Anda di halaman 1dari 11

MODUL PEMBELAJARAN TATAP MUKA

KEGIATAN BELAJAR 9

Satuan Pendidikan : MTs Negeri 1 Lebak


Mata Pelajaran : FIQIH
Materi Pokok : (3) AL-INTIFA FIL AQDI, ARIYAH (PINJAM MEMINJAM)
DAN WADI’AH (TTIPAN)
Sub Materi : Ariyah (Pinjam Meminjam) dan Wadi’ah (Titipan)
Kelas/Semester : IX/Ganjil
Tahun Pelajaran : 2022/2023

A. KOMPETENSI INTI
1. Kompetensi Inti (KI 1) : Sikap Spiritual
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2. Kompetensi Inti (KI 2) : Sikap Sosial
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleran, gotong royong)
santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam
dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3. Kompetensi Inti (KI 3) : Pengetahuan
Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian
tampak mata.
4. Kompetensi Inti (KI 4) : Keterampilan
Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, me-
rangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, meng-
hitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan
sumber lain yang sama dalam sudut pandang/ teori.

B. KOMPETENSI DASAR
1.5. Menghayati hikmah ketentuan ariyah dan wadii'ah.
2.5. Menjalankan sikap peduli dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
3.5. Menerapkan ketentuan ariyah dan wadii'ah.
4.5. Mempraktikkan ketentuan ariyah dan wadii'ah.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari, memahami, menganalisis dan mengikuti kegiatan pem-belajaran
melalui pendekatan saintifik dengan metode komperatif tentang ariyah (pinjam meminjam),
maka diharapkan peserta didik mampu :
1. Menghayati hikmah ketentuan pinjam meminjam dan wadiah.
2. Membiasakan sikap peduli sebagai implementasi dari pemahaman tentang ketentuan pin-
jam meminjam dan wadiah.
3. Memahami ketentuan pinjam meminjam dan wadiah.
4. Mendemonstrasikan pelaksanaan pinjam meminjam dan wadiah.
D. PETUNJUK UNTUK SISWA
Untuk memperoleh prestasi belajar secara maksimal, maka langkah-langkah yang perlu
dilaksanakan dalam modul ini antara lain :
1. Bacalah dan pahami materi yang ada pada setiap kegiatan belajar. Bila ada materi yang
belum jelas, siswa dapat bertanya kepada guru.
2. Kerjakan setiap tugas terhadap materi-materi yang dibahas dalam setiap kegiatan belajar.
3. Jika belum menguasai materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan belajar sebe-
lumnya atau bertanyalah kepada guru.
4. Pertanyaan kepada guru dapat disampaikan pada saat PTM (Pembelajaran Tatap Muka)
atau melalui media digital (telp/sms/wa).

E. KEGIATAN BELAJAR
a. Indikator Pencapaian Kompetensi
1.5.1. Menunjukan sikap penghargaan terhadap ariyah (pinjam meminjam) dan wadii’ ah.
2.5.1. Membiasakan sikap peduli terhadap ketentuan ariyah dan wadii’ah.
2.5.2. Membiasakan sikap tanggung jawab dan disiplin ketentuan ariyah dan wadii’ah.
3.5.1. Menyebutkan pengertian pinjam meminjam.
3.5.2. Menyebutkan dalil pinjam meminjam.
3.5.3. Menyebutkan kewajiban pinjam meminjam.
3.5.4. Menyebutkan pengertian wadii’ah
3.5.5. Menyebutkan dalil wadii’ah
3.5.6. Menyebutkan rukun wadii’ah
3.5.7. Menyebutkan macam-macam wadii’ah.
4.5.1. Mendemonstrasikan tata cara ariyah yang benar.

b. Uraian Materi Pembelajaran

MUAMALAH DI LUAR JUAL BELI

Jenis muamalah selain jual beli banyak terjadi di lingkungan kita. Di lingkungan masyarakat
Pedesaan, banyak terjadi utang piutang dan pinjam meminjam. Karena masyarakat pedesaan
termasuk masyarakat Paguyuban. Sedangkan di lingkungan masyarakat Perkotaan, banyak ter-
jadi sewa menyewa dan upah mengupah. Karena masyarakat perkotaan merupakan masyarakat
Patembayaan.

PINJAM MEMINJAM
A. Pengertian Pinjam Meminjam
Pinjam meminjam di dalam bahasa Arab disebut ‫( لعاريةَ ا‬Al-Ariyah). Kata Ariyah
menurut bahasa artinya sama dengan Pinjaman. Sedangkan pinjam meminjam menurut
Istilah adalah : Aqad berupa pemberian manfaat suatu benda dari seseorang kepada orang
lain tanpa adanya imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikem-
balikan setelah diambil manfaatnya pada waktu yang telah disepakati berdua.
B. Dasar Hukum/Dalil Anjuran Tolong Menolong Sesama Manusia
Agama Islam sangat menganjurkan umatnya agar hidup saling tolong menolong. Bukan saja
kepada sesama umat Islam, bahkan dengan orang yang berlainan agama sekalipun.
a. Firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2 :

َ ‫ان َوا َّتقُوا‬


َّ‫هللا ِإن‬ ِ ‫َو َت َع َاو ُنوا َع َلى ا ْل ِب ِّر َوال َّت ْق َوى َوالَ َت َع َاو ُنوا َع َلى ْاِإل ْث ِم َوا ْل ُعدْ َو‬
}2{ ‫ب‬ ِ ‫شدِي ُد ا ْل ِع َقا‬
َ ‫هللا‬
َ
Artinya :
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan ketakwaan, dan
janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…”
(QS. Al-Maidah ayat 2)

‫ض َع َلى َط َع ِام‬ ُّ ‫} َوالَ َي ُح‬2{ ‫} فَ َذلِكَ الَّ ِذي يَ ُد ُّع ا ْليَتِي َم‬1{ ‫الدِّين‬
ِ ‫ب ِب‬ ُ ‫َأ َر َء ْي َت ا َّلذِي ُي َك ِّذ‬
َ ‫} الَّ ِذ‬5{ ‫ُون‬
‫ين ُه ْم‬ َ ‫س اه‬ َ ‫صالَتِ ِه ْم‬
َ ‫ين ُه ْم َعن‬ َ ‫} الَّ ِذ‬4{ ‫ين‬ َ ‫} فَ َو ْي ُل لِّ ْل ُم‬3{ ‫ِين‬
َ ِّ‫صل‬ ِ ‫ِسك‬ْ ‫ا ْلم‬
}7{ ‫ُون‬َ ‫ون ا ْل َماع‬ hَ ‫} َويَ ْمنَ ُع‬6{ ‫ون‬ َ ‫يُ َرآ ُء‬
Artinya :
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang
berbuat riya. Dan dengan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Ma’un : 7)

b. Hadits Nabi Saw :


Dalam rangka mendidik umatnya agar gemar hidup tolong menolong, Rasulullah Saw
bersabda dalam sebuah Hadits, sebagai berikut :

‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه‬: ‫عن خذيفة بن اليمان رضي هللا عنه قال‬
)‫ (رواه الطبران‬.‫ من ال يهتم باءمر المسلمين فليس منهم‬:‫وسلم‬
Artinya :
Dari Hudzaifah Ibnu Al-Yaman ra, berkata : Telah bersabda Rasulullah Saw : “Barang
siapa tidak mementingkan atau memperhatikan urusan kaum muslim, maka ia tidak
termasuk golongan mereka.” (HR. At-Tra berkata, Rasulullah Sawhabrani)

‫عن عبد هللا بن عمر رضي هللا عنهما اءخبره هن رسول هللا صلي هللا‬
‫ المسلم ال يظلم وال يسلمه ومن كان في حجة اءخيه كان‬: ‫عليه وسلم قال‬
‫هللا في حاجته ومن فرج عن مسلم كربة فرج هللا عنه كربة من كرابات‬
‫يوم القيامة ومن ستر مسلما ستره هللا يوم القيامة‬.
(‫)رواه البخاري‬
Artinya :
Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah Saw bersabda : “Seorang muslim adalah saudara muslim
lainnya, tidak boleh menganiayanya dan tidak boleh menyerahkannya (kepada musuh).
Barang siapa membantu keperluan saudaranya, Allah SWT akan membantu keperluan-
nya. Barang siapa membebaskan kesusahan seorang muslim, Allah akan membebas-
kannya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Barang siapa menutupi
cacat seorang muslim, Allah akan menutupi cacatnya kelak di hari kiamat.”
(HR. Bukhari)
‫ار ٌم‬ َّ ‫ار َي ُة َمَؤ َّذةُ َو‬
ِ ‫الزعِ ْي ُم َغ‬ ِ ‫اَ ْل َع‬.
Artinya :
“Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu harus
membayar.” (HR. Abu Daud danTurmudzi)

Dalam Hadits Imam Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah Saw
telah meminjam kuda dari Abu Thalhah, kemudian beliau mengendarainya.
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad yang jayid dari
Shafwan bin Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah Saw pernah meminjam perisai
kepada Shafwan bin Umayyah pada waktu perang Hunain. Shafwan bertanya :
“Apakah Engkau merampasnya wahai Muhammad ?” Nabi Menjawab :“Cuma memin-
jam dan aku yang bertanggung jawab.”

C. Hukum Pinjam Meminjam


Hukum asal pinjam meminjam adalah Sunah, sama dengan hukum tolong menolong.
Pinjam meminjam suatu barang dengan tidak merusaknya boleh dilakukan.
Hukum pinjam meminjam dapat berubah menjadi Wajib, apabila orang yang meminjam itu
sangat memerlukannya atau keadaannya mengharuskan. Misalnya : Untuk pengobat-an
orang sakit yang terancam meninggal.
Hukum pinjam meminjam dapat juga menjadi Haram, apabila barang yang dipinjamkan
untuk berbuat maksiat. Misalnya : Meminjamkan pisau untuk membunuh orang (kecuali jika
yang meminjamkan tidak tahu maksud itu).

D. Rukun Pinjam Meminjam


1. Ada orang yang meminjamkan (Mu’ir)
2. Ada orang yang meminjam (Musta’ir)
3. Ada barang yang dipinjamkan (Musta’ar)
4. Aqad (Ijab dan Qabul) atau Ikrar dalam pinjam meminjam.

E. Syarat-Syarat Pinjam Meminjam


1. Orang yang meminjamkan (Mu’ir)
Disyaratkan :
a. Baligh
b. Berakal sehat
c. Benar-benar pemilik barang yang dipinjamkan
d. Berhak berbuat kebaikan sekehendaknya tanpa ada yang memaksa.
2. Orang yang meminjam (Musta’ir)
Disyaratkan :
a. Baligh
b. Berakal sehat
c. Berhak mengambil manfaat dari barang yang dipinjam
d. Tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya itu kepada orang lain.
e. Berusaha agar barang yang dipinjam tidak rusak
f. Segera mengembalikan, apabila telah selesai mengambil manfaat dari barang tersebut.
3. Barang yang dipinjamkan (Musta’ar)
Disyaratkan :
a. Barang yang dipinjamkan itu bermanfaat.
b. Barang tersebut harus bersifat kekal atau tetap, yaitu tidak habis atau tidak rusak
setelah diambil manfaatnya.
4. Aqad (Ijab dan Qabul) atau Ikrar dalam pinjam meminjam (Pernyataan antara
orang yang meminjamkan dan orang yang meminjam)
Ijab adalah :
Pernyataan orang yang meminjamkan (Ijab) untuk menyerahkan barang yang dipin-jam
dengan ikhlas.
Qabul adalah :
Pernyataan orang yang meminjam (Qabul) untuk menerima barang yang dipinjam dengan
penuh tanggung jawab.
Disyaratkan, apabila pinjam meminjam terjadi dalam waktu yang cukup lama atau dalam
jumlah yang besar, maka sebaiknya dibuat surat perjanjian. Jika dipandang perlu, diada-
kan 2 orang saksi yang disetujui oleh kedua belah pihak (peminjam dan yang memin-
jamkan).

F. Hak dan Kewajiban dalam Pinjam Meminjam


a. Hak dan Kewajiban Pemberi Pinjaman adalah :
1. Menyerahkan atau memberikan benda yang dipinjam dengan ikhlas dan suka rela.
2. Barang yang dipinjam harus barang yang bersifat tetap dan memberikan manfaat yang
halal.
3. Tidak didasarkan atas riba.
b. Hak dan Kewajiban Peminjam adalah :
1. Mengembalikan barang yang dipinjam kepada pemiliknya tepat pada waktu yang telah
disepakati dalam keadaan utuh, jika telah selesai diambil manfaatnya. Jangan sampai
menunggu orang yang mempunyai barang meminta barangnya kembali.
Rasulullah Saw bersabda :
‫ار ٌم‬ َّ ‫ار َي ُة َمَؤ َّذةُ َو‬
ِ ‫الزعِ ْي ُم َغ‬ ِ ‫اَ ْل َع‬.
Artinya :
“Pinjaman itu wajib dikembalikana dan yang meminjam sesuatu harus membayar”.
(HR. Abu Daud)

2. Mengganti, apabila barang yang dipinjam itu hilang (dengan barang yang sama atau
dengan uang yang seharga dengan barang pinjaman tersebut) atau memperbaiki
apabila barang yang dipinjam itu rusak.
“Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Shafwan bin Umayah, bahwa Nabi Saw
pada waktu perang Hunain meminjam beberapa buah baju perang kepada Shafwan. Ia
bertanya kepada Rasulullah Saw,”Apakah ini pengambilan paksa, wahai Rasulullah ?”
Rasulullah Saw menjawab :
‫ض ُم ْو َن ٌة‬
ْ ‫ار َي ُة َم‬
ِ ‫اَل َ َبلْ َع‬
Artinya :
“Bukan, tetapi ini adalah pinjaman yang dijamin (akan diganti, apabila rusak atau
hilang)” (HR. Abu Daud)

Terdapat Perbedaan Pendapat Tentang Mengganti Barang Pinjaman, yatu :


 Menurut Ibnu Abbas, Aisyah, Abu Hurairah, Imam Syafi’i dan Ishak ber-
pendapat bahwa :
Apabila orang yang meminjam telah memakai barang pinjaman tersebut lantas
rusak, baik karena pemakaian yang berlebihan maupun tidak, maka orang yang
meminjam berkewajiban menanggung resikonya.

 Sementara itu, para Ulama Madzhab Imam Hanafi dan Imam Maliki
berpendapat bahwa :
Apabila barang yang dipinjamkan itu rusak atau hilang dengan pemakaian sebatas
yang diizinkan pemiliknya, maka orang yang meminjam tidak dikenai tanggung
jawab untuk mengganti. Akan tetapi, wajib mengganti apabila atas tindakan yang
berlebihan, rusak atau hilang karena sebab lain. Rasulullah Saw bersabda :

‫ليس على المستعير غير المغل ضمان وال المستودع غير المغل ضمان‬
Artinya :
“Peminjam yang tidak melakukan khianat, maka tidak dikenai tanggung jawab.
Begitu pula orang yang dititipi, maka ia juga tidak dikenai tanggung jawab”.
(HR. Daruquthni)
 Menurut pendapat yang lebih kuat berpendapat bahwa : Apabila kerusakan
hanya sedikit, karena digunakan dengan izin, maka tidak layak diganti. Berdasarkan
kaidah Ushul Fiqh, yaitu :
‫ضا ِب َما َي َت َو َل ُد ِم ْن ُه‬ َّ ‫ضا ِبال‬
َ ‫ش ْيٍئ ِر‬ ِّ َ‫ا‬
َ ‫لر‬
Artinya :
“Ridha kepada sesuatu, berarti ridha pula kepada akibatnya yang timbul”.

3. Merawat, memelihara dan menjaga barang yang dipinjam dengan baik dan penuh
tanggung jawab selama berada di tangannya.
Rasulullah Saw bersabda :
‫َع َلى ا ْل َي ِد َمااَ َخ َذ ْت َح َتى ُيَؤ دِّ َي ُه‬
Artinya :
“Kewajiban peminjam, merawat apa yang dipinjamnya, sehingga ia mengembalikan
barang itu”. (HR. Ahmad)

4. Harus menanggung biaya atau ongkos yang diperlukan terhadap barang pinjaman,
apabila memerlukan biaya pengangkutan barang pinjaman. Ketika peminjam mengem-
balikannya kepada orang yang meminjamkan, apabila barang pinjaman tersebut tidak
bisa diangkut kecuali oleh kuli pengangkut atau dengan lainnya.

G. Macam-macam Ariyah
a) Ariyah Muthlaq adalah :
Pinjam meminjam barang yang dalam akaqnya tidak dijelaskan persyaratan apapun atau
tidak dijelaskan penggunaannya, seperti apakah pemanfaatannya hanya untuk meminjam
saja atau dibolehkan orang lain. Contoh : Meminjam binatang dan dalam akaq tidak
disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan binatang tersebut. Namun
walaupun begitu, peminjaman harus disesuaikan dengan adat kebiasaan, dan tidak berle-
bihan.
b) Ariyah Muqayyad adalah :
Meminjamkan suatu barang yang dibatasi dari segi waktu dan kemanfaatannya, baik
disyaratkan pada keduanya maupun salah satunya. Peminjam harus bisa menjaga batasan-
batasan tersebut kecuali jika kesulitan untuk mengambil manfaat barang.

H. Berakhirnya Pinjam Meminjam


Pinjam meminjam berakhir, apabila terjadi hal seperti berikut :
1. Barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada
pemiliknya, apabila telah selesai.
2. Apabila salah satu pihak meninggal dunia atau gila, maka ahli waris wajib mengem-
balikan barang pinjaman tersebut dan tidak diperbolehkan menggunakannya. Andaikata
ahli waris ingin menggunakannya, maka wajib mengulangi aqad (ijab dan qabul) pinjam
meminjam.

I. Beberapa Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pinjam Meminjam


Untuk melestarikan hubungan baik antara peminjam dan pemilik barang yang dipinjamkan,
maka hendaknya keduanya memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Sebagai seorang Muslim, pinjam meminjam harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik
dan halal, sesuai dengan Syariat Islam. Pinjam meminjam barang untuk perbuatan mak-
siat, maka hukumnya adalah haram.
2. Peminjam hendaknya berhati-hati dalam menggunakan barang pinjaman, agar tidak
menimbulkan kerusakan pada barang yang dipinjam.
3. Peminjam wajib mengembalikan barang pinjaman sesuai perjanjian yang telah disepakati
dengan pemilik barang.
4. Apabila peminjam terpaksa belum dapat mengembalikan barang pinjaman sesuai janjinya
(bukan karena disengaja), maka peminjam seharusnya memberitahukan dan minta maaf
atas keterlambatan pengembalian barang yang dipinjam.
5. Sesuai dengan prinsip hidup gotong royong, maka pemilik barang sebaiknya memberikan
kelonggaran kepada peminjam sampai ia dapat mengembalikan barang pinjamannya.
6. Apabila seseorang meminjamkan kebun untuk dibuat bangunan, maka ia tidak boleh
meminta pengembalian kebun tersebut, hingga bangunan tersebut roboh, Begitu pula
orang yang meminjamkan sawah untuk ditanami, maka ia tidak boleh meminta pengem-
balian sawah tersebut, hingga tanamannya telah dipanen, karena akan menimbulkan
madharat kepada seorang muslim itu haram.
7. Apabila peminjam telah mengetahui bahwa pemberi pinjaman telah membatalkan aqad,
maka peminjam tidak boleh menggunakan barang yang dipinjam tersebut.
8. Apabila timbul perselisihan dan salah paham antara pemberi pinjaman dengan peminjam.
Contoh : pemberi pinjaman mengatakan bahwa barangnya belum dikemba-likan. Namun,
peminjam mengatakan bahwa barangnya telah dikembalikan. Maka, yang digunakan
adalah pengakuan dari pemberi pinjaman (pemilik barang) dengan catatan harus disertai
sumpah.

J. Manfaat Pinjam Meminjam :


Dalam kehidupan, pinjam meminjam sangat besar manfaatnya, terutama untuk orang yang
sangat membutuhkan barang tersebut. Adapun manfaat yang kita dapatkan dari pinjam
meminjam, yaitu:
1. Meringankan orang yang tidak punya untuk memanfaatkan barang tersebut untuk
keperluannya. Ini berarti sudah membantu saudara kita yang membutuhkan perto-longan.
2. Menaati satu perintah Allah SWT untuk menolong sesama.
3. Melatih untuk memegang amanah, khususnya bagi orang yang meminjam.

K. Hikmah Pinjam Meminjam :


Hikmah Ariyah hampir sama dengan hikmah yang terkandung pada Qiradh. Sebab Qiradh
dan Ariyah sama-sama, yaitu :
1. Memberikan kegembiraan kepada orang yang mendapat kesulitan.
2. Meminimalisir musibah.
3. Terjalin kasih mengasihi dan sayang menyayangi.
4. Disisi Allah, orang yang memberi pinjaman tercatat sebagai pelaku kebaikan dan diberi
pahala yang besar.
5. Disukai oleh sesama manusia.
6. Di akhirat nanti dapat terhindar dari ancaman Allah SWT berupa api Neraka.

WADI’AH
A. Pengertian Wadi’ah
Wadi’ah secara bahasa berarti titipan. Kata al Wad’ah berasal dari kata Wada’a-Yada’u-
Wad’an yang berarti membiarkan atau meninggalkan sesuatu.
Sehingga secara sederhana Wadi’ah adalah sesuatu yang dititipkan.
Menurut Ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah, Wadi’ah adalah :
Gambaran penjagaan kepemilikan sesuatu terhadap barang-barang pribadi yang penting
dengan cara tertentu.
Sedangkan menurut Hanafiyah, Wadi’ah adalah :
Mengikutsertakan orang lain dalam menjaga harta baik melalui ungkapan yang jelas, melalui
tindakan ataupun melalui isyarat.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Wadi’ah adalah :
Menitipkan sesuatu barang kepada orang lain dengan maksud dipelihara dan dirawat
sebagaimana mesinya.
Para ahli Fikih berpendapat bahwa Wadi’ah adalah sebagai salah satu akad dalam rangka
tolong menolong antara sesama manusia.

B. Dasar Hukum
a. Al-Qur an
QS. An- Nisa’ ayat 58

ْ‫س َأن‬ ِ ‫ِإنَّ هللاَ يَْأ ُم ُر ُك ْم َأن تَُؤ دُّوا ْاَأل َمانَا‬
ِ ‫ت ِإلَى َأ ْهلِ َها وَِإ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْي َن النَّا‬
}58{ ‫را‬
ً ‫صي‬ِ َ‫س ِمي ًعا ب‬ َ ‫ت َْح ُك ُموا بِا ْل َعد ِْل ِإنَّ هللاَ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ِإنَّ هللاَ َك‬
َ ‫ان‬
Artinya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.” (QS. An-Nisa : 58)

QS. Al-Baqarah ayat 283

ً ‫ض ُكم َب ْع‬
‫ضا‬ ُ ‫وض ُة َفِإنْ َأمِنَ َب ْع‬
َ ‫س َف ٍر َو َل ْم َت ِجدُوا َكا ِت ًبا َف ِرهَانُ َّم ْق ُب‬ َ ‫َوِإن ُكن ُت ْم َع َلى‬
‫ش َهادَ َة َو َمن َي ْك ُت ْم َها‬ َ ‫َف ْل ُيَؤ دِّ ا َّلذِي اْؤ ُتمِنَ َأ َما َن َت ُه َو ْل َي َّت ِق‬
َّ ‫هللا َر َّب ُه َوالَ َت ْك ُت ُموا ال‬
}283{ ‫م‬ ُ ‫َفِإ َّن ُه َءا ِث ُم َق ْل ُب ُه َوهللاُ ِب َما َت ْع َملُونَ َعلِي‬
Artinya :
“Dan jika kamu dalam perjalanan, sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka
hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu memercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya …” (QS. Al-Baqarah : 283)

b. Hadits Nabi
Hadits Nabi Dan dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

‫ وال تخن من خانك‬h‫اداالمانة الي منائتمنك‬


Artinya :
“Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah mem-
balas khianat kepada orang yang menghianatimu. (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

C. Rukun Wadi’ah
Rukun adalah hal pokok yang harus ada dalam suatu transaksi (akad). Jika ada salah satu hal
yang tidak terpenuhi maka tidak sah lah aqad itu.IKIH MADRASATS
Rukun Wadiah ada 4 yaitu :
1. Orang yang menitipkan (Al-Mudi’ atau Muwaddi’)
2. Orang yang dititip (Al-Muda’ atau Mustauda’)
3. Barang Titipan (Wadiah)
4. Sighat (Ijab Qabul)

D. Syarat-Syarat Wadi’ah
1) Syarat orang yang menitipkan (Muwaddi’) dan orang yang dititipi (Mustaudi’)
a. Baligh
Tidak sah melakukan aqad dengan anak yang belum baligh. Tetapi menurut ulama
Hanafiah diperbolehkan beraqad dengan anak yang sudah Tamyiz (Mumayyiz) dengan
persetujuan walinya.
b. Berakal sehat
Tidak sah beraqad dengan orang gila ataupun sedang kehilangan akal karena mabuk.
2) Syarat barang yang dititipkan (Wadiah)
a. Barang yang diripkan harus berupa harta yang bisa disimpan dan diserah terimakan.
b. Mempunyai nilai harga (Qimah) dan dipandang disenangi (Mal/harta).
3) Syarat Sighat (Ijab Kabul)
Ijab harus dinyatakan dengan ucapan dan perrbuatan. Ucapan bisa Sharih (jelas) ataupun
Kinayah (sindiran).
Menurut Ulama Madzhab Maliki, lafadz Kinayah harus disertai dengan niat.
Contoh Sighat Sharih : “ Saya titipkan barang ini kepadamu….”
Contoh Sighat Qabul : “ Saya terima….”

E. Hukum Menerima Titipan (Wadi’ah)


Hukum menerima titipan ada 4 macam yaitu :
a. Sunah. Bagi orang yang percaya bahwa dirinya mampu dan sanggup menjaga amanat/
benda-benda yang diditipkan kepadanya.
b. Wajib. Bagi orang yang percaya bahwa dirinya mampu dan sanggup menjaga amanat/
benda-benda yang diditipkan kepadanya, sementara tidak ada orang lain yang sanggup
dan dapat dipercaya menjada benda-benda titipan.
c. Haram. Bagi orang yang percaya dan yakin dirinya tidak mampu menjaga amanat/benda
titipan. Memaksa dirinya menerima berarti Haram.ANAWIYAH
d. Makruh. Bagi orang yang percaya dirinya mampu menjaga barang titipan tetapi masih
unsur keraguan akan kemampuan itu.

F. Macam-macam Wadi’ah
1). Wadiah Yad Al-Amanah
Al-Wadiah Al-Yad Al-Amanah, yaitu :
Titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama (Penitip) kepada pihak lain
(Bank) untuk memelihara (disimpan) barang/uang tanpa mengelola barang/harta tersebut.
Dan pihak lain tidak dibebankan terhadap kerusakan atau kehilangan pada barang/harta
titipan selama hal tersebut.
Harta atau barang yang dititipkan dan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh
penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewa-
jiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkan. Sebagai kompen-
sasi penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.
Contoh dalam Perbankan Syariah adalah Save Deposit Box

2).Wadiah Yad Al-Dhamanah
Wadiah ini merupakan titipan barang/harta yang dititipkan oleh pihak pertama kepada
pihak lain untuk memelihara harta/barang tersebut dan pihak lain dapat memanfaatkan
dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan itu secara utuh
setiap saat pemilik menghendaki.Konsekuensinya jika uang itu dikelola pihak lain (Bank)
dan mendapatkan keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak lain (Yang
Dititipi). Wadi’ah dapat dipraktekkan di Bank-Bank yang menggunakan sistem syariah,
seperti Bank Muamalah Indonesia (BMI). Bank Muamaah Indonesia mengartikan Orang
yang menitipkan barang (Mudi’) dan Pihak yang dititipi (Mustauda’).X 89
Wadi’ah segi titipan murni yang dengan seizin penitip boleh digunakan oleh Bank.
Konsep Wadi’ah yang dikembangkan oleh Bank Muamalat Indonesia adalah :
Wadi’ah Yad Al-Dhamanah (titipan dengan resiko ganti rugi). Oleh sebab itu, Wadi’ah
yang oleh para Ahli Fikih disifati dengan Yad Al-Manah dimodifikasi dalam bentuk Yad
Al-Dhamanah. Kosekuensinya jika uang yang dititipkan di Bank dan dikelola Bank
menghasilkan keuntungan, maka keuntungan itu menjadi milik Bank seluruhnya. Dan
walaupun demikian, atas inisiatif Bank sendiri, tanpa ada kesepakatan sebelumnya
dengan pemilik uang, memberikan bonus kepada para nasabah Wadi’ah. Dalam hal ini,
praktek Wadi’ah Bank Muamalat. Contohnya : Produk Tabungan dan Giro.

G. Jenis Barang Titipan (Wadi’ah)


Barang yang dititipkan adalah barang yang termasuk kategori :
a. Harta benda
b. Uang
c. Dokumen penting (saham, surat perjanjian, sertifikat dan lain-lain).
d. Barang berharga baginya (surat wasiat, surat tanah dan lain-lain).

H. Mengganti Wadi’ah
Wadi’ah adalah : Amanat bagi orang yang dititipi, maka ia wajib menjaganya seperti
penjagaan pada umumnya, dan seperti menjaga barangnya sendiri. Orang yang dititipi
(Mustaudi’) wajib mengembalikan barang titipan jika sang pemilik/penitip memintanya. Ia
juga tidak wajib mengganti barang titipan jika ada kerusakan, kecuali karena perilaku gega-
bah dari Mustaudi’. Gegabah yang dilakukan Mustaudi’ mengharuskan ia menggan-tinya
jika barang titipan itu rusak, karena hal ini berarti Mustaudi’ merusak harta orang lain.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai