Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TAFSIR AYAT TARBAWI

TAFSIR AYAT TARBAWI TENTANG ILMU PENGETAHUAN

Dosen Pengampu : Dr. H. M. Junaid, M.Pd.I

DISUSUN OLEH

MINA KURNIA EKA WATI (206220005)

PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI


TAHUN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahi rahmani rahiim, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala


yang senantiasa memberikan rahmat dan maghfirah-Nya. Shalawat serta salam
selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad shallalluhu alaihi wa salam.

Berkat Rahman dan Rahim yang tidak pernah ada hentinya, Alhamdulillah
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ayat Al-Quran
tentang Ilmu Pengetahuan Kajian Tafsir Q.s Al-Isra’ ayat 36” ini tepat pada
waktunya.

Ada pun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari bapak M. Amin Qodri . Pada mata kuliah Tafsir Tarbawi. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Ilmu Pengetahuan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak , Dr. H. M. Junaid, M.Pd.I


selaku dosen saya dalam mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

15 Maret 2023
Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................4

PENDAHULUAN...................................................................................................4

a. Latar belakang..............................................................................................4
b. Rumusan masalah.........................................................................................5
c. Tujuan..........................................................................................................5

BAB II.....................................................................................................................6

PEMBAHASAN.....................................................................................................6

1. Qs. Al-Isra’ayat 36 ......................................................................................6


2. Hukum Tajwid ............................................... ............................................6
3. Isi Kandungan Ayat ...................................................................................7
4. Tafsir Ayat..................................................................................................9
a. Menurut Kitab Tafsir Al-Muniir....................................................9
b. Menurut Kitab Tafsir Ibnu Katsir..................................................11
c. Menurut Kitab Tafsir Al-Maraghi.................................................11
d. Menurut Kitab Tafsir At-Thabari..................................................13

BAB III.................................................................................................................16

PENUTUP............................................................................................................16

a. Kesimpulan................................................................................................16
b. Saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia diberikan kelebihan akal oleh Allah SWT bertujuan untuk


mampu membedakan mana yang baik dan buruk untuk dilakukan. Manusia
diberikan potensi berupa alat pendengaran, penglihatan dan hati untuk
dikembangkan dan agar selalu termotivasi untuk mengerjakan kebaikan serta
berbuat dengan di dasari ilmu pengetahuan, sehingga tidak terjerumus ke dalam
hal yang dilarang oleh Allah SWT.

Alquran sebagai kitabullah yang berisi berbagai macam tuntunan agama,


pesan hidup, kisah-kisah umat terdahulu, dan sebagainya yang seluruhnya
berperan sebagai pedoman hidup serta pelajaran berharga untuk kita. Sudah
sepatutnya kita umat Islam mempelajari al-Quran, bukan sebatas membaca, tetapi
menguasai isi demi isi dari setiap ayatnya supaya pesan Allah bisa tersampaikan.

Untuk menguasai isi dari al-Quran lebih jauh, kita butuh menggali lebih
dalam lagi ayat, terjemah, isi kandungan termasuk tafsirannya. Sebagaimana kita
ketahui, di dalam al-Quran ini ada keterangan-keterangan tentang ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu di dalam makalah ini saya akan membahas ayat al-
Quran mengenai ilmu pengetahuan salah satunya adalah Q.s al-Isra’ ayat 36.1

1
1Hikmah, Isna. (2022). INTEGRASI IMAN SERTA ILMU PENGETAHUAN DALAM PENDIDIKAN
ISLAM.
JASNA : Journal for Aswaja Studies, Vol 2 (1), hlm 22.
2 Sahara Adjie Samudera. (2018). AYAT ALQURAN TENTANG ILMU PENGETAHUAN KAJIAN TAFSIR
SURAH
AL-NAHL [16]: 78, AL-ZUMAR [39]: 9, AL-NAJM [53]:27 – 30, DAN AL-MUJADILAH [58]: 11.
Makalah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana tafsir ayat tentang ilmu pengetahuan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan.
2. Untuk mengetahui tafsir ayat tentang ilmu pengetahuan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Qs. Al-Isra’ ayat 36

ٰۤ
ِٕ ُ‫ص َر َوا ْلفَُؤ ا َد ُك ُّل ا‬
ْ ‫ولى َك َكانَ َع ْنهُ َم‬
‫سـُٔواًل‬ َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬
َّ ‫س لَ َك ٖبه ِع ْل ٌم ۗاِنَّ ال‬
َ ‫َوآل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬

Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena Pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta
Pertanggungjawabannya.”

2. Hukum Tajwid

ٰۤ
ِٕ ُ‫ص َر َوا ْلفَُؤ ا َد ُك ُّل ا‬
ْ ‫ولى َك َكانَ َع ْنهُ َم‬
‫سـُٔواًل‬ َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬
َّ ‫س لَكَ ٖبه ِع ْل ٌم ۗاِنَّ ال‬
َ ‫َوآل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬

Keterangan:

a. Hijau muda: Mad Thobi’iy/Mad Ashli, yaitu mad yang berdiri


sendiri karena zat Huruf mad itu. Dengan kata lain memanjangkan
bacaan karena adanya salah satu Huruf mad alif, wau, atau ya’
yang sukun. Dibaca panjang 2 harakat.
b. Merah: Qolqolah, yaitu suara pantulan yang kuat dan jelas yang
terjadi pada huruf Yang sukun setelah menekan pada makhroj
huruf-huruf qolqolah.
c. Kuning: Ghunnah Musyaddah, yaitu huruf mim dan nun yang
bertasydid. Ditahan Selama 2 ketukan.
d. Biru tua: Alif Lam Syamsiyyah/Idghom Syamsiyyah, yaitu alif
lam yang bertemu Dengan salah satu huruf syamsiyyah
e. Oren : Alif Lam Qomariyyah/Izhar Qomariyyah, yaitu alif lam
yang bertemu Dengan salah satu huruf qomariyyah.
f. Ungu: Mad Wajib Muttashil, yaitu apabila mad ashli menghadapi
hamzah dalam satu Kata. Dibaca 6 harakat.
g. Biru tosca: Mad ‘Iwadl, yaitu berhentinya bacaan pada harakat
fathah tanwin di akhir Kalimat

3. Isi Kandungan Ayat


Ayat ini berpesan “Jangan lah mengikuti persoalan apa pun yang
engkau tidak Ketahui”, maksudnya jangan berucap apa yang engkau tidak
ketahui, jangan lah mengaku Tahu apa yang engkau tidak tahu, atau
mengaku mendengar apa yang tidak didengar. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semua yang merupakan alat-alat
Pengetahuan itu, masing-masing akan ditanyai tentang bagaimana
pemiliknya Menggunakannya serta pemiliknya akan dituntut untuk
mempertanggungjawabkan Penggunaannya.
Dari satu sisi, ayat ini mencegah dari sekian banyaknya keburukan
seperti tuduhan, Sangka buruk, kebohongan dan kesaksian palsu. Disisi
lain, ia memberikan tuntunan Untuk menggunakan pendengaran,
penglihatan dan hati sebagai alat-alat untuk meraih Pengetahuan.
Menurut ilmu kedokteran modern dibuktikan bahwa indra
pendengaran berfungsi Mendahului indra penglihatan. Ia tumbuh dalam
diri bayi di pekan-pekan pertama, Sedangkan indra penglihatan
berkembang di bulan ketiga dan menjadi sempurna masuk Bulan keenam.
Kemampuan nalar (al-af’idah) berfungsi jauh setelah kedua indra tersebut
Berkembang. Ini berarti penyebutan tiga alat potensial secara berurutan
mencerminkan Tahap perkembangan fungsi indra-indra tersebut
Menurut Maududy, indra pendengaran berfungsi menyerap ilmu
pengetahuan yang Sudah dimiliki orang lain. Indra penglihatan dengan
cara mengamati dan menelitikan Mengembangkannya.2

2
3 M. Quraish Shihab, 2012: 233
4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah., h. 87
5 M. Quraish Shihab. (2006). Tafsir Al-Mishbah:Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran. Jakarta :
Lentera Hati. Hlm 302-203
6 Hamka, Al-Azhar, Jilid 9, h. 6883
Sedangkan hati berfungsi membersihkan ilmu pengetahuan
tersebut Dari berbagai macam noda dan kekeliruan, agar dapat dipetik
hasil yang positif dan bisa Dipraktikkan dengan sempurna.
Akal bagi manusia dapat menghasilkan berbagai pengetahuan yang
bermanfaat bagi Kehidupan manusia, memandu manusia dalam usahanya
mencari kebenaran, dan Memberikan kepuasan dalam memecahkan
berbagai persoalan hidup, serta membentuk kedisiplinan bagi tenaga-
tenaga berkepribadian rendah, baik tenaga jasmaniah, karsa, dan rasa.
Adapun beberapa nilai di antaranya:
a. Setiap manusia harus selalu bersikap jujur.
b. Setiap manusia harus selalu berhati-hati dalam
mengatakan sesuatu yang masih Samar informasinya.
c. Kebulatan tekad untuk melakukan sesuatu sebelum
melangkah ke upaya Mewujudkannya, walau belum
dilakukan akan dituntut pertanggung jawabannya di Hari
kemudian.
d. Manusia, apa pun dalih dan alasannya, tidak wajar
bersikap angkuh dan takabur. Keangkuhan hanyalah milik
Allah, siapa yang angkuh berarti menyaingi Allah
Sehingga Allah akan menyiksanya.
e. Setiap muslim dilarang taklid terhadap seseorang. Jika
memiliki keinginan Mengikuti seseorang, maka harus
benar-benar memahami bagaimana amalan dan
Akhlaknya, yang mesti sesuai dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah sehingga tidak Termasuk kepada golongan orang-
orang yang taklid.
4. Tafsir Ayat

a. Menurut Kitab Tafsir Al-Muniir


( ‫س لَ َك ٖبه ِع ْل ٌم‬
َ ‫ ) َوآل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬maksudnya setelah Allah SWT
menjelaskan tiga perintah, Allah kembali menyebut hal-hal yang
dilarang. Allah melarang tiga hal, yang pertama adalah berkata
berdasarkan perkiraan, praduga, dan prasangka buruk. Ini
merupakan cacat dalam perilaku, merusak realitas, menuduh orang
Iain tanpa dasar yang benar, dan melecehkan kesucian ilmu dan
kenyataan. Dan arti dari ayat di atas adalah larangan memutuskan
sesuatu berdasarkan apa yang tidak diketahui secara benar dan
tidak berdasarkan dalil. Ini mencakup larangan bagi orang-orang
musyrik yang memiliki keyakinan tidak benar tentang ketuhanan
dan kenabian karena mentaklid orang-orang sebelum mereka dan
mengikuti hawa nafsu.
Larangan ini juga mencakup larangan kesaksian palsu,
perkataan dusta, Menuduh zina para Muslim dan Muslimah yang
baik-baik, menuduh mereka Dengan tuduhan palsu, berkata
bohong, melecehkan orang lain berdasarkan Prasangka, mencari-
cari kesalahannya, memalsukan kebenaran ilmiah, Memalsukan
informasi dan sebagainya. Sehingga seseorang tidak boleh
Mengatakan apa yang tidak dia ketahui atau mencela orang lain
dengan apa yang Tidak dia ketahui. 3

3
7Karman, Muhammad. (2018). Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA.
Hlm 41
8 Dato’ Philosopher Dr. Halo-N. (2016). AL FATHUN NAWA JILID 1. N.p : Hafizul Publication. Hlm
1042-1043
9Muttaqin, Arif, Enoh, Adang. (2019). Implikasi Pendidikan dari Al-Qur’an Surat Al-Isra’ Ayat 36
terhadap Selektivitas Muslim dalam Proses Menuntut Ilmu. Prosiding Pendidikan Agama Islam.
Vol 5 (2). Hlm 329
Perilaku buruk ini telah tersebar di kalangan kaum
Muslimin. Dan Tersebarnya perilaku buruk seperti ini, yaitu
berbicara tanpa landasan pengetahuan Dan keyakinan terhadap
kebenarannya disebabkan lemahnya agama, lemahnya Keimanan,
rusaknya akhlak, degradasi moral, mengikuti hawa nafsu,
lemahnya Jiwa, tenggelam dalam materi dan hancurnya nilai-nilai
mulia.
Oleh karena itu, Al-Qur’an memperingatkan dari fenomena
ٰۤ
buruk tersebut. Allah berfirman ( َ‫ك كَ ان‬ ِٕ ُ‫ص َر َو ْالفَُؤ ا َد ُكلُّ ا‬
َ ‫ولى‬ َ َ‫اِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬
‫ ) َع ْنهُ َم ْسـُٔوْ آل‬, Yakni Kunci-kunci pengetahuan, yaitu telinga dan
mata, yang merupakan mediator bagi Pengetahuan indrawi dan
empiris, serta hati yang merupakan mediator Pengetahuan logis,
pemiliknya akan ditanya tentang tiga perangkat tadi pada hari
Kiamat, dan semua mediator tersebut juga akan ditanya tentang
pemiliknya. Jika Seseorang mendengar dan melihat apa yang tidak
halal baginya, serta bertekad Untuk melakukan sesuatu yang tidak
halal, maka dia akan ditanya tentangnya dan Akan dihukum
karenanya. Sebab, sarana-sarana pengetahuan ini harus digunakan
Dalam ketaatan bukan kemaksiatan.
Bahkan seluruh anggota tubuh tersebut, setelah Allah
hidupkan, mereka Sendiri yang akan bertanya kepada si pemilik,
kemudian mereka akan menjadi Saksi tentang apa yang telah
dilakukan manusia sebagai pemiliknya. Dalil akan Hal ini adalah
firman Allah SWT, “Pada hari, (ketika) lidah, tangan, dan kaki
Mereka meniadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu
mereka Keriakan”(an-Nuur: 24).
Ibnu Abbas berkata, “Janganlah kamu bersaksi kecuali
berdasarkan apa Yang dilihat sendiri oleh matamu, didengar
sendiri oleh telingamu dan direkam Langsung oleh hatimu”’
Qatadah berkata, “Janganlah kamu katakan, ‘Saya Mendengar
dan tidak mendengar saya melihat dan tidak melihat, atau saya
Mengetahui dan tidak mengetahui.”

b. Menurut Kitab Tafsir Ibnu Katsir


Muhammad bin al-Hanafiyyah berkata: “yakni kesaksian
palsu” Qatadah mengatakan: “Jangan lah kamu mengatakan: ‘aku
melihat’, Padahal kamu tidak melihat. Atau ‘aku mendengar’,
padahal kamu tidak Mendengar. Atau ‘aku mengetahui’, padahal
kamu tidak tahu”
Dan yang terkandung di dalam apa yang mereka sebutkan
itu adalah Bahwa Allah melarang berbicara tanpa didasari dengan
pengetahuan, yang tidak Lain hanya lah khayalan belaka. Dalam
sebuah hadits disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ُ ‫) ِإيَّا ُك ْم َوالظَّنَّ فَِإنَّ الظَّنَّ َأ ْك َذ‬
ِ ‫ب ا ْل َح ِدي‬
(‫ث‬

Artinya: “Jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu merupakan


Sedusta-dusta ucapan.” (Muttafaqun Alaihi).

ٰۤ ‫“ ) ِٕك‬Semuanya itu” yakni pendengaran, “.Akan


Dan firman Allah (َ‫ولى ُا ُّلُك‬
diminta pertanggungjawabannya” ( ً ‫ ) َكانَ َع ْن ُه َم ْسـ ُْٔول‬.penglihatan, dan hati
Maksudnya, seorang hamba kelak akan dimintai pertanggung jawab mengenai hal
Itu pada hari kiamat serta apa yang telah dilakukan dengan semua anggota tubuh
Tersebut.

c. Menurut Kitab Tafsir Al-Maraghi

( ‫س لَ َك ٖبه ِع ْل ٌم‬
َ ‫ “ ) َو َل تَ ْقفُ َما لَ ْي‬Dan janganlah kamu bersikap
mengeluarkan perkataan atau perbuatan yang kamu tidak tahu.”
Kata ini merupakan undang-undang yang mencangkup banyak
persoalan kehidupan. Dan oleh karenanya, Mengenai kata-kata ini
para penafsiran mengeluarkan beberapa pendapat :
a) Ibnu Abbas mengatakan : “Janganlah kamu menjadi
saksi kecuali atas Sesuatu yang diketahui oleh
kedua matamu, didengar oleh kedua Telingamu dan
dipahami oleh hatimu.”
b) Qatadah mengatakan : “Janganlah kamu
mengatakan: ‘aku melihat’, Padahal kamu tidak
melihat. Atau ‘aku mendengar’, padahal kamu
Tidak mendengar. Atau ‘aku mengetahui’, padahal
kamu tidak tahu.
c) ”Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang
dimaksud ialah melarangBerkata-kata tanpa ilmu,
tapi hanya persangkaan dan waham belaka seperti
yang Allah firmankan:
ۖ‫ض ال َّظ ِن ِا ۡثم‬
َ ‫ۡاج َتنِ ُب ۡوا َكث ِۡي ًر ِا م نَ ال َّظ ِن اِنَّ َب ۡع‬
Artinya: “Jauhilah kebanyakan dari prasangka
sebagian prasangka Itu adalah dosa” (Al-Hujurat :
12).
d) Tapi, ada pula yang mengatakan bahwa yang
dimaksud adalah Melarang orang-orang musyrik
dari kepercayaan-kepercayaan mereka Yang
didasarkan pada taqlid kepada nenek moyang dan
hanya mengikuti hawa nafsu belaka, sebagaimana
Allah SWT firmankan:
ْ‫ِي ِآاَّل اَسْ َم ۤا ٌء َس َّم ْي ُتم ُْو َهٓااَ ْن ُت ْم َو ٰا َب ۤاُؤ ُك ْم مَّٓا اَ ْن َز َل هّٰللا ُ ِب َهامِنْ س ُْل ٰط ۗ ٍن اِن‬
َ ‫اِنْ ه‬
ۚ ُ‫الظنَّ َو َما َته َْوى ااْل َ ْنف‬
ُ‫س‬ َّ ‫َّي َّت ِبع ُْو َن ِااَّل‬
Artinya: “Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang
kamu dan nenek moyangmu mengada-adakannya;
Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa pun
untuk (menyembah)-Nya. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti dugaan dan apa yang
diinginkan oleh hawa nafsu mereka.”(An-Najm :
23).

Kemudian, Allah SWT menyebutkan pula, apa alasan dari larangan


Tersebut, seraya firman-Nya :

ٰۤ
(... ‫ُٔو ًل‬
ْ ‫سـ‬ ِٕ ُ‫ص َر َوا ْلفَُؤ ا َد ُك ُّل ا‬
ْ ‫ولىكَ َكانَ َع ْنهُ َم‬ َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬
َّ ‫) اِنَّ ال‬

Sesungguhnya Allah pasti menanyakan pendengaran, penglihatan dan hati


tentang apa yang dilakukan oleh pemiliknya, sebagaimana Allah berfirman:

ِ ‫ش َه ُد َعلَ ْي ِه ْم اَ ْل‬
‫سنَتُ ُه ْم َواَ ْي ِد ْي ِه ْم َواَ ْر ُج ُل ُه ْم بِ َما َكانُ ْوا يَ ْع َملُ ْون‬ ْ َ‫ي َّْو َم ت‬

Artinya: “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas
mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (An-Nur : 24).

Dan menurut sebuah kabar dari Syakal bin Humaid, katanya pernah saya
Datang kepada Nabi SAW lalu saya kata kan, “Ya Nabiyallah, ajarkanlah
Kepadaku sebuah taawuz untuk saya gunakan sebagai pelindung.” Maka
Diambillah tanganku oleh beliau, kemudian bersabda: “Aku berlindung kepada
Mu ya Allah, dari keburukan pendengaranku, keburukan penglihatanku,
Keburukan hatiku dan keburukan maniku (berzina).”

d. Menurut Kitab Tafsir At-Thabari


Para ahli takwil berbeda pendapat dalam menakwilkan
kalimat ‫س لَ َك ِب ٖه ِع ْل ٌم‬
َ ‫ و َآل تَ ْقفُ َمالَ ْي‬Dan ianganlah kamu mengikuti apa
yang tidak kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya."
Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah, jangan lah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu ketahui, dan yang
berpendapat demikian adalah:
a. Ibnu Abbas berkata : “Maksudnya adalah, jangan katakan”
b. Qatadah berkata : “Janganlah kamu mengatakan: ‘aku
melihat’, Padahal kamu tidak melihat. Atau ‘aku mendengar’,
padahal kamu Tidak mendengar. Atau ‘aku mengetahui’,
padahal kamu tidak tahu.”
c. Ibnu Hanafiyyah berkata : “Maksudnya adalah kesaksian
palsu”

Ahli takwil lain berpendapat bahwa artinya adalah menuduh, dan yang
Berpendapat demikian adalah:

a. Ibnu Abbas berkata : “jangan menuduh seseorang dengan sesuatu


Yang tidak kamu ketahui”
b. Ibnu Abi Najih berkata: “Lafazh ُ‫ و َآل تَ ْقف‬artinya adalah, jangan
menuduh”
c. Ibnu Juraij dengan riwayat semisalnya

Kedua penakwilan ini berdekatan maknanya, karena mengucapkan sesuatu


Yang tidak diketahui itu mencakup kesaksian pyang batil, mengaku mendengar
padahal tidak, dan mengaku melihat padahal Tidak.Pendapat yang paling
mendekati kebenaran adalah yang mengatakan Bahwa artinya jangan berkata
kepada manusia tentang mereka yang tidak kamu Ketahui, sehingga kamu
menuduh meraka secara keliru dan bersaksi atas mereka Dengan jalan yang tidak
benar dengan jalan yang tidak benar.

ٰۤ
Adapun firman Allah ‫ُٔو‬
ْ ‫سـ‬ ِٕ ‫ص َر َوا ْلفَُؤ ا َد ُك ُّل اُو‬
ْ ‫ى َك َكانَ َع ْنهُ َم‬ َ َ‫س ْم َع َوا ْلب‬
َّ ‫اِنَّ ال‬
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai
Pertanggungjawabannya.” Maksudnya adalah Allah akan bertanya kepada
indraindra ini tentang ucapan si pemiliknya. Pada saat itu organ tubuhnya bersaksi
Terhadapnya dengan benar. Disini lafazh yang digunakan adalah َ‫ ُك ُّل اُ ٰۤو ِٕىك‬bukan
َ‫ ُكلُّتِ ْلك‬karena lafazh َ‫ اُ ٰۤو ِٕىك‬untuk jamak baik berbentuk mudzakar maupun muannats
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Ayat yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan salah satunya
terdapat di dalam Qs. Al-Isra’ ayat 36. Ayat ini berpesan “Janganlah
mengikuti persoalan apa pun yang Engkau tidak ketahui”, maksudnya
jangan berbicara apa yang engkau tidak ketahui, Janganlah mengaku tahu
apa yang engkau tidak tahu, atau mengaku mendengar apa yang Engakau
tidak di dengar. Karena semuanya akan diminta pertanggungjawaban. Dari
ayat Ini kita belajar untuk bisa berbicara dengan kebenaran serta didasari
dengan ilmu Pengetahuan. Jika kita tidak mengetahuinya berbicalah tidak
tahu, jangan malu untuk Mengucapkan kata ‘tidak tahu”
Dalam kalimat ‫ْس لَكَ ٖبه ِع ْل ٌم‬
َ ‫ و َآل تَ ْقفُ َما لَي‬terdapat beberapa
penafsiran menurut para mufasir, diantara-Nya:
a. Qatadah mengatakan : “Jangan lah kamu mengatakan: ‘aku melihat’,
padahal Kamu tidak melihat. Atau ‘aku mendengar’, padahal kamu
tidak mendengar. Atau ‘aku mengetahui’, padahal kamu tidak tahu”
b. Ibnu Abbas mengatakan : “Jangan lah kamu menjadi saksi kecuali
atas Sesuatu yang diketahui oleh kedua matamu, didengar oleh kedua
telingamu Dan dipahami oleh hatimu.”
c. Muhammad bin al-Hanafiyyah mengatakan : “yakni kesaksian palsu”
ٓ
ْ ‫ص َر َوٱ ْلفَُؤ ا َد ُك ُّل ُأ ۟و ٰلَِئ َك َكانَ َع ْنهُ َم‬
Dalam kalimat ‫سـُٔواًل‬ َ َ‫س ْم َع َوٱ ْلب‬
َّ ‫ ِإنَّ ٱل‬dapat di ambil
kesimpulannya dari beberapa kitab tafsir yang telah dijelaskan, bahwa
pendengaran, penglihatan, dan hati yang telah kita lakukan di dunia semuanya
akan diminta pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Sedangkan lidah, kaki,
dan tangan akan menjadi saksi seperti dalam Qs. An-Nur ayat 24: “Pada hari
(ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan.”
b. Saran
Untuk memahami ayat di atas secara lebih lanjut, saya
menyarankan kepada Pembaca agar mengkaji kitab-kitab tafsir lain. Hal
tersebut bertujuan untuk memperkaya Ilmu sehingga tujuan dan kepuasan
dalam memahami ayat-ayat Al-quran bisa didapatkan. Di samping itu,
saya menyadari bahwa saya selaku pemakalah masih jauh dari Kata
sempurna, ke depannya saya akan lebih fokus dan lebih detail dalam
menjelaskan Apa yang terkandung dalam makalah di atas disertai sumber-
sumber yang lebih banyak Dan tentunya dapat di pertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. (1987). Tafsir Al-Maraghi Jilid 13.


Semarang : PT. Karya Toha Putra Semarang

Al-Quran Al-karim

Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. (2003).


Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5. Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’i

Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. (2009). Tafsir Ath-Thabari


Jilid 16. Jakarta : Pustaka Azzam

Az-Zuhaili, Wahbah. (2016). Tafsir Al-Munir Jilid 8. Jakarta : Gema


Insani

Dato’ Philosopher Dr. Halo-N. (2016). AL FATHUN NAWA JILID 1.


N.p : Hafizul Publication

Hikmah, Isna. (2022). INTEGRASI IMAN SERTA ILMU


PENGETAHUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM. JASNA :
Journal for Aswaja Studies, Vol 2 (1), hlm 22

Jauhari, Hendra Muhammad. (2015). Ilmu Tajwied. Bandung : Haafizh


Publishing

Karman, Muhammad. (2018). Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Bandung : PT


REMAJA ROSDAKARYA

Musfah, Jejen. (2004). Hati Dalam Tafsir Al-Azhar Hamka. Bandung :


Mizan

Muttaqin, Arif, Enoh, Adang. (2019). Implikasi Pendidikan dari Al-Qur’an


Surat Al-Isra’ Ayat 36 terhadap Selektivitas Muslim dalam Proses
Menuntut Ilmu. Prosiding Pendidikan Agama Islam. Vol 5 (2).
Hlm 329
Sahara Adjie Samudera. (2018). AYAT ALQURAN TENTANG ILMU
PENGETAHUAN KAJIAN

TAFSIR SURAH AL-NAHL [16]: 78, AL-ZUMAR [39]: 9, AL-NAJM


[53]:27 – 30, DAN AL-MUJADILAH [58]: 11. Makalah.

Shihab, M. Quraish. (2006). Tafsir Al-Mishbah:Pesan Kesan dan


Keserasian Al-Quran. Jakarta : Lentera Hati

Yunita, Nurma. (2017). Kontribusi Tafsir al-Azhar Terhadap Nilai-Nilai


Pendidikan Islam. AL QUDS : Jurnal Studi Alquran dan Hadis,
Vol 1 (1), hlm 97

Anda mungkin juga menyukai