Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pada tanggal 30 September 2009 telah terjadi gempa bumi di Provinsi Sumatera
Barat dengan goncangan yang berkekuatan (7,9SR), banyak rumah masyarakat yang
runtuh. Keruntuhan bangunan umumnya terjadi pada rumah, ruko dengan menggunakan
dinding tembok. Rumah dengan menggunakan dinding tembok ini rawan terhadap
gempa, untuk mengatasinya bangunan haruslah dirancang bangunan tahan gempa
dengan menggunakan bahan bangunan yang berkualitas dan bermutu sehingga
bangunan menjadi lebih kokoh dan kuat. Salah satu komponen bahan bangunan yang
berhubungan dengan kekuatan sebuah bangunan adalah batu bata.
Ukuran dan kuat tekan batu bata yang beredar dipasaran mempunyai ukuran dan
kuat tekan relatif kurang baik. Seperti yang sering kita jumpai dari hasil pabrikasi
maupun hasil pekerjaan lokal atau industri rumah tangga. Untuk bangunan, ukuran
standard yang biasa dipergunakan adalah panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50
mm (SNI 15-2094-2000, mengenai Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding).
Kelebihan Batu bata :
1. Batu bata merah kedap air sehingga jarang terjadi rembesan pada tembok.
2. Keretakan relatif jarang terjadi.
3. Kuat dan tahan lama karena batu bata tahan terhadap cuaca panas, cuaca dingin dan
udara lembab.
4. Penolak panas yang baik. Batu bata mampu membuat di dalam rumah terasa dingin
walau diluar rumah cuaca panas.
5. Harganya Murah. Tanah liat yang merupakan bahan utama batu bata mudah didapat
dan persediaannya cukup banyak.
Kekurangan pada batu bata :
1. Waktu pemasangannya lebih lama dibandingkan material dinding bangunan yang
lain.
2. Jika proses pembakarannya kurang matang, bata mudah retak dan pecah
3. Biaya lebih tinggi dari dinding batako

Kriteria bata berkualitas baik :


1.Batu bata  bebas dari retak atau cacat, dan dari batu dan benjolan apapun.

1
2.Batu bata harus seragam dalam ukuran, dengan sudut tajam dan tepi yang rata.
3.Permukaan harus benar dalam bentuk persegi panjang satu sama lain untuk  menjamin
kerapian pekerjaan.
4.Mempunyai kekuatan yang baik akan memberikan suara dering jika diketok.

Klasifikasi Kekuatan Bata :


a. Berdasarkan Kuat Tekan
Mutu Bata Kelas I :Kuat Tekan Rata – rata lebih besar dari 100 kg/cm².
Mutu Bata Kelas II :Kuat Tekan Rata-rata 80 – 100 kg/cm²
Mutu Bata Kelas III : Kuat Tekan Rata-rata 50 – 80 kg/ cm²
b. Berdasarkan Compressive Strength (Bata Jenuh air) dan Penyerapan Air:
Batu Bata Kelas A :Compressive strength diatas 69,0 N/mm² dan nilai
penyerapan tidak lebih 4,5 %
Batu Bata Kelas B :Compressive strength diatas 48,5 N/mm² dan nilai
penyerapan tidak lebih 7%.
Untuk pembentukan bahan dasar batu bata tergantung kepada jenis batu bata
dan cara pembuatannya. Bata yang baik sebagian besar terdiri atas pasir (silica)
dan tanah lempung (alumina), yang dicampur dalam perbandingan tertentu
sehingga bila diberi sedikit air menjadi plastis. Sifat plastis ini penting agar
dapat dicetak dengan mudah, dikeringkan tanpa susut, retak-retak maupun
melengkung. Dalam campuran ini ditambahkan kotoran sapi yang dimana
campuran kotoran sapi adalah limbah hasil pencernaan sapi dan hewan dari
subfamili Bovinae lainnya (kerbau, yak, bison). Komposisi kotoran sapi yang
umumnya telah diteliti dapat dilihat pada tabel :
Tabel 1.1 Komposisi Kotoran Sapi
Senyawa Persentase
Hemisellulosa 18,6%
Selulosa 25,2%
Lignin 20,2%
Protein 14,9 %
Debu 13 %
Sumber : Candra, 2012
Berdasarkan masalah di atas maka peneliti tertarik meneliti tentang “Pemanfaatan
kotoran sapi terhadap batu bata”.

2
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Kuat tekan batu bata masih dibawah ketentuan SNI yaitu 5 MPa
2. Seberapa besar pengaruh kuat tekan bata jika di campur dengan kotoran sapi
dengan proses pembakaran.

1.3 Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka permasalahan akan
dibatasi pada pengaruh campuran kotoran sapi dengan tanah liat sebagai bahan untuk
pembuatan batu bata. Variable tetap ukuran cetakan yang di pakai ukuran nya 23 cm ×
11 cm × 5 cm, dan variable tidak tetapnya cara pembuatan batu bata pakai penambahan
kotoran sapi dengan bebagai variasi 10% kotoran sapi dengan 90% tanah liat, dan 20%
kotoran sapi dengan 80% tanah liat melalui proses pembakaran.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan pembatasan masalah diatas, masalah dalam penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut : seberapa besar pengaruh campuran kotoran sapi dengan
tanah liat sebagai bahan untuk pembuatan batu bata menggunakan proses pembakaran
terhadap standar kuat tekan batu bata?

1.5 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh dari campuran kotoran sapi dengan
campuran 10% kotoran sapi dengan 90% tanah, dan 20% kotoran sapi dengan
80% tanah.
2. Mencari persentase campuran kotoran sapi yang lebih baik dengan kuat tekan
besar dari 40kg/cm².

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan bahan alternatif lain sebagai bahan campuran pembuatan batu bata.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh kuat tekan batu bata bila di campur kotoran
sapi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


1. Batu Bata
Definisi batu bata menurut SNI – 2094-1991:4 merupakan unsur bahan bangunan
yang digunakan untuk pembuatan kontruksi bangunan, di buat dari tanah dengan tanpa
campuran bahan-bahan lainya, dibakar dengan suhu yang cukup tinggi hingga tidak
dapat hancur lagi bila direndam dengan air.
Batu bata merupakan salah satu bahan material sebagai bahan pembuat dinding.
Batu bata terbuat dari tanah liat yang dibakar sampai berwarna kemerah merahan.
Seiring perkembangan teknologi, penggunaan batu bata semakin menurun. Munculnya
material-material baru seperti gipsum dan bambu yang telah diolah, cenderung lebih
dipilih karena memiliki harga lebih murah dan secara arsitektur lebih indah. Batu Bata
dalam sebuah bangunan rumah memiliki peranan yang sangat vital, seindah apapun
rumah tanpa batu bata belum bisa dikatakan sebuah rumah. Namun seiring
perkembangan arsitektur, batu bata tak hanya sebatas pelindung sebuah rumah semata,
kini peranan batu bata bergeser kearah yang lebih luas.
Sifat bata dalam penggunaan sebagai bahan bangunan :
a. Ukuran dan bentuk bata
b. Kematangan
c. Berat jenis bata
d. Kekuatan tekan
e. Daya absorbsi
f. Pengaruh bahan
g. Pengaruh garam
h. Bebas dari retak

2. Sifat fisika batu bata adalah sifat fisika batu bata yang dilakukan tanpa merubah
bentuk bata dan tanpa pemberian beban kepada batu bata itu sendiri adapun
syarat-syarat dalam SNI 15-2094-2000 dan SNI 15-2094-1991

3. Bahan – Bahan Pembuatan Batu Bata

4
Menurut Sutopo Edi widjojo dan Bhakti Prabowo (1977:73) “batu bata dibuat
dari tanah lempung yang berasal dari pelapukan batuan yang banyak mengandung
feldspar”. Mineral ini tersusun atas silikon dan aluminium dengan gabungan atom
kalium, nutrium dan kalsium. Karena disebabkan oleh air yang mengandung asam
arang maka unsur-unsur kalium, kalsium larut dalam air dan unsur silikat
aluminiumnya berubah menjadi silikat aluminium basa. Endapan silikat
aluminium basa bila tidak bercampur dengan bahan-bahan lain atau masih murni
disebut dengan kaolin yang merupakan bahan utama dalam pembuatan keramik
porselen. Bila bercampur dengan pasir halus dan besi oksida (Fe2O3) dan kapur
halus (CaCO3) menjadi tanah liat.
4. Porositas atau Daya Serap Air
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan
jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada
suatu material dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu
rongga yang ada dalam material tersebut.
Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 %sampai dengan
90% tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Semakin banyak
porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu
pula sebaliknya. Berdasarkan standar ASTM C 373 – 88, porositas sampel dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut (Van Flack, 1992) :
Wk− W b 1
porositas (%) = Vb x γ air x 100%
Keterangan:
Mb = Massa kering benda uji (gram)
Mk = Massa basah benda uji (direndam 2 x 24 jam)
Vb = Volume benda uji (cm³)
ɣair = Massa jenis air (gr/cm³)

5. Kuat tekan bata


5
Tabel 2.1. Klasifikasi Kekuatan Bata (SNI 15-2094-2000)
Mutu bata kuat tekan rata-rata
merah kg/cm² N/mm²
tingkat 1(satu) lebih besar dari 100 >10
tingkat 2(dua) 100-80 10 ̵ 8
tingkat 3(tiga) 80-50 8̵5

6. Ukuran batu bata


Standar Bata Merah di Indonesia oleh Y.D.N.I (Yayasan Dana Normalisasi
Indonesia) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata
merah sebagai berikut :
(1) Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm
(2) Panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50 mm
7. Tanah Lempung
Lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral berkerangka
dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung mengandung
leburan silika dan aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, silikon, oksigen, dan
aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi. Lempung
terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan sebagian
dihasilkan dari aktivitas panas bumi.
Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah
terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang
mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan
oksida silikon dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1
memiliki lapisan satu oksida silikon dan satu oksida aluminium, sementara
golongan 2:1 memiliki dua lapis golongan oksida silikon dan satu lapis oksida
aluminium. Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat,
menyusut saat kering dan membesar saat basah. Karena perilaku inilah beberapa
jenis tanah dapat membentuk kerutan-kerutan atau “pecah-pecah” bila kering.
Lempung mempunyai permukaan amat luas karena sangat kecil ukurannya.
Sehingga lempung sanggup mengikat air di sekelilingnya. Air tidak mudah lagi
dipisahkan dengan lempung kecuali dipanaskan diatas suhu 1000° C (Hartomo,
1994).

6
Dalam pemanfaatan lempung untuk pembuatan batu bata, harus diperhatikan
beberapa hal yaitu :
1. Lempung yang digunakan harus memenuhi sifat plastis dan kohesif
sehingga dapat mudah dibentuk. Lempung yang memiliki nilai plastis
yang tinggi dapat menyebabkan batu bata yang dibentuk akan meledak,
retak atau pecah saat dibakar.
2. Lempung harus mempunyai kekuatan kering tinggi dan susut kering
rendah (maksimum 10%).
3. Tidak boleh mengandung butiran kapur dan kerikil lebih besar dari 5
mm.
4. Lempung berpasir akan menghasilkan produk batu bata yang lebih
baik jika dibandingkan dengan penggunaan lempung murni.
Untuk pembuatan Batu bata biasanya yang digunakan tanah lempung, seperti
diterangkan diatas bahan asalnya dari tanah porselin yang dalam alamnya telah
tercampur dengan pasir halus, besi oksida (Fe2O3) dan abu batu bara. Ciri-ciri dari
banyaknya kadar oksida atau abu batu bara dapat diketahui setelah tanah liat
dibakar. Batu bata setelah dibakar warnanya menjadi merah kecoklatan berarti
kadar oksida lebih banyak dari pada abu batu bara. Sebaliknya jika kadar abu batu
bara nya yang lebih banyak, warna tanahnya setelah dibakar menjadi kuning agak
merah. Untuk kualitas batu bata tergantung pada tanah lempung sebagai bahan
mentah, metode dan pengawasan pada proses pengolahan serta pencetakannya.
8. Kotoran Sapi
 Kotoran sapi (cow dung) merupakan sisa metabolisme sapi yang terdiri atas
campuran urine dan fases, ternyata memiliki daya guna tinggi dan dapat diolah
menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia. Di India kotoran sapi digunakan
sebagai hiasan dinding rumah, di Afrika Selatan kotoran digunakan sebagai bahan
lantai dan di lingkungan Suku Sasak ± Lombok NTB, kotoran sapi selain
digunakan sebagai bahan lantai, digunakan juga sebagai alat pengepel lantai agar
mengkilap dan sebagai alat pengusir lalat dan nyamuk. Saat ini kotoran sapi
sudah dikembangkan untuk berbagai macam kegunaan seperti kompos alami dan
biogas yang dipakai sebagai BBM (bahan bakar minyak). Berdasarkan penemuan
terbaru ternyata kotoran sapi juga dapat diolah menjadi bahan campuran
batu bata, menggantikan tanah liat yang yang merupakan bahan utama material
batu bata didunia.  Ada sekitar 5,9 juta ton kotoran sapi per tahun di Indonesia
7
yang belum dimanfaatkan padahal jauh lebih baik sebagai campuran di banding
pasir karena mengandung isolate 9,6% hinga mempunyai daya ikat yang jauh
lebih kuat, dalam pembuatan bata (BPS Indonesia,2014).
9. Air
Air digunakan untuk batu bata dengan campuran kotoran sapi harus sesuai
dengan persyaratan air dari persyaratan umum bahan Bangunan di Indonesia
(PBUI-1982:14) sebagai berikut :
a. Air harus bersih tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung yang
dapat di lihat secara visual.
b. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
c. Tidak mengandung garam.
d. Jika dibandingkan dengan kekuatan tekan adukan yang memakai air suling,
maka penurunan kuat tekan adukan tidak lebih dari 10%.

2.2 Kerangka Konseptual


Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh campuran
kotoran sapi dengan tanah liat sebagai bahan untuk pembuatan batu bata terhadap
standar batu bata. Campuran kotoran sapi dengan tanah liat ini dilakukan dengan variasi
perbandingan, yaitu 10% kotoran sapi : 90% tanah liat, dan 20% kotoran sapi : 80%
tanah liat. Yang mana kita bisa melihat berapakah persentase perbandingan yang lebih
baik. Benda uji batu bata yang telah di cetak dengan berbagai persentase perbandingan
dibiarkan dilapangan bebas (dijemur) sampai mengeras. Proses pengeringan benda uji
batu bata yang di campurkan dengan kotoran sapi memerlukan waktu 7 hari jika
cuacanya baik dan pada kondisi udara nya lembab, maka proses pengeringan benda uji
sekurang-kurang selama 2 minggu. Perbedaan ini dikarenakan benda uji eksperimen
memakai tambahan kotoran sapi, sehingga proses pengerasan benda uji menjadi lebih
cepat. Selanjutnya benda uji dibawa ke laboraturium untuk dilakukan pemeriksaan
visual, pemeriksaan ukuran, pemeriksaan kadar garam batu bata, pengujian kuat tekan
batu bata, dianalisis dan dibuat kesimpulannya apakah batu bata yang di campur dengan
kotoran sapi lebih kuat atau lebih lemah dari bata normal.

100% tanah liat


Pembakaran (2 hari)

8
80% tanah liat
Kuat tekan (14 hari)
20% kotoran sapi

90% tanah liat


Kadar garam
10% kotoran sapi

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.3 Teori Tentang Kadar Air


Kadar air adalah persentase kandungan air pada suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air
berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar
air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen (Anonim, 2010).
Kadar air memiliki peranan penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai
tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan
pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi
antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana air
bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut (Anonim, 2010).
Air yang terdapat dalam suatu sampel bahan sesuai dengan yang ada pada Anonim
(2010) terdapat dalam tiga bentuk:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan intergranular dan pori-pori
yang terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan koloid
makromolekulaer seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air juga
terdispersi di antara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada di
dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas
dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat
ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku
meskipun pada suhu 0° C.

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu
berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Dalam

9
penentuan kadar air bahan pangan biasanya dilakukan berdasarkan obot basah. Dalam
perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA = (Wa / Wb) x 100% (Taib, 1988).
Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah maupun bahan
setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying ratio) dari bahan
yang dikeringkan tersebut. Besarnya “drying ratio“ dapat dihitung sebagai bobot
bahan sebelum pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Tingkat pemadatan
tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan (γd). Bila air
ditambahkan kepada tanah yang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai
pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel-partikel
tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeser satu sama lain dan
membentuk kedudukan yang lebih rapat atau padat.
Bila kadar air ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan yang sama,
maka berat butiran tanah persatuan volume juga meningkatkan secara bertahap pula.
Setelah mencapai kadar air tertentu adanya penambahan kadar air justru cenderung
menurunkan berat volume kering tanah. Hal ini disebabkan karna air mengisi rongga
pori yang sebelumnya diisi oleh butiran padat dari tanah. Kadar air saat nilai berat
volume kering mencapai maksimum disebut kadar air optimum (Wopt). Berat volume
kering tanah maksimum secara teoritis didapat bila pada pori-pori tanah sudah tidak ada
udaranya lagi, yaitu pada saat derajat kejenuhan tanah sama dengan 100%. Tetapi
dalam praktek hal ini sulit tercapai jenis tanah (distribusi ukuran butiran), bentuk
butiran tanah gravitas khusus, dan jumlah serta jenis mineral lempung yang ada pada
tanah mempunyai pengaruh besar terhadap harga berat volume kering maksimum dan
kadar air optimum dari tanah tersebut, disamping kadar air dan usaha yang diberikan
oleh alat penumbukannya. Karakteristik kepadatan tanah dapat dilihat dari pengujian
standar laboratorium yang disebut uji proctor.

10
Gambar 2.2 Alat uji standard Proctor (Hardiyatmo, 2012)

Tanah dalam mould dipadatkan dengan menggunakan penumbuk yang beratnya 2,5kg
tinggi jatuh 30,5cm (1 ft). Tanah dipadatkan dalam tiga lapisan dengan tiap lapisan
ditumbuk 25 kali pukulan. Percobaan ini diulang paling sedikit 5 kali dengan kadar air
yang bervariasi. Pemadatan ini menghasilkan kurva yang merupakan hubungan antara
kadar air dan berat volume kering tanah. Kurva tersebut memperlihatkan nilai kadar
air yang terbaik untuk mencapai berat volume kering terbesar atau kepadatan
maksimum (d). Kadar air pada keadaan ini disebut kadar air optimum. Kurva
hubungan antara kadar air dengan berat volume kering dapat dilihat pada

Gambar 2.3 Kurva hubungan kadarair dan berat volume kering (Hardiyatmo, 2012)

Hubungan berat volume kering (γd) dengan berat volume basah (γb) dan kadar air
(w) dinyatakan dengan persamaan :

γb
γb=
1+w
dengan:
γb = berat volume tanah basah (gr/cm³)
γd = berat volume tanah kering (gr/cm³)
w = kadar air(%)

2.1 Penelitian sejenis


Ada beberapa penelitian sejenis tentang batu bata:

11
1. Pemanfaatan Kotoran Sapi Untuk Material Konstruksi Dalam Upaya Pemecahan
Masalah Sosial Serta Peningkatan Taraf Ekonomi Masyarakat. (Muhammad Dwi
Nugroho, Muhammad Dzikri Ridwanulloh Annur, Politeknik Negeri Bandung,
Vol. 13 No. 2, Agustus 2014)
a. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dan survei harga di lapangan.
Objek penelitian adalah bata pejal yang menggunakan bahan dasar tanah
liat dengan campuran kotoran sapi. Beberapa bahan yang digunakan
adalah kotoran sapi, air Laboratorium Politeknik Negeri Bandung, sekam
padi, serbuk gergaji. Ukuran benda uji disamakan dengan ukuran bata di
lapangan, yaitu sebesar 230 mm x 110 mm x 50 mm. Sasaran pengujian
adalah dihasilkannya bata dengan bobot yang lebih ringan dan kekuatan
tekan mencapai diatas 48,5 N/mm2 lebih kuat 20% dibanding dengan batu
bata biasa yang mencapai kuat tekan rata-rata 30 kg/mm 2 pada umur 21
hari. Benda uji dibuat dengan proses pencampuran bahan antara tanah
keras dan kotoran sapi dengan perbandingan 1:4 serta air yang
ditambahkan secukupnya hingga campuran batu bata memiliki tekstur
yang bersifat plastis. Penambahan bahan seperti sekam padi dan serbuk
gergaji agar batu bata yang dihasilkan memiliki kaulitas penyerapan yang
baik. Proses pencetakan dengan menggunakan cetakan kayu yang telah
mempunyai ukuran sesuai standar yang ada dan ditambah 10% dari ukuran
untuk proses penyusutan yang terjadi pada batu bata. Pada proses
pencetakan, gunakan abu agar adonan batu bata tidak menempel pada
cetakan dan bentuk batu bata memiliki dimensi yang sesuai. Lakukan
proses pengeringan selama kurang lebih 2 minggu agar batu bata mengeras
(keadaan setengah matang). Batu bata setengah matang hasil pengeringan
dibakar dengan suhu tinggi mencapai 8000C-10500C untuk mengalami
proses keramik sampai matang. Lakukan proses pendinginan bata kurang
lebih seminggu lamanya hingga suhu bata stabil dan sudah sesuai dengan
standar mutu dipasaran untuk digunakan.
b. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penambahan kotoran sapi dengan perbandingan 1:4 memiliki kuat tekan

12
rata-rata mencapai 50 N/mm2 dan nilai penyerapan mencapai 6% dan dapat
diklasifikasikan kedalam batu bata kelas B.

2. Pembuatan Batu bata DenganPemanfaatan Fly AshDalam Meningkatkan Mutu


Batu Bata Normal” (Zulfan Evendi, Ahmad Fadli dan Drastinawati, JOM
FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015. )
a. Variabel Penelitian
Variabel penelitian meliputi variabel tetap dan berubah.Variabel tetap
Berat tanah liat 1,8 kg, Ukuran batu bata 4 x 4 x 4 cm 3,Berat air 0,3 kg
(300 ml), Berat semen 0,6 kg, Suhu pengeringan : atmosferik, Berat
beban untuk proses pencetakan batu bata 25 kg Waktu pengadukan 5
menit. Sedangkan yang menjadi variabel peubah adalah Penambahan fly
ash (0; 0,3; 0,6; 0,9 dan 1,2 kg) dan Lama pengeringan : 7, 14 dan 21 hari.
b. Cara Kerja
Setelah semua bahan disiapkan, campurkan fly ash dan semen sesuai
dengan variabel yang ditentukan kemudian campuran tersebut dicampur
dengan tanah liat dengan cara diaduk selama 5 menit dan tambahkan air
pada saat pengadukan terjadi. Kemudian campuran tersebut dimasukkan
kedalam alat cetakan batu bata hingga melebihi ketinggian cetakan batu
bata dan ditekan dengan beban seberat 25 kg. Tanah yang berlebih
diatas cetakan dipotong menggunakan kawat pemotong. Hasil cetakan
batu bata lalu dikeringkan dengan suhu atmosferik selama 7, 14 dan
21 hari. Batubata yang diperoleh akan diuji kuat tekan dan TCLP.
c. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Limbah abu terbang batu bara dapat dijadikan bahan pembuatan batu
bata.
2. Karakteristik mekanik berupa kuat tekan meningkat pada penambahan
abu terbang sampai 0,6 kg. Kuat tekan tertinggi diperoleh pada
penambahan abu terbang 0,6 kg dan waktu pengeringan 21 hari yakni
9,375 N/mm².
3. Kuat tekan batubata berbanding terbalik terhadap porositas yang
dihasilkan. Pada kuat tekan tertinggi 9,375 N/mm² diperoleh porositas
13
2,73%. Sedangkan pada kuat tekan terendah 1,875 N/mm² porositas
yang didapat adalah 24,31 %.
4. Untuk uji TCLP menunjukkan bahwa produk batu bata mampu
mengimmobilisasi logam berat Pb menjadi 3,10 mg/L setelah
disolidifikasi, begitu juga logam Cr menjadi 1,213 mg/L, logam Cu
menjadi 4,374 mg/L.

3. Pengaruh Temperatur Pembakaran Dan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata.


(Miftakhul huda, Erna Hastuti, Jurnal Neutrino Vol.4, No. 2 April 2012).

a. Metode Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri Timbangan Heles
model Ek 8250. Oven/Furnaces Fisher Scientific model 655F. Compression
Machine merk KAN. Jangka sorong Vernier Caliper 200 x 0.02 mm. Alat
cetak Batu Bata Ukuran 6,5 X 9 X 19 cm. Pengaduk. Cawan. Tanah Liat
atau Tanah Lempung. Abu Kayu. Air secukupnya.
Pengujian Karakteristik ini meliputi: (Uji Kuat Tekan, Susut Bakar,
Penyerapan Air, Densitas). Proses pembuatan batu bata dengan penambahan
abu dengan variasi 1:0, 1: ½, 1:1, 1:3. Kemudian batu bata di panaskan
dibawah terik matahari kurang lebih 3-4 hari, Batu bata yang sudah jadi
dibakar pada suhu 120°C untuk menghilangkan sisa-sisa air. Kemudian
dilanjutkan pembakaran pada suhu 800°C yaitu untuk menghilangkan
karbon yang ada pada abu serta menghilangkan kandungan-kandungan tanah
yang bisa menyebabkan batu bata mudah patah dan retak-retak. Kemudian
batu bata dibakar pada suhu 950°C, 1000°C, 1020°C masing-masing 3
sampel dan 2 batu bata pada setiap suhu pembakaran. Batu bata setelah
dibakar kemudian di uji tekan dengan cara batu bata di potong membentuk
seperti kubus kemudian di masukkan dalam alat uji tekan(Compression
Machine). Uji lainya yaitu porositas, densitas, susut bakar.

b. Kesimpulan
Pengujian karakteristik batu bata yang berkualitas baik dan sesuai dengan
standart SNI adalah batu bata yang menggunakan variasi komposisi 1 : ½.
Dengan nilai uji tekan sampel yang disinterring pada temperatur 950°C,
1000°C dan 1020°C yaitu 22-25 kg/cm2, 25-27 kg/cm2 dan 30.5 kg/cm2 .

14
Nilai densitas rata-rata sesudah dibakar pada temperatur 950°C, 1000°C
dan 1020°C adalah sebesar 1,219.104kg/cm3, 1,222.104kg/cm3 dan
1,188.104kg/cm3. Nilai porositasnya 18.9%, 13.7% dan 11.2%. Sedangkan
nilai susut bakarnya adalah 0.79%, 0.79%, dan 0.52%. Pada penelititian ini
batu bata yang berkualitas baik yaitu pada komposisi perbandingan tanah :
abu (1 : ½ ). Nilai uji tekan batu bata termasuk dalam kelas 25 (SNI). Untuk
menghasilkan batu bata yang berkualitas baik diperlukan temperatur tinggi
dalam proses pembakaran antara 1000°C-1020°C karena pada suhu tinggi
batu bata mengalami ikatan partikel yang sempurna, partikel-partikel
mengalami perubahan bentuk yang saling mengisi pori-pori sehingga batu
bata menjadi lebih kuat dan keras.
4. Pengaruh Penambahan Abu Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tarik Belah Beton.
(Adrian Philip Marthinus Marthin D. J. Sumajouw, Reky S. Windah, Jurnal Sipil
Statik Vol.3 No.11 November 2015 (729-736) ISSN: 2337-6732).
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Rekayasa Material Fakultas Teknik,
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi. Dalam penelitian ini akan
dibuat benda uji beton untuk pengujian kuat tarik belah.
Perencanaan komposisi rancangan metode SNI 03-2834-2000. Pelaksanaan
campuran dilakukan di Laboratorium Rekayasa Material Bangunan Jurusan
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado, dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Material yang telah disiapkan, ditimbang sesuai dengan hasil
perhitungan komposisi campuran yang telah dihitung dengan
memperhatikan jumlah cetakan yangtersedia. Dan alat-alat yang akan
digunakan telah disiapkan. Untuk mengantisipasi
kekurangancampuran beton akibat faktor pengerjaan adukan
terbuang selama pemadatan dan perataan permukaan beton, berat
setiap material yang dipakai dalam pencampuran adalah 1.20 kali
berat tiap material hasil perhitungan.
2. Campurkan terlebih dahulu semen dengan fly ash dengan konsentrasi
tertentu yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu secara manual
dengan menggunakan tropol di dalam ember/Loyang secara merata.

15
3. Masukkan batu pecah dan pasir yang sudah dipersiapkan ke dalam
molen terlebih dahulu, lalu mesin dihidupkan selama ±5 menit.
Kemudian matikan mesin dan masukkan semen yang telah
disubstitusi sesuai presentase abu terbang (0%, 30%, 40%, 50%,
60%, 70%). Hidupkan kembali mesin molen ±5 menit agar campuran
benar-benar tercampur rata.
4. Tuangkan air secara bertahap dan sesekali mesin dihentikan dan dicek
keencerannya atau di campur secara manual dengan tropol pada
bagian-bagian yang belum tercampur secara merata. 5. Setelah
dicampur ±5 menit beton siap diukur nilai slumpnya kemudian
dicetak. Nilai slump tetap dipertahankan dalam penelitian sehingga
jumlah air yang digunakan berubah-ubah.

b. Kesimpulan
Setelah diadakan tahap pembuatan benda uji, perendaman benda uji di
dalam air, pengujian kuat tarik dan tekan beton, serta analisis yang telah
dilakukan, akhirnya penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut. Dalam penelitian ini, penambahan persentase abu terbang (fly ash)
sebesar 30%, 40%, 50%, 60%, 70% memiliki nilai kuat tarik belah
maksimum pada persentase abu terbang (fly ash) 30% yaitu sebesar 3,21
MPa untuk umur beton 28 hari, dan nilai kuat tarik belah terendah pada
persentase abu terbang (fly ash) 70% yaitu sebesar 0,82 MPa untuk umur
beton 7 hari. Dalam perencanaan beton High Volume Fly Ash (HVFA)
Concrete (30%, 40%, 50%, 60%, 70%) untuk tipe abu terbang (fly ash)
kelas C dari PLTU II Sulawesi Utara, persentase yang digunakan untuk
mendapatkan nilai kuat tarik belah maksimum yaitu persentase 30% abu
terbang (fly ash). Beton dengan persentase abu terbang (fly ash) sebesar 0%
dan 30% mencapai kuat tekan rencana sebesar 30 MPa. Berdasarkan hasil
pengujian kuat tekan, penggunaan High Volume Fly Ash (HVFA)Concrete
dengan persentase abu terbang (fly ash) 30% pada umur perawatan 28 hari
dapat digunakan untuk konstruksi struktural seperti konstruksi bangunan
bertingkat dua lantai, ruko, rumah tinggal standar, dan untuk persentase abu
terbang (fly ash) 40%-50% pada umur perawatan 28 hari dapat digunakan

16
untuk konstruksi nonstruktural seperti pembuatan paving blok,
plesteran/mortar dan lain sebagainya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen, yang mana sampel dari
penelitian ini di bawa ke laboraturium yang tujuannya untuk mengetahui seberapa besar

17
pengaruh campuran kotoran sapi pada batu bata dalam memenuhi standar batu bata
dengan batu bata melalui proses pembakaran sebagai kontrolnya.
3.2. Bahan dan Sampel
Dalam penelitian ini populasi dan sampel yang digunakan adalah batu bata yang
ditambah campuran kotoran sapi.
a. Bahan
Bahan dalam penelitian ini adalah semua bahan tanah liat yang berlokasi di
Kecamatan Kuranji Kota Padang yang dicampur abu batu bara dengan berbagai
variasi komposisi campuran. Dimana bahan sebagai campuran nya adalah
kotoran sapi yang diambil dari Pariaman. Tiap variasi campuran berjumlah 6
buah benda uji batu bata . Untuk perbandingan presentase bahan dalam
campuran digunakan presentase berat.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini dibagi 2 :
1. Sampel benda uji batu bata dengan persentase 10% kotoran sapi dan 90%
tanah liat.
2. Sampel benda uji batu bata yang dicampur dengan persentase 20% kotoran
sapi dan 80% tanah liat.
Tabel 3.1. Rancangan Komposisi Campuran
No Rancangan Variasi Komposisi Campuran Jumlah Benda
Tanah Liat Kotoran Sapi Uji
1 90% 10% 6 buah
2 80% 20% 6 buah
3 100% 0% 6 buah
Total Jumlah Sampel 18 buah

3.3. Jenis Data


Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diambil
langsung terhadap objek penelitian dengan cara membuat dan melakukan pengujian
terhadap benda uji di lokasi pembuatan bahan.

3.4. Cara Pengambilan Data

18
Untuk Pengambilan data dapat dilakukan dengan cara mencatat semua data yang
didapat pada waktu proses pembuatan benda uji maupun pada saat pelaksanaan
pengujian.

3.5. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses penelitian dan pengujian ini menggunakan alat-
alat yang telah tersedia di tempat produksi batu bata dan juga peralatan yang ada di
Labor Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil ITP. Alat-alat yang dibutuhkan untuk
pembuatan benda uji batu bata dicampur kotoran sapi adalah:
1. Cetakan batu bata
2. Sendok semen
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
4. pemotong tanah liat (taling kopling motor)
5. Landasan cetakan batu bata.
6. Ember
7. Mesin untuk pengujian kuat tekan.
8. Saringan # 40
9. Gelas ukur

Gambar 3.1 Sendok semen

19
Gambar 3.2 Pemotong tanah liat
3.6. Bahan Penelitian
1. Kotoran sapi
2. Air
3. Pasir halus
3.7. Tempat Penelitian
Lokasi atau tempat penelitian yang akan dilakukan di Pariaman, dan metode penelitian
sebagai berikut :

Mulai

Pengambilan sampel tanah Pengambilan kotoran sapi

Penumbukan tanah agar Pengeringan kotoran sapi


mencapai gradasi yang kecil

Pencampuran kedua bahan dengan


persentase 10% kotoran sapi dan 90% 20
tanah liat, 20% kotoran sapi dan 80% tanah
Penambahan air dan diaduk sampai
memiliki tekstur yang kenyal

Pencetakkan Benda uji

Cetakan dilepas dan benda uji dikeringkan


di bawah sinar matahari (7 hari)

Bata dibakar dengan suhu 8000C-10500C

Pendinginan bata selama lebih kurang 1


minggu

Dilakukan uji kuat tekan benda uji

Hasil kuat tekan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.3 Bagan Aliran Pelaksanaan Penelitian


3.8. Batu Bata Yang Biasa Dibakar Untuk Perbandingan Dengan Benda Uji dengan
campuran Kotoran Sapi
Proses penelitian dimulai dengan pembuatan benda uji :
3.8.1 Proses pembuatan batu bata dengan di bakar
a. Mempersiapkan Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan tanah liat dan kotoran sapi. Dimana tanah yang
digunakan untuk sampel pembuatan batu bata dapat di ambil di
Kecamatan Kuranji Kota Padang. Sedangkan kotoran sapi di dapatkan
atau di ambil dari Pariaman.

21
Gambar 3.4 Lokasi tempat pengambilan tanah liat
b. Penggalian Bahan Mentah
Penggalian bahan mentah ini dilakukan di Kecamatan Kuranji Kota
Padang. Penggalian bahan mentah batu bata sebaiknya dicarikan tanah
yang tidak terlalu plastis, melainkan tanah yang mengandung sedikit
pasir untuk menghindari penyusutan. Apabila tanah liat yang didapatkan
terlalu plastis maka ditambahkan pasir. Tanah yang sudah digali
dibersihkan dari plastik, daun dan kotoran lainnya, kemudian
dikumpulkan dan disimpan pada tempat yang terlindung.
c. Pengolahan Bahan Mentah
Tanah liat sebelum di buat benda uji, harus dicampur secara merata yang
disebut dengan pekerjaan pelumatan. Pekerjaan pelumatan dilakukan
dengan menggunakan kerbau. Tanah liat yang digunakan dalam
pembuatan benda uji ini adalah tanah liat yang berasal dari Kecamatan
Kuranji Kota Padang. Tanah liat ini harus benar-benar menyatu secara
merata dengan menggunakan kerbau. Bahan mentah yang sudah jadi ini
sebelum dibentuk dengan cetakan, terlebih dahulu dibiarkan selama 1
(satu) malam dengan tujuan agar partikel-partikel tanah liat untuk
menyerap air menjadi stabil sehingga apabila di bentuk akan menjadi
penyusutan merata.

22
Gambar 3.5 Pengadukan tanah liat
d. Pembuatan Benda Uji
Langkah-langkah dalam pembentukan benda uji adalah :
1) Basahi cetakan dengan air, kemudian di pasir halus disekeliling
cetakan, dengan tujuan agar tanah liat tidak menempel pada cetakan.
2) Letakan cetakan pada lantai dasar cetakan
3) Bahan mentah dibulatkan dan dilemparkan pada cetakan, ini
dilakukan agar bahan mentah menjadi padat.
4) Agar semua sudut dan rongga cetakan berisi padat, maka campuran
yang telah di masukan dalam cetakan di tekan-tekan sampai
memenuhi segala sudut ruangan pada bingkai cetakan. Jika tanah
liatnya berlebih pada cetakan di potong dengan menggunakan
pemotong tanah liat.

Gambar 3.6 Alat cetakan batu bata


e. Pengeringan benda uji

23
Pengeringan benda uji biasa nya di lakukan dengan cara menjemur
sampel tersebut dibawah sinar matahari. Proses pengeringan ini
dilakukan selama dua hari.
f. Pembakaran benda uji
Proses pembakaran benda uji dapat dimulai setelah proses pengeringan
selesai, selanjutnya disusun sedimikian rupa hingga membentuk tungku
pembakaran namun sebelum di susun, permukaan (alas) harus benar-
benar rata, datar dan kondisi tanahnya kering, pada sisi-sisi (samping)
tungku pembakaran di buat saluran (selokan) supaya air dapat mengalir
bila terjadi hujan. Dalam penyusunan benda uji terdapat lubang atau
rongga-rongga yang diisi dengan sekam padi kemudian di bakar. Pada
pembuatan benda uji kontrol ini, pembakarannya ditumpangkan dan
dilakukan bersama dengan batu bata milik produksi.

Gambar 3.7 Proses pembakaran batu bata


3.9. Proses Penelitian Pembuatan Benda Uji Batu bata Dengan Tambahan Kotoran
Sapi
a. Mempersiapkan Alat Dan Bahan
Bahan yang digunakan tanah liat dan kotoran sapi, dimana kotoran sapi di ambil
di Pariaman dan dibawa ke tempat produksi batu bata, sedangkan tanah liatnya
yang digunakan adalah tanah liat dari Kecamatan Kuranji Kota Padang.

24
Gambar 3.8 Sampel kotoran sapi
b. Pengambilan Bahan Mentah
Pengambilan bahan mentah ini dilakukan di Kecamatan Kuranji Kota Padang.
Bahan mentah yang di ambil untuk sampel benda uji sebaiknya dicarikan tanah
yang tidak terlalu plastis, melainkan tanah yang mengandung sedikit pasir untuk
menghindari penyusutan. Tanah yang sudah digali dibersihkan dari plastik, daun
dan kotoran lainya, kemudian dikumpulkan dan dismpan pada tempat yang
terlindungi.
c. Pengolahan Bahan Mentah
Sebelum memulai proses pembuatan benda uji tanah liat harus di jemur dulu dan
disaring dengan menggunakan saringan #40 agar proses pengadukan bahan
campuran menjadi bagus ,bahan yang sudah disediakan harus dicampur secara
merata yang disebut dengan pekerjaan pelumatan. Pekerjaan pelumatan dilakukan
dengan menggunakan tangan. Tanah liat yang digunakan dalam pembuatan benda
uji ini adalah tanah liat dari kecamatan Kuranji Kota Padang. Tanah liat ini harus
benar-benar menyatu secara merata, bahan mentah yang sudah jadi ini sebelum
dibentuk cetakan terlebih dahulu dibiarkan selama 1 malam dengan tujuan agar
partikel-partikel tanah liat yang menyerap air menjadi stabil sehingga apabila di
bentuk akan menjadi penyusutan yang merata.

25
Gambar 3.9 Penyaringan tanah liat
d. Pencampuran Kotoran Sapi Dengan Tanah Liat
Jika Tanah liat yang sudah dilumatkan dan diolah tersebut maka tanah dapat di
campurkan dengan kotoran sapi dengan berbagai variasi perbandingan komposisi
campuran (10% kotoran sapi dan 90% tanah liat, 20% kotoran sapi dan 80%
tanah liat). Proses pencampuran tanah liat dengan kotoran sapi dilakukan secara
manual yaitu dengan menggunakan tangan. Tanah liat dan kotoran sapi diaduk
dengan rata dan ditambahkan air secukupnya supaya kotoran sapi dan tanah liat
dapat menyatu.
e. Pembuatan benda uji
Langkah-langkah dalam pembentukan benda uji adalah :
1) Basahi cetakan dengan air, kemudian diberi pasir halus disekeliling cetakan,
dengan tujuan agar tanah liat tidak menempel pada cetakan.
2) Letakan cetakan pada lantai dasar cetakan.
3) Bahan mentah dibulatkan dan dilempar pada cetakan, ini agar bahan mentah
menjadi padat.
4) Agar semua sudut dan rongga cetakan berisi padat, maka campuran yang telah
dimasukan dalam cetakan ditekan-tekan sampai memenuhi segala sudut ruangan
pada bingkai cetakan. Jika tanah liatnya berlebih pada cetakan dipotong dengan
menggunakan pemotong tanah liat.
5) Kemudian cetakan di angkat
f. Pengeringan benda uji di bentuk atau dicetak, semua benda uji disusun di tempat
terbuka untuk dilakukan proses pengeringan. Proses pengeringan benda uji
dilakukan selama 1 minggu.
g. Persiapan Dan Pengujian Benda Uji

26
Pemeriksaan visual benda uji pandangan luar benda uji harus memiliki bentuk
yang sempurna, tidak terdapat retak dan cacat, rusuknya siku dan tajam. Berat
masing-masing benda uji juga harus diketahui dengan ketelitian timbangan 0.01
gram. Langkah kerja dan pemeriksaan visual batu bata:
1. Bersihkan benda uji dari debu yang menempel.
2. Periksa setiap permukaan setiap benda uji, bentuk sisi setiap benda uji
dimasukan data kedalam tabel.
3. Timbang dan uji.
h. Pemeriksaan Benda Uji
Ukuran-ukuran benda uji memang perlu diperhitungkan, sebab apabila ukuran
tidak memenuih persyaratan nantinya siar tegaknya akan bertemu disaat
pemasangan dinding batu bata. Hal ini membuat pasangan tidak kokoh.
Standar Bata Merah di Indonesia oleh Y.D.N.I (Yayasan Dana Normalisasi
Indonesia) nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk bata
merah sebagai berikut :
1. Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm
2. Panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50 mm
Langkah kerja :
1) Persiapkan semua benda uji.
2) Bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel.
3) Ukur panjang, lebar dan tebal tiga kali berturut-turut dan masukan data
kedalam tabel.
i. Pemeriksaan Kadar Garam Benda Uji
Pengujian Kadar Garam ini untuk mengetahui kandungan kadar garam pada
produk perikanan dan hasil olahannya. Adapun prinsip metode pengujian ini
adalah mengendapkan semua ion Cl dengan penambahan ion Ag+ yang
berlebihan ke dalam larutan contoh yang diasamkan. 
Apabila batu bata ditutupi kadar garam lebih dari 50 %, ada kemungkinan
membahayakan, sehingga batu bata tidak bisa dipakai untuk bangunan yang
berhubungan dengan air, seperti bak penampang air, irigasi, bendungan,
penampung limbah industri, dermaga dan bangunan lainnya. Dari hasil
pengujian kadar garam yang terkandung dalam batu bata kurang dari 50 %, oleh
karena itu batu bata tersebut tidak membahayakan terhadap kekuatan konstruksi.

27
Kadar garam yang terdapat pada benda uji dapat membahayakan pasangan jika
dapat melebihi 50% dari permukaan benda uji yang ada. Kadar garam pada
benda uji mengakibatkan tertutupnya permukaan benda uji oleh lapisan putih
yang agak tebal. Pengkristalan garam-garam tersebut dapat mengakibatkan
terlepasnya pasangan bata.
1. Tujuan
Dapat mengetahui kandungan udara dalam batu bata yang dapat larut
dan membahayakan ikatan antara batu bata dan adukan mortar, dan dapat
juga untuk:
a. Menentukan besarnya kandungan garam yang terdapat dalam batu
bata
b. Pemeriksaan kadar garam yang dapat larut dan membahayakan batu
bata
c. Pemeriksaan kadar garam yang membahayakan pasangan batu bata
j. Kuat tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan mesin tekan. Penekanan
terhadap benda uji batu bata yang telah dicampur abu batu bara dengan
presentase perbandingan yang direncanakan dilakukan secara perlahan-lahan
sampai benda uji mengalami kehancuran yang ditandai dengan jarum penunjuk
bahan yang ada pada mesin tekan tidak dapat naik lagi, walaupun penekanan
diteruskan. Kuat tekan benda uji dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

P
σ=
A
Dimana
 = Kuat tekan (Kg/cm2)
P = Beban hancur (Kg)
A = Luas bidang tekan (cm2)
Kuat tekan rata-rata benda uji batu bata

σ X=
∑σ
n
σ X = Kuat tekan rata-rata (Kg/cm2)
∑σ = Jumlah nilai kuat tekan (Kg/cm2)
n = Banyaknya benda uji (buah)

28
Langkah pengujian kuat tekan :
1) Ambil benda uji yang akan diuji kuat tekan.
2) Sebelum diuji harus diukur panjang dan lebarnya untuk mengetahui luas
penampang benda uji.
3) Setelah diukur, letakan benda uji pada mesin tekan secara sentris atau pas
dan diberi keping dibagian atas dan bawahnya agar penekanan yang terjadi
merata.
4) Jalankan mesin tekan dan perhatikan jarum bacaan mesin tekan.
5) Catat beban maksimum hancur yang terjadi selama pemeriksaan Benda uji.

Gambar 3.10 Alat uji kuat tekan


3.9 Teknik Analisis Data
Setelah pembuatan benda uji di Kecamatan kuranji Kota Padang selanjutnya dibawa ke
Laboratorium Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil FTSP ITP untuk diuji dan
dibandingkan dengan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI) 1982
atau Normalisasi 10 (NI-10). Pengujian yang dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan visual
Pemeriksaan visual benda uji ini bertujuan untuk melihat keseluruhan benda uji
seperti tidak terdapat retak dan cacat, rusuknya siku dan tajam.
2. Pemeriksaan ukuran
Pengecekkan atau pemeriksaan ukuran ini bertujuan untuk mengetahui dimensi
benda uji. Pemeriksaan ukuran dianalisis dengan cara mengukur panjang, lebar
dan tebal benda uji tiga kali berturut-turut. Kemudian diambil rata-ratanya dan
dibandingkan dengan Normalisasi Indonesia 10 (NI-10).

29
3. Pemeriksaan kadar garam
Pemeriksaan kadar garam bertujuan untuk membandingkan luas permukaan jamur
dengan permukaan benda uji.
4. Pengujian kuat tekan
Kuat tekan benda uji dianalisis dengan menggunakan rumus:
P
σ=
A
Dimana:
 = Kuat tekan (Kg/cm2)
P = Beban hancur (Kg)
A = Luas bidang tekan (cm2)

Kuat tekan rata-rata benda uji batu bata

σ X=
∑σ
n
Dimana
σ X = Kuat tekan rata-rata (Kg/cm2)
∑σ = Jumlah nilai kuat tekan (Kg/cm2)
n = Banyaknya benda uji (buah)

Gambar 3.11 Proses penimbangan benda uji

30

Anda mungkin juga menyukai