Pada anak usia <2 tahun terjadi perkembangan otak yang sangat pesat. Masa ini disebut
dengan periode kritis perkembangan dan merupakan waktu yang tepat untuk melakukan
pemulihan bila ada gangguan perkembangan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013
menyebutkan angka kejadian anak pendek akibat masalah gizi di Indonesia sebesar
37,2 %, dan tentunya gangguan pertumbuhan ini akan mengganggu perkembangannya.
Maka, orangtua harus memantau tumbuh kembang anaknya terutama pada usia <2
tahun.
Pemantauan tumbuh kembang, adalah suatu kegiatan untuk menemukan secara dini
adanya penyimpangan pertumbuhan (status gizi kurang atau buruk, anak pendek),
penyimpangan perkembangan (terlambat bicara), dan penyimpangan mental emosional
anak (gangguan konsentrasi dan hiperaktif). Pemantauan tumbuh kembang bertujuan
untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak serta menemukan secara dini
adanya gangguan tumbuh kembang sehingga dapat ditindaklanjuti segera agar hasilnya
lebih baik.
Bayi risiko tinggi adalah bayi yang dalam perkembangannya masih normal tetapi
dapat terjadi gangguan perkembangan, misalnya mempunyai riwayat lahir kurang
bulan, berat lahir rendah, bayi baru lahir yang mengalami infeksi, penurunan kadar gula
darah, sindroma sesak napas, atau kejang.
Bila bayi/anak yang dinyatakan normal masih diperlukan skrining perkembangan karena
tumbuh kembang anak merupakan suatu proses yang masih terus berlangsung dan
dalam perjalanannya dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Skrining / pemantauan tumbuh kembang bayi dianjurkan untuk dilakukan tiap bulan. Bagi
anak usia 12 – 24 bulan dianjurkan tiap 3 bulan, dan anak usia 24 bulan sampai 72 bulan
dianjurkan tiap 6 bulan.
Apa yang perlu dilakukan orangtua untuk mencegah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan?
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak bisa dicegah dengan adanya
peran orang tua, meliputi asuh, asih, asah:
1. Asuh: kebutuhan fisik-biomedis meliputi pemberian ASI, gizi yang sesuai,
kelengkapan imunisasi, pengobatan bila anak sakit, pemukiman yang layak,
kebersihan individu dan lingkungan, rekreasi dan bermain.
2. Asih: kebutuhan emosi dan kasih sayang.
3. Asah: kebutuhan akan stimulasi mental yang merupakan cikal bakal untuk proses
belajar anak.
Selain peran orangtua, pemerintah juga memiliki peran penting dalam perjalanan tumbuh
kembang anak, salah satunya dengan membentuk peraturan atau panduan terkait
pelaksanaan tumbuh kembang anak. Dalam Permenkes No. 66 Tahun 2014 tentang
pemantauan, perkembangan, dan gangguan tumbuh kembang anak terdapat berbagai
panduan terkait tumbuh kembang anak.
– Kegiatan makan bersama, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, gosok gigi
bersama
1. Pertolongan pertama pada kecelakaan.
2. Penanggulangan penyakit dan kelainan gizi.
3. Deteksi dan penanggulangan penyimpangan tumbuh kembang.
4. Deteksi, penanggulangan perilaku dan masalah kejiwaan.
5. Deteksi dan penanggulangan penyimpangan daya lihat dan daya dengar.
6. Pembinaan upaya kesehatan anak didik TK, meliputi pembinaan terhadap aspek
teknologi, sarana, dan ketenagaan
Di samping ciri fisik tersebut, status gizi dan tingkat perkembangan anak menunjukkan
tanda-tanda :
1. Tumbuh proporsional (berat badan dan tinggi badan sesuai umur), tidak terlalu
gemuk dan tidak terlalu kurus dan gizi anak baik.
2. Tahapan perkembangan tidak terlambat, kemampuan motorik, kognitif dan afeksi,
sosialisasi dan kemandirian anak sesuai dengan umurnya.
3. Tampak aktif/gesit dan gembira tidak lesu, tidak murung dan tidak pemarah.
4. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak cengeng dan tidak rewel.
Anak tidak mempunyai masalah kejiwaan dan kelainan perilaku.
5. Tidak menderita penyakit seperti batuk pilek, mencret, penyakit telinga, mata dan
kulit.
SUMBER :
Permenkes RI No.66 tahun 2014 tentang Pemantauan pertumbuhan,
perkembangan, dan gangguan tumbuh kembang anak.
2. Mengapa tinggi dan berat badan jadi indikator status gizi dan bahkan kesehatan anak
?
Di bawah ini beberapa status gizi yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu untuk anak di
bawah 5 tahun, anak usia 5 – 18 tahun, dan orang dewasa.
1. Anak di bawah 5 tahun
Indikator yang biasa dipakai untuk anak usia ini yaitu berat badan terhadap umur (BB/U),
tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB).
Ketiga indikator tersebut dapat menunjukkan apakah seorang anak memiliki status gizi
yang kurang, pendek (stunting), kurus (wasting), dan obesitas.
Berat kurang (underweight)
Underweight merupakan klasifikasi dari status gizi BB/U. BB/U menunjukkan
pertumbuhan berat badan anak terhadap umurnya, apakah sesuai atau tidak.
Jika berat badan anak di bawah rata-rata anak seusianya, anak tersebut dikatakan
underweight.
Namun, jangan khawatir karena berat badan anak dapat berubah dengan mudah.
Indikator ini tidak memberi indikasi masalah gizi yang berat pada anak.
Pendek (stunting)
Stunting merupakan klasifikasi dari indikator status gizi TB/U. Anak yang dikatakan
stunting yakni mereka yang memiliki tinggi badan tidak sesuai dengan umurnya.
Biasanya, anak yang terkena stunting akan lebih pendek daripada anak seusianya.
Stunting terjadi akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang panjang,
sehingga anak tidak bisa mengejar ketertinggalan pertumbuhan tinggi badannya.
Kurus (wasting)
Wasting merupakan salah satu klasifikasi dari indikator gizi BB/TB. Anak yang dikatakan
kurus yaitu mereka dengan berat badan rendah dan tidak sesuai terhadap tinggi badan
yang dimilikinya.
Wasting biasanya terjadi pada anak selama masa penyapihan atau selama 2 tahun
pertama kehidupannya. Setelah anak berumur 2 tahun, biasanya risiko ia mengalami
wasting akan menurun.
Wasting merupakan tanda bahwa anak mengalami kekurangan gizi yang serius. Kondisi
ini biasanya terjadi karena kurangnya asupan makanan atau infeksi, seperti diare pada
anak.
Gemuk
Merupakan lawan dari kurus, di mana sama-sama didapatkan dari pengukuran BB/TB.
Anak yang dikatakan gemuk adalah mereka yang mempunyai berat badan lebih terhadap
tinggi badan yang dimilikinya.
2. Anak usia 5 – 18 tahun
Anak usia 5 – 18 masih mengalami banyak pertumbuhan dan perkembangan. Anda bisa
mengetahui status gizi dari anak usia 5 – 18 tahun dengan menggunakan indikator TB/U
dan IMT/U.
Pendek (stunting)
Sama seperti penjelasan di atas, stunting didapatkan dari pengukuran tinggi badan
terhadap umur.
Pada usia 5 – 18 tahun, tinggi anak masih terus bertambah dan anak masih bisa
mengejar ketertinggalannya, walaupun mungkin kesempatannya hanya sedikit untuk bisa
mencapai tinggi badan normal.
Kurus, gemuk, dan obesitas
Yang satu ini didapatkan dari pengukuran IMT/U. IMT yaitu indeks massa tubuh
seseorang yang didapatkan dari perhitungan berat badan dibagi dengan tinggi badan.
Kemudian, IMT ini disesuaikan dengan umur yang dimiliki anak.
Jika IMT anak lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya, dikatakan
anak tersebut kurus.
Sebaliknya, jika IMT anak lebih tinggi atau lebih sangat tinggi dibandingkan dengan rata-
rata anak seusianya, dikatakan anak tersebut memiliki status gizi yang gemuk (obesitas
anak).
Mengutip dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga macam alat
memantau pertumbuhan anak, menggunakan KMS, buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku
KIA), dan aplikasi PrimaKu yang dikeluarkan IDAI.
Ketiganya memberikan informasi kelengkapan imunisasi anak dan memantau pemberian
ASI eksklusif pada bayi usia 0—6 bulan.
Selain itu, dalamnya terdapat tips dasar perawatan anak, seperti pemberian makanan
anak, dan perawatan anak bila mengalami diare.
Tidak hanya untuk anak, KMS, buku KIA, dan aplikasi PrimaKu juga memiliki catatan
untuk ibu mengenai kesehatan sejak hamil, melahirkan, sampai masa nifas.
Kartu Menuju Sehat (KMS), Manfaat dan Cara Membacanya
Kartu Menuju Sehat (KMS) sudah digunakan di Indonesia sejak tahun 1970-an sebagai
alat untuk memantau tumbuh kembang anak. Usia yang dipantau menggunakan KMS
yaitu 0—5 tahun dan biasanya diisi oleh dokter atau petugas kesehatan.
Namun, penting untuk orangtua memahami bagaimana cara membaca KMS agar bisa
memantau perkembangan anak dengan mudah. Berikut penjelasannya.
Apa itu Kartu Menuju Sehat (KMS)?
Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah catatan grafik perkembangan anak yang diukur
berdasarkan umur, berat badan, dan jenis kelamin.
Mengutip dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga macam alat
memantau pertumbuhan anak, menggunakan KMS, buku Kesehatan Ibu dan Anak (buku
KIA), dan aplikasi PrimaKu yang dikeluarkan IDAI.
Ketiganya memberikan informasi kelengkapan imunisasi anak dan memantau pemberian
ASI eksklusif pada bayi usia 0—6 bulan.
Selain itu, dalamnya terdapat tips dasar perawatan anak, seperti pemberian makanan
anak, dan perawatan anak bila mengalami diare.
Tidak hanya untuk anak, KMS, buku KIA, dan aplikasi PrimaKu juga memiliki catatan
untuk ibu mengenai kesehatan sejak hamil, melahirkan, sampai masa nifas.
Orangtua dianjurkan untuk memperbarui data di kartu tersebut setiap bulan dengan
membawa anak balita ke posyandu atau dokter anak.
Memantau pertumbuhan anak melalui kartu ini bisa membuat dokter menentukan anak
tumbuh normal sesuai dengan usianya atau tidak.
Lanjutkan Membaca
Kartu menuju sehat, terdiri dari 1 lembar (2 halaman bolak-balik) dengan 5 bagian di
dalamnya.
Cara mengisi dan membacanya dibedakan antara anak laki-laki dengan anak
perempuan. KMS anak laki-laki berwarna biru dan anak perempuan berwarna merah
muda.
Kartu Menuju Sehat (KMS) tersedia dalam bentuk fisik yang diberikan oleh dokter setelah
kelahiran anak. Namun kini KMS juga tersedia secara online yang bisa diakses di sini.
Bagaimana cara membaca KMS?
D. Lalu, apakah mungkin jika terdapat kasus dimana menurut grafik di KMS, status
anak normal namun ia tampak lebih kecil dari teman sebayanya. Apakah anak
tersebut dapat tetap disebut bertumbuh dengan normal ?
E. Apa saja penyebab si kecil bertubuh pendek ataupun kecil ?
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru
terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan
sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah
minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari
standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
Stunting masih menjadi masalah di Indonesia. Hasil Survei Status Gizi
Indonesia (SSGI) menyebutkan prevalensi stunting di Indonesia masih
21,6% pada tahun 2022.
Definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak
balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 SD/standar
deviasi (stunted) dan kurang dari – 3.00 SD (severely stunted).
Sedangkan balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severaly
stunted) adalah balita dengan Panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
menurut umurnya kurang di banding dengan standar baku W HO multicentre
growth reference study tahun 2006.
Penyebab Stunting
Situs Adoption Nutrition menyebutkan, stunting berkembang dalam jangka panjang
karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor-faktor berikut:
Gejala Stunting
Mencegah Stunting
Diakibatkan oleh asupan gizi yang kurang, mencegah Stunting tentu dapat dilakukan
dengan memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai. Namun, yang menjadi pertanyaan
adalah, bagaimana jalan yang paling tepat agar kebutuhan gizi dapat tercukupi dengan
baik?
Dampak Stunting umumnya terjadi karena diakibatkan oleh kurangnya asupan nutrisi
pada 1.000 hari pertama anak. Hitungan 1.000 hari di sini dimulai sejak janin sampai
anak berusia 2 tahun.
Jika pada rentang waktu ini, gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan
memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek
meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi
kognitif, dan gangguan sistem pembakaran. Sedangkan gejala jangka panjang meliputi
obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
osteoporosis.
Oleh karena itu, upaya pencegahan baiknya dilakukan sedini mungkin. Pada usia 1.000
hari pertama kehidupan, asupan nutrisi yang baik sangat dianjurkan dikonsumsi oleh ibu
hamil. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan nutrisi dirinya, asupan nutrisi yang baik
juga dibutuhkan jabang bayi yang ada dalam kandungannya.
Lebih lanjut, pada saat bayi telah lahir, penelitian untuk mencegah Stunting menunjukkan
bahwa, konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan
anak di atas 6 bulan.
Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang
dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan
protein 7,5 persen dari total asupan kalori.
Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2
g/kg berat badan. Sementara anak usia 1 – 3 tahun membutuhkan protein harian
sebesar 1,05 g/kg berat badan. Jadi, pastikan si kecil mendapat asupan protein
yang cukup sejak ia pertama kali mencicipi makanan padat pertamanya.
Stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil)
saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang tentunya sangat
mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas
di usia-usia produktif. Gejala yang ditimbulkan akibat stunting antara lain anak
berbadan lebih pendek untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal
tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk
anak seusianya dan pertumbuhan tulang tertunda.
Proses stunting sebenarnya kronis. Dalam mengatasi stunting, perlu peran dari semua
sektor dan tatanan masyarakat. Pada 1000 hari pertama kehidupan harus dijaga baik
nutrisi maupun faktor di luar itu yang mempengaruhi stunting. Seribu hari pertama
kehidupan adalah pembuahan/hamil ditambah usia 2 tahun balita. Saat itulah stunting
harus dicegah dengan pemenuhan nutrisi dan lain-lain. Jika memang ada faktor yang
tidak baik yang bisa mengakibatkan stunting, di 1000 hari pertama itulah semua dapat
diperbaiki. Pola hidup sehat, terutama kualitas gizi dalam makanan perlu diperhatikan
dengan menerapkan konsep setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi
diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak
daripada karbohidrat. Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh
yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Edukasi tentang
kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para
calon ibu dalam memahami kebutuhan gizi saat hamil juga penting untuk disosialisasikan.
Selain itu, edukasi tentang persalinan yang aman di fasilitas kesehatan, serta pentingnya
melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) hingga pemberian colostrum air susu ibu (ASI)
juga wajib disosialisasikan. Akses terhadap sanitasi dan air bersih yang mudah dapat
menghindarkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu
membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar
sembarangan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak
mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin
ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah.
Pertumbuhan yang baik adalah pertumbuhan ukuran fisik sesuai standarnya, baik itu
berat panjang atau tinggi dan lingkar kepala. Lingkar kepala kecil mempengaruhi
kecerdasan karena otak kecil. Pada saat pergi ke pelayanan kesehatan baik itu rumah
sakit, puskesmas maupun posyandu, mintalah untuk mengukur lingkar lengan atas bagi
6 – 9 bulan. Hal ini akan menentukan apakah balita gizi buruk, gizi ringan, normal.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan meliputi kemampuan motorik kasar,
motorik halus dan bahasa bicara atau cara berkomunikasi dengan orang (hubungan
sosial). Pemeriksaan rutin ke fasilitas pelayanan kesehatan penting walau tidak dalam
kondisi sakit untuk mengecek pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia balita 3
bulan balita sebaiknya sudah miring, 4 bulan sudah tengkurep, 8 bulan sudah duduk dan
9 bulan sudah berdiri dan usia 1 tahun sudah dapat berjalan. Pada usia 2 tahun balita
setidaknya sudah menguasasi 6 kata. Jika mengalami keterlambat berbicara sebaiknya
diperiksakan ke dokter.
Tatalaksana penanganan kasus stunting menitikberatkan pada pencegahannya bukan
lagi proses pengobatan. Orang tua berperan untuk mengontrol tumbuh kembang
anaknya masing-masing dengan memperhatikan status gizinya. Pertumbuhan dan
perkembangan sesudah lahir harus naik atau baik dan apabila ada masalah harus segera
dikonsultasikan ke dokter atau ahli gizi. Upaya pencegahan lebih baik dilakukan
semenjak dini demi masa depan sang buah hati sebagai generasi penerus bangsa yang
berhak tumbuh dengan sehat.
BONUS
STUNTING
APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN STUNTING?
Stunting atau perawakan pendek merupakan gangguan pertumbuhan yang sebagian
besar disebabkan oleh masalah nutrisi kronis sejak bayo dalam kandungan hingga masa
awal anak lahir yang biasanya tampak setelah ank berusia 2 tahun. Menurut Kemenkes
RI, balita pendek atau stunting bisa diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang
atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasil pengukurannya ini
berada pada kisaran di bawah normal.
Keterlambatan pertumbuhan
Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
Tanda pubertas terlambat
Anak menjadi pendiam, sulit melakukan eye contact saat usia 8-10 tahun
Wajah tampak lebih muda dari usianya
Mudah mengalami penyakit infeksi
APA DAMPAK DARI STUNTING?
G. Menurut dokter, apa solusi yang tepat bagi orang tua dengan kondisi anak yang lebih
kecil dari teman sebayanya ini ?
3. Memberikan ASI eksklusif sampai anak anda berusia 6 bulan dan pemberian
MPASI yang memadai
4. Mengikuti program imunisasi dasar dan tambahan
KESIMPULAN
Stunting adalah perawakan pendek yang diakibat oleh kondisi kesehatan yang
suboptimal terutama kuantitas dan kualitas asupan makanan yang salah. Stunting akan
berdampak pada kecerdasan anak serta risiko timbulnya penyakit degeneratif (obesitas,
DM, penyakit jantung koroner, dll) dikemudian hari. Stunting dapat dicegah dengan
memperhatikan kuantitas dan kualitas protein yang dikonsumsi balita. Batita dianjurkan
mengonsumsi 1,1 g protein/kg BB yang berkualitas tinggi (mengandung asam amino
esensial lengkap) setiap hari, yang didapat dari sumber hewani, yaitu daging
(sapi,ayam,ikan), telur atau susu.
H. Apakah anak yang bertubuh kecil dan pendek secara genetic dapat bertumbuh lebih
besar ? Jika iya, apa saja hal-hal yang perlu disiapkan ?
I. Kapan rentang waktu yang tepat untuk melakukan intervensi terhadap kondisi anak
yang tampak lebih kecil ini ?
0-2 tahun
Siapa yang tak mendamba memiliki anak sehat, dengan tumbuh kembang baik sesuai
dengan usianya. Bisa memahami emosi, sekaligus memiliki fisik yang proposional.
Namun, adakalanya kita lengah di tengah jalan walau sudah berusaha semaksimal
mungkin. Ketika anak mengalami stunting dan gagal tumbuh sesuai perkembangannya,
bisakah ia kembali tumbuh dengan baik? Sebatas mana stunting bisa diperbaiki?
“Anak saya usia dua tahun ketika ketahuan stunting. Apakah pertumbuhannya masih bisa
dikejar?”
Menurut Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, stunting masih bisa dikoreksi selama anak
belum berusia 2 tahun, atau masih berada dalam 1000 hari pertama kehidupannya.
Namun, jika usianya sudah lebih dari 2 tahun, perbaikan gizi yang dilakukan hanya
sebatas mampu menaikkan berat badan anak. Untuk pertambahan tinggi badan sulit
dikejar jika anak terlanjur pendek.
Stunting bersifat irreversible, tidak dapat diperbaiki apalagi setelah anak mencapai usia
dua tahun. Apabila terjadi penurunan berat badan (weight faltering) pada kondisi anak
stunting, maka anak harus segera ditangani secara medis agar bisa diketahui penyebab
dan solusinya.
Baca: Apa Beda Stunting, Wasting, dan Underweight?
“Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi stunting?”
Salah satunya adalah dengan cara pengaturan pola gizi (Isi Piringku), yaitu makan bukan
sekadar kenyang namun harus diperhatikan nutrisinya. Karena periode 1-5 tahun adalah
periode emas untuk pertumbuhan anak, terutama otak, Isi Piringku juga harus
disesuaikan dengan usia yang ditentukan.
Untuk usia 1-5 tahun, menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia tahun 2013,
kebutuhan energinya adalah sebanyak 1350 kalori. Komposisinya adalah makanan
pokok sebanyak 35% (setara dengan 5-6 sendok makan nasi atau roti tawar sebanyak 1
lembar), diikuti dengan lauk pauk yang terdiri dari protein hewani dan nabati. Jumlahnya,
harus mencapai 35% seperti makanan pokok. Ada pula satu sumber protein lain dan bisa
menjadi tambahan asupan protein, yaitu protein susu. Sebagai pelengkap 30% Isi
Piringku, diperlukan mikronutrisi berupa vitamin dan mineral penting dari sayur dan buah.
Selain itu, buah dan sayur juga penting sebagai antioksidan dan sumber serat yang
melancarkan sistem pencernaan. Selain itu, lakukan berbagai aktivitas untuk stimulasi
tumbuh kembang dan kecerdasan sosial emosionalnya, juga penuhi kebutuhan kasih
sayangnya.
“Ketika ada perbaikan gizi, seberapa besar pengaruhnya pada kesehatan anak?”
Nutrisi dari makanan yang didapat berfungsi sebagai zat penyusun sistem imunitas anak,
sehingga daya tahan tubuh meningkat dan anak tidak mudah sakit.
“Adakah obat atau vitamin tambahan penunjang perbaikan gizi anak stunting?”
Vitamin dan suplemen penambah nafsu makan bisa diberikan namun yang tetap utama
adalah mengubah kebiasaan makan. Jangan sepelekan waktu makan dan nutrisi pada
makanan. Jangan lengah pada anak yang sulit makan sehingga memilih untuk
menyantap panganan tidak sehat bahkan melewatkan waktu makan. Biasakan makan
besar tiga kali sehari, diselingi dengan dua kali camilan sehat. Berikan waktu pada anak
untuk merasa lapar. Jangan makan lebih dari 30 menit, serta berikan camilan berat saat
anak sedang sulit makan.
Jadi, jangan sepelekan isi piring anak. Bekali diri dengan informasi makanan bergizi yang
baik untuk tumbuh kembang anak. Konsultasikan dengan tenaga kesehatan jika perlu.
J. Bagaimana jika salah satu penyebab si kecil berbadan lebih kecil dibandingkan teman
seusianya adalah infeksi yang terus menerus dalam tubuhnya ?
Stunting dapat terjadi sejak janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun. Stunting dibentuk oleh kondisi growth faltering dan catch up growth
yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai
pertumbuhan optimal. Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan kejar
tumbuh (catch-up growth) akan mengakibatkan kondisi penurunan pertumbuhan,
meningkatkan risiko kesakitan, kematian dan hambatan
Sedangkan upaya yang dilakukan untuk pengobatan stunting jika anak sudah didiagnosa
menderita stunting adalah sebagai berikut:
1. melakukan terapi awal seperti memberikan asupan makanan yang bernutrisi dan
bergizi;
2. memberikan suplemen tambahan berupa vitamin A, Zinc, zat besi, kalsium dan
yodium;
3. memberikan edukasi dan pemahaman kepada keluarga untuk menerapkan pola
hidup bersih dengan menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 prevalensi stunting pada balita di Indonesia sebesar
30,8%. Kondisi tersebut masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi stunting
di dunia menurut WHO yaitu sebesar 22%. Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga
dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara, dengan rata-rata prevalensi balita
stunting tahun 2005-2017 adalah 36,4%
Sesuai dengan amanat Presiden Republik Indonesia mengenai percepatan
penurunan stunting demi mewujudkan Indonesia Emas 2045, Kementerian Keuangan
telah menyiapkan anggaran untuk menangani stunting yang terdiri atas anggaran untuk
Kementerian/Lembaga di pemerintah pusat, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik. Dengan anggaran yang tersedia untuk
menangani stunting tersebut diharapkan kasus stunting di Indonesia menurun, dengan
target 14% di tahun 2024.
Referensi :
Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI. 2018. Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela. ISSN 2088 - 270 X.
Atikah Rahayu, SKM, MPH; Fahrini Yulidasari, SKM, MPH; Andini Octaviana Putri, SKM,
M.Kes; dan Lia Anggraini, SKM. 2018. Study Guide Stunting dan Upaya Pencegahannya.
CV Mine Yogyakarta.
World Health Organization (WHO)