TENTANG MUKAMMILAT
Di susun oleh :
Cindy Vallatein
Hartina Fitri
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
MAQOSIDUSYYARI’AH ini dengan judul “MUKAMMILAH“. Makalah ini di susun dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah DIROSAH Program Studi Ilmu Keperawatan
Stikes.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Dosen Pembimbing dan kepada teman teman yang telah mendukung terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya.jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
BAB I .................................................................................................................................
PENDAHULUAN .............................................................................................................
BAB II ..........................................................................................................................................
PEMBAHASAN ..........................................................................................................................
1. Pengertian ..........................................................................................................................
2.
‘AL-MAQASHID SYARIAH BERDASARKAN TINGKATAN (AL
MUKAMMILAT)’
Usaha mengkaji prinsip-prinsip umum telah banyak dilakukan oleh ulama terdahulu. Ibn al-
Qayyim mengemukakan bahwa syari’at dasar dan landasannya adalah hikmah dan
terwujudnya kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Syari’at itu adalah keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah secara menyeluruh. Setiap
masalah-masalah yang menyimpang dari keadilan ke tirani dari rahmat ke permusuhan, dari
maslahat ke kebinasaan dan dari hikmah ke kesia-siaan ini bukanlah termasuk syari’at,
sekalipun dengan interpretasi yang bagaimanapun. Pendapat ini sangat sesuai dengan
maqashid syari’ah. Alyubi secara khusus membahas persoalan ini dalam kitabnya Maqashid
al- Syari’ah al- Islamiyyah wa ‘Alaqatuha bi al-Adillati al- Syari’ati,. Ia menyebutkan bahwa
berdasarkan kemaslahatan yang dikandung hukum syara’, maka dapat dibagi kepada empat
tingkatan, yaitu dharuriyyat, hajjiat, tahsiniyat[1] dan mukammilat.
Al- Syatibi menyebutkan bahwa dharuriyyat merupakan suatu kepentingan yang mesti ada
untuk menegakkan kemaslahatan agama dan dunia, apabila hal itu tidak ada, kemaslahatan
tidak akan berjalan secara berkesinambungan, sehingga akan terjadi kerusakan, kesulitan dan
kebinasaan dalam kehidupan.[2]
Ali Hasaballah memberikan contoh dalam persoalan dharuriat disyari’atkannya shalat
bertujuan untuk memelihara agama, guna menyempurnakan syari’at tersebut maka
disyari’atkan juga azan untuk i’lan dan iqamah untuk berjama’ah.[3]
Pada tingkatan ke dua al Hajjiat. Hajjiat merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan untuk
mendatangkan kelapangan dan mengangkat kesempitan yang melekat dengan luputnya yang
dituntut. prinsip utama dalam aspek hajjiat ini adalah untuk menghilangkan kesulitan,
meringankan beban taklif dan memudahkan urusan mereka.[4]
Kebutuhan ini berlaku dalam bidang ibadat, adat, dan muamalah. Misalnya disyariatkannya
jual beli dalam bidang muamalat guna menyempurnakan syariat tersebut maka juga
disyariatkan mencari saksi.[5] contoh yang lainnya juga disyariatkan qiradh (berhutang) dan
untuk menyempurnakannya di syariatkan juga untuk mencatat ntah itu dari yang berhutang
atau yang diberikan untuk berhutang.
Pada tingkatan ketiga yaitu al Tahsiniyat. Al- Syatibi menyebutkan bahwa tahsiniat
merupakan kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat dan akhlak seseorang dalam
masyarakat dan dihadapan Tuhannya sesuai dengan kepatutan.[6]
Seandainya kebutuhan ini tidak ada, tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima tujuan
pokok (memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta) dan tidak pula menimbulkan
kesulitan, karena kebutuhan ini sebagai pelengkap seperti yang dikemukakan oleh al syatibi,
hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak
enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan
akhlak. Allah SWT telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan kebuutuhan
tahsiniyat.[7] Misalnya telah di syariatkannya berkurban untuk menyempurnakannya
disyariatkan juga untuk memilih hewan yang bagus dalam berkurban atau aqiqah, dan dalam
berinfak disyariatkan berinfak dengan harta yang baik.[8]
Dengan demikian mukammilat, dapat dipahami sebagai kebutuhan penyempurna dari ketiga
kebutuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alaidin Koto. 2013 filsafat hukum islam Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Fauzan Januri. 2013 pengantar hukum islam dan pranata sosial Bandung : Pustaka Setia.
Ismardi Ilyas. 2014 Strafikasi maqasid syariah terhadap kemaslahatan dan penerapannya.
Riau : uin sultan syarif karim.