Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ILMU TASAWUF

“TASAWUF AMALI”

Disusun Oleh :
Abd Ghafar (2012101003)
Umniyatul Maimunah (201210092)
Titin Anggraini (201210086)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji atas kebesaran Sang Khalik yang telah menciptakan alam
semesta dalam suatu keteraturan hingga dari lisan terpetik berjuta rasa syukur
kehadirat ALLAH SWT. Karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah
sehingga kami diberikan kesempatan dan kesehatan untuk dapat menyelesaikan
makalah “Tasawuf Amali” yang terlaksana dengan baik.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW, yang diutus ke permukaan bumi ini menuntun manusia dari lembah
kebiadaban menuju ke puncak peradaban seperti sekarang ini. Kami menyadari
sepenuhnya,dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari tantangan dan
hambatan. Namun berkat kerja keras dan motivasi dari pihak-pihak langsung
maupun tidak langsung yang memperlancar jalannya penyusunan makalah ini.
Kami menyadari, bahwa makalah “Tasawuf Amali” ini yang kami buat ini masih
jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi
di masa mendatang.
Semoga makalah “Tasawuf Amali” ini bisa menambah wawasan kepada
pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Jambi, 01 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................


KATA PENGANTAR .............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................2
1.5 Batasan Masalah...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Pengertian Tasawuf Amali...........................................................................4
2.2 Istilah-istilah Dalam Tasawuf Amali...........................................................4
2.3 Macam-macam Maqom dalam Aliran Tasawuf Amali................................7
2.4 Konsep Maqomat dalam Tasawuf Amali.....................................................7
2.5 Tokoh-Tokoh Aliran Tasawuf Amali.........................................................10
BAB III PENUTUP................................................................................................12
3.1 Kesimpulan................................................................................................12
3.2 Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu keislaman yang lebih
menekankan pada dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Tasawuf adalah ilmu
yang mulia karena berkaitan dengan ma`rifah kepada Allah Ta`ala dan mahabbah
kepada-Nya.
Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu yang memperkenalkan cara-cara
menyucikan jiwa dengan memerangi hawa nafsu demi memporoleh kebahagian
yang abadi di sisi Tuhan. Pada awalnya, tasawuf merupakan gerakan zuhud, yakni
mengabdikan diri hanya untuk beribadah pada Tuhan dan menjauhi hal-hal yang
berhubungan dengan duniawi. Kemudian dalam perkembangannya, konsep
tersebut melahirkan suatu aliran sufisme yang kemudian tersebar ke seluruh dunia.
Para sufi telah merumuskan ajaran tasawuf yang berakar dari ajaran islam. Jalan
(Thariqoh) yang ditempuh berbeda-beda sesuai dengan garis ajaran guru, kultur,
dan konteks social yang melingkupinya. Perbedaan itulah yang melatarbelakangi
kehidupan para sufi melahirkan macam-macam aliran tasawuf dengan penekanan
ajaran yang berbeda pula. Termasuk lahirnya aliran Tasawuf amali.
Tasawuf amali ialah suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan
amalan-amalan rohaniah dibandingkan teori (Solikhin, 2004). Tasawuf Amali
merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaki, karena seseorang yang ingin
berhubungan dengan Allah Swt maka ia harus membersihkan jiwanya,
sebagaimana Allah berfirman: “dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”
(Qs.
al-Taubah:108) dan “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertobaat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri”(Qs. al-Baqarah: 222).
Disamping itu, Al-kalabaziy mengatakan bahwa tasawuf amali tergolong
ilmu tentang keadaan hati (‘ulum al-ahwal). Dan tergolong juga sebagai ilmu
hikmah; yaitu ilmu yang mempelajari faktor penyebab terjadinya penyakit jiwa
serta cara-cara melakukan latihan-latihan kerohanian untuk mengobatinya. Jika
tasawuf akhlaki berfokus pada pensucian jiwa, tasawuf amali lebih menekankan

1
terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik melalui amalan
lahiriah maupun batiniah.
Konsep pendidikan tasawuf amali sangat dibutuhkan oleh setiap individu
maupun masyarakat karena jika ditelaah secara mendalam tasawuf amali memiliki
aspek-aspek strategis yang potensial dalam segala sendi kehidupan manusia, tetapi
esensi tersebut akan sia-sia apabila umat Islam tidak mampu memanfaatkan
konsep pendidikan tasawuf amali tersebut dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana
dampak negatifnya ketika ia diremehkan akan menyebar pada indivdu dan
masyarakat.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya peneliti tertarik
untuk menelisik lebih jauh dengan mengadakan penelitian dengan mengangkat
sebuah judul: "Tasawuf Amali"

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan tasawuf amali ?
2. Apa saja istilah-istilah dalam tasawuf amali ?
3. Sebutkan macam-macam maqom dalam aliran tasawuf amali ?
4. Bagaimana konsep maqomat dalam tasawuf Amali ?
5. Siapa saja tokoh aliran tasawuf amali ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang disebutkan pada bagian 1.2 diatas, tujuan
pembahasan ini adalah untuk:
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari tasawuf amali.
2. Mengetahui istilah-istilah dalam tasawuf amali.
3. Mengetahui macam-macam maqom dalam aliran tasawuf amali.
4. Mengetahui konsep maqomat dalam tasawuf amali.
5. Mengetahui tokoh aliran tasawuf amali.

1.4 Manfaat Penelitian

2
 Manfaat Teoritis
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat dalam mata kuliah Ilmu Tasawuf baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang Tasawuf Amali kepada para
pembaca, serta juga diharapkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan
yang secara teoritis dipelajari di bangku perkuliahan.
 Manfaat Praktis
1. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana yang
bermanfaat dalam mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang
Tasawuf Amali.
2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai
sumber dan bahan masukan bagi peneliti lain untuk menggali informasi
mengenai Tasawuf Amali.

1.5 Batasan Penelitian


Batasan masalah dalam artikel ini difokuskan pada Tasawuf Amali pada
mata kuliah Ilmu Tasawuf. Diperlukannya batasan masalah ini karena sebagai
tolak ukur untuk suatu pencapaian target analisis tentang Tasawuf Amali.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf Amali


Para ahli merumuskan tasawuf dalam rumusan yang berbeda-beda akibat
sudut pandang dan titik tekan yang berbeda namun kata shuf yang berarti bulu
wol merupakan yang paling banyak diterima sebagai akar etimologi tasawuf dan
sufi (Syaifuddin, 2013, hal. 18). Secara istilah tasawuf ialah suatu ilmu yang
tumbuh pada abad ke-2 Hijriah, berasal dari kelompok orang-orang yang
mengutamakan kesucian diri dengan menetapkan hati dan raga untuk beribadah
dan menghubungkan diri kepada Allah swt, menghindarkan segala kemewahan
dunia dengan berusaha meningkatkan kehidupan rohani melalui thariqat,
memperbanyak menyebut dan berdzikir kepada Allah serta bertaubat kepada-Nya
agar kemudian menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) (Gayo, 2014, hal.
450).
Tasawuf amali adalah tasawuf yang menekankan pada amaliah lainnya.
Tasawuf amali/haddah, menghapuskan sifat-sifat yang tercela, melintasi semua
hambatan itu, dan menghadapi total dari segenap esensi diri hanya kepada Allah
SWT. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan
Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla
Allah SWT. Tasawuf ‘amali merupakan tasawuf yang mengedepankan
mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan
itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt

2.2 Istilah-istilah Dalam Tasawuf Amali


Beberapa istilah penting dalam tasawuf apabila dilihat dari tingkatan
dalam komunitas itu, terdapat beberapa istilah sebagai berikut:
A. Murid
Menurut Al-Kallabazi dalam bukunya “At-Taarruf li al-Madshabi Ahli
Shaufiyah, menyatakan bahwa murid yaitu orang yang mncari pengetahuan dan
bimbingan dalam melaksanakan amal ibadahnya, dengan memusatkan segala

4
perhatian dan usahanya kearah itu, melepas segala kemauannya dengan
menggantungkan diri dan nasibnya kepada iradah Allah.
Murid dalam dunia tasawuf ada tiga kelas yaitu:
1) Mubtadi atau Pemula
2) Mutawassith atau Menengah
3) Muntahi atau Atas
B. Syekh
Yaitu seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas murid-murid
dalam segala kehidupannya, penunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap sebagai
perantara antara seorang murid dengan tuhannya. Syekh ini disebut mursyid, yaitu
orang yang sudah melalui tingkat khalifah. Ia adalah seorang yang mempunyai
tingkat kerohanian yang tinggi sempurna ilmu syariatnya, matang ilmu
hakikatnya, dalam ilmu ma’rifatnya.
Hubungan antara murid dengan syekh atau mursyid, adalah hubungan
pergerakan diri sepenuhnya, seorang murid harus tunduk, setia dan rela dengan
perlakuan apa saja yang ia terima dari syekhnya, ia harus mampu bersikap seperti
jenazah yang sedang dimandikan, rela dan ikhlas dibolak-balik tanpa ada merasa
menyesal dan menolak. Demikian pasrahnya seorang murid kepada gurunya.
C. Wali dan Quthub
Yaitu seorang yang telah sampai ke puncak kesucian bathin, memperoleh
ilmu laduni yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia yang gaib-gaib. Orang
seperti ini akan memperoleh karunia dari Allah dan itulah yang disebut wali. Jadi,
seorang wali adalah seorang yang mencapai puncak kesempurnaan, kecintaan
Allah, karena pengabdian dan amalannya yang luar biasa kepada Allah. Ia
memperoleh berbagai kemampuan yang luar biasa kepada Allah, karena
pengabdian dan amalannya yang luar biasa kepada Allah. Ia memperoleh berbagai
kemampuan yang luar biasa, yang supra-insani sebagai karunia Allah. Menurut
Al-Kalabazi, inilah yang disebut karomah itu. Orang yang seperti itu, menurut sufi
adalah “wakil-wakil” nabi, pelanjut perjuangan nabi, inilah yang dimaksud
dengan quthub. Mereka ini mempunyai kedudukan yang hampir sama dengan
Nabi dalam hal kesucian rohani, kedalaman ilmu dan ketaatan kepada Allah.

5
Quthub memperoleh ilmu melalui ilham, sedangkan Nabi memperoleh melalui
wahyu.
Apabila dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka
terdapat beberapa istilah yang khas dalam dunia tasawuf, yaitu ilmu lahir dan ilmu
bathin. Ajaran-ajaran agama itu mengandung lahiriyah dan arti bathiniyah yang
merupakan inti setiap ajaran itu. Oleh karena itu cara memahami dan
mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan aspek bathin. Kedua aspek
yang terkandung dalam ilmu itu mereka bagi kepada empat kelompok yaitu:
1) Syari’at
Syari’at mereka mengartikan sebagai amalan-amalan lahir yang
difardhukan dalam agama, yang biasa dikenal rukun islam dan segala hal
yang berhubungan dengan itu, bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah
Rasul. Seorang yang ingin memasuki dunia tasawuf, harus dahulu
mengetahui secara mendalam tentang Al-Qur’an dan Hadist yang dimulai
dengan amalan zhahir baik yang wajib maupun yang sunnah.
2) Thariqat
Thariqat menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi dalam mencapai tujuan berada sedekat mungkin dengan
tuhan. Thariqat adalah jalan yang ditempuh para sufi dan digambarkan
sebagai jalan yang berpangkal dari syari’at, sebab jalan utama disebut
syar’, sedangkan anak jalan disebut dengan thariq.
3) Hakikat
Secara Luqhawi, hakikat berarti inti sesuatu, puncak atau sumber asal dari
sesuatu. Dalam dunia sufi. Hakikat diartikan sebagai aspek lain dari
syari’at yang bersifat lahiriyah, yaitu aspek bathiniyah. Dengan demikian
dapat diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti
dari syari’at dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh sufi.
4) Ma’rifat
Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa-yurifu-irfan, marifah artinya pengetahuan,
pengalaman dan pengetahuan ilahi. Ma’rifah adalah kumpulan ilmu
pengetahuan, perasaan, pengalaman dan amal ibadah kepada Allah swt.

6
Dalam istilah tasawuf, ma’rifah adalah pengetahuan yang jelas dan sangat
pasti tentang tuhan yang diperoleh melalui sanubari.
a. Ma’rifat adalah mengenal rahasia-rahasia Allah dan aturan-
aturan-Nya yang melingkupi seluruh ada
b. Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat berada dekat
dengan Allah, bahkan ia dapat
c. Ma’rifat datang sebelum mahabbah
Al-Mahabbah, adalah satu istilah yang hampir selalu
berdampingan dengan ma’rifah, baik dalam penepatannya
maupun dalam pengertiannya, kalau ma’rifah merupakan
tingkat pengetahuan kepada tuhan melalui mata hati, maka
mahabbah adalah perasaan kedekatan dengan tuhan melalui
cinta, seluruh jiwanya terisi oleh rasa kasih dan cinta kepada
Allah. Rasa cinta itu jumlah kepada pengetahuan dan
pengenalan kepada tuhan sudah mendalam, sehingga yang
dilihat dan dirasakan bukan lagi cinta tetapi “diri yang dicintai”
oleh karena itu menurut Al-Ghazali mahabbah itu manifestasi
dari ma’rifah kepada tuhan.

2.3 Macam-macam Maqom dalam Aliran Tasawuf Amali


Berikut macam-macam maqom yang harus dilalui seorang sufi, yaitu:
A. Al-Maqamat.
Untuk mencapai tujuan tasawuf seseorang harus menempuh jalan yang
panjang dan berat, perjalanan panjang dan berat tersebut dapat di pelajari melalui
tahapan tahapan tertentu atau yang biasa disebut dengan istilah al-Maqamat
(stasiun=tahap-tahap). Perjalanan panjang itu dibagi kepada 7 macam, yaitu:
AlTaubah, Al-Wara’, Al-Zuhd, Al-Shabr, Al-Tawakkal dan Al-Ridho.
B. Al-Ahwal
Al-Ahwal adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seseorang sebagai
karunia Allah, bukan dari usahanya. Mengenai jumlah dan formasi al-Ahwal ini
sebagian besar sufi berpendapat ada delapan, yaitu: Al-Muraqabah, Al-Khauf, Al-
Raja’, Al-Syauq, Al-Uns, AlThoma’ninah, Al-Musyahadah dan Al-Yakin.

7
2.4 Konsep Maqomat dalam Tasawuf Amali
Konseptulasisi dan sistematisasi tentang maqamat menurut Tasawuf
Amali. Sejauh upaya untuk melakukan penyelidikan terhadap konsep maqomat
dalam tasawuf Amali, maka didapatlan penjelasan sebabai berikut:
A. Taubat
Taubat menurut bahasa berarti kembali (ruju’), maksudnya kembali dari
sesuatu yang tercela menurut syara’ menuju sesuatu yang terpuji. Konsep taubat
yang dimaksudkan oleh kaum sufi adalah taubat yang tidak membawa kepada
dosa lagi sehingga terkadang seorang sufi sampai tujuh puluh kali taubat untuk
mencapai tingkat taubat yang sebenarnya. Bahkan taubat yang sebenarnya dalam
paham sufisme adalah lupa pada segala hal kecuali Tuhan. dijelaskan dalam
Tasawuf Amali bahwa setelah seseorang melakukan taubat, maka hendaklah ia
selalu menghiasi diri dengan perilaku yang terpuji dan menghindari perbuatan-
perbuatan yang buruk, apapun kuncinya adalah dengan berpegang teguh kepada
Al-Quran dan Al-Sunnah, Syaikh ’Abd al-Qâdir al-Jailâni mengatakan:Wahai
Sahayaku persahabatanmu dengan keburukan, akan mendatangkan prasangka
yang buruk kepada beberapa kebaikan, berjalanlah di bawah bayang-bayang kitab,
sunah dan engkau akan bahagia.
B. Zuhud
Zuhud dapat diartikan sebagai sikap untuk melepaskan diri dari
ketergantungan kehidupan duniawi yang lebih mengutamakan kehidupan akhirat.
zuhud, ialah meninggalkan rasa cinta dan sikap serakah terhadap kesenangan
dunia serta merasa cukup dengan apa yang ada untuk menghadapkan diri kepada
Alah Swt. Zuhud dalam Tasawuf Amalii tidak boleh dilakukan tanpa didasari
ilmu tentang hukum-hukum Allah dalam melakukan zuhud harus dengan
bimbingan seorang guru atau Syaikh. Meninggalkan syarat tersebut dapat
menyebabkan kesesatan dalam melakukannya
C. Tawakal
Tawakal menurut Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jailâni adalah meninggalkan
ketergantungan selain kepada Allah, walaupun bergantung hanya kepada Allah,
tawakal tidak berarti dengan sendirinya menggabaikan ikhtiyar dan meninggalkan

8
usaha sama sekali, akan tetapi tawakal itu berserah diri kepada Allah dengan
disertai usaha yang maksimal. Menurutnya, tawakal memiliki kualitas yang
didasarkan kepada ketulusan. Semakin tulus tawakal seseorang kepada Tuhan-
Nya, makin lemah upayanya dalam pekerjaan-pekerjaan duniawi. Pokok dari
tawakal menurut ajaran Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jailâni adalah ma’rifah qalb
bahwa segala sesuatu berada di tangan Allah, baik yang bermanfaat maupun yang
mudharat, yang menyenangkan ataupun yang menyusahkan.
D. Syukur
Syukur dapat diartikan menampakan sesuatu kepermukakan sedangkan
kufur diartikan menyembunyikan sesuatu. ajaran syukur menurut ulama tasawuf
amali, ada beberapa sikap dan tindakan bagi seorang hamba, dimana sikap dan
tindakan ini merupakan tanda dari kesyukuran, yaitu pertama, adanya perasaan
gembira terhadap keberadaan nikmat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
ibadah dan pendekatan diri kepada Allah
E. Sabar
Sabar merupakan sikap mental yang fundamentalis yang harus dimiliki
oleh para sufi dalam 114 usahanya untuk mencapai tujuan hidup. sabar sebagai
maqam, pada intinya ialah sikap tabah dan tegar dalam mengendalikan hawa
nafsu yang bertujuan untuk mendekakan diri kepada Allah (taqarub ‘illa Allah).
Sebab menurut Syaikh ‘Abd al-Qãdir al-Jailãni, mendekatakan diri kepada Allah
itulah sebenarnya kebahagiaan yang hakiki. Hal itu hanya dapat dicapai dengan
mengikuti kebenaran dan menjauhi kebatilan.
F. Ridha
Ridha diartikan oleh Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailâni dengan rela
menerima segala ketentuan Allah SWT (al-ridhaa bi qadha illah). Bagi seseorang
yang telah mencapai maqam ridha, apapun yang telah ditentukana Allah pasti
akan menetimanya dengan senang hati, walaupun ketentuan Allah itu berupa
sesuatu yang tidak disukai, apalagi jika ketentuan itu berupa sesuatu yang disukai.
maqam ridha mencerminkan puncak ketenangan batin seseorang sufi yang tidak
bisa digoncangkan lagi dengan apapun juga, karena bagi dia segala yang terjadi di
alam ini adalah perbuatan dan ketentuan Allah SWT. Semua itu lahir dai qudrah
dan iradah-Nya yang mutlak, yang harus diterima dengan rela dan gembira.

9
Baginya kegembiraan menerima nikmat sama dengan kegembiraannya menerima
musibah.
G. Shidiq
Secara bahasa “al-sidq” (jujur) adalah menetapkan hukum sesuai dengan
kenyataan. Sikap jujur ini sangat diperlukan dalam ajaran tasawuf karena
seseorang tidak dapat berdekatan dengan Allah SWT kecuali dengan sukap jujur
dan bersih.(Syaikh Abd Qadir al-Jailani).
H. Wara’
Wara’ menurut Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jailâni adalah ajaran agama
(milah al-din) yang menjadi pokok pangkal amaliah para ’alim yang
mengamalkan ilmunya. Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jailâni sangat menekankan sikap
wara’ sebagai upaya membersihkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT,
sebab Allah Yang Mahasuci hanya dapat didekati dengan seseorang yang telah
bersih, baik lahir maupun batin
I. Istiqamah
Al-Istiqomah merupakan salah satu tahapan penting diantara tahapan
penting yang lain dalam tasawuf. Mengingat pentingnya tahapan ini, al-istiqamah
menurut Syaikh ‘Abd al-Qâdir al- Jailâni mengandung aspek konsistensi,
keuletan, ketekunan, kesabaran dan kedisiplinan yang tinggi dalam mengerjakan
amalan-amalan, baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan dalam agama
Islam.

2.5 Tokoh-Tokoh Aliran Tasawuf Amali


Tokoh-Tokoh Tasawuf Amali.
A. Rabiah Al-Adawiah.
Bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah Al-
Qaisiyah. Lahir tahun 95 H (713 H) di suatu perkampungan dekat kota Bashrah
(Irak) dan wafat tahun 185 H (801 M). Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan
mistisisme dalam Islam tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berasaskan cinta
kepada Allah Swt.
B. Dzu Al-Nun Al-Mishri

10
Bernama lengkap Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Lahir di Ikhkim,
daratan tinggi Mesir tahun 180 H (796 M) dan wafat tahun 246 H (856 M). Al-
Mishri membedakan ma’rifat menjadi dua yaitu ma’rifat sufiah adalah pendekatan
menggunakan pendekatan qalb dan ma’rifat aqliyah adalah pendekatan yang
menggunakan akal. Ma’rifat menurutnya sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah
(penyaksian hati), sebab maa’rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.
C. Abu Yazid Al-Bustami
Bernama lengkap Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Syarusan Al-Bustami.
Lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 M dan wafat tahun 947 M. Ajaran
tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana dan baqa. Dalam istilah tasawuf, fana
diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Dan fana berarti mendirikan sifat-
sifat terpuji kepada Allah.
D. Abu Manshur Al-Hallaj
Bernama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mashur bin Muhammad
AlBaidhawi. Lahir di Baida sebuah kota kecil di daerah Persia tahun 244 H (855
M) Diantara ajaran tasawufnya yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat
Asy-Syuhud yang kemudian melahirkan paham wihdad al-wujud (kesatuan
wujud) yang dikembangkan Ibnu Arabi.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tasawuf Amali adalah tasawuf yang menekankan pada amaliah berupa
wirid dan amaliah lainnya. Ia menghapuskan sifat-sifat tercela, melintasi semua
hambatan itu, dan mengahadapi total dari segenap esensi hanya kepada Allah
SWT. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan
Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla
Allah Swt.

3.2 Saran
Dari hasil studi kepustakaan dalam penelitian ini, saran yang dapat
diberikan yaitu: Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran atau
referensi bagi para pembaca ataupun peneliti lain tentang Tasawuf Amali. Ilmu
Tasawuf diperlukan untuk pendalaman agama kita. Bagaimana menomorsatukan
urusan akhirat dipandang amat penting dan salah satu cara memahaminya adalah
dengan mempelajari tasawuf amali dan tasawuf akhlaqi. Di dalam materi ini
terkandung bagaimana jalan untuk menjadi sebenar-benar penghamba, lebih dekat
denganNya, dan menghapuskan segala penghalang antara hamba dan khalik
dengan cara membersihkan diri dari sifat tercela. Penulis tentunya masih
menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

12
DAFTAR PUSTAKA
A.Bangun Nasution dan Rayani Hanum S. (2013) Akhlak Tsawuf, (Depok: PT.
Raja Grafindo Persada.
Gayo, N. M. (2014). Buku Pintar Islam. Jakarta: Ladang Pustaka dan Intimedia
Mukhtar Hadi, (2009). memahami Ilmu Tasawuf “sebuah Pengantar Ilmu
Tasawuf”. Yogyakarta: Aura Media.
Muhammad, Sayyid Ahmad. (2005). Tasawuf Antara Al-Ghazali Dan Ibnu
Taimiyah,(Terj). Muhammad Muhson Anasy. Jakarta: Khalifa.
Syaifuddin, M. F. (2013). Tasawuf Untuk Kita Semua. Jakarta: Republika
Siregar, Rivay. (1999). Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta:
Rajawali Grafindo Persada,
Solikhin, M. (2004). Tasawuf Aktual. Semarang: Pustaka Nuun
Qs.al-Taubah:108
Qs. al-Baqarah: 222

13

Anda mungkin juga menyukai