT) (Depkes RI, 2000).
- Kadar kandungan kimia tertentu
Suatu kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka
secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan kadar
kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan adalah
densitometri, kromatografi gas, KCKT atau instrumen yang sesuai.
Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu sebagai
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab
padaefek farmakologi (Depkes RI, 2000)
2.3.2 Parameter Non Spesifik Ekstrak
Penentuan parameter non spesifik esktrak yaitu penentuan aspek kimia,
mikrobiologi dan fisi yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
(Saifudin et al., 2021). Parameter non spesifik ekstrak meliputi (Depkes RI, 2018):
a. Susut Pengeringan
Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa zatsetelah
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat
konstan yang dinyatakan dalam persen. Tujuannya yaitu untuk menjaga
kualitas simplisia/ekstrak karena susut pengeringan mempunyai kaitan
dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang. Pemeriksaan susut
pengeringan dilakukan terhadap simplisia yang tidak mengandung minyak
atsiri.
b. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis adalah massa per satuan volume yang diukur pada suhu
kamar tertentu (25°C) yang menggunakan alatkhusus piknometer atau alat
lainnya. Tujuannya adalah memberikan batasan tentang besarnya massa
persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang, bobot jenis juga terkait
dengan kemurnian dari ekstrak dan kontaminasi.
c. Kadar Air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan yang bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan.Penetapan kadar tersebut
bertujuan untuk menentukan batasan kadar air yang diperbolehkan ada
pada ekstrak. Nilai yang diamati adalah nilai maksimum kadar air,
nilai kontaminasi, dan nilai kemurnian. Terdapat 3 cara penentuan kadar air
dalam ekstrak, diantaranya :
i. Cara Titrasi
Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pertama dimasukkan methanol 20.0
mL ke dalam labu titrasi, kemudian dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer
hingga titik akhir titrasi. Kedua dimasukkan ekstrak dengan perkiraan
kandungan air 10mg-50mg ke dalam labu titrasi dan diaduk selama 1
menit, kemudian dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik
akhir titrasi. Hitung kesetaraan titrasi dengan jumlah air.
ii. Cara Destilasi
Ekstrak yang diperkirakan mengandung air 2mL-4mL dimasukkan
ke dalam labu kering. Tambahkan kurang lebih 200mL toluene ke
dalam labu kemudian hubungkan alat.
Panaskan labu dengan hati-hati selama 15 menit. Jika toluene telah
mendidih, suling dengan kecepatan 2 tetes per detik dan bila air sebagian
mulai tersuling tingkatkan kecepatan menjadi 4 tetes per detik. Jika semua
air sudah tersuling, bersihkan bagian dalam pendingin dengan toluene.
Lanjutkan penyulingan selama 5 menit, biarkan tabung pendingin
mencapai suhu kamar, jika air dan toluene sudah terpisah sempurna
baca volume air yang terdapat. Hitung dalam persen.
iii. Cara Gravimetri
Ekstrak sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam wadah,
dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam, kemudian ditimbang.
Lanjutkan pengeringan dan dan timbang pada jara 1 jam. Timbang hingga
selisih antar penimbangan tidak lebih dari 0.25%. Metode tersebut tidak
sesuai untuk ekstrak dengan kandungan minyak atsiri yang tinggi, dan lebih
sesuai digunakan sebagai penetapan kadar susut pengeringan.
d. Kadar Abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga
tinggal unsur mineral dan anorganik, yang memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal
sampai terbentuknya esktrak. Parameter kadar abu ini terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak.
e. Sisa Pelarut
Parameter sisa pelarut adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu
yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang
memang seharusnya tidak boleh ada. Pengujian sisa pelarut berguna dalam
penyimpanan ekstrak dan kelayakan ekstrak untuk formulasi.
f. Residu Pestisida
Parameter residu pestisida adalah menentukan kandungan sisa pestisida
yang mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan
simpilia pembuatan ekstrak.
g. Cemaran Mikroba
Parameter cemaran mikroba adalah penentuan adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Tujuannya adalah memberikan
jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan bahaya (toksik) bagi kesehatan.
h. Cemaran Aflatoksin
Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur.
Aflatoksin sangat berbahaya karena dapat menyebabkan toksigenik
(menimbulkan keracunan), mutagenik (mutagi gen), teratogenik
(penghambatan dan pertumbuhan janin) dan karsinogenik (menimbulkan
kanker pada jaringan) (Rustian, 2013). Jika ekstrak positif mengandung
aflatoksin maka pada media pertumbuhan akan menghasilkan koloni
berwarna hijau kekuningan sangat cerah (Saifudin, 2021).
i. Cemaran Logam Berat
Parameter cemaran logam berat adalah penentuan kandungan logam berat
dalam suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang
telah ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan.

2.4 Penggunaan Pelarut

Proses ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan senyawa yang


ada pada tumbuhan. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus
memenuhi dua syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang
terbaik untuk bahan yang diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah
dengan cepat setelah pengocokkan Senyawa yang terdapat pada tanaman
memiliki kelarutan yang berbeda-beda. Umumnya pelarut yang sering
digunakan adalah kloroform, eter, alcohol, menthol, etanol, dan etilasetat.
Ekstraksi biasanya dilakukan secara bertahap dimuali dengan pelarut
nonpolar (kloroform atau n-heksan), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan
pelarut polar (menthanol atau etanol) (Hakim & Saputri, 2020).
Pada praktikum ini pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol atau
alkohol (C2H5OH) merupakan cairan tidak berwarna yang larut dalam air, densitas
0,6 (0ºC) titik leleh -169ºC , titik didih -102ºC. Memiliki gugus hidroksil
(OH) pada alkohol yang menyebabkan bersifat polar, sedangkan gugus alkil (R)
merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus tersebutmerupakan
faktor yang menentukan sifat alcohol (Kimia et al., 2020).
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Prosedur Kerja

3.1.1 Identitas

a) Deskripsi tata nama :

- Nama ekstrak (generik, dagang, paten).

- Nama lain tumbuhan (sistematika botani).

- Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb).

b) Senyawa identitas, senyawa tertentu yang menjadi petujuk spesifik


dengan metode tertentu.
3.1.2 Organoleptis

c) Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair.

d) Warna : kuning, cokelat, dll.

e) Bau : aromatik, tidak berbau, dll.

f) Rasa : pahit, manis, kelat, dll

3.1.3 Senyawa Terlarut dalam Pelarut tertentu


Prinsip: Melarutkan ekstrak dengan pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan
jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri.
Dalam hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya
heksana, diklorometan atau metanol.
Prosedur:
a. Kadar senyawa larut air Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24 jam
dengan 100 ml air kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-
kali dikocok selama 2 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 22 jam.
Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata
yang telah ditara, panaskan residu Deskripsi Keterangan Nama ekstrak Nama
latin tumbuhan Bagian yang digunakan Nama Indonesia tumbuhan pada suhu
105˚C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen, dihitung terhadap
ekstrak awal. Percobaan dilakukan 3 kali. Catatan : Air-kloroform LP adalah
air suling 99,7 ml dicampur dg 0,3 tetes kloroform atau setara dengan 6 tetes
kloroform (melalui kalibrasi pipet).
b. Kadar senyawa larut etanol Maserasi sejumlah 5,0 gram ekstrak selama 24
jam dengan 100 ml etanol (95%) menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 2 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 2
jam.Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 ml
filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara,
panaskan residu pada suhu 105˚C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam
persen, dihitung terhadap ekstrak awal. Percobaan dilakukan 3 kali.
3.1.4 Uji Kandungan Kimia Ekstrak
Prinsip: Ekstrak ditimbang, dikestraksi dengan pelarut dan cara tertentu, kemudian
dilakukan analisis kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang
khas.
Prosedur:
a. Larutan uji: ekstrak ditimbang dan diekstraksi berturut-turut dengan pelarut
hexane, etilasetat, etanol, air. Cara ekstraksi dapat dilakukan dengan
pengocokan selama 15 menit atau dengan getaran ultraonik atau dengan
pemanasan kemudian disaring untuk mendapatkan larutan uji.
b. Kromatografi lapis tipis (KLT): umumnya dibuat kromatogram pada
lempeng silika gel dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan
kandungan kimia sebagai sasaran analisis. Evaluasi dapat dilakukan dengan
dokumentasi foto hasil pewarnaan lempeng kromatografi dengan pereaksi
yang sesuai atau dengan melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan
instrumen densitometer (TLC-Scanner). Perekaman dapat dilakukan secara
absoribsi-refleksi pada panjang gelombang 254 nm, 365 nm dan 415 nm atau
pada panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen yang telah
diketahui.
3.1.5 Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Prinsip: Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri, volumetri,
gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan kandungan kimia. Metode
harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas dan batas liniaritas.
Prosedur:
1) Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Timbang secukupnya sejumlah ekstrak hingga diperkirakan dapat menghasilkan 1
mL – 3 mL minyak atsiri. Masukkan ekstrak yang telah ditimbang kedalam labu.
Hubungkan dengan bagian pendingin dan penampung berskala (rangkai kesuluran
alat destilasi). Didihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai untuk menjaga agar
pendidihan berlangsung tidak terlalu kuat atau sampai minyak atsiri terdestilasi
sempurna dan tidak bertambah lagi dalam bagian penampung berskala. Catat
volume minyak atsiri yang dihasilkan dan hitung perbandingan volume minyak
atsiri yang tertampung dengan jumlah ekstak yang ditimbang.
2) Penetapan Kadar Steroid
Larutan baku: timbang seksama 1 mg sitosterol, larutkan dalam etanol P secara
bertingkat sehingga diperoleh kadar 5, 10 dan 20 µg/mL.
Larutan uji: timbang seksama 1 g ekstrak, larutkan dalam 20 ml etanol dalam labu
takar. Ulangi sampai 3 kali denan cara yang sama.
 Kedalam dua labu yang masing-masing berisi larutan uji dan larutan baku
dan ke dalam labu ketiga berisi 20.0 mL etanol P sebagai blanko, tambahkan
2.0 mL larutan yang dibuat dengan melarutkan 50 mg tetrazolium biru P
dalam 10 mL metanol P dan campur.
 Kemudian ke dalam tiap labu tambahkan 2.0 mL campuran etanol P dan
tetrametil amonium hidrosida LP (9:1), campur dan biarkan dalam gelap
selama 90 menit.
 Ukur segera serapan larutan yang diperoleh dari larutan uji dan larutan baku
pada panjang gelombang lebih kurang 525 nm.
3) Penetapan Kadar Tanin
 Lebih kurang 2 g ekstrak yang ditimbang seksama dipanaskan dengan 50 mL
air mendidih di atas penangas air selama 30 menit sambil diaduk. Diamkan
selama beberapa menit, endapkan, saring (bisa dengan kapas) ke dalam labu
takar 250 mL.
 Larutkan kembali residu dengan air mendidih, kemudian saring kembali ke
tempat yang sama. Ulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan
dengan besi (III) amonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin.
 Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnya hingga 250 mL. Pipet 25
mL larutan ke dalam labu 1000 mL, tambahkan 750 mL air dan 25 mL asam
indigo sulfonat LP, titrasi dengan kalium permanganat 0.1 N hingga larutan
berwarna kuning emas. 1 mL kalium permanganat 0.1 N setara dengan
0.004157 g tanin.
 Asam indigo sulfonat LP: larutkan 1 g indigo karmin P dalam 25 mL asam
sulfat P, tambahkan 25 mL asam sulfat lagi dan encerkan dengan air
secukupnya hingga 1000 mL.
4) Penetapan Kadar Flavanoid Hidrolisis
 Timbang ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia dan masukkan ke dala
labu alas bulat.
 Tambahkan sistem hidrolisis, yaitu 1.0 mL larutan 0.5% b/v
heksametilentetramina, 20.0 mL aseton dan 2.0 mL larutan 25% HCl dalam
air. Lakukan hidrolisis dengan pemanasan sampai mendidih (gunakan
pendingin air/reflux) selama 30 menit.
 Campuran hasil hidrolisis ditambah 20 mL aseton untuk dididihkan kembali
sebentar, lakukan 2x dan filtrat dikumpulkan semua ke dalam labu ukur.
Setelah labu ukur dingin, maka volume ditetapkan sampai tepa 100.0 mL.
Kocok ad homogen.
 20 mL filtrat hidrolisa dimasukkan corong pisah dan tambahkan 20 ml H2O,
selanjutnya lakukan ekstraksi kocok, pertama dengan 15 mL etilasetat.
Kemudian 2x dengan 10 mL etilasetat dan kumpulkan fraksi etilasetat
kedalam labu ukur 50.0 mL, akhirnya tambahkan etilasetat sampai tepat 50.0
mL. Untuk replikasi spektrofotometri lakukan prosedur ini 3 – 4 kali.
5) Penetapan Kadar Flavanoid Spektrofotometri
Uji spektrofotometri : masukkan 10 mL larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) ke
dalam labu ukur 25.0 mL, tambahkan 1 mL larutan 2 g AgCl3 dalam 100 ml larutan
asam asetat glacial 5% v/v (dalam metanol) secukupnya sampai tepat 25.0 mL. Hasil
reaksi siap diukur pada spektrofotometer setelah 30 menit berikutnya pada panjang
gelombang maksimum.
Perhitungan kadar menggunakan bahan standar glikosida flavanoid (hiperoksida,
rutin, hesperidin), gunakan kurva baku dan nilai kadar terhitung sebagai bahan
standar tersebut. Kalau menggunakan hiperoksida dapat langsunh diukur dengan
rumus:

Kadar total flavanoid = [(Ao x 1.25) berat sampel] % 5)


6) Penetapan Kadar Alkaloid
 Timbang seksama 1 g ekstrak, masukkan dalam corong pisah 125 ml
pertama, kemudian tambahkan 20 mL larutan asam sulfat P (1 dalam 350)
dan kocok kuat selama 5 menit.
 Tambahkan 20 mL eter P, kocok hati-hat, saring lapisan asam ke dalam
corong pisah kedua. Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 mL
larutan asam sulfat P (1 dalam 350), saring tiap lapisan asam ke dalam
corong pisah 125 mL kedua dan buang lapisan eter.
 Pada ekstrak tambahkan 10 mL natrium hidroksida LP dan 50 mL eter P,
kocok hati-hati, pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125 mL ketiga
berisi 50 mL eter P. Kocok corong pisah ketiga hati-hati, buang lapisan air,
cuci dengan 20 mL air, buang lapisan air.
 Ekstraksi kedua lapisan eter masing-masing dengan 20, 20 dan 5 mL larutan
asam sulfat P (1 dalam 70). Lakukan ekstraksi dengan corong pisah ketiga
lebih dahulu, setelah itu corong pisah kedua. Campurkan ekstrak asam dalam
labu ukur 50.0 mL, encerkan dengan asam sampai tanda. Lakukan hal sama
terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang tersedia.
 Encerkan masingmasing 5.0 mL larutan uji dan larutan pembanding dengan
larutan asam sulfat P (1 dalam 70) hingga 100.0 mL dan tetapkan serapan
tiap larutan pada panjang gelombang tertentu menggunakan larutan asam
sulfat P (1 dalam 70) sebagai blanko.
7) Penetapan Antrakinon
 Timbang 0.1 g ekstrak, kocok dengan 10 mL air panas selama 5 menit, saring
dalam keadaan panas, dinginkan filtrat dan ekstraksi dengan 10 mL benzena.
Pisahkan lapisan benzena.
 Tambahkan pada lapisan air 10 mL larutan ferri klorida 5% dan 5 mL asam
klorida. Panaskan campuran pada penangas air selama 10 menit dalam tabung
refluks. Dinginkan dan ekstraksi dengan 10 mL benzena.
 Uapkan cairan hingga habis pada cawan poselen dengan pemanasan lemah.
Larutka residu dalam 5 mL larutan kalium hidroksida 5% dalam metanol.
Ukur serapan pada 515 nm.
 Hitung kadar total antrakinon glikosida berdasarkan kurva baku antrakinon
pembanding.
3.2 Bagan Alir Prosedur Kerja
3.2.1 Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Tertentu
a. Kadar Senyawa Larut Air
•Dimaserasi 5,0 g ekstrak dengan 100 ml air kloroform LP
selama 24 jam (menggunakan labu bersumbat) sambil dikocok
1 selama 2 jam pertama dan dibiarkan selama 22 jam

•Disaring dan diuapkan 20 ml filtrat hingga kering.


2

•Dipanaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap.


3

•Dihitung kadar dalam persen. Dihitung terhadap ekstrak awal.


4

•Diulangi sebanyak 3 kali


5

Catatan: Air-kloroform LP adalah air suling 99,7 ml dicampur dg 0,3


tetes kloroform atau setara dengan 6 tetes kloroform (melalui kalibrasi
pipet).
b. Kadar Senyawa Larut Etanol

•Dimaserasi 5,0 g ekstrak dengan 100 ml etanol (95%) selama 24 jam


(menggunakan labu bersumbat) sambil dikocok selam 2 jam pertama
1 dan dibiarkan selama 22 jam.

•Disaring cepat (dengan menghindarkan penguapan etanol), diuapkan


20 ml filtrat ingga kering (dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang
2 telah ditara).

•Dipanaskan residu pada suhu 105oC hingga bobot tetap.


3

•Dihitung kadar dalam persen. Dihitung terhadap ekstrak awal.


4

•Diulangi sebanyak 3 kali


5
3.2.2 Uji Kandungan Kimia Ekstrak
Prinsip: Ekstrak ditimbang, dikestraksi dengan pelarut dan cara
tertentu, kemudian dilakukan analisis kromatografi sehingga
memberikan pol ba kromatogram yang khas.
a. Larutan Uji

•Ditimbang ekstrak dan diekstraksi berturut-turut dengan


pelarut hexane, etil asetat, etanol, dan air.
1

•Ekstraksi dilakukan dengan pengocokan selama 15 menit


atau dengan getaran ultrasonik atau dengan pemanasan
2 kemudian disaring.

b. Kromatografi Lapis Tipis

•Umumnya dibuat kromatogram pada lempeng silika gel


dengan berbagai jenis fase gerak sesuai dengan golongan
1 kandungan kimia sebagai sasaran analisis.

•Evaluasi dilakukan dengan dokumentasi foto hasil pewarnaan


lempeng kromatogradi dengan pereaksi yang sesuai atau dengan
melihat kromatogram hasil perekaman menggunakan instrumen
2 densitometer (TLC- Scanner)

•Perekaman dapat dilakukan secara absorbsi-refleksi pada


panjang gelombang 254 nm, 365 nm, dan 415 nm atau pada
panjang gelombang lain yang spesifik untuk suatu komponen
3 yang telah diketahui.
3.2.3 Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Prinsip: Dengan penerapan metode spektrofotometri, titrimetri,
volumetri, gravimetri atau lainnya, dapat ditetapkan kadar golongan
kandungan kimia. Metode harus sudah teruji validitasnya, terutama
selektivitas danbatas liniaritas

a. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

•Ditimbang ekstrak secukupnya, dimasukkan ke dalam labu.


1

•Dirangkai ke saluran alat destilasi.


2

•Dididihkan isi labu dengan pemanasan yang sesuai.


3

•Dicatat volume minyak atsiri yang dihasilkan.


4

•Dihitung perbandingan volume minyak atsiri yang tertampung


5 dengan jumlah ekstrak yang ditimbang.

.
b. Penetapan Kadar Steroid

•Larutan Baku: Ditimbang 1 mg sitosterol, dilarutkan dalam


1 etanol P hingga diperoleh kadar 5, 10 dan 20 µg/ml

•Larutan Uji : ditimbang 1 g ekstrak dilarutkan dalam 20 ml


2 etanol. Diulangi 3 kali

•Labu 1: Larutan Baku; Labu 2: Larutan Uji; dan Labu 3: Blanko


3 (20,0 ml Etanol P)

•Ditambahkan 2,0 ml larutan (50 mg tetrazolium biru P + 10 ml


etanol P). Kemudian dicampurkan ke dalam tetrametil
4 ammonium hidroksida LP (9:11), dan dibiarkan dalam gelap
selama 90 menit.

•Diukur serapan pada panjang gelombang ± 525 nm.


5
c. Penetapan Kadar Tanin
•Dipanaskan (2 g ekstrak + 50 ml air mendidih) selama 30 menit
1 sambil diaduk diatas penangas air.

•Didiamkan beberapa menit lalu diendapkan dan disaring (bisa


2 dengan kapas).

•Diulangi penyarian beberapa kali hingga bila direaksikan


dengan besi (III) ammonium sulfat tidak menunjukkan adanya
3 tanin.

•Didinginkan cairan dan ditambahkan air secukupnya hingga 250


4 ml.

•Dipipet 25 ml larutan + 750 ml air + 25 ml asam indigo


5 sulfonate LP.

•Dititrasi dengan kalium permanganates 0,1N setara dengan


6 0,004157 g tanin.
d. Penetapan Kadar Flavonoid
1. Hidrolisis

•Ditimbang ekstrak (setara 200 mg simplisia), dimasukkan ke


1 dalam labu alas bulat.

•Ditambhakan 1 ml larutan 0,5% b/v heksametilentetramina + 20


2 ml aseton + 2 ml larutan 25% HCl dalam air.

•Dilakukan hidrolisis dengan pemanasan selama 30 menit.


3

•Ditambahkan 20 ml aseton pada campuran hasil hidrolisis.


4 Dilakukan 2x dan filtrat dikumpulkan semua ke dalam labu ukur.

•Setelah labu ukur dingin, ditetapkan volume tepat 100ml.


5

•20 ml filtrat hidrolisa + 20 ml H2O lakukan ekstraksi kocok.


Pertama dengan 15 ml etil asetat dan dikumpulkan fraksi etil
6 asetat sampai tepat 5 ml.

•Dilakukan prosedur ini 3-4 kali untuk replikasi spektrofotometri.


7

2. Uji Spektrofotometri

•Dimasukkan 10 ml larutan fraksi etil asetat (hidrolisa) ke


dalam labu ukur 25 ml.
1

•Ditambahkan 1 ml larutan (2 g AgCl 3 dalam 100ml larutan


asam asetat glacial 5% v/v (dalam metanol)) sampai 25 ml.
2

•Diukur hasil reaksi pada spektrofotometer setelah 30 menit


berikutnya pada panjang gelombang maksimum.
3
e. Penetapan Kadar Alkaloid

•Dimasukkan 1 g ekstrak ke dalam corong pisah (125 ml) pertama,


ditambahkan 20 ml larutan asam sulfat P (1 dalam 350), dikocok
1 kuat selama 5 menit.

•Ditambahkan 20 ml eter P, dikocok hati-hati lalu disaring lapisan


2 asam, dimasukkan ke corong pisah 125 ml kedua.

•Dikocok lapisan eter 2x dengan 10 ml larutan asam sulfat P dan


disaring. Tiap lapisan asam dimasukkan ke corong pisah 125ml
3 kedua dan buang lapisan eter P

•Pada ekstrak + 10 ml natrium hidroksida LP + 50 ml eter P, dikocok


hati-hati. Dipindahkan lapisan air kedalam corong pisah 125ml etiga
4 yang berisi 50 ml eter P.

•Dikocok corong pisah ketiga hat-hati, dibuang lapisan air, dan


5 dicuci dengan 20 ml air lalu buang lapisan air.

•Ekstraksi kedua lapisan eter (ekstraksi dengan corong pisah


ketiga lebih dahulu, setelah itu corong pisah kedua) masing-
6 masing dengan 20, 20 dan 5 ml larutan asam sulfat P (1 dalam
70).

•Dicampurkan ekstrak asam dalam labu ukur 50 ml, diencerkan


7 dengan asam sampai tanda.

•Ekstraksi kedua lapisan eter (ekstraksi dengan corong pisah


ketiga lebih dahulu, setelah itu corong pisah kedua) masing-
8 masing dengan 20, 20 dan 5 ml larutan asam sulfat P (1 dalam
70).

•Encerkan masing-masing 5 ml larutan uji dan larutan


pembanding dengan larutan asam sulfatP (1 dalam 70) hingga
100 ml dan tetapkan serapan setiap larutan pada panjang
9 gelombang tertentu menggunakan larutan asam sulfat P (1
dalam 70) sebagai blanko.
f. Penetapan Kadar Antrakuinon

•0,1 g ekstrak dikocok dengan 10 ml air panas selama 5 menit,


1 disaring dalam keadaan panas.

•Didinginkan filtrat lalu diekstraksi dengan 10 ml benzena.


2

•Dipisahkan lapisan benzena, ditambahkan pada lapisan air 10 ml


3 larutan ferri klorida 5% dan 5 ml asam klorida.

•Dipanaskan campuran pada penangas air selama 10 menit


4 dalam tabung refluks.

•Didinginkan dan ekstraksi dengan 10 ml benzena


5

•Diuapkan cairan hingga habis pada cawan porselen.


6

•Dilarutkan residu dalalm 5 ml larutan kalium hidroksida 5%


7 dalam methanol

• Diukur serapan pada 515 nm. Dan dihitung kadar total


antrakinon glikosida berdasarkan kurva baku
8 antrakinon pembanding.
DAFTAR PUSTAKA

Alihar, F. (2018). Analisis Peran Ekonomi Kreatif Pada Masyarakat Dalam


Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga Melalui Budidaya Tanaman
Biofarmaka Dalam Perspektif Ekonomi Islam. Journal, 66, 37–39.
https://www.fairportlibrary.org/images/files/RenovationProject/Concept_co
st_estimate_accepted_031914.pdf

Badan POM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat
Asli Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia. Jakarta: Halaman 30-31.

Chao, X., Liang, Y., Shi, W. P., Liu, Q. Z., Zhou, L., Liu, X. I. N. C., Liang, Y.
A. N., Shi, W. P., Liu, Q. I. Z. H. I., & Zhou, L. (2014). Repellent and
Insecticidal Effects of the Essential Oil of.pdf.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia (diterjemahkan dari: A


Concise Dictionary of Chemistry, penerjemah: M. Sitohang dan S.S.
Achmadi).Jakarta : Erlangga.

Departemen Kesehatan, 2018. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta :


Departemen Kesehatan RI: Halaman 227-230.

Departemen Kesehatan RI, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI, Jakarta:


Departemen Kesehatan RI: Halaman 48.

Harborne, J. B.. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soedira.Bandung : ITB Press.

Marina Silalahi. 2019. Kencur (Kaempfreia galanga) dan Bioaktivitasnya. Jurnal


Pendidikan Informatika dan Sains Vol 8 No. 1: Halaman 127-142.

Putu Nita Cahyawati. 2020. Efek Anlagetik dan Antiinflamasi Kaempfreria


galanga (Kencur). WICASANA, Jurnal Lingkungan & Pembangunan, Vol.
4 No. 1: Halaman 15-19.

Saifuddin,A ,et al. 2021. Standarisasi Bahan Obat Alam. Jogjakarta: Graha Ilmu

Soleh, Sandra Megantara. 2019. Karakteristik Morfoogi Tanaman Kencur


(Kaempferia galanga L.) dan Aktivitas Farmakologi. Farmaka Vol. 17 No.
2: Halaman 256-262.

Sri Novita Primawati. 2016. Efektivitas Senyawa Bioaktif Ekstrak Kencur


(Keampferia galanga Linn) Menggunakan Berbagai Metode Ekstraksi.
LPPM IKIP Mataram: Halaman 198-202.

Sri Nopita Primawati, Husnul Jannah. 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi Kencur
(Kaempferia galanga L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi Vol 7, No. 2;2019: Halaman 177-180.

Hakim, A. R., & Saputri, R. (2020). Narrative Review: Optimasi Etanol sebagai
Pelarut Senyawa Flavonoid dan Fenolik. Jurnal Surya Medika, 6(1), 177–
180. https://doi.org/10.33084/jsm.v6i1.1641

Haryudin, W., & Rostiana, O. (2020). Karakteristik Morfologi Bunga Kencur (


Kaempferia galanga L .) Morphological Characteristic of Indian Galanga
Flower potensial yang dapat dimanfaatkan se- mempunyai karakter
produksi dan. Bulletin of Research on Spice and Medicinal Crops, XIX(2),
109–116.

Kimia, J. T., Malang, P. N., Soekarno, J., & No, H. (2020). Optimasi Pemurnian
Etanol Dengan Distilasi Ekstraktif Menggunakan Chemcad. Distilat: Jurnal
Teknologi Separasi, 6(1), 1–7. https://doi.org/10.33795/distilat.v6i1.53

Lasro, S. F. (2018). Uji Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Kencur


(Kaempferia galanga L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus.

Mukhtarini. (2014). Mukhtarini, “Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi


Senyawa Aktif,” J. Kesehat., vol. VII, no. 2, p. 361, 2014. J. Kesehat.,
VII(2), 361. https://doi.org/10.1007/s11293-018-9601-y

Rajendra, C. E., Magadum, G. S., Nadaf, M. A., Yashoda, S. V., & Manjula, M.
(2021). Phytochemical screening of the rhizome of Kaempferia galanga.
International Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research,
3(3), 61–63.

Tajudin, T., Agustin, I. A., Nurwahidah, A. T., Aji, A. P., & Rochmah, N. N.
(2022). Formulasi Hard Candy Lozenges Ekstrak Kencur ( Kaempferia
Galanga L .) Dan Ekstrak Bunga Chamomile ( Matrica Chamomilla L .)
Dengan Pemanis Sukrosa Dan Glukosa. Pharmacy UMUS, 4(01), 1–7.

Anda mungkin juga menyukai